Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealia terutama
beras sebagai bahan pangan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan
bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealia dan umbi-umbian sebagai sumber energi
pun terus meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya serealia dan
umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera.
Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha untuk
mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan
mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa
khas dan tahan lama disimpan. Umbi-umbian seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar, dan uwi
merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Pada umumnya
umbi-umbian dalam keadaan segar tidak tahan lama. Untuk pemasaran yang memerlukan
waktu lama, umbi-umbian harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, salah
satunya adalah diolah menjadi tapai ubi (Radiyati, 1990).
Pada proses pembuatan tapai, karbohidat mengalami proses peragian oleh mikroba
atau jasad renik tertentu, sehingga sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan sekaligus
mudah dicerna. Pada hakekatnya semua makanan yang mengandung karbohidrat dapat diolah
menjadi tapai (Radiyati, 199). Faktor yang berperan pada proses pembuatan tape adalah
konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta keseragaman pada tahap pencampuran ragi
dengan bahan yang telah dimasak (Saono et al., 1982). Pada praktikum ini dilakukan
penggunaan beberapa jenis umbi dan jenis ragi yang berbeda, sehingga dapat diketahui jenis
ragi yang cocok untuk pembuatan tapai dan dapat menghasilkan mutu tapai terbaik dilihat
dari karakteristik organoleptik tapai ubi.
B. Tujuan
     Tujuan dilakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui cara pembuatan tapai ubi dari berbagai jenis umbi-umbian.
b. Mengamati perubahan karakteristik pada tabai ubi dengan penggunaan jenis ragi
dan jenis umbi yang berbeda.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Umbi – umbian
Umbi-umbian adalah salah satu jenis keanekaragaman dalam dunia tumbuh-tumbuhan
yang mempunyai nilai guna. Umbi-umbian tersebut merupakan bahan sumber karbohidrat
terutama pati dan merupakan sumber cita rasa dan aroma karena mengandung aleoresin yang
dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri untuk menghasilkan produk komersial
termasuk makanan, kosmetik, dan obat-obatan. Singkong, ubi jalar, uwi, cantel, ganyong,
gembili, sente, suweg, talas, dan kentang merupakan contoh sumber karbohidrat yang
termasuk dalam umbi-umbian (Astawan, 2004).
B. Ubi kayu (singkong)
Singkong atau ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber
karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung.
Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung.
Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%,
serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya
merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti
protein. Singkong segar mengandung senyawa glokosidasianogenik dan bila terjadi proses
oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang
ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar
HCN lebih dari 50 ppm. Ada korelasi antara kadar HCN ubikayu segar dengan kandungan
pati. Semakin tinggi kadar HCN semakin pahit dan kadar pati meningkat, begitu pula
sebaliknya. Di samping itu, ubikayu segar mengandung senyawa polifenol dan bila terjadi
oksidasi akan menyebabkan warna coklat (browning  secara enzimatis) oleh enzim fenolase,
sehingga warna tepung kurang putih (Prabawati, 2011).
Singkong dikenal ada 2 macam, yaitu singkong kuning dan singkong putih. Singkong
kuning dapat disebut sebagai singkong mentega, singkong ini mempunyai sifat pada saat
dimasak adalah mempunyai tekstur yang pulen, dan cenderung lembut layaknya mentega.
Untuk singkong putih, singkong ini cocok untuk keripik, karena teksturnya lebih padat dan
keras (Anonim, 2008). Berdasarkan kadar amilosa, ubikayu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
ubikayu gembur dan ubi kayu kenyal. Ubi kayu gembur (kadar amilosa lebih dari 20%) yang
ditandai secara fisik bila kulit ari yang berwarna coklat terkelupas dan kulit tebalnya mudah
dikupas. Sedangkan ubikayu kenyal (kadar amilosa kurang dari 20%) ditandai dengan kulit

2
ari berwarna cokelat tidak terkelupas (lengket pada kulit tebalnya) dan kulit tebalnya sulit
dikupas.
Ubikayu (Singkong) merupakan bahan baku yang sangat baik untuk produk
fermentasi, karena kadar pati yang tinggi. Beberapa produk tersebut adalah: tape (tradisional),
maltodekstrin, glukosa, fruktosa, sorbitol, bioetanol dan berbagai asam organik (Prabawati,
2011).

Tabel 1. Komposisi kimia singkong per 100 gram bahan


Komponen Singkong Putih Singkong Kuning
Energi (kal) 146,0 157,0
Protein (g) 1,20 0,80
Lemak (g) 0,30 0,30
Karbohidrat (g) 34,70 37,9
Kalsium (mg) 33,0 33,0
Phospor (mg) 40,0 40,0
Besi (mg) 0,70 0,70
Vitamin A (SI) 0,0 385,0
Vitamin B1(mg) 0,06 0,06
Vitamin C (mg) 30,0 30,0
Air (g) 62,25 60,0
Bagian yg dapat dimakan (g) 75,0 75,0

C. Ragi Tape dan Ragi Roti


Ragi tape merupakan bibit atau starter untuk membuat berbagai macam makanan
fermentasi, seperti tapai ketan atau singkong, tapai ubi jalar, brem cair atau padat, dan
lainnya. Ragi tape berwujud padat dengan bulat pipih berwarna putih.  Ragi tape umumnya
terdiri dari kapang, khamir, dan bakteri. Citarasa tape yang dihasilkan ditentukan oleh jenis
mikrooragnisme yang aktif didalam ragi. Keaktifan mikroorganisme didalam ragi diatur
dengan penambahan bumbu dan rempah. Ragi tape dapat dibuat dari bahan-bahan yang
terdiri dari ketan putih, bawang putih, merica, lengkuas, cabai untuk jamu, dan air perasan
tebu secukupnya dengan memanfaatkan peralatan sederhana. Ragi tape berfungsi sebagai
sumber mikroba yang berperan dalam proses fermentasi dan sumber protein sel tunggal,

3
sehingga tape singkong mempunyai tekstur yang lunak, rasa yang asam manis, dan memiliki
aroma khas tape (Syarif, 1988).
D. Fermentasi Tapai
Fermentasi dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri,
khamir, dan jamur. Pada proses fermentasi tapai tidak diharapkan adanya udara. Fermentasi
harus dilakukan dengan kondisi anaerob fakultatif. Pada proses fermentasi tapai akan terjadi
perombakan gula menjadi alkohol atau etanol, asam asetat, asam laktat, dan aldehid (Amerin
at al., 1972). Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur 
Saccharomyces cerivisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat
(fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida. Selain Saccharomyces
cerivisiae, dalam proses pembuatan tape juga terlibat mikrorganisme lain seperti Mucor
chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu
dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa).
Fermentasi yang baik dilakukan pada suhu 28-30 ºC dan membutuhkan waktu 45 jam.
Fermentasi dapat diperlambat jika dingin. Fermentasi tapai paling baik dilakukan pada
kondisi mikro aerob. Pada kondisi ini, kapang tidak mampu tumbuh sehingga tidak dapat
menghidrolisis pati. Namun demikian, pada kondisi aerob yang merupakan kondisi paling
baik bagi kapang dan khamir, aroma tidak berkembang dengan baik karenatergantung dari
fermentasi alkohol dan pada kondisi ini fermentasi alcohol menurun (Amin, 1985). Suhu
berpengaruh kepada kecepatan fermentasi, meskipun suhu yang lebih rendah dari 25 ºC akan
menghasilkan produk dengan kadar alcohol yang tinggi pada fermentasi 144 jam. Tapai dapat
bertahan 2-3 hari bila di fermentasi pada suhu kamar.  Apabila fermentasi dalam suhu kamar
melebihi hasil yang didapatkan akan rusak. Bila dikemas dengan cangkir plastik dan
disimpan dalam lemari es akan bertahan selama 2 bulan akan tetapi teksturnya akan rusak
yaitu menjadi keras (Elan, 1994).

4
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu       : Rabu, 17 Maret 2021
Pukul : 15.00 s/d 16.30 WIB
Tempat      : Rumah Nisa
B. Alat dan Bahan
a. Bahan
1. Singkong
2. Daun pisang
3. Ragi
4. Air
b. Alat
1. Panci
2. Baskom
3. Pisau
4. Kain lap
5. Sendok dan Garpu
6. Kompor
7. Penyaring
8. Piring
C. Prosedur Kerja
1. Siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan.
2. Kupas singkong dan kikis bagian kulit arinya hingga kesat.
3. Potong singkong yang telah dikupas sesuai keinginan.
4. Cuci hingga bersih singkong yang telah dipotong.
5. Sementara menunggu singkong kering, masukkan air ke dalam panci sampai kira-kira
terisi    seperempat lalu panaskan hingga mendidih.
6. Setelah air mendidih masukkan singkong ke dalam panci kukus, lalu kukus hingga
singkong ¾ matang, kira-kira ketika ‘daging’ singkong sudah bisa ditusuk dengan garpu.
7. Setelah matang, angkat singkong yang telah ¾ masak lalu taruh di suatu wadah,
kemudian didinginkan.

5
8. Sambil menunggu Singkong dingin, siapkan wadah sebagai tempat untuk mengubah
singkong menjadi tape. Wadah itu terdiri dari baskom yang bawahnya dilapisi dengan
daun pisang.
9. Setelah singkong benar-benar dingin, masukkan singkong ke dalam wadah lalu taburi
dengan ragi yang telah dihaluskan dengan menggunakan saringan.
10. Singkong yang telah diberi ragi ini kemudian ditutup kembali dengan daun pisang.
Singkong ini harus benar-benar tertutup agar mendapatkan hasil yang maksimal.
11. Setelah singkong ditutupi dengan daun pisang, diamkan selama 1-3 hari hingga sudah
terasa lunak dan manis. Saat itulah singkong telah menjadi tape.

6
BAB IV
KESIMPULAN
A.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum hasil pembuatan Tapai Ketan
Kelompok Dapat Mengerti Cara dan Tahap Pembuatan Tapai Ketan Dengan Baik dan Benar.
B.  Saran
Sebaiknya dilakukan inovasi pembuatan tapai, sehingga praktikan tidak hanya
mengetahui cara pembuatan tapai secara umum namun dapat melakukan inovasi-inovasi lain
yang Menambah ide dan kreativitas.

7
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, T.T., dan N. Indarto, 2004. Ubi Jalar dan Kentang. Absolut,
Yogyakarta.
Amien Muhammad, 1985., Pegangan Umum Bioteknologi 3. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Anonymous, 1981.Teknologi Pangan dan Agroindustri.Volume 1, nomor 1 12.Jurusan
Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor
Antarlina, S.S., 1998. Proses pembuatan dan penggunaan tepungubi jalar untuk
produk pangan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Unbraw. Malang.
Darwindra, haris dianto. 2010. Makalah “Peran ragi dalam proses pembuatan
roti”. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Elan, Suherlan. 1994. Bioteknologi Bahan Pangan. Jurusan Pendidikan Biologi
FPMIPA, Bandung.
Judoamidjojo, R.M., A.A.Darwis, dan E.G.Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi.
Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut
Pertanian Bogor.
Lingga, P. Sarwono, B. Rahardi, F. Rahardja, D. Afriastini, J. J. Apradji, W. 1986.
Bertanam Ubi- Ubian. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Prabawati, Sulusi., Nur Richana dan Suismono. 2011. Inovasi Pengolahan
Singkong (Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan). Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.
Radiyati, Tri dan Agusto, W.M. 1990. Pendayagunaan ubi kayu. Subang :
BPTTG Puslitbang Fisika Terapan – LIPI. Hal. 18-27.
Rubatzky, V. E dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
Dan Gizi Edisi Kedua. Bandung: ITB press.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam pengolahan dan keamana
                  pangan. Alumni, bandung.
Syarif, r dan A irawati. 1988. Pengethuan bahan untuk industri prtanian.
               Mediyatama sarana perkasa. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai