Kelompok 2 :
2018
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan
menjadi pasar kedelai terbesar di Asia Tenggara. Sebanyak 50% dari konsumsi
kedelai di Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu dan 10% dalam
bentuk produk lain (seperti tauco, kecap dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata
per orang per tahun di Indonesia saat ini sekitar 6,45 kg. Tempe selain harganya
murah dan terjangkau di kalangan masyarakat, makanan ini sangat kaya akan
protein nabati (Astawan, 2004).
Tempe yang baik adalah tempe yang tambak kompak, seluruh bahan
diselaputi miselia kapang yang berwarna putih, tidak bernoda hitam akibat
tibulnya spora, tidak berlendir, mudah diiris, tidak busuk dan tidak berbau
amonia. Sebagai makanan tradisional, tempe kedelai berpotensi untuk digunakan
melewan radikan bebas karena tempe mengandung antioksidan alami yang
diproduksi oleh kapang tempe. Antioksidan tersebut sudah teridentifikasi dan
dikenal dengan nama genestin, daidzedin dan trihidroksiisoflavon. Oleh karena itu
dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit degeneratif
(jantung koroner, diabetes melitus, kanker dan lain-lain) (Astawan, 2004).
Keripik tempe adalah jenis makanan ringan hasil olahan tempe kedelai.
Keripik tempe ini berbentuk lempengan/irisan tipis yang digoreng dengan
penambahan tepung dan bumbu (SNI,1992). Keripik tempe sering dijadikan lauk
maupun camilan oleh masyarakat. Selain rasanya enak, harganya juga terjangkau.
Proses pembuatan keripik tempe ini sangat sederhana yaitu pengirisan tempe,
pembuatan adonan, pemasakan/penggorengan, penirisan dan pengemasan.
Keripik tempe adalah keripik yang terbuat dari tempe yang diiris tipis
kemudian lumuri adonan yang terbuat dari tepung beras dan penambahan bumbu
kemudian digoreng sampai kering. Keripik tempe adalah tempe tipis yang
digoreng kering seperti kerupuk. Teskturnya kering dan renyah. Apabila disimpan
di tempat kering dan bersih, keripik tempe dapat tahan disimpan sampai beberapa
minggu. Misalnya dipak dalam kantong plastik, kaleng atau stoples yang tertutup
rapat dan tidak terkena pengaruh udara lembab (Sarwono, 2005).
Kapasitas produksi 10 kg kedelai untuk membuat tempe kedelai, dari 10
kg kedelai dihasilkan 2 buah tempe ukuran 3 meter yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan keripik tempe. Pada pembuatan keripik tempe dari 2 buah tempe
ukuran 3 meter dapat dihasilkan 180 kemasan keripik tempe dalam kemasan
plastik ½ kg.
2. Bahan Tambahan
a. Tepung beras 3 kg
3. Bumbu
a. Bawang putih 20 siung
d. Kemiri 1 ons
e. Ketumbar ½ ons
f. Telur 3 butir
Kedelai Tempe
Energi 381 kal 201 kkal
Protein 40,4 g 20,8 g
Lemak 16,7 g 8,8 g
Hidrat Arang 24,9 g 13,5 g
Serat 3,2 g 1,4 g
Abu 5,5 g 1,6 g
Kalsium 222 mg 155 mg
Fosfor 682 mg 326 mg
Besi 10 mg 4 mg
Karoten 31 mkg 34 mkg
Vitamin A 0 SI 0 SI
Vitamin B 0,52 mg 0,19 mg
Vitamin C 0 mg 0 mg
Air 12,7 mg 55,3 g
Sumber : Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia Depkes RI Dir.
Bin Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi 1991.
5. Tepung Beras
Berfungsi untuk memperkuat tempe yang sangat tipis dn untuk melekatkan
bumbu. Dilakukan pengayakan pada ukuran 60 mesh.
6. Minyak Goreng Sawit
Berfungsi sebagai penghantar panas, penambah cita rasa gurih dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Dilakukan suhu pengorengan pada
177-221°C.
D. Pengendalian Mutu
batas kritis adalah kriteria yang memisahkan antara penerimaan dan penolakan.
Batas kritis mencerminkan batasan yang digunakan untuk menjamin proses yang
berlangsung menghasilkan produk yang aman.
Bagian penting dari sistem HACCP adalah pemantuan terhadap parameter kendali
(misalnya suhu-waktu, pH) pada titik kendali kritis (CCP) untuk memastikan
bahwa pengendalian terhadap bahaya tengah diterapkan dan batas kritis diamati.
Pada tahapan ini dilakukan serangkaian pengamatan atau pengukuran untuk
memperoleh catatan yang akurat untuk digunakan dalam verifikasi.
Jika hasil pemantauan menunjukkan bahwa CCP melampaui batas kritis maka
segera diketahui tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi
tersebut dan untuk menagani makanan yang diproduksi bila titik kendali kritis
tidak berada dalam kendali.
Verifikasi meliputi uji dan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa sistem
HACCP berjalan dengan efektif. Langkah ini juga dapat menunjukkan jika
rencana HACCP memerlukan modifikasi.
Langkah ini harus mencakup semua dokumentasi dan catatan yang sesuai unuk
rencana HACCP, seperti rincian analisis bahaya, penetapan CCP dan batas kritis,
pemantauan dan verifikasi. Dokumentasi dn penyimpanan catata harus sesuai
dengan jenis rencana tersebut.
HACCP ini dilakukan untuk mengetahui titik kritis dari bahan baku sampai proses
produksi yang dilakukan untuk pembuatan produk jadi yang akan dikonsumsi
konsumen.
Kedelai
Pencucian
Perendaman (± 24 jam)
Perebusan II (± 2 jam)
Penirisan (± 5 jam)
Pengadukan
Pembungkusan
Tempe kedelai
Diagram alir proses pembuatan tempe
Bawang putih,
ketumbar, kemiri, garam
dan penyedap rasa
Tempe
Dihaluskan
Adonan
Pencelup Dicelup dalam
adonan
Digoreng sampai
matang ± 15 menit
177°C-221°C
Keripik tempe
Deskripsi Produk
Tentukan CCP
Tetapkan sistem
pemantauan untuk setiap
CCP
Tetapkan prosedur
verifikasi
Tetapkan Penyimpangan
dan catat dokumentasi
1. Deskripsi Produk
Tahap pertama dalam aplikasi HACCP adalah idenifikasi atau pendeskripsian produk. Deskripsi produk adalah rincian informasi
lengkap mengenai produk akhir.
Parameter Keterangan
Jenis produk Keripik tempe
Bahan baku utama Kedelai
Bahan tambahan Garam, bawang putih, penyedap
rasa, ketumbar, kemiri, daun jeruk,
telur dan air
Pengemasan Kemasan plastik PP 0,5 mm
Waktu simpan ± 3 minggu
Kondisi penyimpanan Suhu ruang (± 30°C)
Labeling Nama komersil produk (merk),
alamat produsen
2. Analisis Bahaya
Potensi bahaya
Bahaya Resiko
Tahapan Proses Penyebab bahaya Peluang Keparahan Cara pencegahan
(B/K/F) (T/S/R)
(T/S/R) (T/S/R)
T T T
B : Adanya racun B : Penyimpanan yang
mikotoksin salah
Penerimaan K : Masih adanya K : Penggunaan T S T
Sortasi, penyimpanan di tempat
bahan baku pestisida pestisida yang
yang kering, pencucian yang bersih
kedelai F : Adanya benda berlebihan
asing (rambut, F : Kesalahan saat
kerikil, dll) sortasi
S S S
F : Adanya benda
F : kesalahan saat
Perebusan I asing (rambut, R R R Pengecekan secara manual
sortasi
kerikil)
F : Adanya benda
Pencucian dan F : kesalahan saat
asing (rambut, R R R Pengecekan secara manual
perendaman sortasi
kerikil)
F : Adanya benda
F : kesalahan saat
Perebusan II asing (rambut, R R R Pengecekan secara manual
sortasi
kerikil)
F : Adanya benda
asing (debu, F : kesalahan saat
Penirisan R R R Pengecekan secara manual
rambut serangga sortasi
mati)
Peragian dan B : Kontaminasi B : Tangan kotor S S S Sanitasi pekerja
fermentasi dari pekerja (S.aerus)
S S S
B : Kontaminasi B : Tangan kotor
dari pekerja (S.aerus)
Pengadukan Sanitasi pekerja dan peralatan
F : Adanya benda F : Kurang bersihnya
asing (kotoran) alat
R R R
B : Kontaminasi B : Tangan kotor
Pengirisan tempe dari pekerja (S.aerus) S S S Sanitasi pekerja
F : Adanya benda
Penghalusan F : Kurang bersihnya Pemilihan peralatan yang
asing (kerikil, R R R
bumbu alat digunakan
kotoran,dll)
S S S
B : Kontaminasi
B : Tangan kotor
Pembuatan/penga dari pekerja
(S.aerus)
dukan adonan F : Adanya benda Sanitasi pekerja dan peralatan
F : Kurang bersihnya
pencelup asing (kerikil,
alat
kotoran,dll)
R R R
Penggorengan - - - - - -
B : Kontaminasi S S S
B : Tangan kotor
dari pekerja Sanitasi pekerja dan
(S.aerus)
Pengemasan F : Adanya benda
F : Terikutnya
asing (kerikil, Pengecekan secara manual
guntingan plastik
kotoran,plastik, dll) R R R
4. Identifikasi CCP
CCP atau titik kendali kritis sebagai suatu langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan ke batas yang dapat diterima.
Bahaya
Tahapan Proses P1 P2 P3 P4 Keterangan
Potensial
Apakah ada upaya Apakah tahapan ini Apakah akibat Apakah tehapan
pencegahan pada mengeliminasi bahaya tersebut selanjutnya dapat
mengalami bahaya
tahap tersebut/ tahap kemungkinan dapat melewati yang diidentifikasi/
berikutnya terhadap terjadinya bahaya batas yang dapat Kemungkinan
bahaya yang pada tingkat yang diterima? terjadi pada batas
diindentifikasikan, diterima, Tidak : bukan yang dapat
Tidak : bukan CCP, Ya : CCP CCP, diterima?
Ya : lanjut ke P2 Tidak : lanjut ke P3 Ya : lanjut ke P4 Ya : bukan CCP
Tidak : CCP
1 2 3 4 5 6
Penerimaan B : Adanya Ya Tidak Ya Tidak CCP
bahan baku mikotoksin
kedelai K : Adanya
pestisida
F : Adanya
benda asing
Perebusan I F : Adanya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
benda asing
(rambut)
Pencucian dan F : Adanya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
perendaman benda asing
(rambut)
Perebusan II F : Adanya Ya Tidak Tidak Bukan CCP
benda asing
(rambut)
Penirisan F : Kontaminasi Ya Tidak Tidak Bukan CCP
benda asing
(debu, rambut,
serangga, dll)
Peragian dan B : Kontaminasi Ya Tidak Tidak Bukan CCP
fermentasi dari pekerja
Pengadukan B : Kontaminasi Tidak Bukan CCP
dari pekerja
F : Adanya
benda asing
(debu)
Pengemasan B : Kontaminasi Ya Tidak Ya Tidak CCP
tempe dari pekerja
F : Adanya
benda asing
(potongan
plastik)
Pengirisan B : Kontaminasi Ya Tidak Tidak Bukan CCP
tempe dari pekerja
Penggorengan - - - - - -
Pengemasan B : Kontaminasi Ya Tidak Ya Tidak CCP
keripik tempe mikroba di
udara dan
pekerja
F : Adanya
benda asing
(potongan
plastik)
Rencana HACCP
Cara
Tahapan Parameter
Pengendal Batas Kritis Nilai Target Prosedur Pemantauan Tindakan Koreksi
CCP CCP
ian
Tidak Tidak
Dilakukan pernyotiran Bila kedelai masih terdapat
Kontaminas terkontaminasi terkontaminasi
Penerimaan Kontrol kedelai dan mikotoksin maka
i racun racun mikoroksin, racun mikoroksin,
bahan baku pemasok pembersihan pada dilakukan pernyotiran dan
mikotoksin pestisida dan pestisida dan benda
kedelai pembersihan ulang
benda asing asing
Kontaminas Tidak Tidak Pengecekan terhadap Bila kemasan tidak
Sanitasi i mikroba terkontaminasi terkontaminasi kebersihan alat, tertutup rapat maka
Pengemasan
pekerja dari udara mikroba dan mikroba dan benda tempat pengolahan dilakukan pengemasan
dan pekerja benda asing asing dan pekerja ulang
Penerimaan bahan baku kedelai yang akan digunakan untuk pembuatan
tempe ini akan mempengaruhi kualitas tempe yang akan digunakan utuk
pembuatan keripik tempe. Hal ini mengakibatkan kedelai yang dipilih harus yang
terbebas dari racun mikotoksin. Pada penerimaan bahan baku terdapat bahaya
biologi, kimia dan fisik yang berupa kontaminasi mikroba dari kapang
(mikotoksin), adanya pestisida dan adanya benda asing. Tindakan pengendalian
yang dapat dilakukan pada proses ini adalah dengan dilakukan penyortiran dan
pembersihan ulang. Parameter CCP meliputi kontaminasi racun mikotoksin,
pestisida dan benda asing. Prosedur pemantauan dilakukan dengan pengecekan
penyortiran kedelai dan pembersihan pada kedelai. Dari parameter tersebut
ditetapkan batas kritis yaitu tidak terkontaminasi racun mikotoksin, pestisida dan
benda asing. Apabila bahaya yang ditimbulkan melewati batas pada proses
penerimaan bahan baku maka dilakukan penyortiran dan pembersihan ulang
terhadap kedelai yang akan digunakan dan bila kedelai terkontaminasi sebaiknya
kedelai tidak digunakan untuk produksi dan lebih baik diganti dengan kedelai
yang lain.
Produk akhir yang akan yang dikemas kontak langsung dengan pekerja
dan lingkungan. Hal itu mengakibatkan produk mudah terkontaminasi. Pada
proses pengemasan terdapat bahaya biologi dan fisik yang berupa kontaminasi
mikroba dari udara dan pekerja (staphylococcus aerus) dan adanya benda asing
(debu, rambut, serangga). Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan pada
proses ini adalah dengan pengecekan terhadap kemasan, apabila tidak tertutup
rapat maka dilakukan pengemasan ulang. Parameter yang ditetapkan CCP
meliputi kontaminasi mikroba dari udara (staphylococcus aerus) dan adanya
benda asing (debu, rambut). Prosedur pemantauan yang dilakukan dengan
pengecekan terhadap kebersihan alat, tepat pengolahan dan pekerja. Dari
parameter tersebut ditetapkan batas kritis yaitu tidak terkontaminasi mikroba dan
benda asing (debu,rambut dan serangga). Apabila bahaya-bahaya yang
ditimbulkan melewati bayas kritis pada proses pengemasan makan dilakukan
pengecekan kembali pada kbersihan lat dan bila kemasan tidak tertutup rapat
maka dilakkan pengemasan ulang serta produk yang terkontaminasi tidak
dipasarkan
G. GMP (Good Manufacturing Practice)
Penerapan GMP harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan
proses pengolahan makanan baik oleh pihak manajemen, karyawan, pemasok
bahan termasuk tamu yang melakukan kunjungan. Informasi mengenai proses
penerapan GMP yang berlaku dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang
diantara berbagai produk yang diolah (Crammer, 2006). Penerapan GMP secara
keseluruhan di Indonesia disahkan menurut keputusan menteri kesehatan RI
Keputusan Menteri Kesehatan No.1098-/Menkes/Sk/VII/2003 tentang Pedoman
Cara Produksi yang Baik untuk Makanan.
Prinsip penerapan GMP yaitu teknik atau cara dalam menjalankan,
mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan proses produksi mulai dari
penerimaan bahan baku sampai dengan konsumen akhir dengan tujuan untuk
memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen bahwa produk yang
dihasilkan aman dan bermutu (layak dikonsumsi). Aman berarti produk yang
dikonsumsi tidak mengandung bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
penyakit, keracunan atau kecelakaan yang merugikan konsumen akibat bahan
kimia, mikrobiologi atau fisik. Layak berarti kondisi produk menjamin makanan
yang diproduksi adalah layak untuk dikonsumsi manusia yaitu tidak mengalami
kerusakan, berbau busuk,menjijikkan, kotor, tercemar atau terurai (Thaheer,
2005).
210.000
TOTAL
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Tetap Sehat dengan Produk Makanan Olahan. Tiga Serangkai.
Solo
Cahyadi, W. 2007. Kedelai : Khasiat dan Teknologi. Jakarta : Bumi Aksara.
Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Cetakan 29. Jakarta : Penebar
Swadaya. hlm : 23-25, 53-55