TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Singkong
Indonesia. Saat ini produksi singkong di Indonesia telah mencapai kurang lebih 20
juta ton per tahun (BPS, 2008). Singkong merupakan hasil pertanian yang
yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman singkong
dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan
seluruh bagian dari singkong tanpa ada yang terbuang termasuk kulitnya. Rukmana
(1997) menyatakan bahwa komponen kimia dan gizi dalam 100 g kulit singkong
adalah sebagai berikut : protein 8,11 g; serat kasar 15,20 g; pektin 0,22 g; lemak
1,29g; kalsium 0,63 g sedangkan komponen kimia dan gizi daging singkong dalam
100 g adalah protein 1 g; kalori 154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g (Mahmud,
dkk, 2009) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar protein singkong lebih rendah
proses fermentasi. Selain itu kulit singkong juga mengandung tannin, enzim
peroksida, glikosa, kalsium oksalat, serat, dan HCN (Arifin, 2005). Kandungan
HCN dalam kulit singkong dapat dikurangi melalui beberapa perlakuan antara lain
kandungan HCN dan meningkatkan kandungan energi, protein, serat kasar, serta
Umbi singkong merupakan sumber energy yang kaya akan karbohidrat namun
sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun
singkong, karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong
banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis,
ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat
berwarna putih atau kekuningan, untuk singkong yang rasanya manis menghasilkan
paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali
lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses
Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari keripik,
bantuan suatu mikroorganisme yang disebut ragi atau khamir. Pada umumnya, tape
hasil fermentasi mengandung senyawa etanol. Namun, kadar etanol yang dihasilkan
dipengaruhi oleh jenis bahan makanan dan ragi yang digunakan. Tape diperoleh
dari proses fermentasi yaitu terjadi reaksi oksidasi senyawa organik dalam beras,
ketan, dan ketela dengan ragi tape (Saccharomyces cerevisiae). Kandungan utama
didefinisikan sebagai jaringan hewan atau tumbuhan yang menjadi sasaran aksi
mikroorganisme dan/enzim untuk mem Ragi tape adalah kultur starter kering dibuat
dari campuran tepung beras, rempah-rempah dan air atau jus tebu/ekstrak (Merican
dan QueeLan dalam Azmi dkk, 2010). Ragi adalah suatu inokulum atau starter
ini akan menghasilkan etanol dan CO2 (Rahmawati dalam Berlian dkk, 2016).
Assanvo dalam Tetchi, dkk (2012) menemukan bahwa inokulum adalah sumber
utama dari mikroorganisme aktif dalam adonan fermentasi dan bertanggung jawab
karbohidrat (pati) menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan
tekstur tape menjadi lunak dan empuk (Hasanah, dkk., 2012). Fardiaz (1992)
dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.
fermentasi adalah 2-3 hari (Astawan dan Mita, 1991). Waktu yang sesuai akan
menghasilkan tape yang rasanya khas, rasa manis dengan sedikit asam serta adanya
aroma alkohol (Suliantri dan Winiarti dalam Fahmi dan Nurrahman, 2011). Kadar
etanol bervariasi, dari hari kedua terjadi peningkatan sampai pada hari ketiga.
(Suaniti, 2015). Tape singkong jenis bakteri asam laktat dominan yang dilaporkan
hadir adalah Lactobacillus plantarum (Barus dan Wijaya 2011). Terbentuknya asam
laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat mengakibatkan terjadinya
penurunan pH. Lactobacillus spp. dan Bacillus sp. merupakan bakteri dominan
yang terdapat pada tape (Barus dan Wijaya 2011). Namun, bakteri asam laktat tidak
Bacillus sp. yang dilaporkan hadir pada tape ketan (Nuraida dan Krusong 2014) dan
tape singkong (Barus dan Wijaya 2011). Semakin tinggi keberadaan bakteri asam
menunjukkan semakin tinggi jumlah BAL, endospora yang terdapat pada tape baik
tape singkong dan tape ketan semakin berkurang. Peranan kapang pada fermentasi
tape adalah dengan mengubah pati menjadi gula, dan kemudian dilanjutkan dengan
perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir (Djien 1972). Khamir yang umum
107 cfu/g yang terdapat pada tape singkong menurut Barus dan Wijaya (2011)
adalah Saccharomyces cereviceae dan Pichia jadini. Kapang yang umum terdapat
dalam tape ketan adalah Amylomyces rouxii dengan jumlah 105-107 cfu/g
(Ardhana dan Fleet 1989). Tape ketan pada umumnya memiliki nilai total gula dan
gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tape singkong. Total gula
pada tape ketan sebesar 68.94-77.14% dan gula pereduksi sebesar 47.55-49.85%.
Total gula dan gula pereduksi pada tape ketan menunjukkan hasil yang tidak
tape ketan memiliki total gula sebesar 83% sebelum fermentasi dan 69% setelah 60
jam fermentasi. Perubahan komposisi kimia yang terjadi pada tape singkong secara
umum menyerupai tape ketan. Penurunan total gula dari bahan baku hingga menjadi
tape kemungkinan dipengaruhi oleh kehadiran khamir. Selama fermentasi, khamir
dapat mengubah gula menjadi alkohol dan komponen flavor lainnya sehingga
terjadi penurunan jumlah total gula. Kapang memiliki peran dalam pembentukan
gula pereduksi dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa (Nuraida
dan Owens 2014). Sehingga, kandungan total gula dan gula pereduksi pada tape
singkong dan tape ketan dapat dipengaruhi oleh kehadiran kapang dan khamir.