Anda di halaman 1dari 5

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Singkong

Singkong adalah tanaman rakyat yang telah dikenal di seluruh pelosok

Indonesia. Saat ini produksi singkong di Indonesia telah mencapai kurang lebih 20

juta ton per tahun (BPS, 2008). Singkong merupakan hasil pertanian yang

jumLahnya berlimpah dan perlu alternatif lain dalam pemanfaatannya untuk

menunjang program ketahanan pangan sesuai dengan PP Nomor 68 Tahun 2002

tentang Ketahanan Pangan yang mengatur ketersediaan pangan, cadangan pangan,

penganekaragaman pangan, pencegahan, dan penanggulangan masalah pangan.

Singkong (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber karbohidrat di Indonesia

yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman singkong

dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan

2.500 m dari permukaan laut (Amanu dkk, 2014).

Pengolahan singkong secara terpadu merupakan upaya memanfaatkan

seluruh bagian dari singkong tanpa ada yang terbuang termasuk kulitnya. Rukmana

(1997) menyatakan bahwa komponen kimia dan gizi dalam 100 g kulit singkong

adalah sebagai berikut : protein 8,11 g; serat kasar 15,20 g; pektin 0,22 g; lemak

1,29g; kalsium 0,63 g sedangkan komponen kimia dan gizi daging singkong dalam

100 g adalah protein 1 g; kalori 154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g (Mahmud,

dkk, 2009) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar protein singkong lebih rendah

dibanding kulit singkong. Penelitian Turyoni (2005), menyatakan bahwa

kandungan karbohidrat kulit singkong segar blender adalah 4,55%, sehingga

memungkinkan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam

proses fermentasi. Selain itu kulit singkong juga mengandung tannin, enzim

peroksida, glikosa, kalsium oksalat, serat, dan HCN (Arifin, 2005). Kandungan
HCN dalam kulit singkong dapat dikurangi melalui beberapa perlakuan antara lain

perendaman, perebusan, dan fermentasi. Proses fermentasi dapat menurunkan

kandungan HCN dan meningkatkan kandungan energi, protein, serat kasar, serta

meningkatkan daya cerna bahan makanan berkualitas rendah (Turyoni, 2005).

Umbi singkong merupakan sumber energy yang kaya akan karbohidrat namun

sangat miskin akan protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun

singkong, karena mengandung asam amino metionin. Selain umbi akar singkong

banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis,

ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat

membentuk asam sianida (Sadjad, 2000). Umumnya daging umbi singkong

berwarna putih atau kekuningan, untuk singkong yang rasanya manis menghasilkan

paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar dan 50 kali

lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses

pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya (Roja, 2009).

Singkong banyak digunakan pada berbagai macam penganan, mulai dari keripik,

kudapan, sayuran hingga tape.

2.2 Fermentasi Singkong Menjadi Tape

Tape merupakan hasil dari proses fermentasi bahan makanan dengan

bantuan suatu mikroorganisme yang disebut ragi atau khamir. Pada umumnya, tape

hasil fermentasi mengandung senyawa etanol. Namun, kadar etanol yang dihasilkan

dipengaruhi oleh jenis bahan makanan dan ragi yang digunakan. Tape diperoleh

dari proses fermentasi yaitu terjadi reaksi oksidasi senyawa organik dalam beras,

ketan, dan ketela dengan ragi tape (Saccharomyces cerevisiae). Kandungan utama

senyawa organik tersebut adalah karbohidrat (pati atau polisakarida) (Suaniti,

2015). Fermentasi singkong dan produknya secara otomatis memenuhi syarat


produk bahan makanan fermentasi, yang menurut Campbell dalam Aro (2008)

didefinisikan sebagai jaringan hewan atau tumbuhan yang menjadi sasaran aksi

mikroorganisme dan/enzim untuk mem Ragi tape adalah kultur starter kering dibuat

dari campuran tepung beras, rempah-rempah dan air atau jus tebu/ekstrak (Merican

dan QueeLan dalam Azmi dkk, 2010). Ragi adalah suatu inokulum atau starter

untuk melakukan fermentasi dalam pembuatan produk tertentu. Proses fermentasi

ini akan menghasilkan etanol dan CO2 (Rahmawati dalam Berlian dkk, 2016).

Assanvo dalam Tetchi, dkk (2012) menemukan bahwa inokulum adalah sumber

utama dari mikroorganisme aktif dalam adonan fermentasi dan bertanggung jawab

untuk kualitas organoleptik produk tape singkong. Mikroorganisme yang biasanya

digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae yang berfungsi untuk mengubah

karbohidrat (pati) menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan

tekstur tape menjadi lunak dan empuk (Hasanah, dkk., 2012). Fardiaz (1992)

menyebutkan bahwa Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies yang bersifat

fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cerevisiae juga

dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.

berikan perubahan secara biokimia sesuai yang diinginkan dan modifikasi

signifikan terhadap kualitas makanan. Waktu yang dibutuhkan dalam proses

fermentasi adalah 2-3 hari (Astawan dan Mita, 1991). Waktu yang sesuai akan

menghasilkan tape yang rasanya khas, rasa manis dengan sedikit asam serta adanya

aroma alkohol (Suliantri dan Winiarti dalam Fahmi dan Nurrahman, 2011). Kadar

etanol bervariasi, dari hari kedua terjadi peningkatan sampai pada hari ketiga.

Selanjutnya, terjadi penurunan kadar etanol sampai 5 hari setelah fermentasi

(Suaniti, 2015). Tape singkong jenis bakteri asam laktat dominan yang dilaporkan

hadir adalah Lactobacillus plantarum (Barus dan Wijaya 2011). Terbentuknya asam

laktat dan asam organik oleh bakteri asam laktat mengakibatkan terjadinya
penurunan pH. Lactobacillus spp. dan Bacillus sp. merupakan bakteri dominan

yang terdapat pada tape (Barus dan Wijaya 2011). Namun, bakteri asam laktat tidak

membentuk endospora, sehingga kemungkinan kehadiran endospora berasal dari

Bacillus sp. yang dilaporkan hadir pada tape ketan (Nuraida dan Krusong 2014) dan

tape singkong (Barus dan Wijaya 2011). Semakin tinggi keberadaan bakteri asam

laktat, maka bakteri pembentuk endospora semakin berkurang. Hal ini

mengakibatkan keterkaitan antara jumlah BAL dengan endospora. Hasil penelitian

menunjukkan semakin tinggi jumlah BAL, endospora yang terdapat pada tape baik

tape singkong dan tape ketan semakin berkurang. Peranan kapang pada fermentasi

tape adalah dengan mengubah pati menjadi gula, dan kemudian dilanjutkan dengan

perubahan gula menjadi alkohol oleh khamir (Djien 1972). Khamir yang umum

terdapat pada tape ketan yaitu Hypopichia burtonii (Endomycopsis burtonii),

Saccharomycopsis fibuligera (Endomycopsis fibuligera), dan Candida

beverwijkiae (Candida pellicullosa) (Nuraida dan Krusong 2014), dan

Saccharomyces cereviciae berjumlah 105 cfu/g. Khamir dominan dengan jumlah

107 cfu/g yang terdapat pada tape singkong menurut Barus dan Wijaya (2011)

adalah Saccharomyces cereviceae dan Pichia jadini. Kapang yang umum terdapat

dalam tape ketan adalah Amylomyces rouxii dengan jumlah 105-107 cfu/g

(Ardhana dan Fleet 1989). Tape ketan pada umumnya memiliki nilai total gula dan

gula pereduksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tape singkong. Total gula

pada tape ketan sebesar 68.94-77.14% dan gula pereduksi sebesar 47.55-49.85%.

Total gula dan gula pereduksi pada tape ketan menunjukkan hasil yang tidak

berbeda secara signifikan (p>0.05). Hasil penelitian terdahulu melaporkan bahwa

tape ketan memiliki total gula sebesar 83% sebelum fermentasi dan 69% setelah 60

jam fermentasi. Perubahan komposisi kimia yang terjadi pada tape singkong secara

umum menyerupai tape ketan. Penurunan total gula dari bahan baku hingga menjadi
tape kemungkinan dipengaruhi oleh kehadiran khamir. Selama fermentasi, khamir

dapat mengubah gula menjadi alkohol dan komponen flavor lainnya sehingga

terjadi penurunan jumlah total gula. Kapang memiliki peran dalam pembentukan

gula pereduksi dengan menghidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa (Nuraida

dan Owens 2014). Sehingga, kandungan total gula dan gula pereduksi pada tape

singkong dan tape ketan dapat dipengaruhi oleh kehadiran kapang dan khamir.

Anda mungkin juga menyukai