Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BAHAN PAKAN DAN

PEMBERIAN RANSUM
“Pembuatan konsentrat sapi potong”

Oleh :

Kelas F

Kelompok 6

Haeqal Fathurrahman E 200110170132

Rinaldi Riananda 200110170297

M Taufiq Ahadi 200110170299

LABORATORIUM NUTRISI TERNAK RUMINANSIA

DAN KIMIA MAKANAN TENAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya, sehingga penyusun berhasil menyelesaikan laporan akhir ini.

Diharapkan laporan akhir ini dapat memberikan informasi yang diperlukan. Laporan

akhir ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir dari pratikum Bahan Pakan dan

Pemberian Ransum.
Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pengerjaan

laporan akhir ini, semoga laporan akhir ini dapat diterima dengan baik oleh semua

pihak dan bermanfaat bagi kita semua.

Penyusun menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak kami harapkan agar

lebih baik lagi dalam pengerjaan laporan berikutnya.

Sumedang, Mei 2019

Penyusun
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha
peternakan karena keberhasilan usaha peternakan sangat ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ternak memiliki genetik
yang unggul apabila jenis pakan yang diberikan berkualitas rendah maka
pertumbuhannya pun kurang optimal. Kebutuhan pakan ternak ruminansia
dipenuhi dari hijauan sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan
tambahan.
Kelangkaan hijauan pakan untuk ternak ruminansia saat ini telah
menjadi pokok permasalahan utama dalam pengembangan usaha
peternakan di Indonesia. Kelangkaan tersebut menyebabkan keterbatasan
peternak dalam penggunaan hijauan sehingga penggunaan hijauan
menjadi asal-asalan tanpa memikirkan bahwa kualitas hijauan tersebut
rendah. Secara umum peternak kurang memperhatikan kandungan
nutrien pakan untuk ternaknya, namun lebih mengutamakan untuk
membuat ternaknya kenyang sehingga ternaknya tenang dan tidak berisik
minta makan.
Terkait dengan hal itu maka diperlukan suatu alternatif sumber
pakan konsentrat untuk melengkapi kualitas hijauan makanan ternak yang
biasa digunakan oleh para peternak. Pemanfaatan sumber daya lokal
2
secara optimal merupakan langkah strategis dalam upaya mencapai
efisiensi usaha produksi ternak ruminansia baik ruminansia kecil maupun
besar. Hal ini akan semakin nyata apabila sumber daya tersebut bukan
merupakan kebutuhan langsung untuk kompetitor, seperti manusia atau
jenis ternak lain.
Salah satu alternatif sumber pakan yang bisa digunakan adalah
ampas tahu. Ampas tahu sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
pakan ternak. Ampas tahu masih mengandung zat gizi yang cukup bagus
untuk dapat digunakan sebagai pakan ternak. Menurut Wahyuni (2003),
ampas tahu mengandung protein kasar sebesar 18,87% BK. Kelemahan
ampas tahu sebagai pakan ternak yaitu kadar airnya yang cukup tinggi,
sehingga harus segera diberikan ke ternak. Jika terlalu lama disimpan,
ampas tahu akan cepat membusuk. Maka dari itu, diperlukan cara untuk
mengawetkan ampas tahu agar tidak cepat membusuk, sehingga mampu
untuk disimpan sebagai cadangan pakan untuk ternak, terutama ternak
ruminansia.
Adapun teknologi penyimpanan pakan melalui proses fermentasi
merupakan teknologi yang dianggap tepat dikembangkan untuk dapat
mengatasi masalah dalam pemanfaatan ampas tahu tersebut. Fermentasi
merupakan metode pengawetan pakan dengan bantuan mikrobia bakteri
asam laktat (BAL). BAL merupakan mikrobia yang menghasilkan asam
laktat sebagai produk utamanya. Asam laktat berperan dalam
menurunakan pH sehingga menghambat bahkan membunuh bakteri
3
pembusuk dan mengurangi kerusakan komposisi kimia media akibat
proses respirasi. Asam laktat dihasilkan dari pemanfaatan karbohidrat
terlarut (water soluble carbohydrate, WSC) sebagai sumber substrat untuk
BAL.
Lactobacillus merupakan jenis bakteri yang memiliki banyak strain
penghasil asam laktat, diantaranya adalah L. plantarum, L. bulgaricus, dan
L. casei. Keunggulan dari ketiga strain bakteri tersebut adalah mudah
didapatkan dan dikembangbiakkan karena kerap digunakan dalam skala
industri sehingga aplikatif jika diterapkan dalam masyarakat. Ketiga
bakteri tersebut telah banyak digunakan untuk mengawetkan pakan
dengan menghasilkan asam laktat yang mampu menurunkan pH sehingga
menjaga komposisi kimia pakan dan mencegah bahkan membunuh
bakteri pembusuk ataupun patogen. Bakteri patogen diantaranya adalah
Clostridium botulinum, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli ataupun Brucella (Adams dan Moss, 2000). Kadar air
berkaitan erat dengan pertumbuhan bakteri, jamur dan mikrobia lainnya.
Semakin tinggi kadar air, pada umumnya semakin banyak bakteri
pembusuk yang dapat tumbuh.
Konsentrat yang difermentasi BAL dengan pakan tunggal
mempunyai kekurangan, oleh karenanya penelitian yang dikembangkan
adalah teknologi pengawetan fermentasi dengan memanfaatkan sumber
pakan lebih dari satu, yaitu ampas tahu, dedak kasar, dan pollard. Hal ini
selain untuk memenuhi kebutuhan ternak diharapkan juga terdapat faktor
4
saling melengkapi yang terkandung pada masing-masing by products
tersebut, maka pemberian secara bersama akan memberikan pengaruh
lebih baik dibandingkan dengan pemberian sendiri-sendiri.
Pemberian pakan konsentrat yang difermentasi dengan BAL akan
mempercepat pertumbuhan ternak, sehingga berat badan yang
diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Namun, pemberian
pakan konsentrat fermentasi dalam jumlah yang besar mungkin kurang
baik karena dapat menyebabkan asidosis. Asidosis terjadi bila ternak
mengkonsumsi pakan fermentasi atau konsentrat dengan karbohidrat
terlarut yang tinggi. Fermentasi karbohidrat berlangsung sangat cepat di
dalam rumen dan menghasilkan asam asetat dalam jumlah yang besar
dimana terjadi perubahan keasaman di dalam rumen secara mendadak
sehingga rumen beresiko mengalami asidosis.
Pakan yang memiliki energi tinggi mengandung NDF yang rendah.
Akibatnya, jenis pakan ini sangat mudah difermentasi di dalam rumen
namun proses memamah biak dan aliran saliva buffer ke rumen kurang
maksimal karena serat kasar yang dibutuhkan rendah. Hasilnya pH dalam
rumen menurun dan meningkatkan risiko asidosis (Beauchemin, 2007).
Penurunan pH tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas
mikrobia dalam rumen, yang berperan dalam proses pencernaan pakan
dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan serta produktivitas
ternak menurun sehingga pemberian konsentrat yang difermentasi
5
dengan BAL diberi penambahan NaHCO3 sebagai buffer yang
harapannya dapat menstabilkan pH dalam rumen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pakan Konsentrat

Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan

pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan

dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau

pakan pelengkap (Hartadi dkk., 1991). Konsentrat terdiri dari campuran jagung,

dedak halus, bungkil kelapa dan tepung ikan. Kualitas pakan konsentrat komersial

buatan pabrik berupa pellet memiliki kandungan protein yang tinggi

(Nisma dkk., 2012).

2.2. Penerimaan Bahan Baku

Pada proses penerimaan bahan baku harus memperhatikan kualitas pakan

karena kualitas pakan sangat tergantung dengan kualitas bahan baku. Pemilihan

bahan baku harus memastikan bahan pakan dalam kondisi bagus. Bahan baku
pakan berasal dari limbah pertanian dan limbah agroindustri yang memiliki

kandungan nutrien yang cukup dan harganya murah (Hardianto, 2000). Bahan

baku yang akan diterima harus melewati beberapa tahap pemeriksaan sebelum

disimpan di dalam gudang.

2.3. Bahan Baku

Pemilihan bahan baku merupakan kunci utama dalam membuat pakan

yang berkualitas karena hal tersebut sangat menentukan kualitas pakan konsentrat.

Bahan baku yang umum digunakan untuk pakan ternak adalah jagung, dedak,

bungkil kedelai dan tepung ikan (Kushartono, 2000). Bahan baku terdiri dari

sumber serat seperti limbah pertanian dan kulit biji polong, sumber energi seperti

biji-bijian dan kacang-kacangan, sumber protein seperti bungkil dan bekatul,

sumber mineral seperti tepung ikan dan garam, sumber vitamin seperti

umbi-umbian (Wahyono dan Hardianto, 2004).


2.3.1. Onggok

Onggok merupakan limbah dari proses pengolahan singkong menjadi

tapioka. Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar

5% - 10% dari bahan baku (Sutikno dkk., 2016). Onggok adalah salah satu bahan

pakan sumber energi. Kandungan nutrien onggok berdasarkan 100% bahan kering

(BK) adalah Abu 3,3%, protein kasar (PK) 3,3%, lemak kasar (LK) 0,7%, serat

kasar (SK) 5,3%, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 87,3%

(Hartadi dkk., 1997).

2.3.2. Bungkil sawit

Bungkil sawit merupakan hasil samping dari pengolahan inti kelapa sawit

menjadi minyak kelapa sawit. Bungkil sawit adalah salah satu bahan pakan

sumber protein nabati. Kelapa sawit memiliki banyak jenis produk samping yang

4
berpotensi besar untuk dijadikan bahan pakan (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Kandungan nutrien bungkil sawit berdasarkan 100% BK adalah Abu 6,5%, PK

15,0%, LK 10,9%, SK 19,7%, dan BETN 47,9% (Hartadi dkk., 1997).

2.3.3. Bungkil kopra

Bungkil kopra merupakan hasil ikutan yang diperoleh dari ekstraksi

daging buah kelapa kering. Bungkil kopra adalah salah satu bahan pakan sumber

protein nabati. Kandungan nutrien bungkil kopra berdasarkan 100% BK adalah

Abu 6,4%, PK 21,6%, LK 10,2%, SK 12,1%, dan BETN 49,7%

(Hartadi dkk., 1997).

2.3.4. Bungkil kedelai

Bungkil kedelai merupakan produk sampingan dari ekstraksi minyak dari

kedelai utuh. Bungkil kedelai adalah salah satu bahan pakan sumber protein

nabati. Bungkil kedelai memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, nilai

kecernaannya tinggi, baunya sedap dan dapat meningkatkan palatabilitas


(Pramono dkk., 2013). Kandungan nutrien bungkil kedelai berdasarkan 100% BK

adalah Abu 9,3%, PK 48,0%, LK 5,7%, SK 6,2%, dan BETN 30,8%

(Hartadi dkk., 1997).

2.3.5. Bungkil kacang tanah

Bungkil kacang tanah merupakan hasil samping pengepresan biji kacang

tanah yang memiliki kadar protein yang tinggi dan bisa dimanfaatkan sebagai

makanan ternak (Yulifianti., dkk 2007). Bungkil kacang tanah adalah salah satu

bahan pakan sumber protein nabati.

2.3.6. Kulit kopi

Kulit kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi yang akan

dijadikan bubuk kopi. Kulit kopi bisa digunakan untuk bahan pakan karena
memiliki kecernaan protein sebesar 65% (Azmi dan Gunawan, 2006). Kandungan

nutrien kulit kopi berdasarkan 86% BK adalah Abu 9,44%, PK 11,57%, LK

0,51%, SK 39,77%, dan BETN 24,55% (Hartadi dkk., 1997).

2.3.7. Dedak

Dedak diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Dedak adalah salah

satu bahan pakan sumber energi. Kandungan nutrien dedak berdasarkan 86,5%

BK adalah Abu 8,7%, PK 10,8%, LK 5,1%, SK 11,5%, dan BETN 50,4%

(Hartadi dkk., 1997). Pemberian dedak dalam ransum dapat meningkatkan

produktivitas terutama ternak menjadi cepat gemuk (Garsetiasih dkk., 2003).

2.3.8. Molasses

Molasses merupakan hasil samping dari pengolahan gula tebu yang berupa

cairan warna coklat kehitaman. Molasses adalah salah satu bahan pakan sumber

energi, selain gaplek dan tepung jagung. Kelebihan molasses terletak di aroma

dan rasa, sehingga bila dicampur kedalam ransum akan mempengaruhi rasa dan

6
aroma pakan. Kandungan nutrien molasses berdasarkan 100% BK adalah Abu

10,4%, PK 5,4%, LK 0,3%, SK 10,0%, dan BETN 74,0% (Hartadi dkk., 1997).

2.3.9. Garam

Garam merupakan salah satu sumber mineral yang sangat penting untuk

kerangka tubuh ternak. Sumber mineral adalah bahan pakan yang memiliki

kandungan mineral seperti garam dapur (Wahyono dan Hardianto, 2004). Bahan

pakan sebagai sumber mineral adalah tepung tulang dan tepung batu.

2.3.10. Tepung ikan

Tepung ikan merupakan limbah ikan kecil atau ikan besar yang tidak

diikutsertakan dalam pengalengan. Tepung ikan adalah salah satu sumber protein

hewani. Bentuk fisik tepung ikan adalah partikelnya halus, warna coklat dan bau

tidak begitu menyengat (Kushartono, 2000). Kandungan nutrien tepung ikan


berdasarkan 100% BK adalah Abu 14,3%, PK 65,8%, LK 7,3%, SK 9%, dan

BETN 4,5% (Hartadi dkk., 1997).

2.3.11. Gaplek

Gaplek merupakan limbah dari pengolahan ubi kayu menjadi olahan.

Gaplek umum digunakan sebagai bahan konsentrat baik untuk sapi potong

maupun sapi perah (Antari dan Umiyasih, 2009). Gaplek adalah salah satu bahan

pakan sumber energi.

2.3.12. Kapur

Kapur atau tepung batu merupakan bongkahan kapur yang diolah melalui

proses pengecilan ukuran (crushing, grinding, milling) sehingga diperoleh produk

dalam bentuk tepung. Tepung batu memiliki potensi untuk komponen pakan
ternak sebagai sumber mineral (Khalil dan Anwar, 2005).

2.3.13. Zeolit

Zeolit merupakan bahan tambang yang dapat dipergunakan sebagai bahan

imbuhan pakan, terutama untuk menambahkan mineral tertentu yang

diperlukan untuk menyeimbangkan kandungan nutrisi ransum pakan

(Hutabarat, 2010). Zeolit beramonium di dalam bahan pakan yang digunakan

berfungsi sebagai sumber protein untuk ternak (Pratiwi dkk., 2012).

2.3.14. Tepung kentang

Tepung kentang merupakan limbah dari pengolahan umbi kentang yang

terdiri dari sisa-sisa irisan kentang yang tidak diproses dan kentang yang rusak.

Kentang merupakan sumber karbohidrat yang dimanfaatkan sebagai bahan

pangan, bahan baku industri dan pakan ternak (Martunis, 2012). Limbah kentang

termasuk bahan yang mudah dicerna dan sangat palatabel khususnya bagi ternak

sapi (Murni dkk., 2008).


8

2.3.15. Distiller’s dried grains with solubles (DDGS)

Distiller’s dried grains with solubles (DDGS) merupakan limbah

pembuatan etanol berbahan dasar jagung melalui proses fermentasi, proses

fermentasi pada pati jagung menjadi etanol dan CO2, sehingga komponen bahan

lainnya seperti protein, lemak, serat dan mineral akan diperoleh kembali dalam

DDGS (Widyatmoko dkk., 2013). Distiller’s dried grains with solubles

digunakan sebagai campuran pakan ternak oleh beberapa feedlot di Indonesia

(Umiyasih dan Wina, 2008).

2.3.16. Kulit kacang

Kulit kacang merupakan limbah pengepresan kacang untuk diambil


minyaknya. Pemanfaatan kulit kacang tanah sebagai pakan ternak belum umum

dilakukan sebagian besar hanya dibuang atau dibakar. Penggunaan kulit kacang

tanah untuk ransum sapi pembibitan, pembesaran dan penggemukan dapat

mencapai 20% dalam ransum (Mariyono dan Krishna, 2009).

2.3.17. Tepung jagung

Tepung jagung merupakan butiran jagung yang digiling sampai halus atau

berbentuk mash. Jagung adalah bahan pakan sumber energi. Jagung adalah salah

satu bahan baku yang tersedia cukup memadai tetapi belum dimanfaatkan secara

optimal sebagai pakan ternak (Indraningsih dkk., 2004).

2.3.18. Teprosa
Teprosa merupakan limbah dari proses pengolahan bumbu penyedap rasa

yang diberikan ke ternak sebagai bahan tambahan dalam pakan. Teprosa

berbentuk tepung berwarna hitam, teprosa biasanya ditambahkan pada ransum

sapi potong dan perah.

2.3.19. Wafer

Wafer merupakan bahan baku pakan berasal dari limbah pengolahan roti

dan wafer yang diberikan ke ternak guna sebagai salah satu sumber energi.

Limbah wafer berbentuk crumble dan berwarna kuning kecoklatan, wafer

biasanya ditambahkan pada ransum sapi potong dan sapi perah.

2.4. Proses Pengolahan Pakan

Proses pengolahan pakan meliputi berbagai proses diantaranya adalah

drying, grinding, mixing, peletting dan extruding yang akan dibahas sebagai

berikut.

2.4.1. Drying

Drying atau pengeringan adalah perlakuan terhadap bahan pakan untuk


mengurangi kadar air dalam pakan menjadi kurang dari 14%. Proses pengeringan

adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu

sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pakan akibat aktivitas

10

biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan

(Muhardityah dan Hazwi, 2014).

2.4.2. Grinding

Grinding atau penggilingan dilakukan dengan manambahkan garam dapur,

urea dan tepung tulang yang digiling sampai ukuran partikelnya kecil–kecil dan

homogen (Wahyono dan Hardianto, 2004). Proses penggilingan ini dilakukan agar

meningkatkan homogenitas dan meningkatkan luas permukaan yang tersedia bagi

enzim dalam proses pencernaan.

2.4.3. Mixing
Mixing atau pencampuran bertujuan untuk menghasilkan produk yang

mempunyai nilai nutrisi yang homogen. Proses pencampuran yang baik akan

menghasilkan produk yang seragam pada waktu yang pendek. Faktor yang

mempengaruhi hasil pencampuran antara lain bentuk partikel, kerapatan jenis,

urutan penambahan bahan baku, jumlah bahan yang dicampur, desain mixer dan

waktu pencampuran (Suparjo, 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi

stabilitas pakan adalah kehalusan bahan pakan saat proses pencampuran

(Aslamsyah dan Karim, 2012).

2.4.4. Peletting

Pelleting suatu proses menggabungkan campuran beberapa bahan pakan

secara mekanik dengan tekanan tertentu. Penambahan air pada proses Pelleting

11

sangat berguna untuk memudahkan dan memperlancar proses pembuatan pellet,


sehingga mesin pellet tidak terlalu panas (Bakti, 2006). Keuntungan Pelleting

adalah meningkatkan kerapatan jenis, mengurangi debu dan memudahkan

penanganan (Suparjo, 2010).

2.4.5. Extruding

Extruding adalah proses pencetakan dan pemadatan bentuk bahan pakan

melalui alat extruder, pada proses pencetakan sebaiknya ditambahkan air agar

campuran pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui cetakan. Tahapan

pembuatan pellet meliputi beberapa proses yaitu pencampuran (mixing),

pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling)

(Krisnan dan Ginting, 2009).

2.5. Uji Kualitas

Kualitas pakan sangat tergantung dengan kualitas bahan baku, bahan baku

yang bagus adalah tidak ada penggumpalan, tidak berbau tengik, tidak berjamur

dan bebas dari zat yang merugikan (Kushartono, 2002). Pengujian organoleptik

adalah pengujian bahan pakan dengan cara melihat struktur dan sifat fisik pada
pakan yang meliputi bentuk, tekstur, aroma dan warna pakan. Pakan yang baik

memiliki bentuk, tekstur, aroma dan warna sesuai dengan bahan asli. Pengujian

secara kimia dilakukan di laboratorium. Tujuan uji kimia adalah mengetahui

kandungan nutrien pakan diantaranya kandungan protein, lemak, karbohidrat, abu,

serat kasar dan kadar air. Pengujian pakan secara kimia merupakan penentuan

12

kuantitas dan kualitas nutrien dalam pakan, yang merupakan penentuan komposisi

proksimat dari kadar protein, lemak, BETN, serat kasar, abu dan air pakan yang

di uji (Aslamsyah dan Karim, 2012).

2.6. Pergudangan

Gudang merupakan tempat penyimpanan bahan baku sebelum di produksi

dan pakan jadi yang siap untuk di distribusikan. Gudang juga berfungsi sebagai

pelindung bahan pakan dari sinar matahari, hujan dan benda asing yang dapat
menyebabkan kerusakan pakan. Penyimpanan bahan pakan sangat penting karena

kondisi lingkungan berpengaruh terhadap kandungan kadar air bahan pakan yang

menyebabkan kerusakan dan penyusutan selama penyimpanan. Kerusakan fisik

disebabkan oleh perubahan kadar air selama penyimpanan, seperti butiran menjadi

pecah, kerusakan biologi disebabkan oleh kegiatan biologis selama penyimpanan

seperti, terdapat jamur pada pakan dan kerusakan kimiawi disebabkan oleh adanya

dekomposisi selama penyimpanan, artinya penyusutan kadar karbohidrat, protein,

lemak karena proses metabolisme baik oleh serangga maupun mikroba.

Penyimpanan dalam suhu ruang dalam karung plastik menyebabkan kandungan

air pakan sedikit meningkat sehingga menyebabkan jamur tumbuh dan bau tengik

timbul (Mathius dkk., 2006). Penyimpanan pakan sangat diperlukan agar

ketersediaan pakan bisa mencukupi dan memadai dan selalu siap digunakan

(Yuli dkk., 2009).

13
2.7. Pengemasan

Pengemasan adalah suatu kegiatan pembungkusan pakan yang akan

dipasarkan atau didistribusikan ke kandang. Pengemasan merupakan salah satu

cara untuk melindungi atau mengawetkan produk (Yuli dkk., 2009). Tujuan

pengemasan adalah untuk melindungi pakan dari kontaminasi dengan udara luar,

mencegah masuknya bau dan gas, melindungi dari sinar matahari, melindungi dari

benturan dan tekanan serta mempermudah pengangkutan. Pengemasan yang baik

menggunakan karung goni, karung plastik, kemasan kertas dan kemasan plastik.

Perubahan kadar air dapat disebabkan pengaruh suhu dan kelembaban selama

penyimpanan.

2.8. Distribusi

Distribusi adalah kegiatan yang dilakukan setelah produksi pakan selesai

dan siap untuk didistribusikan ke kandang-kandang. Pemberian pakan pada level

yang berbeda akan menyebabkan kondisi fisiologis seperti frekuensi pernafasan,

denyut nadi dan suhu tubuh berbeda akibat perbedaan proses fermentasi atau

metabolisme yang terjadi dalam tubuh, sehingga akan berpengaruh terhadap


respon produksi ternak (Astuti dkk., 2015).

Anda mungkin juga menyukai