Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

RANSUM UNGGAS NON RUMINANSIA

PRAKTIKUM I
FORMULASI RANSUM UNGGAS/NON RUMINANSIA

OLEH:
NAMA : ANJAS
NIM : I011 21 1114
KELOMPOK : V (LIMA)
GELOMBANG : III (TIGA)
WAKTU : JUMAT, 14 APRIL 2023
ASISTEN : RISKA SRI WAHYUNI HARIS

LABORATORIUM NUTRISI UNGGAS/NON RUMINANSIA


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung puyuh merupakan unggas penghasil telur terbesar kedua setelah

ayam ras petelur. Burung puyuh memiliki potensi yang cukup besar untuk

dikembangkan karena telur atau dagingnya dapat dimanfaatkan. Usaha Ternak

puyuh juga dapat dilakukan di lahan sempit dan tanpa memerlukan modal yang

besar .Namun, banyaknya keuntungan ini ternyata belum mampu mendorong

masyarakat untuk mengembangkan peternakan puyuh. Sedikitnya minat

masyarakat untuk mengembangkan usaha ternak puyuh salah satunya disebabkan

hambatan yang dihadapi oleh peternak puyuh berupa ancaman berbagai penyakit

.Nisrina., Dkk. 2021.

Ransum adalah gabungan dari beberapa macam bahan pakan ternak yang

disusun dengan formulasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan pakan dan

kecukupan nutrisi ternak. Pemberian ransum kepada ternak termasuk salah satu

metode dalam manajemen pemberian pakan yang memperhatikan kebutuhan nutrisi

yang dibutuhkan ternak ruminansia seperti serat kasar, protein kasar, lemak kasar

dan mineral yang dapat dipenuhi dalam ransum. Ransum yang baik adalah disukai

ternak, ketersediaan bahan pakan berkelanjutan, tidak mengandung zat beracun,

mudah diperoleh, mudah diberikan pada ternak atau bersifat palatable dan tidak

berdampak negatif terhadap produksi serta memberikan keuntungan secara

ekonomis bagi peternak.( Yustendi dkk.,2021).

Penyusunan ransum merupakan suatu metode untuk menyamakan

kandungan nutrisi bahan pakan yang dipilih dengan kebutuhan puyuh petelur,

prinsipnya hanya menyamakan atau membuat seimbang kandungan nutrisi di dalam

ransum sesuai dengan kebutuhan dari ternak itu sendiri sehingga terdapat beberapa

metode penyusunan yang dapat dilakukan. Untuk memperoleh ransum yang


berkualitas, peternak perlu mengetahui teknik penyusunan ransum yang biasa

berlaku di dunia perunggasan dan memilih salah satu metode yang sesuai dengan

situasi dan kondisi peternak sendiri, sehingga diharapkan bisa didapat ransum yang

memenuhi kebutuhan gizi ternak tetapi dengan harga yang relatif murah.Samasi.,

Dkk 2021

Kecukupan nutrisi unggas ditentukan oleh kualitas ransum dan cara

pemberian ransum yang baik untuk menjaga atau meningkatkan produktifitas.

Biaya produksi peternakan sebesar 60% sampai 80% untuk mencukupi

ransum. Besarnya biaya produksi tersebut dapat menyebabkan peternak

unggas merugi. Oleh karena itu untuk menekan biaya pakan, peternak

dapat menyusun ransum secara mandiri dengan terlebih dahulu memeriksa

kandungan nutrisi dan harga tiap bahan pakan yangakan dikombinasikandan

kemudian melakukan evaluasi ransum yang diberikan dapat memenuhi

kebutuhan nutrisi unggas .Membuat ransum berdasarkan kebutuhan nutrisi yang

perlu diperhatikan dalam menyusun ransum adalah ketersediaan bahan,

kualitas atau kandungan nutrisi, serta cara penyimpanan. Penyusunan

kombinasi bahan makanan harus memperhatikan pemenuhan kebutuhan nutrisi

dan nilai ekonomi yang tinggi. Hal itu dapat dilakukan dengan memilih bahan

makanan yang murah tanpa mengabaitkan kualitasnya dengan kandungan

nutrisi yang disesuaikan dengan jenis dan umur unggas.(Mahmud., 2020).Hal

inilah yang melatarbelakangi dilakukannya Praktikum Ransum Unggas Non

Ruminansia mengenai Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia yaitu untuk mengetahui cara

menyusun pakan yang seimbang kandungan zat-zat nutrisinya.

Kegunaan dilakukannya Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia


mengenai Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia adalah sebagai sumber

informasi ilmiah dosen dan masyarakat untuk mengetahui cara menyusun pakan

yang seimbang kandungan zat-zat gizinya.


TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh Fase Layer dan Kebutuhannya

Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk

dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh

juga menghasilkan telur untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi

masyarakat. Puyuh merupakan unggas daratan yang memiliki ukuran tubuh yang

kecil, pemakan biji-bijian dan serangga kecil. Jenis puyuh yang sering

dibudidayakan adalah puyuh jepang (Coturnix coturrnix japonica) karena puyuh

ini mulai berproduksi pada umur 35-42 hari. Puyuh betina mampu menghasilkan

250- 300 butir telur dalam setahun dengan berat telur sekitar 9-13 gram/butir atau

7,8 dari bobot badan (Julaiha dkk., 2019).

Direktorat Perbibitan Ternak (2011) membedakan periode pemeliharaan

burung puyuh berdasarkan fase pertumbuhann yaitu starter, grower dan layer. Fase

layer merupakan fase pada saat burung puyuh berumur 6-58 minggu. Menurut

Mushawwir dkk., (2020) kebutuhan zat makanan burung puyuh fase layer adalah

kadar air maks 14.0%, protein kasar min 17.0%, lemak kasar maks 7.0%, serat kasar

maks 7.0%, abu maks 14.0%, kalsium (Ca) 2.5-3.5%, fosfor (P) 0.6-1.0%, dan

Energi Metabolisme (EM) 2.700.

Penyusunan ransum untuk burung puyuh perlu memperhatikan beberapa hal

seperti kebutuhan nutrien sesuai dengan fase umur burung puyuh dan ketersediaan

dan kualitas bahan pakan yang digunakan. Pemberian pakan puyuh agar cepat

bertelur pemberiannya sangat berpengaruh terhadap intensitas dan kualitas

pertumbuhan pakan puyuh petelur secara alami. Asam amino esensial seperti lisin
dan metionin dalam ransum harus diperhatikan ketersediaannya karena sering

menimbulkan defisiensi pada ternak unggas (Andriani dkk., 2022).

Tinjauan Umum Bahan Pakan

Tanaman jagung merupakan tanaman pakan utama kedua setelah padi.

Jumlah limbah jagung keseluruhan adalah mencapai 1,5 kali bobot biji artinya jika

dihasilkan 19 juta ton biji/ha maka diperoleh 28,5 ton limbah yang bisa

dimanfaatkan untuk pakan ternak, baik secara langsung maupun dengan

pengelolahan terlebih dahulu. Kandungan nutrisi yang terdapat pada jagung yakni

protein kasar 9%, lemak kasar 3,9%, serat kasar 2,05, kalsium 0,22%,fosfor

0,17% dan EM 3370 kkal. Batas penggunaan jagung yakni sebanyak 55 kg

(Mustofa dkk., 2023).

Dedak halus merupakan hasil sampingan dari penggilingan padi yang

harganya sangat murah dan ketersediaannya berlimpah. Penggunaan dedak halus

dapat menurunkan harga pakan. Kandungan nutrisi yang terdapat pada dedak halus

yakni protein kasar 13%, lemak kasar 5%, serat kasar 12%, kalsium 0,12%, fosfor

1,50%, dan EM 2200 kkal. Batas penggunaan dedak halus yakni sebanyak

26,99 kg (Zaman dkk., 2017).

Minyak nabati merupakan alternatif untuk mengganti minyak mineral dan

bahan kimia, karena minyak nabati bersifat biodegradable, tidak beracun, ramah

lingkungan, dan dapat diperbarui. Minyak nabati memiliki pengaruh menurunkan

sifat kekuatan tarik vinil ester. Kandungan yang terdapat pada minyak sayur hanya

EM sebesar 8600 kkal (tidak memiliki kandungan protein kasar, lemak kasar, serat

kasar, kalsium, dan fosfor). Batas penggunaan minyak sayur yakni

1 kg (Sari dkk., 2021).


Bungkil kedelai merupakan sisa proses pengolahan kedelai yang telah

diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan bahan pakan dengan kandungan

protein tinggi mencapai 51% dengan nilai kecernaan yang tinggi, bau yang sedap

sehingga dapat meningkatkan palatabilitas. Oleh sebab itu, sangat tepat jika bungkil

kedelai sebagai sumber protein pada campuran pakan ternak. Kandungan yang

terdapat pada bungkil kedelai yakni protein kasar 47%, serat kasar 6%, lemak kasar

0,90%, kalsium 0,32%, fosfor 0,29% dan EM 2400 kkal. Batas penggunaan bungkil

kedelai yakni 25 kg (Dharmawan dkk., 2021).

Tepung ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping

(limbah) pengolahan utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Tepung

ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering. Kandungan

nutrisi yang terdapat pada tepung ikan yakni protein kasar 50%, serat kasar 1%,

lemak kasar 10%, kalsium 5,11%, fosfor 2,88%, dan EM 3080 kkal. Batas

penggunaan tepung ikan yakni 10 kg (Supriadi, 2020).

Calcuim Cabonat (CaCO3) yang berasal dari bahan tambang yaitu batu kapur

(limestone), marmer (marble), kapur (chalk) dan carbit. CaCO3 merupakan

senyawa kimia yang memiliki banyak aplikasi dibidang industri. CaCO3 yang

berasal dari bahan tambang jika dikonsumsi secara terus menerus oleh industri,

akan menyebabkan krisis CaCO3. Kandungan nutrisi yang terdapat pada CaCo3

yakni memiliki kandungan kalsium sebesar 40%. Batas Penggunaan CaCo3 adalah

1 kg (Kafrita dan Nazarudin, 2020).


PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia yang dilakukan di Laboratorium

Nutrisi Unggas/Non Ruminansia Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1. Formulasi Ransum Puyuh Fase Layer

Sumber: Laboratorium Ransum Unggas/Non Ruminansia, 2023

Protein Kasar (PK)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada Puyuh Layer

membutuhkan minimal 17% protein kasar sedangkan hasil yang didapatkan dari

formulasi ransum dengan metode trial and error adalah 22,26 %.. Dimana protein

sangat penting dalam meneuntukan kualitas telur,selain itu protin juga dapat menbantu

pertumbuhan puyuh Hal ini sesuai dengan pendapat Andriani dkk., (2022) yang

menyatakan bahwa kualitas ransum dengan protein yang rendah dapat

mengakibatkan produksi telur rendah dan protein juga merupakan struktur yang

sangat penting untuk pertumbuhan jaringan di dalam tubuh ternak puyuh seperti

pembentukan daging, kulit, dan bulu. Selain sebagai pembentuk antibodi, mengatur

zat gizi dan sebagai sumber energi, fungsi lain dari protein adalah mengatur

keseimbangan air, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, serta

memelihar netralitas tubuh.


Lerak Kasar(LK)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia

mengenai Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada

Puyuh Layer membutuhkan makximun 7% lerak kasar sedangkan hasil yang

didapatkan dari formulasi ransum dengan metode trial and error adalah 5,28 %..

lemak kasar yang didapatkan dari formulasi ransum dengan metode trial and error

yaitu 5,28% yang artinya tidak melewati batas kebutuhan makximun lemak kasar

yang dapat diberikan kepada puyuh petelur..Hal ini sesuai pendapat Rahayu.,Dkk.

(2021) yang menyatakan bahwa kandungan lemak kasar yang terlalu tinggi

pada ransum dapat mengurangi tingkat palatabilitas atau kesukaan ternak

terhadap pakan, selain itupakan yang mengandung lemak terlalu tinggi

menyebabkan pakan mudah tengik dikarenakan lemak mudah teroksidasi

Serat Kasar(SK)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada Puyuh Layer

membutuhkan maksimal 7% serat kasar sedangkan hasil yang didapatkan dari

formulasi ransum dengan metode trial and error adalah 5,28 %..Dimana hasil formulasi

ransum dengan serat kasar 5,28% baik diberikan untuk ternak puyuh karna tidak melewati

batas maksimal .Hal ini sesuai dengan pendapat Pratama dkk,. (2023) yang menyatakan

bahwa serat kasar dalam ransum puyuh tidak boleh lebih dari 7% karena dapat

menyebabkan ternak lebih cepat kenyang dan ransum dengan kadar serat kasar yang

tinggi lebih lama untuk dicerna sehingga dapat mempengaruhi kecepatan

mengkonsumsi ransum .
Energi Metabolisme (EM)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia

mengenai Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada

Puyuh Layer membutuhkan minimun 2700 kka Em sedangkan hasil yang

didapatkan dari formulasi ransum dengan metode trial and error adalah

1311,24 kkal EM. Kebutuhan energi metabolisme dalam ransum dapat menpengaruhi

jumlah komsumsi protein pada puyuh petelur. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahman.,

Dkk ( 2018 ) yanag menyatahkan bahwa pakan yang memiliki kandungan energi

metabolis tinggi akan menyediakan protein yang cenderung rendah dalam

tubuh unggas diakibatkan karena rendahnya jumlah pakan yang dikonsumsi.

Sebaliknya, apabila energi metabolis pakan rendah maka unggasakan

mengkonsumsi pakan untuk mendapatkan energi lebih banyak yang

berakibat pada konsumsi protein yang berlebihan.

Kalsium (C)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada Puyuh

Layer membutuhkan maksimal 2,5-3,5 kalsium sedangkan hasil yang

didapatkan dari formulasi ransum dengan metode trial and error adalah 1,12 %.

Dimana hasil formulasi ransum dapat di berikan kepada puyuh petelur pada fase

grower karna tidak melewati batas maksimal ,dan kalsium juga merupakan nutrisi

penting bagi pertumbuhan puyuh yakni dalam proses pembentukan tulang

pada unggas dan kekurangan kalsium dapat menyebabkan

kelumpuhan.Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu., Dkk (2021) yang

menyatakan bahwa kadar kalsium untuk kebutuhan puyuh fase grower yaitu

hanya sebesar 0,9-1,2% (SNI, 2006). Dan kalsium berperan penting bagi

pertumbuhan puyuh, khususnya pada pembentukan tulang.


Fosfor (F)

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia

mengenai Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh bahwa pada

Puyuh Layer membutuhkan maksimal 0,6-1 fosfor sedangkan hasil yang

didapatkan dari formulasi ransum dengan metode trial and error adalah 0,76.

Kebutuhan fosfor bagi unggas lebih sedikit dibandingkan dengan kalsium

dan berperan juga pada proses pertumbuhan berat badan yang optimum

dan pertumbuhan bulu yang cepat.Hal ini sesuai dengan pendapat Wardah.,

Dkk ( 2019) yang menyatakan bahwa penggunaan kalsium yang lebih banyak

dari fosfor menyebabkan kelebihan kalsium tidak diserap oleh tubuh,

karena kalsium berlebih akan bergabung dengan fosfor membentuk

trikalsium fosfat yang tidak dapat larut. Sebaliknya, kebanyakan fosfor dapat

mengurangi penyerapan kalsium dan fosfor


PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia mengenai

Formulasi Ransum Unggas/Non Ruminansia diperoleh hasil formulasi ransum pada

ternak puyuh layer. Pada protein kasar 22,26% dengan ketentuan minimal 17%,

serat kasar 5,28% dengan ketentuan maksimal 7%, lemak kasar 4,28% dengan

ketentuan maksimal 7%, energi metabolisme (EM) 1311,24 kkal dengan ketentuan

minimal 2700 kkal, kalsium (Ca) 1,12% dengan ketentuan 2,5-3,5, dan fosfor (P)

0,76% dengan ketentuan 0,6-1%.

Saran

Sebaiknya pada saat praktikum tetap menjaga ketertiban, memperhatikan

syarat masuknya praktikum serta mengikuti arahan yang diberikan asisten saat

praktikum berlangsung agar nantinya tidak kewalahan dalam pengerjaan laporan

praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, R., Gubali, S. I., dan Sayuti, M. 2022. Kandungan protein kasar, serat
kasar dan energi formulasi ransum burung puyuh petelur yang ditambah
tepung daun kelor (Moringa oleifera Lam.). Gorontalo Journal of
Equatorial Animals. 1(2):93-98.
Dharmawan, A., Gofur, A., dan Novitasari, D. M. 2021. Efek penambahan bungkil
kedelai pada pakan terhadap pertambahan berat kelinci (Oryctolagus
cuniculus). Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-Tropic). 6(2):64-
71.
Julaiha, E., Yaman, M. A., dan Daud, M. 2019. Analisis usaha pembibitan puyuh
persilangan Jepang (Coturnix coturnix japonica) dengan puyuh hybrid
secara intensif. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian. 4(1):486-494.
Kafrita, N., dan Nazarudin, N. 2020. Karakteristik Calcium Carbonat (CaCO3) pada
cangkang kerang tiram (Crassosstrea Gigas) sebagai material baku
Thermochemical Energy Storage (TCES). JIIF (Jurnal Ilmu dan Inovasi
Fisika). 4(2):164-169.
Mahmud, W. (2020). Implementasi Forward Chaining dan Metode Simpleks
untuk Menentukan Ransum Unggas yang Ekonomis. Jurnal Teknik
Informatika dan Sistem Informasi, 6(1).
Moningkey, A. F., Wolayan, F. R., Rahasia, C. A., dan Regar, M. N. 2019.
Kecernaan bahan organik, serat kasar dan lemak kasar pakan ayam
pedaging yang diberi tepung limbah labu kuning (Cucurbita moschata).
Zootec. 39(2):257-265.
Multida, I., Sari, M., Nurlita, S., dan Sudrajat, S. 2019. Pengaruh penambahan feses
ayam dalam ransum terhadap peningkatan bobot badan ayam kampung
unggul Balitbangtan (Ayam KUB). Jurnal Agroekoteknologi dan
Agribisnis. 3(1):1-9.
Mushawwir, A., Suwarno, N., dan Permana, R. 2020. Profil total lemak dan protein
puyuh fase Grower dan Layer. Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan.
6(2):56-76
Nisrina, N., Affandi, M. I., & Marlina, L. (2022). Analisis Kelayakan Finansial Usaha Burung
Puyuh Petelur di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Jurnal Ilmu
Ternak Universitas Padjadjaran, 22(2), 137-144.
Pratama, A., Fathul, F., Nova, K., & Sutrisna, R. (2023). PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG
MAGGOT BLACK SOLDIER FLY TERHADAP PERFORMA PUYUH JANTAN
(Coturnix coturnix japonica). Jurnal Riset dan Inovasi
Rahayu, R. S., Putra, R. E., & Alfianny, R. (2021, December). PENGARUH PEMBERIAN
TEPUNG LARVA LALAT TENTARA HITAM (Hermetia illucens) TERHADAP
KECEPATAN TUMBUH BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica).
In Gunung Djati Conference Series (Vol. 6, pp. 286-297).Peternakan (Journal of
Research and Innovation of Animals), 7(2), 198-208.
Wardah, A., & Panjaitan, T. W. S. (2019). Substitusi Butiran Kering Destilat Pada
Formulasi Pakan Puyuh Terhadap Kandungan Kimia Feses. STIGMA:
Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unipa, 12(02), 54-
65.
Yustendi, D., Yusrizal, Y., Firdaus, F., Daniel, D., Mulyadi, M., & Jalaluddin, J.
(2021). Sosialisasi Pemanfaatan Limbah Pertanian Sebagai Bahan
Pakan Ransum Ternak Ruminansia Pada Kelompok Ternak Sapi Di
Desa Lampakuk Kecamatan Cot Glie Kabupaten Aceh
Besar. BAKTIMAS: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 3(2), 42-
47.
Mustofa, A., Hidayat, N., dan Budiarto, A. 2023. Pengaruh kombinasi penambahan
inokulum effective microorganisme-4 (EM4) dan waktu inkubasi
terhadap kualitas fermentasi tongkol jagung. Jurnal Pertanian Agros.
25(1):676-682.
Pratama, Y., Harahap, A, E., dan Ali, A. 2020. Peforma burung puyuh (Coturnix
coturnix japonica) periode grower yang diberi pakan berbahan tepung
daun ubi kayu. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 9(1):16-25.
Pratiwi, H. P., Kasiyati, K., Sunarno, S., dan Djaelani, M. A. 2019. Bobot otot dan
tulang tibia itik pengging (Anas platyrhyncos domesticus L.) setelah
pemberian imbuhan tepung daun kelor (Moringa oleifera Lam.) dalam
pakan. Jurnal Biologi Tropika. 2(2):54-61.
Risyahadi, S. T., Sukria, H. A., Taryati, A., Irawan, S., dan Wijaya, H. 2022.
Pelatihan formula pakan kelinci berbahan pakan lokal studi kasus
kagoda rabbit farm Bogor. Madaniya. 3(3):517-525.
Sari, E. N., Ramadhani, A. I., dan Maknunah, J. 2021. Studi pengaruh jenis minyak
nabati terhadap campuran bioresin vinil ester-minyak nabati. In
Prosiding SENASTITAN: Seminar Nasional Teknologi Industri
Berkelanjutan. 1(1):215-222.
Samadi, S., Wajizah, S., Khairi, F., & Ilham, I. (2021). Formulasi Ransum Ayam
Pedaging (Broiler) dan Pembuatan Feed Additives Herbal
(Phytogenic) Berbasis Sumber Daya Pakan Lokal di Kabupaten Aceh
Besar. Media Kontak Tani Ternak, 3(1), 7-13.

Supriadi, D. 2020. Modul Pembuatan Tepung Ikan. Penerbit Lakeisha.


Widodo, E., Sjofjan, O., dan AG, R. R. J. 2019. Efek probiotik candida utilis
penampilan produksi burung puyuh petelur (Coturnix coturnix
japonica). Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 4(1):23-31.
Zaman, M. K., Aman, Y. M., dan Zulfan. 2017. Analisis pendapatan usaha ikan nila
(oreochromis niloticus) dengan pemberian pakan pelet organik (ppo)
dari bahan limbah feses sapi, bungkil kedelai, dedak, dan probiotik.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 2(2:376-386.

Rahman, K. M. A., Wahyuningsih, S., & Widodo, E. (2018). Pengaruh penggunaan tepung
biji kemiri dalam pakan terhadap kinerja reproduksi burung puyuh (Coturnix
coturnix japonica). Jurnal Nutrisi Ternak Tropis, 1(1), 24-33.
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Menggunakan Ms. Exel Formulasi Ransum
Puyuh Layer

Batas Batas
PK LK SK EM Ca P Kg Bahan PK LK SK EM Ca P
penggunaan penggunaan

55 9 3,90 2,05 3370 0,22 0,17 60 62,70 4,47 2,05 1,08 1773,68 0,12 0,09
26,99 13 5,00 12 2200 0,19 1,50 25 30,77 2,85 1,10 2,63 482,46 0,04 0,33
1 0 0 0 8600 0,44 0 1 1,14 0,00 0,00 0 75,44 0 0,00
25 41 7,30 5 2400 0,62 0,29 17 28,50 6,11 1,09 0,75 357,89 0,09 0,04
10 61 9 1 3080 5,11 2,88 10 11,40 5,35 0,79 0,09 270,18 0,45 0,25
1 0 0 0 0 40 0 1 1,14 0 0 0 0 0,35 0
114 18,79 5,03 4,54 2959,65 1,05 0,71

total SNI Puyuh


114 min 17 max 7 maks 7 min 2700 2,5-3,5 0.6-1
ransum Layer

Anda mungkin juga menyukai