Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN BPFR MENCAMPUR RANSUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan Pakan dan Formulasi Ransum ( BPFR ) merupakan materi kuliah yang
mempelajari berbagai jenis bahan pakan yang dapat dimakan oleh ternak dan bermanfaat bagi
pertumbuhan dan perkembangan ternak itu sendiri serta mempelajari cara-cara dalam
penanganan bahan pakan tersebut. Pada praktikum BPFR kali ini, materi yang dibahas yaitu
tentang mencampur ransum, dimana proses pencampuran dilakukan secara manual.
Sebelum mencampur ransum, kita harus mengetahui bahan mana yang harus dicampur
terlebih dahulu, selanjutnya mengaduk bahan tersebut hingga hasilnya rata atau homogen. Bahan
yang dicampur terlebih dahulu biasanya jumlahnya sedikit dan bentuk fisiknya halus, bahan yang
jumlahnya banyak dicampur kemudian. Ransum yang jumlahnya sedikit dapat di campur secara
manual tetapi ransum yang jumlahnya banyak pencampuran dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pencampur ( mixer ).
Ransum merupakan susunan dari beberapa bahan pakan dengan perbandingan tertentu
sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi ternak. Ransum dicampur dari bahan-bahan yang
mengandung gizi lengkap seperti protein, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral. Semakin
banyak ragam suatu ransum, kualitas ransum akan semakin baik terutama dari sumber protein
hewani. Bahan yang dapat digunakan untuk mencampur ransum yaitu dedak, jagung, bungkil
kedele, bungkil kelapa, lamtoro, ikan, bekicot, remis, sisa dapur, tepung tulang, kepala atau kulit
udang dan lain-lain. Pada dasarnya mencampur ransum merupakan suatu kegiatan
mengkombinasi berbagai macam bahan makanan ternak untuk memenuhi kebutuhan ternak akan
zat makanan tersebut.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum mencampur ransum yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana cara dalam mencampur ransum yang baik dan benar, sehingga ransum yang diberikan
kepada ternak dapat bermanfaat, baik untuk kesehatan maupun produktivitasnya.
Manfaat dari praktikum mencampur ransum yaitu mahasiswa mendapatkan pengalaman-
pengalaman baru tentang formulasi ransum, mendapatkan pengalaman cara-cara dalam
mencampur ransum serta dapat memahami prinsip kerja dalam mencampur ransum. Sehingga
nantinya kegiatan ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam bidang
peternakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ransum yang diberikan kepada ternak merupakan sumber zat nutrisi utama yang akan
digunakan oleh ternak untuk tumbuh dan berkembang serta menjalankan proses metabolisme
yang berlangsung didalam tubuhnya. Ketersediaannya baik dari aspek jumlah (kuantitas)
maupun mutu (kualitas) harus sesuai dengan kebutuhan ternak. Ketidaktersediaan salah satu zat
nutrisi atau kadarnya yang kurang akan segera direspon oleh tubuh ternak dengan menurunkan
atau bahkan menghentikan proses metabolisme maupun produktivitasnya (tergantung tingkat dan
lama defisiensi) (Rafandi, 2001).
Tepung ikan berasal dari ikan sisa atau buangan yang tidak dikonsumsi oleh manusia atau
sisa pengolahan industri makanan ikan sehingga kandungan nutrisinya beragam, pada umumnya
berkisar antara 60-70%. Tepung ikan merupakan pemasok lysin dan methionin yang baik,
dimana hal ini tidak terdapat pada kebanyakan bahan baku nabati. Kandungan nutrisi tepung ikan
yaitu 60-70% protein, 1,0% serat kasar, 5,0% Ca dan 3,0% P ( Hatara jasa, 2007).
Berikut ini beberapa bentuk fisik dari ransum untuk ayam petelur yaitu :

1. Mash and Limited grains (campuran bentuk tepung dan butiran).

Bentuk ransum ini dibuat dengan mencampur sendiri secara manual. Contohnya jagung giling,
bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan yang kemudian dicampur dengan dedak halus
secara manual dan hasilnya ransum yang terdiri dari bagian-bagian halus dan butiran.

2. All Mash (bentuk tepung)

Tidak tahan lama disimpan (mudah tengik) dan sering menyebabkan kanibalisme yang tinggi.

3. Pellet (bentuk butiran dengan ukuran yang sama)

Jika diberikan ransum ini biasanya ayam memiliki nafsu makan yang tinggi karena unggas lebih
menyenangi ransum yang berbentuk butiran. Lebih tahan lama jika disimpan.

4. Crumble (bentuk butiran tetapi ukurannya tidak sama)


Bentuk crumble biasanya merupakan hasil ikutan dari ransum pembuatan pellet.
Ransum yang disusun harus mengandung zat-zat makana yang diperlukan dan dalam
keadaan imbangan yang baik agar diperoleh performans yang optimal (Anisa, 2000).
Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang di
giling menjadi beras. Bahan ini biasa digunakan sebagai sumber energi bagi pakan layer, yang
mana penggunaanya rata-rata mencapai 10-20%. Energi yang terkandung dalam dedak padi bisa
mencapai 2980 kkal/kg. Namun nilai ini bukan harga mati, karena jumlah energi yang bisa
dihasilkan dari nutrient yang ada pada dedak tergantung dari jumlah serat kasar, dan kualitas
lemak yang ada didalamnya. Semakin tinggi serat kasar maka semakin rendah pula jumlah
energinya. Indikator tingginya serat kasar bisa di lihat dari jumlah hull/sekam nya dengan cara
menaganalisa dengan phloroglucinol (Joni, S, 2003).
Proses pencampuran atau mixing bahan baku ransum sebaiknya dilakukan dengan baik.
Jika memakai mixer vertikal berkapasitas 1,5-3 ton biasanya memerlukan waktu sekitar 30
menit, sedangkan jika menggunakan mixer horizontal waktu yang diperlukan relatif lebih singkat
karena kapasitasnya juga lebih sedikit. Mixer horizontal biasanya digunakan untuk mencampur
bahan baku ransum dengan persentase yang kecil (sedikit), misalnya pencampuran minyak.
Setelah dicampur dalam mixer horizontal, bahan baku tersebut dimasukkan ke dalam mixer
vertikal untuk dicampur dengan bahan baku ransum lainnya yang persentasenya lebih besar.
(Ardiadi, 2002).
Penggunaan minyak pada pembuatan pakan sebaiknya menggunakan minyak nabati yang
baik, tidak mudah tengik dan tidak mudah rusak. Penggunaan minyak nabati yang biasanya
berasal dari kelapa atau sawit pada umumnya berkisar antara 2-6%. Jagung merupakan bahan
baku penghasil energi, tetapi bukan sebagai sumber protein. Kadar protewin jagung rendah yaitu
8,9%, bahkan defisien terhadap asam amino penting, terutama lysin dan triptofan (Judika, 2006).
Dedak merupakan limbah proses pengolahan gabah, dan tidak dikonsumsi manusia,
sehingga tidak bersaing dalam penggunaannya. Dedak mengandung bagian luar beras yang tidak
terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu. Hal ini mempengaruhi tinggi-
rendahnya kandungan serat kasar dedak. Kandungan serat kasar dedak 13,6%, atau 6 kali lebih
besar dari pada jagung kuning, merupakan pembatas, sehingga dedak tidak dapat digunakan
berlebihan. Kandungan asam amino dedak, walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi
kebutuhan ikan, demikian pula dengan vitamin dan mineralnya (Prakoso, 2010).
Faktor penyebab ketidaktersediaan zat nutrisi ini dapat disebabkan ketidaktepatan
manajemen penanganan dan penyimpanan ransum maupun kesalahan tata laksana pemberian
ransumnya. Kondisi suhu, kelembaban maupun cahaya yang berlebih dapat menurunkan kadar
zat nutrisi yang terkandung dalam ransum. Kadar air dalam bahan baku ransum yang berlebih (>
14%) juga dapat menurunkan kualitas ransum. Selain itu penyimpanan yang terlalu lama dan
tidak menggunakan alas juga bisa mengakibatkan hal tersebut (Sytarjo, 2011).

BAB III
MATERI DAN METODA

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Bahan Pakan dan Formulasi Ransum dilaksanakan pada hari Jum’at pukul
14.00 WIB sampai selesai, tanggal 9 Mei 2013. Tempat pelaksanaan dari praktikum ini yaitu di
Laboratorium Bahan Pakan dan Formulasi Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3.2 Materi

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum mencampur ransum yaitu tepung ikan,
bungkil kelapa, dedak, jagung halus, minyak , top mix, terpal, timbangan dan plastik isi 5 kg.

3.3 Metoda
Bahan-bahan yang sudah ada ditimbang terlebih dahulu. Kemudian kelompokkan bahan-
bahan yang jumlahnya sedikit dan teksturnya halus dan campurkan sampai rata. Jika
menggunakan dedak dan minyak , campurkan keduanya terlebih dahulu. Setelah itu tambahkan
tepung ikan, bungkil kedele, jagung dan bahan lainnya. Campurkan semua bahan tersebut sampai
rata dan homogen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Mencampur Ransum merupakan kegiatan pencampuran bahan pakan dengan


memperhatikan upaya-upaya dalam mengefisienkan penggunaan input bahan-bahan pakan yang
tersedia dengan perbandingan pakan, baik jumlah pakan maupun mutu dari pakan tertentu agar
campuran tersebut dapat memenuhi pemeliharaan ternak yang akan mengkonsumsinya, yang
tentu saja akan memperbaiki pendapatan kebutuhan ternak tersebut agar dapat berproduksi
dengan baik.
Dalam mencampur ransum tentunya kita akan memakai ransum yang baik dan
berkualitas, ransum dapat dinyatakan berkualitas baik apabila mampu memberikan seluruh
kebutuhan nutrien secara tepat, baik jenis, jumlah, serta imbangan nutrien tersebut bagi ternak.
Ransum yang berkualitas baik berpengaruh pada proses metabolism tubuh ternak sehingga
ternak dapat menghasilkan daging yang sesuai dengan potensinya. pernyataan tersebut dipertegas
lagi oleh Barnes, Jones D. (2000) Ransum yang berkualitas baik merupakan salah satu syarat
untuk dapat menghasilkan produksi ayam broiler yang optimal. Produksi optimal dapat dicapai
bila bahan pakan yang digunakan dapat memenuhi keperluan gizi dalam tubuh ayam.
Dalam penyusunan ramsum ada beberapa metode yang digunakan yaitu :
1. Metode coba-coba (Trial and Error Method).
2. Metode bujur sangkar (Square Method).
3. Metode programming method (LP).
4. Metode matrik 2 x 2 (Two By Two Matrik).
5. Metode berpedoman kadar protein.
6. Metode berpedoman kadar energy.
Dalam penyusunan ransum pada praktikum ini metode yang dipakai yaitu metode coba-
coba, menurut Mardiana (2011) kelemahan dari metode ini yaitu meskipun metode ini
merupakan penyusunyan ransum dengan cara yang paling mudah tetapi membutuhkan waktu
yang lama dan biaya yang cukup besar.
Ransum adalah bahan pakan yang dapat mempengaruhi kebutuhan ternak selama 24 jam.
Namun menurut Leeson,S. and J.D. Summers, (2001) Ransum merupakan gabungan dari
beberapa bahan yang disusun sedemikian rupa dengan formulasi tertentu untuk memenuhi
kebutuhan ternak selama satu hari dan tidak mengganggu kesehatan ternak.
Rasyid, Dkk (2003) menyatakan bahwa ransum adalah campuran bahan-bahan ransum
untuk memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti
zat makanan itu tidak berlebihan dan tidak kurang. Ransum yang diberikan haruslah
mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Tujuan utama pemberian ransum
kepada ayam untuk menjamin pertambahan berat badan yang paling ekonomis selama
pertumbuhan (Tazmiri, 2000).
Produktivitas broiler yang maksimal akan tercapai apabila ayam tersebut mendapatkan
ransum yang seimbang kandungan asam aminonya. Rasyid, Dkk(2003) menyatakan bahwa
asam amino sebagai zat makanan diperlukan tubuh sama halnya seperti mineral, energi, vitamin
dan asam lemak.
Ransum yang kita campur kemudian akan diberikan pada ayam harus mengandung
suplementasi sebagai sumber zat nutrisi utama yang akan digunakan oleh tubuh ayam untuk
tumbuh dan berkembang serta menjalankan proses metabolisme yang berlangsung di dalam
tubuhnya. Ketersediaannya baik dari aspek jumlah (kuantitas) maupun mutu (kualitas) harus
sesuai dengan kebutuhan ayam.
Ketidaktersediaan salah satu zat nutrisi atau kadarnya yang kurang akan segera direspon
oleh tubuh ayam dengan menurunkan atau bahkan menghentikan proses metabolisme maupun
produktivitasnya (tergantung tingkat dan lama defisiensi).
Pernyataan diatas dipertegas oleh Suwandak (2000) ia menyebutkan bahwa faktor
penyebab ketidaktersediaan zat nutrisi ini dapat disebabkan ketidaktepatan manajemen
penanganan dan penyimpanan ransum maupun kesalahan tata laksana pemberian ransumnya.
Kondisi suhu, kelembaban maupun cahaya yang berlebih dapat menurunkan kadar zat nutrisi
yang terkandung dalam ransum. Kadar air dalam bahan baku ransum yang berlebih (> 14%) juga
dapat menurunkan kualitas ransum. Selain itu penyimpanan yang terlalu lama dan tidak
menggunakan alas juga bisa mengakibatkan hal tersebut.
Oleh karena itu, pemberian suplemen diperlukan untuk melengkapi atau memenuhi
kandungan zat nutrisi yang berkurang akibat penanganan dan penyimpanan yang kurang tepat.
Komponen dari bahan makanan yang dapat dicerna dan digunakan dalam tubuh ternak
terdiri dari : karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Mineral ialah suatu senyawa
an-organik yang menyusun + 4% dari tubuh ayam. Ketersediaannya harus disuplai dari luar,
misalnya melalui ransum karena tubuh ayam tidak bisa memproduksinya. Dalam
perkembangannya, ketersediaan mineral dapat berupa mineral organik, yaitu mineral yang
digabungkan dengan senyawa organik seperti asam amino, asam organik atau polisakarida.
(Uaiskunilhaq, 2009).
Dari praktikum yang telah dilaksanakan sebelumnya diajarkan mengenai prinsip ransum
yang baik, yaitu :
1. Nutriennya seimbang.
2. Ransumnya homogen.
3. Faktor exsternal ransum yang digunakan rendah.
4. Faktor internal ransum yang diharapkan tinggi.
5. Palabilitas oleh ternak tinggi.
6. micotoxyn yang ada dalam ramsum sedikit atau tidak ada.
Dan ada beberapa karakteristik ransum yang baik yaitu :
a) Jumlah dan jenis zat makanan disesuaikan dengan fase pertumbuhan ternak, produktifitas ternak
(ternak perah memerlukan zat makanan yang lebih banyak dan lebih tinggi mutunya dari ternak
potong) dan pengelolaan ( ternak yang dikurung atau dikandang memerlukan zat makanan yang
lebih banyak dan lebih tinggi mutunya dari ternak yang dilepas).
b) Bentuk fisik ransum harus disesuaikan, sehingga tidak mengganggu nafsu makan dan
pencernaan.
c) Ransum tidak akan menyebabkan gangguan pencernaan yang dapat menurunkan manfaat gizi.
d) Perlu adanya pembatasan-pembatasan yang disesuaikan kepada harga bahan-bahan persediaan
yang berkesinambunganm dan ketahanan bahan baku bila disimpan dalam waktu tertentu serta
kepada adanya kandungan racun atau yang menghambat pencernaan nutrisi lainnya.
Dalam mencampur ransum tentunya tidak akan akan berhasil tanpa ada perhitungan
jumlah kandungan energi atau menghitung kandungan dalam suatu bahan pakan yang akan
dicampurkan demi membentuk suatu ransum, maka perhitungan-perhitungan tersebut diperoleh
dari praktikum sebelumnya yaitu Formulasi Ransum dengan metode coba-coba dengan
menggunakan beberapa bahan pakan yaitu tepung ikan, bungkil kelapa sawit, jagung, dedak,
minyak sayur, dan premix, didapatlah hasil nya seperti dalam table di bawah ini :
Tabel 1. Komposisi Bahan Makanan Ternak

NO BAHAN EM(Kkal/kg) PK (%) LK (%) SK (%) Ca (%)


1 Dedak 2980 12,9 13,0 11,4 0,07
2 Jagung 3350 8,5 3,8 2,2 0,02
3 Bungkil kelapa 1525 19,2 2,1 14,4 0,17
4 Tepung ikan 2830 63,6 9,3 0,3 1,23
5 Minyak 100 0 100 0 0
6 Top mix 0 0 0 0 100

Tabel 2. Kebutuhan Ternak Ayam Broiler

EM
KANDUNGAN ZM PK (%) LK (%) SK (%) Ca (%)
(Kkal/kg)

KEBUTHAN 2500-2800 20 6-9 5-8 0,90

Tabel 3. Hasil Formulasi Ransum

EM PK LK SK
NO BAHAN PEMAKAIAN Ca (%)
(Kkal/kg) (%) (%) (%)
1 Dedak 20 596 2,58 2,6 2,28 0,014
2 Jagung 43 1440,5 3,655 1,634 0,946 0,0086
3 B. kelapa 20 305 3,84 0,42 2,88 0,034
4 T. ikan 15 424,5 9,54 1,395 0,045 0,1845
5 Minyak 1 1 0 1 0 0
6 Top mix 1 0 0 0 0 1
Jumlah 100 % 2767 19,615 7,049 6,151 1,2411
Kebutuhan 2500- 20 6-9 5-8 0,9
2800

Dari table diatas dapat dilihat penggunaan beberapa bahan pakan yaitu tepung ikan
sebanyak 15%, bungkil kelapa 20%, jagung sebanyak 43%, dedak sebanyak 20%, minyak sayur
sebanyak 1%, dan premix digunakan sebanyak 1%. Maka untuk diperoleh dalam bentuk berat
(gram) diperolehlah hasil perhitungannya dalam table dibawah ini :

Tabel 4. Hasil Perhitungan Zat Makanan yang Akan Digunakan

No. Bahan Pakan Persentase (%) Penggunaan (gram)

1 Dedak 20 400
2 Jagung 43 860
3 Bungkil kelapa 20 400
4 Tepung ikan 15 300
5 Minyak Sayur 1 20
6 Top mix 1 20
Jumlah 100 5000

Ayam broiler fase grower merupakan hasil teknologi yang memiliki karakteristik
ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen
cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak
(Murtidjo, 1987).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang
tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan
kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energi
yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak.
Untuk memenuhi kebutuhan pakan yang cukup maka disusun lah ransum.

Tepung Ikan
Tepung ikan (marine fish meal) adalah salah satu produk pengawetan ikan dalam bentuk
kering, kemudian digiling menjadi tepung. Bahan baku tepung ikan umumnya adalah ikan-ikan
yang kurang ekonomis, hasil sampingan penangkapan dari penangkapan selektif, glut ikan (ikan
yang melimpah) pada musim penangkapan dan sisa-sisa pabrik pengolahan ikan seperti pabrik
pengalengan dan pembekuan ikan dan minyak ikan. Tepung ikan digunakan dalam bahan pakan
karena kandungan protein dan mutu proteinnya yang tinggi. Mutu protein bergantung dari
kesesuaian komposisi asam-asam amino penyusun protein yang dibutuhkan oleh ternak. Oleh
karena itu dalam pakan buatan untuk ikan selalu dibutuhkan tepung ikan, jumlahnya bergantung
dari jumlah total protein yang terkandung dalam pakan. Biasanya berkisar antara 10% – 50%
dari total kandungan protein dalam pakan.
Tepung ikan yang biasa digunakan adalah yang berwarna coklat, ada yang coklat pucat
sampai dengan coklat gelap. Pakan yang coklat gelap sering kali dianggap mengandung banyak
tepung ikan, padahal warna tersebut juga bisa berasal dari tepung hewan darat. Anas (2005)
Tepung ikan yang baik baunya harum, tidak amis dan tidak anyir. Kandungan proteinnya diatas
55%, kandungan lemaknya < 12 %, butirannya halus, tidak terlalu banyak mengandung tulang.
Tepung ikan yang terlalu amis atau anyir menandakan bahwa bahan baku tepung ikan tidak
segar.
Kualitas tepung ikan ditentukan oleh jenis ikannya (bahan baku), penyimpanan ikan segar
sejak mulai ditangkap di laut sampai pabrik pengolahan dan cara pengolahannya. Jenis ikan dan
proses produksi tepung ikan akan mempengaruhi kadar protein dan lemak tepung ikan.
Sedangkan kesegarannya ditentukan oleh cara penyimpanan ikan segar sampai dengan ikan
tersebut diolah menjadi tepung ikan.
Kebutuhan protein tergantung pada umur ayam, tingkat pertumbuhan , iklim, dan
penyakit. Anak ayam mulai menetas (DOC) sampai umur 6-7 minggu diberikan ransum
mengandung protein 20 – 21%, sedangkan setelah itu 17 – 18%. Vitamin berfungsi antara lain
melancarkan proses kehidupan di dlam alat-alat tubuh seperti pencernaan, pembentukkan tulang,
perumbuhan, dan memberikan daya tahan tubuh terhadap penyakit atau infeksi (Veronicha,
2000).

Jagung
Jagung merupakan bahan baku utama dalam pembuatan pakan. Proporsi penggunaan
jagung khususnya dalam pembuatan pakan ayam ras mencapai 51.4 persen dari total bahan baku
yang digunakan (Tangendjaja et al, 2002 dan Deptan, 2002). Jagung kuning digunakan sebagai
bahan baku penghasil energi, tetapi bukan sebagai bahan sumber protein, karena kadar protein
yang rendah (8,9%), bahkan defisien terhadap asam amino penting, terutama lysin dan triptofan.
Jagung merupakan salah satu komponen pakan ternak yang paling banyak dibutuhkan.
Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan (2002) sesuai dengan standar,
komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54 persen, ayam petelur
47,14 persen dan untuk ternak babi grower sebesar 49,34 persen. Dengan demikian fungsi jagung
khususnya untuk pakan menjadi sangat penting.
Kandungan nutrisi jagung :

 Bahan kering : 75 – 90 %
 Serat kasar : 2,0 %
 Protein kasar : 8,9 %
 Lemak kasar : 3,5 %
 Energi gross : 3918 Kkal/kg
 Niacin : 26,3 mg/kg
 TDN : 82 %
 Calcium : 0,02 %
 Fosfor : 3000 IU/kg
 Asam Pantotenat : 3,9 mg/kg
 Riboflavin : 1,3 mg/kg
 Tiamin : 3,6 mg/kg

Jagung merupakan sebagai sumber energi yang rendah serat kasarnya, sumber
Xantophyll, dan asam lemak yang baik, jagung kuning tidak diragukan lagi. Asam linoleat
jagung kuning sebesar 1,6%, tertinggi diantara kelompok biji-bijian.

Dedak
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yang
dihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak
halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi sangat
disukai ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% dari
campuran kosentrat. Kelebihan penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkan
ransum mengalami ketengikan selama penyimpanan. Bulk desinty dedak padi yang baik adalah
337,2-350,7 g/l. Dedak padi yang berkualitas baik protein rata-rata dalam bahan kering adalah
12,4%, lemak 13,6% dan serat kasar 13,0 %. Kandungan protein Dedak padi lebih berkualitas
dibandingkan dengan jagung. Dedak padi kaya akan thiamin dan sangat tinggi dalam niasin. (A.
Husin, 2009)
Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu
antara 13,0 % – 15,8 % dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein
sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor
pembatas penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun, dilihat dari kandungan proteinnya
yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam penyusunan
ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar antara 1640-1890 kkal/kg.
Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya yang rendah, demikian juga
halnya dengan vitamin dan mineral nya (Rasyaf, 2004). Penggunaan dedak padi dalam ransum
unggas ada batasanya, yaitu 0-15 % untuk ayam petelur fase starter, 0-20 % untuk ayam petelur
fase grower. untuk ayam broiler, itu berkisar antara 5-20 %, dan tidak lebih dari 20 % karena
akan dapat menurunkan produktivitas ayam yang disebabkan oleh adanya kandungan asam fitat
dalam dedak padi yang berada dalam bentuk kompleks dengan protein, pektin, dan polisakarida
bukan pati atau serat kasar sehingga protein dan fosfor sulit dicerna dan dimanfaatkan oleh
ayam. (Hendri, 2002).

Minyak Sayur
Kandungan energi minyak berkisar antara 8400 8600 kkal / kg bergantung dari bahan dan
kualitas minyak tersebut. Minyak dianjurkan untuk diberikan pada unggas dalam jumlah yang
relatif sedikit. Campuran minyak goreng pada pakan maksimal di bawah 5%.
Terdapat tiga faktor utama yang harus diperhitungkan dalam menyusun pakan yang akan
mempengaruhi kualitas dan kuantitas. Ke tiga hal tersebut adalah ketersediaan bahan pakan
unggas di daerah peternakan tersebut, harga bahan pakan unggas, dan kandungan zat-zat
makanan bahan pakan unggas. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi lima komponen bahan
pakan unggas yang menjadi penyusun pakan terbesar, yaitu bekatul, minyak goreng dan jagung
sebagai sumber energi pakan, bungkil kedelai dan tepung ikan sebagai sumber protein pakan.
Dalam fomilasi ransum minyak jugaberfungsi sebagai perekan antara bahan pakan yang satu
dengan yang lainnya agar menjadi homogen. (Anas, 2005)
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari praktikum mencampur ransum ini dapat disimpulkan bahwa dalam proses
mencampur ransum kita harus teliti agar bahan-bahan yang dicampur menjadi rata atau
homogen, karena ransum merupakan sumber zat nutrisi utama yang digunakan oleh ternak untuk
tumbuh dan berkembang serta menjalankan proses metabolisme yang berlangsung didalam
tubuhnya. Ransum berupa sumber energi yang dapat diperoleh dari bahan baku seperti jagung,
ubi dan minyak sawit, sedangkan sumber protein diperoleh dari bungkil kedele ( soybean meal ),
corn gluten meal, meat bone meal, poultry by product dan tepung ikan.

5.2 Saran

Untuk para praktikan yang mengikuti pratikum diharapkan kehatian dan ketelitiannya
dalam bekerja, karena dengan kehati-hatian dan kedisiplinan maka pratikum akan berlangsung
sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan diharapkan pada para praktikan agar dapat
meningkatkan kekompakan dalam kelompoknya demi kelancaran dan suksesnya menjalani
praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Anisa. 2002. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta : PT. Gramedia http://mail.kimia.lipi.go.id.
Diakses tanggal 10 Mei 2014.
Ardiandy. 2002. Enzim Komponen Penting dalam Pakan Bebas Antibiotika. Feed Mix Special.
http:/www.alabio.cbn.net.
Hatara.2007. Laboratory Manual for Nutrition Reseach. Vikas publising house PVT Ltd. Sahibabad.
India.
Joni, 2003. Kamus Kimia : Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Judika. 2006. Partical Guide to Feed Forage and Water Analysis. Yoo Han Pub. Korea Republic.
Prakoso. 2010. Suplementasi Amonium Sulfat dan Defaunasi Rumen Untuk Optimalisasi Ransum
Berbahan Dasar Limbah Tanaman Tebu. Laporan Penelitian-Penelitian Dosen Muda-DIKTI.
Jakarta.
Rafand. 2001Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sytarjo, 2001.Praktikum Gizi Ruminansia. LUW. Universitas Brawijaya. Animal Husbandry Project.
Malang.
LAMPIRAN

Hasil perhitungan zat makanan bahan pakan dan penggunaan zat makanan:
1. Jagung : x 2000 = 860 gr

2. Dedak : x 2000 = 400 gr

3. Tepung ikan : x 2000 = 300 gr

4. Bungkil kelapa: x 2000 = 400 gr

5. Minyak sayur : x 2000 = 20 gr

6. Top mix : x 2000 = 20 gr

Anda mungkin juga menyukai