PENDAHULUAN
2.2. Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan bahan pakan sumber energi yang paling umum
digunakan untuk pakan unggas. Hal ini dikarenakan jagung sangat palatable dan sangat
besar kandungan energinya. Nilai energi yang dapat dimetabolis (metabolisable energy,
ME) yang terkandung dalam jagung digunakan sebagai standard terhadap bahan pakan
sumber energi lain. Di Amerika utara, industri pakan telah diuntungkan dengan terjadinya
surplus ketersediaan jagung sebagai akibat mekanisiasi, penerapan genetik, dan teknik
agronomis yang diterapkan untuk meningkatkan produktifitas. Namun demikian, hasil
jagung per hektar di negara Asia rendah dan produksinya belum pernah mencukupi
kebutuhan sejalan dengan meningkatnya populasi manusia. Barangkali hanya Thailand di
antara negara-negara Asia yang kemampuan produksinya melebihi dari kebutuhan lokal.
Kandungan nutrisi jagung giling (dasar bahan kering) adalah 9,0% PK, 4,0% LK, 2,5 % SK,
1,5% Abu, dan 83% BETN, 0,02% Ca, dan 0,25% P, serta 3,45 kkal/g. Jagung kuning
mempunyai kelebihan adanya xanthophil yang memberikan warna kuning pada produk-
produk ternak (Anonim, 2005).
Tabel 1. Komposisi kimia dedak padi yang didapat dari tipe penggilingan padi yang berbeda
yang biasa digunakan di Asia (%, dasar bahan kering)
Tipe penggiling
Modern Semi-modern Traditional
Protein Kasar 10,0 9,0-11,0 7,3-7,5
Serat Kasar 12,6-12,9 15,4-15,9 29,3-30,9
Lemak 23,4-31,6 19,2-19,7 6,6-8,6
Abu 12,8-14,3 14,1-15,0 15,5-20,5
Sumber : (Anonim, 2005)
d. Campuran dapat dikatakan homogeny apabila tidak ada perbedaan warna atau
bahan baku yang satu dengan lainnya sulit dibedakan. Bila hasil campuran
sudah homogen.
7. Pengemasan. Pakan bentuk mash siap diberikan ternak atau dikemas dalam
karung kemudian dijahit. Usahakan hasil pengemasan disimpan pada tempat
yang kering.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
Table diatas adalah table untuk penyusunan 100 kg, sedangkan dalam praktikum ini
Ransum yang akan dibuat sebanyak 5 kg,sehingga dapat dihitung sebagai berikut :
1. Jagung
2. Dedak padi halus
3. Konsentrat
4. Top mix
Setelah selesai proses pemeletan, sampling diambil sebanyak 1 kg dari total 5 kg, setelah
dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari berat dari pada pellet tersebut
mengalami penyusutan menjadi 750 gr. Hal ini terkait dengan hilangnya kandungan air
akibat dari pengeringan.
Mash adalah bahan pakan atau campuran bahan berbentuk tepung. Bahan yang
digunakan dalam pembuatan mash yaitu ikan kering yang terlebih dahulu digiling sebelum
dicampurkan dalam pembuatan crumble dan pellet. Tujuan penggilingan ikan kering
tersebut untuk memperkecil dan menghaluskan bahan baku sehingga permukaannya
menjadi lebih luas serta mempermudah dalam proses pencampuran dan pencetakan.
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan
konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Patrick
dan Schaible (1980) menjelaskan keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan
konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh
bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah oksidasi
vitamin. Stevent (1981) menjelaskan lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1)
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat
penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian
pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan
yang tercecer; 3) mencegah “de-mixing” yaitu peruraian kembali komponen penyusun
pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet
merujuk pada Pujaningsih (2006) terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan,
pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
Pengolahan Pendahuluan
Proses pendahuluan ditujukan untuk pemecahan dan pemisahan bahan-bahan
pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan. Setelah seluruh bahan baku
disiapkan, tahap selanjutnya adalah menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam - berbentuk tepung (mash) (McEllhiary,
1994). Seluruh bahan yang telah digiling, ditimbang dengan menggunakan timbangan
duduk. Selanjutnya, bahan–bahan tersebut dicampurkan.
Pembuatan Pelet
Pembuatan pelet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan pengeringan.
Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan pergudangan. Menurut Pfost
(1964), proses penting dalam pembuatan pelet adalah pencampuran (mixing), pengaliran
uap (conditioning), pencetakan (extruding) dan pendinginan (cooling).
Proses kondisioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada bahan yang
ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar partikel bahan penyusun sehingga
penampakan pelet menjadi kompak, durasinya mantap, tekstur dan kekerasannya bagus
(Pujaningsih, 2006). Proses kondisioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan
bahan agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk membuat : (1)
Pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit; (2) Menjadikan pati dari
bahan baku yang ada sebagai perekat; (3) Pakan menjadi lebih lunak sehingga ternak
mudah mencernanya dan (4) Menciptakan aroma pakan yang lebih merangsang nafsu
makan ternak.
Walker (1984) menjelaskan bahwa selama proses kondisioning terjadi penurunan
kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadar air bahan dan menguapnya
sebagia n bahan organik. Proses kondisioning akan optimal bila kadar air bahan berkisar
15 – 18%. Winarno (1997) menjelaskan lebih lanjut bahwa kadar air yang lebih dari 20%
akan menurunkan kekentalan larutan gel hasil gelatinisasi.
Efek lain dari proses kondisioning yaitu menguapnya asam lemak rantai pendek,
denaturasi protein, kerusakan vitamin bahkan terjadinya reaksi “Maillard”. Reaksi
‘Maillard’ yaitu polimerisasi gula pereduksi dengan asam amino primer membentuk
senyawa melanoidin berwarna coklat, proses ini terjadi akibat adanya pemanasan (Muller,
1988). Warna coklat pada bahan ini menurut Muller (1988) menurunkan mutu
penampakan warna pelet. Nikersond dan Louis (1978) menambahkan bahwa pemanasan
dapat menyebabkan dehidrasi pada gula. Gula yang terdehidrasi membentuk polimer
sesama gula yang diikuti oleh gugus amina membentuk senyawa coklat.
Gelatinasi merupakan sumber perekat alami pada proses “pelleting”.Pencetakan
merupakan tahap pemadatan bentuk melalui alat extruder. Temperatur bahan sebelum
masuk ke dalam mesin pencetak sekitar 80°C dengan kelembaban 12–15%. Kelemahan
sistem ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 – 20% ke dalam campuran
pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses pencetakan tersebut. Penambahan
air dimaksudkan untuk membuat campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga
bisa keluar melalui cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran,
mesin akan macet dan pelet yang keluar dari mesin pencetak biasanya kurang padat
(Pujaningsih, 2006).
Selama proses kondisioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air dalam bahan
sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan (Walker, 1984). Proses
pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur pelet dengan
menggunakan aliran udara sehingga pelet menjadi lebih kering dan keras. Proses ini
meliputi pendinginan butiran-butiran pelet yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak
mudah pecah. Pengeringan dan pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk
menghindarkan pelet itu dari serangan jamur selama penyimpanan
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam pakan
menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan ternak pada umumnya. Proses
pengeringan perlu dilakukan apabila pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika
pencetakan dilakukan dengan mesin pelet sistem kering, cukup dikering anginkan saja
hingga uap panasnya hilang, sehingga pelet menjadi kering dan tidak mudah berubah
kembali ke bentuk tepung (Pfost, 1964). Proses pengeringan bisa dilakukan dengan
penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat tergantung kepada
cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga dengan baik, jangan sampai tercemar
debu atau kotoran dan gangguan hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa
penyakit. Jika alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya
investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.
Perlakuan Akhir
Penentuan ukuran pelet disesuaikan dengan jenis ternak. Pujaningsih (2006)
melaporkan bahwa diameter pelet untuk sapi perah dan sapi pedaging adalah 1,9 cm (0,75
inci), untuk anak babi 1,5 cm (0,59 inci) dan babi masa pertumbuhan 1,6 cm (0,62 inci),
untuk ayam pedaging periode starter dan finisher 1,2 cm (0,48 inci). Garis tengah pelet
untuk pakan dengan konsentrasi protein tinggi adalah 1,7 cm (0,67 inci) dan 0,97 cm (0,38
inci) untuk pakan yang mengandung urea.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Sampling Bahan Pakan dan Control Kualitas. Ayam dan Telur, No. 100 :
59-60
Fairfield D.C. 2003. Purchasing and receiving operation step 1 in feed quality and mill
profits. Feed and feeding digest. May 15 Vol. 54 (2).
Khajerern. J,. D. Sinchermsiri. A. Hanbunchong. And U. Kanto. 1987. Manual of Feed
Microscopy and Quality Control. American Soybean Association.
National Renderer Association US Feed Grains Council. Bangkok
Louis. 1978. The Effect of Diet Particle Size on Feed Animal Performance. MF2050.
Kansas state University Reseach and Extension. Manhattan
Muller. 1988. Microscopy : Fast QA to Characteristics Raw Marerials. Feed
International. October 1988 : 28-29.
Muttaqin. A. 2001. Teknik Pengendalian KEAMANAN Bahan Baku dan Pakan di PT.
Charoen Pokphan Indonesia. Balaraja Feed Mill Co. Ltd. Laporan
Magang. Jurusan ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Intitut Pertanian Bogor.
Pfost. 1964. Moisture in Feed and Food Product : It Is Not Just Water. Feed
Management. September 1964. Vol 54 (7)
Walker. 1984. Grain Sampling Prosedures. USDA. GIPSA Tehnical Service Division.
Kansas City.