Anda di halaman 1dari 19

BIO 30271

PTA

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

2011/2012

Dra. SITARESMI, M.Sc.

FMIPA UI

Drs. IMAN SANTOSO, M.Phil.

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI


FERMENTASI

NAMA

: MUHAMAD KHAERULLOH

NPM

: 0906632953

KELOMPOK

: III (TIGA) B

TANGGAL PRAKTIKUM : 21 DESEMBER 2011


ASISTEN

: ACHMAD RIZKI
USMAN ARIF

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ,MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
2011

1
FERMENTASI

I.

TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami proses fermentasi pada substrat padat dan cair.
2. Mengetahui peranan mikroorganisme dalam proses fermentasi

II.

TEORI

Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa


yang lebih sederhana dengan bantuan enzim mikroorganisme. Proses tersebut
dapat berlangsung dalam lingkungan aerob atau anaerob, tergantung dari sifat
mikroorganismenya. Salah satu hasil akhir dari proses fermentasi adalah energi.
Fermentasi merupakan jalur metabolisme yang berlangsung tanpa oksigen. Enzim
spesifik merubah molekul asam piruvat menjadi asam, alkohol, dan hasil akhir
lainnya dalam proses fermentasi (Gandjar dkk. 1992: 62)
Umumnya proses fermentasi dibedakan atas fermentasi substrat padat
(solid substrate fermentation) jika substratnya padat, seperti daging dan beras, dan
fermentasi substrat cair (liquid substrate fermentation) jika substratnya cair,
seperti air kelapa, susu, dan sari buah. Penamaan proses fermentasi didasarkan
atas nama hasil akhir yang diperoleh melalui proses tersebut, misalnya: fermentasi
alkohol berarti hasil akhirnya alkohol, fermentasi tempe berarti hasil akhirnya
tempe, fermentasi dadih berarti hasil akhirnya dadih (Gandjar dkk. 1992: 62)
Fermentasi dapat melalui jalur Embden-Meyerhoff, yang merupakan
mekanisme umum untuk mengubah glukosa menjadi asam piruvat. Asam piruvat
akan mengalami metabolisme tambahan untuk menghasilkan prouk fermentasi
akhir seperti yang diperlihatkan pada langkah berikut:
1. Fermentasi asam homoklat (beberapa Staphylococcus dan Lactobacilus)
NADH

NAD

Asam piruvat

asam laktat

2. Fermentsi beralkohol (khamir)


CO2

NADH
1

NAD

2
Asam piruvat

asetildehid

etanol

3. Fermentasi asam campur (Escherischia coli dan beberapa bakteri saluran


pencernaan lain).
4. Fermentasi glikol butilen (Enterobacter, Bacillus, Pseudomonas).
5. Fermentasi asam propionat (Propionibacterium, Veilonela).
6. Asam butirat, butanol, fermentasi aseton (Clostiridium)
(Volk & Wheeler 1984: 103).
Industri makanan dan minuman banyak memanfaatkan mikroorganisme
karena mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan fisika
maupun kimia pada senyawa organik tertentu yang digunakan dalam suatu
industri. Contohnya adalah fermentasi laktat oleh bakteri, fermentasi alkohol oleh
khamir, dan makanan seperti tape dan ketan yang difermentasikan oleh biakan
campuran antara kapang dan khamir (Sarless dkk. 1956: 176).
Beberapa contoh fermentasi oleh mikroorganisme dan hasilnya adalah
sebagai berikut:
1.

Fermentasi etanol oleh fungi menghasilkan etanol dan CO2.

2.

Fermentasi asam laktat (homofermentasi) oleh Streptococcus dan


Lactobacillus, menghasilkan asam laktat.

3.

Fermentasi butilen glikol oleh Enterobacter dan Aeromonas menghasilkan


etanol, asetoin, butilen glikol, CO2, asam laktat, asam asetat dan format.

4.

Fermentasi asam propionat oleh Clostridium, Propionicum,


Propionibacterium dan Corynebacterium diphteriae, menghasilkan asam
propionat, asam asetat, asam suksinat dan CO2.

5.

Fermentasi asam campuran oleh Escherichia, Salmonella, Shigella dan


Proteus, menghasilkan asam laktat, asam format dan suksinat.

6.

Fermentasi butanol-butirat oleh Butyribacterium dan Clostridium


menghasilkan etanol, asam butirat, asam asetat, isopropanol, etanol, H2 dan
CO2.

(Lay & Hastowo 1992: 117).


A. FERMENTASI TEMPE

3
Tempe merupakan makan fermentasi tradisional Indonesia. Hasil
fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus merupakan senyawa-senyawa sederhana
yang lebih mudah diserap oleh tubuh. Oleh karena itu, nilai gizi tempe lebih baik
dibandingkan dengan kedelai (McKane & Kandel 1996: 265).
Fermentasi tempe dilakukan dengan menggunakan dua macam sumber
mikroorganisme pelaku fermentasi yaitu biakan murni Rhizopus oryzae dan usar.
Usar adalah biakan campuran berbagai macam kapang marga Rhizopus dengan
mikroorganisme lain. Pembuatan tempe dengan cara usar yang terdiri dari
kapang, khamir, dan bakteri dapat menimbulkan rasa yang lebih enak daripada
tempe yang dibuat dari biakan murni Rhizopus . Usar atau laru adalah ragi tempe
atau inokulum yang digunakan dalam fermentasi tempe secara tradisional, dan
didalamnya terdapat kultur campuran (banyak mikroorganisme) yang memberikan
aroma khas dibandingkan bila menggunakan kultur tunggal (satu
mikroorganisme). Seringkali protein yang terkandung pada tempe tradisional
dengan menggunakan kultur campuran lebih tinggi daripada tempe yang terdiri
dari kultur tunggal (McKane & Kandel 1996: 265).
B. FERMENTASI TAPE
Tape merupakan makanan fermentasi yang dapat dihasilkan dari singkong
matang atau ketan. Cara mencapurkan singkong atau ketan adalah dengan ragi
tape yang mengandung campuran biakan kapang atau khamir tertentu. Tape ada 2
(dua) jenis, yaitu tape seralia dan tape umbi. Tape serealia adalah tape yang
dihasilkan dari ketan dan beberapa jenis serealia lainnya, sedangkan tape umbi
merupakan tape yang dihasilkan dari umbi-umbian seperti ubi atau singkong
(Saono dkk. 1982: 11).
Ragi tape terbuat dari campuran tepung beras dengan rempah-rempah.
Rempah-rempah tersebut diantaranya adalah bawang putih, jahe, lengkuas, jeruk
nipis, lada, kapulaga, dan gula. Rempah-rempah tersebut dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, seperti Aspergillus niger,
Rhizopus oryzae, dan Bacillus subtilis. Rempah-rempah yang dipakai
mempengaruhi ragi sehingga cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme untuk

4
fermentasi. Terdapatnya kapang dalam ragi tape berperanan dalam hal mengurai
pati menjadi senyawa gula sedangkan khamir yang ada dalam ragi tape dapat
mengurai senyawa gula menjadi alkohol (Alatas 1985: 13).
Tape umbi dapat dibuat dari umbi-umbian seperti singkong ataupun ubi.
Umbi-umbian yang digunakan harus dimasak terlebih dahulu sebelum ditaburkan
ragi secara merata. Umbi-umbian kemudian diinkubasi pada suhu sekitar 30 O C
dan dalam kondisi anaerob. Tekstrur dari umbi-umbian setelah proses inkubasi
akan menjadi sangat lembut (Anfiteatro 1999: 2).
Singkong mengandung sejumlah protein yang rendah tetapi mengandung
karbohidrat yang tinggi. Apabila singkong diolah menjadi tape, maka kandungan
proteinnya akan meningkat, yaitu dari 1--2% menjadi 4%. Selain itu, singkong
digunakan sebagai substrat untuk pembuatan single cell production karena
singkong merupakan sumber karbohidrat yang murah dan mudah ditanam. Masa
panen dari singkong juga cukup singkat (Alatas 1985: 11& 13; Anfiteatro 1999:
2).
Tape ketan disiapkan dengan cara memasak beras ketan dengan air, dan
setelah masak, ragi diinokulasikan ke dalamnnya. Beras ketan harus dimasak
terlebih dahulu sebelum dilakukan proses fermentasi. Hal tersebut bertujuan
untuk melunakkan substrat dan mematikan mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Ragi kemudian diratakan dalam ketan dan diinkubasi dalam kondisi
anaerob pada suhu sekitar 30 O C selama 1--3 hari. Secara tradisional, kadang
ketan putih akan diwarna hijau menggunakan ekstrak tumbuhan, sedangkan tape
ketan hitam menggunakan ketan hitam. Beras ketan putih mengandung flavin,
sedangkan beras ketan hitam mengandung antosianin. Molekul antosianin
mengandung gugusan glukosa, sedangkan flavin tidak mengandung gugusan gula
(Anfiteatro 1999: 2).
Proses pembuatan tape memerlukan beberapa mikroorganisme penting,
diantaranya adalah:
1. Kapang-kapang amilolitik: Terdiri dari Amylomyces, Mucor, Rhizopus.
Amylomyces dan Mucor berperan sebagai pemanis dan penghasil cairan,
sedangkan Rhizopus berperan sebagai penghasil cairan dan alkohol.

5
2. Khamir-khamir amilolitik: Terdiri dari Endomycopsis, Saccharomyces,
Hansenula, dan Candida. Endomycopsis berperan sebagai penghasil alkohol
dan penambah aroma, Saccharomyces berperan sebagai penghasil alkohol dan
aroma, sedangkan Hansenula dan Candida berperan sebagai penghasil aroma.
3. Bakteri asam laktat: Termasuk Pediococcus sebagai penghasil asam laktat.
4. Bakteri amilolitik: Termasuk Bacillus yang berperan sebagai pemanis tape.
(Saono dkk. 1982: 246).
C. FERMENTASI SARI BUAH (CIDER)
Fermentasi sari buah (cider) dilakukan dengan menggunakan flora khamir
alami atau penambahan biakan khamir starter. Khamir starter yang biasa
digunakan adalah Saccharomyces cereviseae. Khamir jenis tersebut digunakan
karena tidak dapat menghambat struktur sulfur dioksida seperti pada bakteri asam
atau khamir lainnya. Suhu yang dapat mendukung fermentasi sari buah (cider)
adalah suhu sekitar 20--30 O C (Sarles dkk. 1956: 178).
Proses fermentasi sari buah menggunakan sari buah yang mengandung
konsentrasi glukosa dan dekstrosa 12--30%. Penambahan asam tartarat, asam
malat, dan asam lainnya seperti tannin termasuk penambahan sulfur dioksida pada
sari buah komersial (wine), bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Rasa dan aroma sari buah tergantung
pada:
1. Asal dan kualitas dari sari buah
2. Khamir yang digunakan untuk fermentasi
3. Keadaan selama proses fermentasi
4. Suhu, waktu, aerasi, dan lain-lain.
(Frobisher dkk. 1957: 564--565).
Starter yang digunakan merupakan biakan Saccharomyces cereviseae
dalam bentuk campuran suspensi inokulum. Fungsi starter dalam proses
fermentasi sari buah (cider) adalah:

6
1. Mengadaptasi mikroorganisme substrat agar dapat menghasilkan produk
fermentasi yang baik. Apabila biakan dimasukkan dalam starter, maka
kegagalan proses fermentasi segera dapat diketahui.
2. Biakan akan tetap aktif jika diinokulasikan dalam starter. Apabila biakan
diinokulasikan secara langsung dalam volume substrat yang besar,
kemungkinan biakan akan mati atau berkurang keaktifannya
(Sarles dkk. 1956: 178--180).
Untuk menghitung kadar alkohol, maka diambil 10 ml sari buah sebelum
dan sesudah fermentasi untuk dihitung titik didihnya dan dibandingkan dengan
titik didih air. Penentuan titik didih berdasarkan adanya gelembung gas yang
pertama kali pada pemanasan sari buah (Gandjar dkk. 1992: 65).
D. FERMENTASI YOGHURT
Susu asam (yoghurt) dihasilkan apabila susu disimpan dalam kondisi yang
memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan rasa asam
yang khas. Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi susu asam adalah
Streptococcus lactis dan beberapa jenis bakteri laktobasil. Jenis-jenis
mikroorganisme lain yang kemungkinan mengkontaminasi susu dapat
menghasilkan produk yang tidak dapat dikonsumsi (Pelczar & Chan 1981: 627).
Proses utama yang terjadi adalah fermentasi laktosa menjadi asam laktat.
Pertumbuhan mikroorganisme di dalam susu dapat menyebabkan perubahan
tekstur menjadi kental. Akumulasi ekstensif suatu materi kapsular yang
diproduksi oleh mikroorganismelah yang menyebabkan peningkatan kekentalan
tersebut. Agen yang menyebabkan kondisi tersebut pada umumnya adalah jenis
Alcaligenes viscolactis. Beberapa jenis Micrococcus seperti Enterobacter
aerogenes juga dapat meningkatkan kekentalan susu (Pelczar & Reid 1958: 439).

III.

HASIL PENGAMATAN
Tabel pengamatan dapat dilihat di lampiran.

IV.

PEMBAHASAN

A. FERMENTASI TEMPE
Percobaan fermentasi tempe dilakukan dengan menyiapkan dua cawan
petri yang berisi kacang kedelai. Sebelum digunakan sebaiknya kacang kedelai
direndam selama 1 malam agar tercipta lingkungan yang asam, karena biasanya
kapang menyukai kondisi yang asam. Kacang kedelai sebagai substrat dalam
fermentasi tempe direbus terlebih dahulu untuk melunakkan kedelai, sebelumnya
kulit kedelai dihilangkan terlebih dahulu karena Rhizopus tidak dapat mengurai
kulit kedelai. Kedelai juga mengandung pektin yang dapat menghambat jalannya
proses fermentasi. Rhizopus tidak dapat mengurai pektin karena tidak memiliki
enzim untuk menguraikan pektin. Pelunakkan kedelai dimaksudkan agar proses
fermentasi dapat berjalan.
Cawan petri I diinokulasikan dengan biakan Rhizopus oryzae dan pada
cawan petri II diinokulasikan dengan usar. Berdasarkan hasil pengamatan pada
tabel 1, setelah diinkubasi selama 24 jam, tempe usar terlihat berwarna putih dan
wangi serta sudah cukup kompak (lebih hangat), telah ada pertumbuhan hifa yang
cukup banyak, namun belum ada sporulasi. Sebaliknya, tempe dengan Rhizopus
belum kompak (kedelai masih terpisahpisah) dan berbau seperti tempe busuk,
belum adanya sporulasi dan pertumbuhan hifa.
Pengamatan 48 jam, menunjukkan bahwa pada kedelai yang
difermentasikan dengan menggunakan biakan Rhizopus oryzae terbentuk tempe
yang sedikit padat/kompak dengan pertumbuhan hifa kapang yang sedikit dan
sporulasi belum tampak. Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
fermentasi hanya menggunakan satu macam mikroorganisme sehingga hasilnya
kurang baik, dan penginokulasian biakan yang kurang merata. Kacang kedelai
yang difermentasi dengan menggunakan usar dapat membentuk tempe yang
kompak. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya sporulasi yang merata pada
bagian bawah dan atas cawan petri, pertumbuhan miselium kapang yang kompak
sehingga bentuk tempe yang dihasilkan padat.

8
Tempe yang menggunakan usar lebih padat dibandingkan dengan yang
menggunakan suspensi spora Rhizopus oryzae. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh usar yang merupakan biakan campuran yang terdir dari Rhizopus. Usar yang
mengandung kultur campuran (banyak mikroorganisme) dapat memberi aroma
yang khas dan lebih lezat pada tempe jika dibandingkan dengan menggunakan
kultur tunggal (satu mikroorganisme). Protein yang terkandung pada tempe
tradisional pada umumnya lebih tinggi daripada tempe yang terdiri dari kultur
tunggal. Bau amonia yang ditimbulkan oleh tempe disebabkan oleh enzim
protease yang dimiliki oleh kapang Rhizopus menghidrolisis protein menjadi asam
amino, dan asam amino tersebut akan melepaskan NH2 yang berbau asam melalui
proses deaminasi (McKane & Kandel 1996: 265).
B. FERMENTASI TAPE
Tape dapat dibuat dengan berbagai macam serealia (beras, ketan
hitam/putih) dan umbi-umbian (singkong, ubi). Tape dibuat dengan cara
menginokulasikan serealia atau umbi dengan ragi tape yang sudah dihaluskan
sebanyak 0,1% (b/b) kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 28--30 oC. Ragi tape atau biakan murni yang
digunakan dalam fermentasi umumnya terdiri atas kapang Chlamydomucor
oryzae dan Endomycopsis burtonii atau Mucor indicus dan Saccharomyces
fibuligera (Gandjar dkk. 1992: 63--64).
a. Tape ketan
Percobaan fermentasi tape ketan menggunakan ketan putih (kel 1,4,5) dan
ketan item (kel 2,3,6). Hasil pengamatan 48 jam menunjukkan bahwa tape dari
ketan putih pada kelompok 1, 4, dan 5 umumnya sudah lunak dan berair, serta
umumnya memiliki rasa asam, manis, dan gurih. Pengamatan 48 jam pada tape
dari ketan item juga memberikan hasil yang hampir sama dengan tape dari ketan
putih. Tape dari ketan item pada kelompok 2,3, dan 6 juga agak lunak, beberapa
bagian masih ahak keras serta memiliki rasa agak asam, manis dan gurih.

9
Masih kerasnya tape dari ketan putih maupun ketan item mungkin disebabkan
kurang matangnya ketan item dan putih pada saat dikukus.
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan fermentasi tape dari ketan putih
dan ketan item memberikan hasil yang hampir sama.
b. Tape singkong
Pengamatan 48 jam menunjukkan bahwa tape singkong dari kelima kelompok
memberikan hasil yang berbeda. Rasa tape singkong ada yang manis, asam, pahit,
dan asam, sedangkan morfologinya telihat keras dan lembut. Tape singkong
yang lembut tersebut disebabkan matangnya singkong pada saat dikukus.
Perbedaan rasa disebabkan kurang menyebarnya ragi tape pada saat dimasukkan
kedalam substrat.
C. FERMENTASI ANGGUR BUAH (CIDER)
Percobaan fermentasi sari buah dilakukan dengan menginokulasikan
starter yang berisi biakan Saccharomyces cerevisiae. Biakan tersebut dapat
mengubah senyawa gula pada buah menjadi alkohol dan gas sebagai produk
fermentasinya. Starter adalah sari buah yang ditambahkan glukosa sebanyak 15-20%. Penambahan gula atau glukosa pada starter bertujuan untuk meningkatkan
kadar alkohol yang dihasilkan, karena kadar glukosa yang terkandung di dalam
sari buah tidak mencukupi. Khamir, dengan penambahan gula, diharapkan dapat
lebih mudah menghidrolisis pati menjadi disakarida maupun monosakarida.
Saccharomyces cerevisiae memiliki aktivitas yang tinggi terhadap gula
monosakarida dan disakarida, serta mampu menghasilkan alkohol dalam
konsentrasi tinggi sebagai produk fermentasinya. Adanya busa pada starter
menunjukkan bahwa metabolisme Saccharomyces cerevisiae berjalan dengan
baik.
Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob. Untuk menghindari adanya
kebocoran udara atau kemasukkan oksigen, maka labu fermentasi ditutup rapat
dan dihubungkan dengan selang yang dimasukkan ke dalam air untuk mengetahui
adanya gas yang dikeluarkan sebagai hasil dari proses fermentasi.

10
Sebelum dilakukan penginokulasian, praktikan menghitung terlebih
dahulu titik didih akuades dan setelah penginokulasian, titik didih sari buah juga
dihitung. Penentuan titik didih dilihat berdasarkan adanya gelembung gas yang
pertama kali muncul pada sari buah yang dipanaskan. Pemanasan hingga
mencapai titik didih dilakukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang tidak
diinginkan, juga untuk mendenaturasi enzim yang menghidrolisis pati,
menghentikan pengeluaran gula secara enzimatis (McKane & Kandell 1996: 738).
Saccharomyces cerevisiae yang diinokulasi terdapat dalam bentuk starter
yaitu campuran suspensi inokulum dengan sari buah yang telah dipasteurisasi dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28--30 oC. Starter dibuat dengan cara
menginokulasikan biakan murni Saccharomyces cerevisiae dalam volume 2--5%
sari buah yang akan difermentasi. Fungsi starter adalah:
1. Mengadaptasi mikroorganisme substrat agar dapat menghasilkan produk
ferementasi yang baik dan tidak menimbulkan kerugian dalam jumlah besar.
Apabila biakan dimasukkan dalam starter, maka kegagalan proses fermentasi
akan segera dapat diketahui.
2. Biakan tidak mati dan tetap aktif jika diinokulasikan dalam starter. Apabila
biakan langsung diinokulasikan dalam volume substrat yang besar,
kemungkinan biakan akan mati atau berkurang keaktifannya.
(Sarles dkk. 1956: 178--180).
Sari buah yang digunakan berasal dari buah yang mengandung karbohidrat
sebagai sumber gula, seperti salak, anggur, dan apel. Berdasarkan tabel 4, setelah
dilakukan fermentasi selama 7 hari, terlihat adanya gelembung gas (busa) pada
masing-masing sari buah. Aroma yang dihasilkan dari semua sari buah adalah
aroma yang menyengat dan memiliki rasa pahit (anggur), manis (apel), dan asam
(salak). Adanya gelembung gas (busa) dan rasa yang pahit pada sari buah
menunjukkan bahwa proses fermentasi menghasilkan gas dan alkohol.
Pengamatan cider anggur kelompok I dan II menunjukkan warna coklat, cider
apel kelompok III dan IV menunjukkan warna coklat muda, sedangkan cider salak
kelompok V dan VI menunjukkan coklat keruh.
Kadar alkohol yang terkandung dari sari buah dapat diketahui melalui
penghitungan selisih titik didih akuades dengan titik didih setelah fermentasi dan

11
sebelum fermentasi. Menurut tabel Steinkraus, perbedaan titik didih
menunjukkan persentase kadar alkohol dalam larutan. Setelah dihitung, kadar
alkohol yang terkandung dalam sari buah anggur, apel dan salak adalah rata-rata
lebih dari 10%. Fermentasi menghasilkan CO2 dan H2O dari gula yang berasal
dari sari buah. Apabila pertumbuhan khamir cukup baik, maka aerasi dihentikan
dan fermentasi berjalan secara anaerob sehingga menghasilkan etanol dengan
konsentrasi 10--20% (Frobisher dkk. 1957: 565).
D. FERMENTASI YOGURT
Fermentasi yoghurt dimulai dengan memasukkan 2 sendok makan starter
ke dalam botol yang berisi dengan dua jenis pengolahan susu, yaitu pasterurisasi
dan UHT, kemudian diaduk-aduk. Starter tersebut diperoleh dari yoghurt
kemasan yang dibeli di supermarket dengan rasa asli (plain). Setelah inkubasi
selama 48 jam pada suhu 28--30 C, diamati perubahan yang terjadi pada hasil
fermentasi yoghurt tersebut. . Inokulum yang digunakan dalam percobaan adalah
Lactobacillus , Streptococcus dan beberapa jenis bakteri laktobasil. Jenis-jenis
mikroorganisme lain yang kemungkinan mengkontaminasi susu dapat
menghasilkan produk yang tidak dapat dikonsumsi (Pelczar & Chan 1981: 627).
Berdasarkan percobaan, diketahui bahwa yoghurt dengan menggunakan
susu jenis pasteurisasi diperoleh hasil susu yang rusak, terjadi penggumpalan
akibat susu tidak lagi dalam kondisi baik, sedangkan yoghurt yang berasal dari
susu jenis UHT diperoleh hasil yang baik, akibat tingkat keawetan menggunakan
UHT lebih lama yang berakibat susu lebih tahan lama untuk rusak. Kedua jenis
yoghurt menghasilkan rasa asam yang berbeda. Intensitas asam yoghurt
menunjukkan proses fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang semakin
optimal (Pelczar & Chan 1981: 627).
Rasa asam merupakan rasa yang dihasilkan dari hasil fermentasi
Lactobacillus dan Streptococcus, yaitu asam laktat atau asam asetat.
Reaksinya adalah sebagai berikut:
1. Glukosa

asam piruvat (proses Glikolisis).


enzim

12
C6H12O6

2 C2H3OCOOH + Energi

2. Dehidrogenasi asam piravat akan terbentuk asam laktat.


2 C2H3OCOOH + 2 NADH2

2 C2H5OCOOH + 2 NAD

piruvat dehidrogenase
Energi yang terbentuk dari glikolisis hingga terbentuk asam laktat :
8 ATP-2 NADH2 = 8 - 2(3 ATP) = 2 ATP. Lactobacillus dan Streptococcus
menggunakan sumber laktosa pada susu baik susu skim, susu pasteurisasi ataupun
susu full cream (Case & Johnson 1988: 151).
Kekentalan pada proses fermentasi susu juga disebabkan oleh jenis-jenis
mikroorganisme tertentu di dalam susu yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan tekstur susu menjadi kental. Intensitas kekentalan yang meningkat
disebabkan oleh akumulasi ekstensif suatu materi kapsular yang diproduksi oleh
mikroorganisme (Pelczar & Reid 1958: 439).

V.

KESIMPULAN
1. Fermentasi substrat padat dilakukan pada fermentasi tempe dan fermentasi
tape, sedangkan fermentasi substrat cair dilakukan pada fermentasi anggur
buah dan fermentasi yogurt.
2. Beberapa jenis mikroorganisme dapat melakukan fermentasi yang
menghasilkan asam dan gas, hasil fermentasi dapat berupa asam dan
alcohol.

VI.

DAFTAR ACUAN

Alatas, Z. 1985. Pertumbuhan dan beberapa sifat biokimia Chlamydomucor


oryzae asal ragi tape pada medium singkong. Skripsi Sarjana (S1) Biologi.
Jurusan Biologi FMIPA-UI, Depok: 58 hlm.
Anfiteatro, D.N. 1999. Dom's culture-foods of asia in-site. 25 Desember 2005: 5
hlm. http://users.chariot.net.au/~dna/koji.html. 1 Juni 2007. pk. 19.58.

13
Case, C.L. & T.R. Johnson. 1984. Laboratory experiments in microbiology. The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc., Menlo Parte: xi + 414 hlm.
Frobisher, R.D.H., K.T. Crabtree, & C.H. Goodheart. 1957. Fundamental of
microbiology. Ed. Ke-9. Toppan Co., Tokyo: xviii + 850 hlm.
Gandjar, I., I.M. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman
praktikum mikrobiologi dasar. Jurusan Biologi FMIPA UI, Jakarta: vii + 87
hlm.
Lay, B.W. & S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Press, Jakarta: viii + 376
hlm.
McKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology: Essentials and application. Ed.ke2. McGraw-Hill, Inc., New York: xxviii + 843 hlm.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1981. Microbiology. McGraw-Hill Book Company,
New York: vi + 698 hlm.
Pelczar, Jr., M.J. & R.D. Reid. 1958: Microbiology. McGraw-Hill, New York: vii
+ 564 hlm.
Saono. J.K.D. 1982. Microflora of ragi: Its composition and as source of
industrial yeast. Dalam: Saono, J.K.D., F.G. Winarno, & D. Karyadi. 1982.
Food fermentation as a industrial resources in ASCA countries. LIPI,
Jakarta: 241--251 hlm.
Sarles, W.B., W.C. Frazier, & J.B. Ford. 1956. Microbiology. Ed. Ke-2. Harper &
Brothers, New York: xi + 491 hlm.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1990. Mikrobiologi dasar I. Terj. dari Basic
microbiology, oleh Markham. Erlangga, Jakarta: xii + 396 hlm.

14

LAMPIRAN
Tabel 1. Hasil pengamatan fermentasi tempe
Sifat

Usar

Rhizopus oryzae
24 jam
48 jam
+
+

Konsistensi/kekompakka
n
Warna
Aroma

24 jam
+++

48 jam
+++++

Putih (hifa)
Tempe

Putih (hifa)
Tempe

putih
Kedelai

Sporulasi
Hifa

++++

+++++

Putih
Aroma
tempe
busuk
++

Tabel 2. Hasil pengamatan fermentasi tape ketan


Kelompok

Substrat

IB
IIB
IIIB
IVB
VB

Ketan putih
Ketan hitam
Ketan hitam
Ketan putih
Ketan putih

VIB

Ketan hitam

Pengamatan 48 jam
Rasa
Morfologi
Asam
Lunak (bau tapai)
Agak manis
Berair, agak lunak
Sedikit manis
Sedikit lunak, sedikit berair
Manis agak pahit
Lunak, sedikit berair
Rasa tapai (++++)
Warna putih, tekstur lembut
berair
Manis, matang
Warna ungu kehitaman, lunak

Tabel 3. Hasil pengamatan fermentasi tape singkong


Kelompok
IB
IIB
IIIB
IVB
VB
VIB

Pengamatan 48 jam
Rasa
Morfologi
Asam
Lunak, bau tapai
Kurang manis
Lunak
Sedikit manis
Sedikit lunak
Asam agak pahit
Agak kenyal
Rasa tapai (+++++)
Lembut berair
Asam
Warna kuning, lunak

15

Tabel 4. Hasil pengamatan fermentasi cider


Kelompok

Jenis
Buah

48 Jam

7 Hari

%Alkohol

Jumlah
Busa

Warna

Rasa

Jumlah
Busa

Warna

Awal

Akhir

Merah
kecoklatan
Ungu
kecoklatan
Coklat (ada
endapan)

Pahit

++++

Coklat

11

11%

Sedikit
pahit
Manis
agak
asam
Manis
seperti
madu
Sedikit
asam
Pahit
agak
asam

Coklat

11,5

12%

+++

Coklat
agak jingga

++

Coklat
keruh

1%

Coklat
lebih keruh
Coklat
kehitaman

12

>15%

9%

IB

Anggur

+++

IIB

Anggur

++++

IIIB

Apel

++

IVB

Apel

Coklat agak
keruh

VB

Salak

VIB

Salak

Coklat
keruh
Coklat agak
hitam

Tabel 5. Hasil pengamatan fermentasi yogurt


Kelompok

Jenis susu

IB
IIB
IIIB
IVB
VB

UHT
Pasteurisasi
UHT
Pasteurisasi
UHT

VIB

Pasteurisasi

48 jam
Keasaman Kekentala
n
Asam
Kental
+++
++
+++
++++
-

encer

Keterangan
Tidak manis
Susunya rusak
Tidak manis
Susunya rusak
Warna putih, bau asam
yogurt
Terdapat endapan di dasar
susu

16

Gambar 1. Yoghurt plain


[Sumber: Dokumentasi pribadi]

Gambar 2. Fermentasi tempe usar


[Sumber: Dokumentasi pribadi]

17

Gambar 3. Fermentasi tempe dengan Rhizophus


[Sumber: Dokumentasi pribadi]

18

Gambar 4. Fermentasi tape


[Sumber: Dokumentasi pribadi]

Gambar 5. Fermentasi ketan hitam


[Sumber: Dokumentasi pribadi

Anda mungkin juga menyukai