PTA
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
2011/2012
FMIPA UI
NAMA
: MUHAMAD KHAERULLOH
NPM
: 0906632953
KELOMPOK
: III (TIGA) B
: NUR EL FADHILA
SEYLA FENINA
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
DEPOK
2011
1
ENUMERASI MIKROORGANISME
I.
TUJUAN
1. Mempraktikan teknik enumerasi menggunakan metode Total Plate Count
(TPC).
2. Mengetahui cara menghitung mikroorganisme dalam susu dengan
menggunakan metode Total Plate Count (TPC).
II.
TEORI
Perhitungan jumlah mikroorganisme dalam satu wilayah disebut
enumerasi. Enumerasi mikroorganisme dilakukan terhadap sampel yang
didapatkan dari lingkungan. Enumerasi dapat berfungsi mengevaluasi diversitas
komunitas mikroorganisme atau jumlah kuantitatif dari satu mikroorganisme
tertentu, mengetahui kualitas keamanan bahan pangan, penentuan kualitas air serta
indikator pencemaran. Hasil perhitungan enumerasi juga dapat dijadikan
Informasi terbentuk level kontaminasi oleh logam, toksikan organik atau patogen.
Jumlah mikroorganisme yang terdapat suatu media sangat bervariasi, tergantung
dari jenis media tersebut dan kondisi lingkungan. Jumlah mikroorganisme
tersebut dapat dihitung secara langsung maupun tidak langsung (Gandjar
dkk.1992: 38; Maier dkk. 2000: 213).
Enumerasi mikroorganisme dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dapat menggunakan ruang hitung ataupun preparat
olesan. Secara tidak langsung dapat dilakukan menggunakan turbidometer,
analisis kimia, volume total, berat kering, kultur tabung putar, ataupun total plate
count. Penghitungan secara langsung dilakukan tanpa dikulturkan terlebih
dahulu, langsung dihitung di bawah mikroskop. Penghitungan secara tidak
langsung biasanya memerlukan pengkulturan terlebih dahulu, minimal 24 jam
(Brock & Madigan 1991: 309--310; Gandjar dkk. 1992: 39).
2
Jumlah mikroorganisme yang ada di dalam suatu bahan sangat bervariasi,
tergantung dari jenis bahan itu sendiri dan kondisi lingkungannya. Jumlah
mikroorganisme tersebut dapat dihitung dengan beberapa cara, yaitu:
A. Secara Langsung
1. Ruang hitung (counting chamber)
Larutan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam ruang hitung
haemocytometer yang telah diketahui volumenya, kemudian dengan menghitung
mikroorganisme yang terdapat pada kotak-kotak yang ada di dalam
haemocytometer dan mengalikannya dengan volumenya, maka jumlah
mikroorganisme per ml sample dapat diketahui.
2. Preparat olesan (smear count)
Cara tersebut dilakukan dengan membuat preparat oles dari sejumlah
volume tertentu dari larutan sampel dan disebarkan di atas gelas objek dalam luas
tertentu pula. Selanjutnya preparat olesan ini difiksasi dan diberi pengecatan
dengan larutan cat, dan dihitung di bawah mikroskop. Jumlah mikroorganisme
per ml sampel dapat diketahui dengan mengetahui luas bidang pandang
mikroskop dan jumlah mikroorganisme yang ada dalam bidang tersebut.
(Gandjar dkk. 1992: 38).
B. Secara Tidak Langsung
1. Turbidometer
Penghitungan mikroorganisme dilakukan dengan cara mengukur
persentase cahaya yang melewati larutan yang diperiksa. Persentase cahaya yang
lewat merupakan perbandingan langsung dari konsentrasi sel yang dinyatakan
dengan OD (Optical Density).
2. Cara kimia
Cara tersebut mengukur jumlah senyawa yang karakteristik di dalam sel,
seperti nitrogen dan DNA, kemudian dengan menggunakan suatu standar, dapat
dihitung protoplasma selnya.
3. Cara volume total
Cara tersebut dilakukan dengan mengukur volume total dari endapan sel
yang telah disentrifus.
4. Cara berat kering
3
Larutan yang diperiksa disentrifus, kemudian endapannya dikeringkan dan
ditimbang.
5. Kultur tabung putar
Sampel yang akan diperiksa diencerkan terlebih dahulu, selanjutnya
dimasukkan ke dalam medium agar yang telah dicairkan. Secara aseptik, agar
yang telah diinokulasi dituang ke dalam tabung kultur yang besar, kemudian
diputar dengan alat pemutar listrik sehingga medium agar tersebar merata. Koloni
yang tumbuh setelah tabung diinokulasikan dihitung, sehingga dapat diketahui
jumlah mikroorganisme per ml sampel.
6. Total Plate Count (TPC)
Sampel yang akan diperiksa diencerkan sampai konsentrasi tertentu,
kemudian diambil sejumlah volume tertentu dari pengenceran itu dan
diinokulasikan secara tuang (pour plate) di atas medium. Setelah diinkubasikan,
ambil cawan petri yang mempunyai pertumbuhan koloni antara 30--300. Jumlah
mikroorganisme per 1 ml sampel dapat diperoleh dengan membagi jumlah koloni
terhitung dengan volume sampel yang diinokulasikan dan dibagi dengan
pengenceran yang digunakan.
(Gandjar dkk. 1992: 39--40).
Metode yang dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah
mikroorganisme di dalam suatu bahan yang dapat dibedakan atas beberapa
kelompok yaitu:
1.
Volumetrik
b.
Gravimetrik
c.
Kekeruhan (turbidimeter)
2.
b.
c.
3.
Hitungan mikroskopik
b.
Hitungan cawan
4
c.
Sel-sel yang telah mati tidak dapat dibedakan dengan sel-sel yang
masih hidup sehingga keduanya akan terhitung.
2.
3.
4.
2.
3.
Metode tersebut dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi asad renik
yang mempunyai penampakan pertumbuhan spesifik.
2.
3.
5
4.
CFU terhitung
volume yang diinokulasi x pengenceran
6
Pengenceran dilakukan dengan menambahkan suatu pelarut kedalam
substrat sehingga konsentrasi substratnya menurun. Pengenceran berfungsi untuk
mempermudah pengamatan koloni pada suatu sampel. Jumlah koloni yang
tumbuh harus berkisar antara 30 -300. Hal tersebut dimaksudkan agar memenuhi
syarat statistik serta mengurangi kesalahan dalam perhitungan (Hadioetomo 1985:
74; Madigan dkk. 1997: 157).
Susu merupakan minuman bergizi tinggi. Bahan-bahan yang terkandung
dalam susu akan menentukan kualitas susu. Umumnya air susu mengandung
87,25% air, 4,8% laktosa (glukosa dan galaktosa), 3,8% lemak, 2,8% kasein, 0,7%
albumin, dan 0,65% garam-garam mineral (Dwidjoseputro 2003: 165--166).
Air susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
Air susu sapi merupakan minuman yang sangat baik bagi manusia dan juga
merupakan substrat tumbuh yang sangat baik bagi mikroorganisme (pH sekitar
6,8). Susu akan segera terkontaminasi setelah keluar dari tubuh sapi. Terdapat
flora normal pada saluran air susu, namun hal tersebut bukan merupakan sumber
utama kontaminasi. Kontaminasi utama tersebut dapat berasal dari peralatan yang
digunakan dalam memerah susu, pekerja, ataupun lingkungan kandang (Gandjar
dkk. 1992: 59; Volk & Wheeler 1990: 272).
Susu sebagai minuman yang bergizi ternyata merupakan medium kultur
yang baik bagi mikroorganisme karena memiliki reaksi netral dan memiliki buffer
yang baik. Susu mengandung banyak air; gula, yang dapat difermentasikan oleh
banyak mikroorganisme; zat makanan yang mengandung nitrogen, termasuk
berbagai macam protein; dan berbagai macam vitamin dan mineral (Sarles dkk.
1956: 320).
Mikroflora normal yang terdapat dalam susu dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok berdasarkan tipe biokimia, respon suhu, dan tingkat patogenisitas.
Berdasarkan tipe biokimianya, bakteri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Bakteri asam laktat homofermentatif, merupakan kelompok bakteri yang
menghasilkan asam laktat dari fermentasi karbohidrat.
2. Bakteri asam laktat heterofermentatif, merupakan kelompok bakteri yang
menghasilkan asam asetat , asam laktat, etanol, dan CO2 dari fermentasi
karbohidrat.
7
Contoh: bakteri famili Lactobacillaceae dan Streptococcaceae (bakteri Gram
positif, bentuk batang, mikroaerofil/anaerob) (Volk & Wheeler 1990: 273).
Mikroorganisme dalam susu dapat dibagi menjadi 4 (empat) kelompok
berdasarkan respon terhadap suhu lingkungan, yaitu:
1. Psikrofilik (kryofilik) (030OC); Pseudomonas, Alcaligenes.
2. Mesofilik (2537OC); bakteri coliform.
3. Termofilik (5560OC) dan termodurik.
(Pelczar & Chan 1981: 96 & 630; Madigan dkk. 1997: 321).
Berdasarkan tingkat patogenisitas, mikroorganisme dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu mikroorganisme nonpatogen dan patogen. Contoh
mikrooganisme non patogen adalah Escherichia coli, sedangkan mikroorganisme
yang patogen adalah Mycobacterium tuberculosis.
(Pelczar & Chan 1981: 96,627,630).
Mikroorganisme yang umum ditemukan pada susu sapi adalah
Streptococcus lactis, Streptococcus cremori, serta beberapa Lactobacillus seperti
L. casei, L. acidophilus, L. plantarum, dan L. brevis. Bakteri tersebut
memfermentasikan karbohidrat dalam air susu menjadi asam laktat yang akan
menurunkan pH susu. Rasa asam pada air susu menunjukkan adanya aktivitas
mikroorganisme. Apabila pH menurun hingga mencapai 4,5 kasein dalam air susu
akan menggumpal (Volk & Wheeler 1990: 273).
Bakteri lain yang mungkin terdapat pada susu sapi murni (tidak
dipasteurisasi) adalah Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, dan Bacillus.
Kandungan mikroorganisme dalam air susu menggambarkan tingkat kesehatan
sapi, kondisi produksi, maupun cara penyimpanan susu. Penghitungan
mikroorganisme dalam air susu digunakan teknik total plate count (Gandjar dkk.
1992: 59; Volk & Wheeler 1990: 273).
Susu dapat dipreservasi dalam rangka mencegah menjaga kualitas susu itu
sendiri. Salah satu cara adalah dengan pasteurisasi. Pasteurisasi dapat dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1. Pasteurisasi high-temperature short-time (HTST): Pemanasan susu selama 15
detik dengan temepratur 71,6C.
8
2. Pasteurisasi low-temperature long time (LTLT): Pemanasan susu selama 30
menit dengan temperature 62,9C.
(Black 1999: 768)
Selain pasteurisasi, preservasi susu dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah:
1. Ultra High Temperature (UHT): Pemanasan susu selama 3 detik pada
temperatur 87,8C. Susu UHT dapat disimpan dalam kemasan aseptic selama
6 (enam) bulan.
2. Canned condensed milk: Susu dikondensasikan dan dikemas dalam kaleng.
Susu diolah kembali dengan menambahkan volume air yang sesuai.
(Black 1999: 768)
Susu yang telah dipreservasi pada umumnya steril. Meski susu steril
bebas dari mikroorganisme, dengan proses pemanasan, proses strerilisasi merubah
rasa dari susu. Beberapa bahan kimiawi juga terkadang digunakan untuk susu.
Penambahan hidrogen peroksida dapat menurunkan suhu dari susu serta
membunuh mikroorganisme patogen. Meski demikian, hidrogen peroksida tidak
dapat membunuh co-bacteria sehingga penggunaan hidrogen peroksida tidak lagi
dapat digunakan (Black 1999: 768).
III.
HASIL PENGAMATAN
Hasil TPC dalam bentuk table pengamatan.
IV.
PEMBAHASAN
Pada praktikum enumerasi mikroorganisme, kali ini susu digunakan
sebagai bahan ujinya. Susu yang seharusnya dalam keadaan steril tidak
mungkin dapat dijumpai adanya mikroorganisme yang tumbuh, tetapi susu
juga merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Ketika susu ditemukan adanya pertumbuhan mikroorganisme maka dapat di
indikasikan terkontaminasi dari lingkungan luar. Sumber-sumber
kontaminasi susu antara lain:
9
1. Kelenjar susu. Susu biasanya steril saat disekresikan oleh sapi. Saluran
-saluran susu dari sapi yang sehat dan normal, mengandung flora
tertentu yang tumbuh diantara pengambilan susu dan mengontaminasi
susu sebelum diperah.
2. Udara. Pada kondisi normal berbagai macam mikroorganisme di udara
kandang atau tempat lain berperan besar dalam proses kontaminasi.
3. Rambut dan kulit sapi. Beberapa benda-benda asing yang dapat jatuh ke
dalam susu antara lain rambut, tanah, dan kotoran sapi. Kontaminasi dari
hal tersebut dapat dikurangi dengan menjaga kebersihan kulit dan rambut
sapi tersebut.
4. Pemerah susu. Biasanya sedikit sekali kontaminasi disebabkan oleh
pemerah secara langsung, namun cara ia memerah dapat memungkinkan
kontaminasi dari sumber-sumber lain.
5. Lalat. Mikroorganisme yang disebarkan lalat tidak begitu banyak,
namun dapat mengandung mikroorganisme seperti dari kelompok
koliform, klostridial, dan lain-lain.
6. Peralatan. Dari semua sumber kontaminasi susu oleh mikroorganisme,
penggunaan alat yang tidak bersih merupakan sumber kontaminan yang
paling sering.
(Sarles dkk. 1956:321)
Metode pengawetan dan sterilisasi untuk menghambat pertumbuhan
ataupun aktivitas mikroorganisme, bahkan untuk membunuh mikroorganisme
merugikan yang terdapat dalam susu, antara lain:
1. Melalui temperatur rendah
Berfungsi menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme
sekaligus memperlambat pertambhan jumlahnya. Misalnya pada susu yang
didinginkan pada suhu 15,5 C akan menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme
yang lambat. Susu yang didinginkan pada suhu 10 C lebih efektif dalam
menghentikan pertumbuhan bakteri, dan metode ini akan mengawetkan susu
dalam waktu yang lama (Sarles dkk. 1951: 325).
10
2. Melalui temperatur tinggi
a. Pasteurisasi
Pada tahun 1863, Louis Pasteur, seorang Prancis, mencoba memanaskan
anggur buatannya sendiri pada sushu 80 70 C. ternyata pemanasan tersebut
berhasil mengurangi sejumlah besar bakteri perusak dan bakteri patogen, sehingga
dapat memperpanjang masa simpan anggur terssebut. Hasil percobaan tersebut
akhirnya dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan susu yang dikenal
sebagai proses pasteurisasi (Sanjaya 1990: 4 & 5).
Ketentuan persyaratan susu pasteurisasi di Indonesia adalah uji Storch
negatif, uji fosfatase negatif, jumlah bakteri yang dapat dibiakkan adalah 25000
CFU/ml susu, dan tidak boleh ditemukan bakteri kelompok koliform (SK Dirjen
Peternakan No. 17/Kpts/Deptan/83).
Berbagai jenis suhu dan waktu pemanasan susu menurut International
Dairy Federation digolongkan sebagai pemanasan pasteuriasasi, yaitu pemanasan
pada suhu 62,8 C selama 30 menit; 71,7 C selama 15 detik; dan ultra
pasteurisasi atau ultra high temperature heat treatment (UHT) yang terjadi pada
suhu 138 C selama 2 detik. Khusus bagi olahan susu yang ditambahkan bahan
pemanis membutuhkan pemanasan lebih tinggi yaitu 2,8 C dari suhu minimal
pasteurisasi (Sullivan dkk. 1971: 317).
b. Evaporasi
Merupakan proses pemanasan pada suhu dimana 60% airnya telah
diuapkan dalam sebuah vakum. Susu dihomogenisasikan, didinginkan,
dimasukkan ke dalam kaleng, dan siterilisasikan dengan cara pemanasan. Spora
bakteri yang bertahan pada proses pemanasan mungkin menyebabkan
penggembungan kaleng, koagulasi, dan rasa pahit (Frazier & Wosthof 1988: 294).
c. Kondensasi
Prosesnya hampir menyerupai evaporasi dimana 60% air dari susu segar
atau skim milk dievaporasikan, tetapi susu kondensasi ditambahkan gula (Frazier
& Wosthof 1988: 295).
11
Enumerasi atau penghitungan mikroorganisme pada susu dilakukan
dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Metode tersebut
dilakukan dengan cara mengencerkan sampel yang akan diperiksa. Pertama-tama,
sampel susu dipipet sebanyak 1 ml kemudian dituangkan pada wadah yang berisi
99 ml akuades steril, lalu divorteks. Campuran tersebut merupakan pengenceran
10-2. Kemudian ambil 1 ml dari campuran tersebut dan tuangkan pada wadah
yang berisi 99 ml akuades steril, lalu divorteks. Campuran tersebut merupakan
pengenceran 10-4. Kemudian hal yang sama ambil 1 ml larutan 10-4, kemudian
tuangkan 1 ml pada wadah yang berisi 9 ml akuades, campuran pada 9 ml
akuades, campuran tersebut merupakan pengenceran 10-5. Kemudian hal yang
sama dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan pengenceran 10-6, 10-7, dan 108
.
Pengenceran tersebut dilakukan agar sampel tidak terlalu pekat sehingga
jumlah koloni mikroorganisme tidak terlalu banyak dan padat sehingga akan
mempermudah proses perhitungan. Pengenceran dilakukan untuk memperoleh
jumlah koloni yang sesuai atau tepat (Madigan dkk.1997: 156--157). Pengenceran
yang dilakukan kelompok III B untuk perhitungan adalah pengenceran 10 -6, 10 -7
dan 10 -8 dan dilakukan pengulangan sebanyak dua kali atau pada dua cawan petri.
Masing masing pengenceran tersebut diambil dengan pipet hisap sebanyak 0,1
ml kemudian dituang ke atas cawan petri yang berisi medium (metode spread
plate) dan diratakan dengan spatel drygalski. Hal tersebut bertujuan untuk
meratakan ke seluruh bagian cawan petri yang berisi medium. Volume suspensi
tidak boleh lebih dari 0,1 ml karena akan menyebabkan suspensi terendam
sehingga kemungkinan ada koloni yang bergabung saat terbentuk, hal itu akan
menyulitkan perhitungan.
Hasil pengamatan yang didapat pada percobaan, beberapa tidak sesuai
dengan literatur. Seharusnya, koloni mikroorganisme yang terdapat pada
pengenceran yang semakin tinggi, maka akan semakin sedikit jumlahnya,
sedangkan hasil yang didapatkan pada salah satu cawan petri (pengenceran 10-7)
justru sebaliknya, diduga adanya kontaminasi dari lingkungan luar pada saat
inokulasi. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya praktikan yang
12
melakukan pekerjaan pengenceran secara bergantian dan kerja praktikan yang
kurang aseptis, sehingga banyak terjadi kontaminasi.
Keuntungan yang dimiliki oleh metode Total Plate Count (TPC) dalam
penentuan jumlah mikroorganisme antara lain adalah :
1. Larutan yang diencerkan dapat dihitung dengan filtrasi.
2. Penghitungan hanya pada sel/koloni hidup sehingga lebih akurat.
(McKane & Kandell 1996: 121--122).
Kerugian metode metode Total Plate Count (TPC) dalam penentuan
jumlah mikroorgasnisme, antara lain adalah:
1. Hanya dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroorganisme yang
tumbuh pada medium yang digunakan.
2. Memerlukan waktu inkubasi sehingga rawan terhadap proses kontaminasi
yang dapat mengacaukan penentuan jumlah mikroorganisme.
3. Tidak dapat digunakan untuk menghitung jumlah koloni yang menempel,
mikroorganisme pada medium buatan ataupun mikroorganisme yang memiliki
pertumbuhan lambat.
(McKane & Kandell 1996: 122--123).
V.
KESIMPULAN
1. Jumlah koloni mikroorganisme dapat dihitung dengan metode Total Plate
Count (TPC) yang dilakukan dengan cara pengenceran kemudian dilakukan
metode sebar (spread method).
2. Jumlah koloni mikroorganisme berbanding terbalik dengan banyaknya
pengenceran yang dilakukan.
VI.
DAFTAR ACUAN
Black, J. G. 1999. Microbiology: Principles and explorations. 4th ed. John Willey
& Sons, Inc., New York: xxiv + 786 hlm.
Brock, T.D. & M.T. Madigan. 1991. Biology of microorganisms. 6th ed. Prentice
Hall, Inc., Englewood Cliffs: xix + 874 hlm.
13
Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-dasar mikroorganisme. Penerbit Djambatan,
Jakarta: xii + 214 hlm.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta :
xii + 308 hlm.
Frazier, I.E., W.C. & D.C. Wosthoff. 1984. Food microbiology. 4th ed. McGrawHill Book Company, New York: xvi + 539 hlm.
Gandjar, I, I. R. Koentjoro, W. Mangunwardoyo & L. Soebagya. 1992. Pedoman
praktikum mikrobiologi dasar. Jurusan Biologi FMIPA UI, Depok: vii +
87 hlm.
Hadioetomo, R. S. 1985. Mikrobiologi dasar dalam praktek: Teknik dan
prosedur dasar laboratorium. PT Gramedia, Jakarta: xi + 161 hlm.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, & J. Parker. 1997. Biology of microorganisms. 8th
ed. Prentice Hall International, New Jersey: xviii + 986 hlm.
Maier, R.M., Pepper, I.L., & C.P. Gerba. 2000. Environmental microbiology.
Academic Press, San Diego: xix + 585 hlm.
McKane, L. & J. Kandell. 1996. Microbiology: Essential and application. 2nd ed.
McGraw Hill, Inc., New York: xxviii + 843 hlm.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan.1981. Elements of microbiology. McGraw-Hill
International Book Company, Auckland: vi + 698 hlm.
Sanjaya, A.W. 1990. Pengamatan kualitas susu pasteurisasi di DKI Jakarta,
Bogor, dan Bandung. Thesis S2-Jurusan Sains Veteriner IPB, Bogor: vi +
56 hlm.
Sarles, W.B., W.C. Frazier, J.B. wilson & S.G. Knight. 1951. Microbiology,
general and applied. 2nd ed. Harpers & Brother, New York: ix + 491 hlm.
Sullivan, R.J.T., E.F. Tierney, R.B. Larkin, Read Jr., & J.T Peeler. 19971. Thermal
resistence of certain oncogenic viruses suspended in milk and milk
products. American Society for Microbiology. 22(3): 315 -- 320.
Sumarsih, S. 2003. Buku Ajar Mikologi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
UPN Veteran, Yogyakarta: 116 hlm.
Volk, W.A. & M.T. Wheeler. 1990. Mikrobiologi dasar. Terj. dari Basic
microbiology. 5th ed, oleh Markham. Erlangga, Jakarta: ix + 341 hlm.
14
LAMPIRAN
Sampel
MO 24 jam
Tabel 1. Hasil pengamatan enumerasi
mikroorganisme
pada
susu sapi segarB
Pengencer
A
Kel
an
MO
Ket
Ket
MO
Sampel
10-4
183
138
Koloni
Terdapat 1
tidak
I
10-5
19
23
putih
koloni kuning
dimasa
10-6
1
0
Ada yg
k
Ada yg
menyatu
menyat
10-5
12
5
,koloni putih
u
II
10-6
2
dan kuning, Fp
Koloni
10-7
10-6
putih
Kontaminasi
MO 48 j
A
MO
Ket
198
23
30
2
1
kapang 1 koloni
III
10-6
10-7
>300
>300
10-8
Sampel
berlen
dir
Kontam
dimasa
k
Putih
IV
inasi
10-3
436
10-4
10-5
>500
10-4
Koloni
Koloni putih,
10-5
putih
Fp10-5 1 koloni
10-6
besar,4 koloni
kapang
pada Fp
10-5
kecil
Kapan
g
15
VI
10-5
10-6
10-7
>300
Koloni
putih
1
Koloni putih
.300
2
>300
Koloni
putih
16
17
18
PERHITUNGAN
Penghitungan hasil enumerasi mikroorganisme oleh kelompok III B
Rumus
CFU/ ml sampel =
CFU terhitung
volume yang diinokulasi x pengenceran
Diketahui:
Sampel susu yang digunakan 10 mL, volume inokulum 0,1 mL.
Jumlah koloni = rata-rata dari jumlah pada cawan petri A dan B (data duplo).
1. CFU (colony forming unit) dalam 10 mL sampel susu
a. Pengenceran 10-6
24 jam
19
Jumlahkoloni
( 4 0) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 6 x 10 mL = 2x108 CFU
48 jam
Jumlahkoloni
(4 1) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 6 x 10 mL = 2,5x108 CFU
b. Pengenceran 10-7
24 jam
Jumlahkoloni
( 300 0) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 7 x 10 mL = >1,5x1011 CFU
48 jam
Jumlahkoloni
( 300 0) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 7 x 10 mL = >1,5x1011 CFU
c. Pengenceran 10-8
24 jam
Jumlahkoloni
(1 0) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 8 x 10 mL = 0,5x1010 CFU
48 jam
Jumlahkoloni
(1 1) : 2
Volumeinok ulum fp x jumlah sampel = 0,1mL 10^ 8 x 10 mL = 1x1010 CFU
2. Kisaran CFU/mL sampel susu
a. Pengenceran 10-6
Jumlahkoloni
(4 1) : 2
Volumeinok ulum fp = 0,1mL 10^ 6 = 2,5x107 CFU/mL
b. Pengenceran 10-7
Jumlahkoloni
( 300 0) : 2
Volumeinok ulum fp = 0,1mL 10^ 7 = >1,5x1010 CFU/mL
c. Pengenceran 10-8
Jumlahkoloni
(1 1) : 2
Volumeinok ulum fp = 0,1mL 10^ 8 = 1x109 CFU/mL
d. Kisaran
20
2,5x107 -- 1x109 CFU/mL = 2,5--100 x 107 CFU/mL