(The Effect of Ratio of Wheat Flour with Kepok Banana Flour (Musa paradisiaca Linn) on
the Physicochemical and Organoleptic Properties of Fettuccine)
ABSTRAK − Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang kepok
terhadap sifat fisikokimia dan sifat organoleptik fetucini serta untuk mendapatkan rasio terbaik tepung terigu dengan tepung
pisang kepok dalam menghasilkan fetucini dengan sifat fisikokimia dan sifat organoleptik. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak lengkap yang terdiri dari 6 taraf perlakuan (0, 5, 10, 15, 20, 25%) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian
menunjukkan perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang kepok berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar
karbohidrat, kadar serat, cooking time, tekstur (kekerasan) dan warna namun tidak berpengaruh nyata terhadap rasa,
kekenyalan dan penerimaan keseluruhan. Perbandingan 85% tepung terigu dengan 15% tepung pisang kepok menghasilkan
fetucini dengan sifat fisikokimia dan sifat organoleptik terbaik.
ABSTRACT - This study determined the effect of the ratio of wheat flour with Kepok banana flour on the physicochemical
and organoleptic properties of fettuccine and to obtained the best ratio between wheat flour and Kepok banana flour in
produced fettuccine with physicochemical and organoleptic properties. This study used a complete randomized design,
consist of 6 levels (0, 5, 10, 15, 20, 25%) with 3 replications. The result of this study indicated that the ratio of wheat flour
and Kepok banana flour had a very significantly different on water content, carbohydrate content, fiber content, cooking
time, texture (hardness) and color but did not significantly different on the taste, elasticity and overall acceptance. The ratio
of 75% wheat flour with 25% Kepok banana flour produced fettuccine with the best physicochemical and organoleptic
properties.
2
d. Analisis Parameter a = Bobot residu dalam kertas saring yang telah
Kadar Air (Sudarmadji 1997) dikeringkan (g)
Penentuan kadar air dilakukan dengan b = Bobot residu yang telah ditanur (g)
menimbang contoh sebanyak 2 g dimasukkan c = Bobot kertas saring kosong (g)
kedalam cawan yang telah terlebih dahulu w = Bobot sampel (g)
dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 3
jam dan didinginkan dalam desikator. Kemudian Cooking Time (Wandee et al., 2015)
cawan yang berisi sampel dimasukkan kedalam Fetucini ditimbang sebanyak 5 g kemudian
oven bersuhu 105oC selama 1 jam, kemudian dimasak dalam 200 ml air mendidih dalam gelas
didinginkan lagi dalam desikator dan ditimbang. beaker yang tertutup. Setiap 30 detik, sampel
Pekerjaan ini dilakukan berulang-ulang sampai diambil dan dipres dengan dua kaca transparan
diperoleh berat konstan. Kadar air diperoleh dengan (sampai tidak ada bagian berwarna putih di bagian
menggunakan rumus sebagai berikut : tengah ketika ditekan di atas permukaan
kaca) hingga pada periode waktu masak
berat awal−berat akhir yang menunjukkan sampel telah masak
Kadar air = berat awal
x 100%
sempurna (bagian dalam matang).
Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005)
Analisis tekstur (Lesmana, 2017)
Penentuan kadar karbohidrat metode Luff
Pengukuran tekstur dilakukan dengan alat
Schoorl dengan cara menimbang sampel sebanyak
steven LFRA (Leatherhead Food Research
2 g dan kemudian dipindahkan kedalam labu takar
Association) Texture Analyzer. Alat steven LFRA
100 ml akuades. Kemudian ditambahkan 0,5 g
Texture Analyzer diseting terlebih dahulu sebelum
bubur aluminium hidroksida(Al(OH)3) penambahan
dilakukan pengukuran. Adapun settingan alat steven
bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes
LFRA Texture Analyzer sebagai berikut. Mode :
sampai penetesan dari reagen tidak menimbulkan
measure force in compression. (mengukur besarnya
pengaruh lagi, ditambahkan akuades sampai tanda
gaya yang dibutuhkan dalam menekan sampel),
dan disaring. Filtrat ditampung dalam labu takar
Plot : Final, Option : Normal, Trigger : Auto 4 g
250 ml, ditambahkan natrium karbonat (NaCO3)
standards, Distance (jarak) : 3 mm, Speed
kemudian dihomogenkan dan disaring. Sebanyak
(kecepatan) : 0,5 mm/s.
25 ml filtrat dimasukkan kedalam erlenmeyer,
Sebelum dilakukan pengujian tekstur,
ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl. Beberapa
fetucini direbus dalam air mendidih selama 4 menit
butir batu didih ditambahkan kedalam erlenmeyer
kemudian masing-masing sampel ditiriskan selama
yang dihubungkan dengan pendingin balik,
2 menit dalam suhu ruang. Fetucini yang diukur
kemudian dididihkan. Pendidihan larutan dilakukan
diletakkan pada lempengan meja penahan. Tombol
selama 10 menit, selanjutnya didinginkan dan
start ditekan pada alat steven LFRA Texture
ditambahkan 15 ml kalium iodida (KI) 20%
Analyzer. Kemudian probe menekan krakers
kemudian dengan hati – hati ditambahkan 25 ml
dengan kecepatan 0,5 mm/s hingga jarak penekanan
asam sulfat (H2SO4) 26,5%. Dilakukan titrasi
3 mm. Probe yang digunakan berbentuk silinder
dengan larutan natrium tiosulfat 1 N menggunakan
dengan diameter 2 mm. tipe trigger yang digunakan
indikator amilum 1% sebanyak 2 ml dan
adalah tipe auto. Pada tipe ini, probe secara
dilanjutkan titrasi tersebut sampai perubahan warna.
otomatis akan mencari permukaan sampel. Nilai
tekstur akan ditampilkan pada display alat. Nilai
Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984)
tekstur dinyatakan dalam satuan gram force (gF).
Sampel 1 g dimasukkan ke gelas piala 300
ml kemudian, ditambahkan dengan 50 ml asam
Analisis Warna (Andarwulan et al., 2011)
sulfat (H2SO4) 0.3 N dididihkan selama 30 menit.
Pengujian warna fetucini dilakukan dengan
Setelah itu, ditambahkan 50 ml natrium hidroksida
menggunakan Colour Reader tipe CR-10 merek
(NaOH) 1.5 N dan dididihkan kembali selama 30
Konica Minolta. Pengukuran dilakukan dengan
menit. Cairan di dalam gelas piala disaring dengan
meletakkan lampu pemeriksa pada bidang di atas
kertas saring yang telah diketahui bobotnya.
permukaan bahan. Pengukuran dilakukan dengan
Penyaringan dengan menggunakan pompa vakum.
triplo. Persentase sinar yang terbaca pada alat
Selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 50 ml air
dicatat yaitu nilai L, a dan b. Deskripsi warna
panas, 50 ml asam sulfat (H2SO4) 0.3 N dan 25 ml
berdasarkan nilai L, a, dan b disajikan pada Tabel
aseton. Residu beserta kertas saring dikeringkan
1.
pada oven dengan suhu 105oC sampai bobotnya
konstan lalu ditimbang. Setelah itu dimasukkan
Tabel 1. Deskripsi warna berdasarkan nilai L, a, dan
dalam tanur dengan suhu 105oC selama 3 – 4 jam. b
Kadar serat dapat dihitung dengan persamaan : Nilai Deskripsi Warna
Nilai L 0-100 (hitam – putih)
a.b.c
Kadar serat kasar (%) = x 100% Nilai -a (positif) 0-100 merah
w
Nilai +a (positif) 0-(-80) hijau
Nilai +b (positif) 0-70 kuning
Keterangan : Nilai -b (positif) 0-(-70) biru
3
air di dalam bahan. Pengukuran kadar air penting
Selanjutnnya dihitung 0Hue dari nilai a dan b dilakukan karena air dapat mempengaruhi tekstur
yang diperoleh dengan persamaan : 0Hue = tan- dan cita rasa bahan pangan (Ditjen POM, 2000).
1
(b/a). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang
Tabel 2. Deskripsi warna 0Hue (Hutching, 1999) kepok berpengaruh sangat nyata terhadap rata-rata
0Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi Warna nilai kadar air fetucini. Rata-rata nilai kadar air
18-54 Red (R) fetucini berdasarkan perbandingan tepung terigu
54-90 Yellow Red (YR) dengan tepung pisang kepok dapat dilihat pada
90-126 Yellow (Y)
Tabel 5.
126-162 Yellow Green (YG)
162-198 Green (G)
Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan bahwa
198-234 Blue Green (BG) perlakuan perbandingan tepung terigu dengan
234-270 Blue (B) tepung pisang kepok memberikan pengaruh sangat
270-306 Blue Pueple (BP) nyata setiap perlakuannya. Semakin tinggi
306-342 Purple (P) penambahan tepung pisang kepok, kadar air yang
342-18 Red Purple (RP) dihasilkan semakin rendah. Penurunan kadar air ini
disebabkan karena tepung terigu diketahui
Sifat Organoleptik (Nadra dan Pascal, 2010) mengandung gluten dan gluten ini akan mengikat
Pengujian organoleptik pada fetucini ini air. Gluten yang tinggi mengakibatkan daya ikat air
dilakukan deskripsi produk dan uji pembanding pada fetucini menjadi tinggi pula, hal ini
jamak. Deskripsi produk dilakukan terhadap warna, disebabkan pembentukan gluten terjadi karena
rasa dan tekstur. Pembanding jamak dilakukan pencampuran tepung terigu dengan air pada saat
terhadap penerimaan keseluruhan. Panelis yang proses mixing (pengulenan). Menurut Astawan
digunakan sebanyak 20 orang panelis agak terlatih. (2008) dalam Yuliana dan Novitasari (2014),
Panelis adalah mahasiswa Teknologi Hasil tepung terigu memiliki kemampuan untuk
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi. membentuk gluten pada saat tepung terigu dibasahi
Skor penilaian uji organoleptik dapat dilihat pada dengan air. Penggunaan tepung terigu dengan
Tabel 3 dan Tabel 4. jumlah tinggi maka kadar air akan semakin tinggi
dan sebaliknya apabila penambahan tepung pisang
Tabel 3. Skor penilaian deskripsi produk kepok semakin tinggi maka kadar air akan semakin
Warna Rasa Tekstur rendah, selanjutnya menurut Eddy (2012) dalam
Sangat cerah Sangat khas Sangat kenyal pembuatan mie, gluten yang berasal dari tepung
pisang terigu berfungsi sebagai pengikat air dan
Cerah Khas pisang Kenyal
pembentuk struktur pada mie. Menurut Matz (1992)
Agak cerah Agak khas Agak kenyal
pisang dalam Budiarsih (2008), semakin tinggi gluten
Tidak cerah Tidak khas Tidak kenyal maka kemampuan adonan untuk menyerap air
pisang menjadi tinggi sehingga kadar airnya meningkat.
Sangat tidak Sangat tidak Sangat tidak Hal ini disebabkan karena sifat gluten
cerah khas pisang kenyal memerangkap air.
Kandungan pati yang tinggi pada tepung
Tabel 4. Skor penilaian uji pembanding jamak pisang berpengaruh terhadap penurunan kadar air
Skala Perbandingan Skala karena kemampuan daya ikat molekul air pada pati
Numerik tepung pisang lebih rendah dibandingkan daya ikat
Sangat Lebih disukai dari R 7 molekul air pati tepung terigu sehingga akan terjadi
Lebih disukai dari R 6
pengurangan kadar air lebih cepat dari tepung
Agak Lebih disukai dari R 5
Sama disukai dengan R 4 pisang pada saat pengeringan dibandingkan produk
Agak Lebih Tidak disukai dari R 3 dari tepung terigu (Fauzi, 2006). Kadar pati pada
Lebih Tidak disukai dari R 2 tepung pisang kepok sebesar 65,71% lebih tinggi
Sangat Lebih Tidak disukai dari R 1 dari kadar pati pada tepung terigu sebesar 58,92%
(Zunggaval, 2017).
Berdasarkan SNI 01-3481-1995, kadar air
III. H ASIL DAN P EMBAHASAN untuk kategori tepung pisang adalah maksimal
12%, sedangkan menurut SNI 01-3751-2009 untuk
kategori tepung terigu, kadar air maksimal adalah
a. Kadar Air 14,5%. Pada penelitian ini kadar air dari tepung
Kadar air merupakan salah satu parameter pisang yang dihasilkan adalah 8,22%, dari hasil
penting dalam menentukan kualitas bahan pangan. tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar air tepung
Parameter kadar air merupakan pengukuran pisang yang dihasilkan telah memenuhi syarat yang
kandungan air yang bertujuan untuk memberikan ada.
batasan minimal atau rentang besarnya kandungan
4
Tabel 5. Kadar air, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, cooking time, kekerasan dan warna berdasarkan
perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang kepok
Perbandingan tepung Kadar
Kadar Kadar serat Cooking time Kekerasan
terigu dengan tepung karbohidrat Warna
Air (%) kasar (%) (menit) (gF)
pisang kepok (%)
100% : 0% 60,12 d 51,40 a 0,58 a 4,02 d 24,00 d 42,23 d
95% : 5% 59,77 d 53,31 b 1,25 b 3,56 d 21,60 cd 40,90 d
90% : 10% 59,38 d 54,44 c 1,31 bc 3,51 d 22,60 cd 40,40 d
85% : 15% 58,67 c 55,18 d 1,44 cd 3,37 bc 20,80 bc 37,63 abc
80% : 20% 57,51 ab 57,62 d 1,57 d 3,34 b 17,40 ab 36,93 ab
75% : 25% 55,27 a 58,09 d 1,62 d 3,20 a 18,40 a 36,80 a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %
menurut uji DNMRT.
5
nyata terhadap rata-rata nilai cooking time fetucini. Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan bahwa
Rata-rata nilai cooking time fetucini berdasarkan perlakuan perbandingan tepung terigu dengan
perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang tepung pisang kepok memberikan pengaruh sangat
kepok dapat dilihat pada Tabel 5. nyata setiap perlakuannya. Semakin tinggi
Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan bahwa penambahan tepung pisang kepok maka kekerasan
perlakuan perbandingan tepung terigu dengan (hardness) yang dihasilkan semakin rendah (produk
tepung pisang kepok memberikan pengaruh sangat fetucini semakin lunak), fetucini yang dihasilkan
nyata setiap perlakuannya. Semakin tinggi juga semakin mudah putus namun kekenyalannya
penambahan tepung pisang kepok, cooking time masih baik. Tingkat kekerasan maksimum berada
yang dihasilkan semakin rendah. Semakin tinggi pada fetucini dengan komposisi penggunaan tepung
protein maupun amilosa, maka cooking time terigu yang paling tinggi. Hal ini berkaitan dengan
pemasakan semakin lama (Astawan, 2006 dalam kandungan amilosa pada tepung terigu lebih tinggi
Safriani, 2013). Menurut Trisnawati dan Nisa bila dibandingkan tepung pisang kepok. Kandungan
(2015) menyatakan bahwa lamanya cooking time amilosa pada tepung terigu sebesar 25% sedangkan
terjadi karena karbohidrat dan protein berkompetisi pada tepung pisang kepok sebesar 20,5% (Witono,
untuk air terbatas yang berada dalam sistem. et al., 2012). Menurut Indrianti et al. (2013),
Protein akan menghalangi masuknya air ke dalam parameter kekerasan mie dipengaruhi oleh
granula pati. Air digunakan untuk membuat pati kandungan amilosa. Amilosa akan mengalami
tergelatinisasi dan juga diikat oleh protein sehingga proses retrogradasi sehingga kekerasan pada mie
dibutuhkan waktu yang lama karena adanya meningkat. Retrogradasi merupakan proses
kompetisi ini. terbentuknya ikatan antar amilosa yang terdispersi
Fetucini berbahan baku tepung terigu dalam air. Semakin tinggi amilosa yang terdispersi,
menghasilkan cooking time paling lama. maka semakin tinggi nilai retrogradasi pati pada
Kandungan protein pada fetucini yang diolah dari produk. Hal ini disebabkan karena amilosa terlarut
bahan baku tepung terigu ikut berperan dalam akan berikatan satu sama lain dengan matriks
menentukan cooking time. Semakin rendah kadar pengikat. Nilai retrogradasi yang tinggi sangat
protein maka cooking time yang diperlukan akan tidak diharapkan karena dapat meningkatkan
lebih singkat. Hal ini diduga karena tingginya kadar kekerasan mie.
protein akan membutuhkan panas yang lebih Nilai kekerasan fetucini komersial 19,8 gF
banyak untuk terjadinya proses gelatinisasi karena dijadikan acuan standar kekerasan fetucini pada
sebagian panas digunakan untuk denaturasi protein penelitian ini. Fetucini dengan penambahan tepung
yang akhirnya memperlambat cooking time. pisang kepok 5%, 10% dan 15% nilai kekerasannya
Semakin lama proses gelatinisasi yang terjadi, lebih tinggi dibandingkan nilai standar sedangkan
maka semakin lama pula cooking time (Haryadi, nilai kekerasan fetucini pada penambahan dengan
1995). tepung pisang kepok 20% dan 25% memiliki nilai
Cooking time fetucini yang berbahan baku kekerasan yang lebih rendah.
tepung terigu (kontrol) lebih lama dibandingkan Tingkat kekerasan paling tinggi berada pada
dengan fetucini yang ditambahkan tepung pisang fetucini berbahan baku tepung terigu. Semakin
kepok karena tepung terigu mengandung kadar rendah tepung terigu maka fetucini yang dihasilkan
amilosa yang lebih tinggi dibandingkan tepung juga semakin mudah putus namun kekenyalannya
pisang kepok. Heo et al. (2012) menyatakan bahwa masih baik. Tekstur mie basah yang baik dan
kadar amilosa pada tepung sangat mempengaruhi diinginkan adalah kenyal dan tidak mudah putus
gelatinisasi pati pada saat pemasakan mi. Semakin ketika ditarik (Riyanto et al., 2014).
tinggi kadar amilosa, maka semakin lama waktu Menurut Riyanto et al. (2014) menyatakan
optimum pemasakan mi. bahwa kekerasan, kekenyalan dan mudah putusnya
fetucini basah dipengaruhi oleh gluten yang
e. Kekerasan terkandung dalam tepung terigu yang digunakan.
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan Gluten terdiri dari glutenin dan gliadin yang
respon tingkat kekerasan (hardness) fetucini terdapat dalam tepung terigu berperan membentuk
menggunakan alat steven LFRA Texture Analyzer. kekerasan (hardness) sekaligus kekenyalan fetucini
Prinsip dari analisis ini secara kuantitatif basah (fetucini basah yang kenyal tidak akan
menyatakan besarnya beban (gram) yang mudah putus saat ditarik). Berdasarkan penelitian
dibutuhkan untuk menghancurkan bahan yang akan Chong (2007), tingkat optimum tepung pisang yang
dianalisis. Semakin keras bahan maka beban yang dapat dimasukkan ke dalam adonan mie adalah
dibutuhkan juga semakin besar. Hasil analisis sekitar 20-30% untuk menjaga kekenyalan mie.
ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung
terigu dengan tepung pisang kepok berpengaruh f. Warna
sangat nyata terhadap rata-rata nilai kekerasan Warna merupakan salah satu aspek dalam
(hardness) fetucini. Rata-rata nilai kekerasan penerimaan produk dan berperan sebagai indikator
(hardness) fetucini berdasarkan perbandingan kesegaran, kualitas dan ekspektasi rasa makanan.
tepung terigu dengan tepung pisang kepok dapat Parameter yang diukur adalah nilai kecerahan
dilihat pada Tabel 5. (Lightness). Nilai L* (Lightness) menunjukkan
6
tingkat kecerahan sampel, semakin cerah sampel g. Sifat Organoleptik
yang diukur maka nilai L* mendekati 100, Analisis ragam menunjukkan bahwa
sebaliknya semakin kusam (gelap) maka nilai L* perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang
mendekati 0 (Mac, 2002). Hasil analisis ragam kepok dalam pembuatan fetucini berpengaruh
menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu sangat nyata terhadap warna tetapi tidak
dengan tepung pisang kepok berpengaruh sangat berpengaruh nyata terhadap rasa, kekenyalan dan
nyata terhadap rata-rata nilai L* fetucini. Rata-rata pembanding jamak.
nilai warna fetucini berdasarkan perbandingan
tepung terigu dengan tepung pisang kepok dapat 1. Warna
dilihat pada Tabel 5. Warna merupakan komponen yang sangat
Berdasarkan Tabel 5, menunjukkan bahwa penting dalam menentukan kualitas atau derajat dari
perlakuan perbandingan tepung terigu dengan suatu bahan pangan. Penentuan mutu suatu bahan
tepung pisang kepok memberikan pengaruh sangat pangan tergantung dari beberapa faktor tetapi
nyata setiap perlakuannya. Semakin tinggi sebelum faktor lain diperhatikan secara visual
penambahan tepung pisang kepok maka kecerahan faktor warna tampil lebih dulu untuk menentukan
(L*) yang dihasilkan semakin rendah. Fetucini mutu bahan pangan (Winarno, 2004). Hasil analisis
berbahan baku tepung terigu memiliki warna yang ragam menunjukkan bahwa perbandingan tepung
lebih cerah dibandingkan fetucini dengan terigu dengan tepung pisang kepok berpengaruh
penambahan tepung pisang kepok. Tepung terigu sangat nyata terhadap rata-rata skor warna fetucini.
memiliki warna putih karena proses pengolahan Rata-rata skor warna fetucini berdasarkan
seperti bleaching (Kulp dan Ponte, 2000). Daging perbandingan tepung terigu dengan tepung pisang
buah pisang memiliki warna kuning atau kuning kepok dapat dilihat pada Tabel 6.
pucat, selama pengeringan pisang akan mengalami Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa
proses pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis perlakuan perbandingan tepung terigu dengan
yang mengakibatkan warnanya berubah menjadi tepung pisang kepok memberikan pengaruh sangat
kuning gelap (Waliszewski et al., 1999). nyata setiap perlakuannya. Semakin tinggi
Semakin tinggi penggunaan tepung pisang penambahan tepung pisang kepok, warna fetucini
kepok, warna fetucini yang dihasilkan cenderung yang dihasilkan semakin mengarah ke arah cokelat.
berwarna kuning kecoklatan. Hal ini diduga karena Perbedaan warna yang signifikan disebabkan
warna tepung pisang kepok yang ditambahkan karena warna sebuah produk dipengaruhi oleh
kedalam pembuatan fetucini berbeda dengan warna bahan yang digunakan. Tepung pisang kepok
tepung terigu, dimana warna tepung pisang kepok mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan
memiliki warna putih kecoklatan dibandingkan tepung terigu karena tepung pisang kepok
dengan warna tepung terigu sehingga adonan yang mempunyai kandungan enzim polifenol oksidase
terbentuk adalah campuran warna putih dan coklat. (enzim yang mengkatalis reaksi oksidasi dalam
Penelitian Wahyudi (2018) menyatakan bahwa proses browning pada buah-buahan dan sayuran)
warna mie basah dengan komposisi tepung terigu sehingga semakin banyak penambahan tepung
dan tepung tepung pisang menghasilkan warna pisang kepok maka warna yang dihasilkan akan
sedikit kekuningan. semakin gelap (Anwar, 2019). Menurut Ioannou
Nilai oHue warna berkisar antara 72,42 – dan Ghoul (2016) pencoklatan (browning) pada
76,40. Pembagian warna yang dihasilkan pada tepung pisang disebabkan karena pada pembuatan
fetucini ini adalah Yellow Red. Tepung pisang tepung pisang yaitu pada tahap pengupasan,
kepok memiliki putih kecoklatan dikarenakan pengirisan dan pengeringan tepung pisang
adanya reaksi pencoklatan enzimatis antara enzim mengalami pencoklatan (browning) yang
polifenol oksidase yang kontak langsung dengan menyebabkan warna tepung menjadi kecoklatan.
oksigen di udara saat pengupasan dan pendiaman Reaksi pencoklatan juga dapat dipicu oleh
atau penyiapan penghancuran pisang kepok proses pemanasan pada suhu tinggi seperti proses
(Rahman et al., 2011). Peningkatan substitusi pengeringan, penggorengan, pemanggangan dan
tepung pisang meningkatkan kadar gula sehingga pemasakan (Noer et al., 2017). Adanya proses
warna semakin gelap karena terjadi reaksi mailard pemanasan dengan suhu tinggi ini menyebabkan
antara gula reduksi dan protein pada tepung pisang warna produk menjadi lebih gelap, seiring dengan
(Mohamed dan Singh, 2010). Tepung pisang kepok tingginya suhu dan lamanya pemanasan. Hal ini
putih memiliki warna putih kecokelatan akibat dari disebabkan karena dengan semakin berkurangnya
reaksi pencoklatan yang terjadi secara non kadar air, proses pemanasan memberikan dampak
enzimatis antara gula pereduksi dari karbohidrat terhadap perubahan warna yang menjadi lebih gelap
dengan gugus amin pada asam amino atau protein (Martiyanti dan Vita, 2018).
akibat dari suhu tinggi sehingga terjadi Serat juga berperan dalam mempengaruhi
pembentukan warna cokelat dan perubahan flavor penampakan warna pada fetucini. Semakin tinggi
(Putri et al., 2019). kandungan serat maka warna pada produk akan
semakin pekat atau gelap. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ramadhani et al. (2019) menyatakan
bahwa kandungan serat yang tinggi akan
7
meningkatkan warna gelap pada produk karena rasa tepung pisang kepok yang tidak tajam atau
serat tersebut merupakan selulosa yang tidak larut cenderung rasa tawar hampir sama halnya dengan
air. rasa tepung terigu sehingga pada fetucini yang
dihasilkan tidak memiliki rasa yang berbeda pula.
2. Rasa Menurut Yasinta et al. (2017) hal tersebut
Rasa merupakan salah satu faktor yang dikarenakan penggunaan bahan baku tepung pisang
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap berasal dari buah pisang dengan tingkat
suatu produk. Konsumen sering kali lebih kematangan tiga perempat matang belum tereduksi
mementingkan sifat produk secara visual namun menjadi gula sehingga tidak ada rasa manis pada
jika suatu produk memiliki rasa yang tidak enak tepung pisang sama halnya tidak adanya rasa manis
maka produk tersebut juga tidak dapat pada tepung terigu karena kadar gula yang relatif
dimanfaatkan karena tidak dapat dimakan rendah dimana keduanya menjadi bahan baku.
(Setyaningsih et al., 2010). Hasil analisis ragam Rasa yang muncul pada produk disebabkan
menunjukkan bahwa perbandingan tepung terigu oleh adanya bahan-bahan pada produk (Didit,
dengan tepung pisang kepok tidak berpengaruh 2016). Tepung pisang mempunyai rasa yang khas
nyata terhadap rata-rata skor rasa fetucini. Rata-rata dan istimewa sehingga dapat digunakan sebagai
skor rasa fetucini berdasarkan perbandingan tepung bahan campuran dalam pembuatan aneka jenis
terigu dengan tepung pisang kepok dapat dilihat makanan (Silfia, 2012). Penambahan tepung pisang
pada Tabel 6. dapat mempengaruhi rasa karena tepung pisang
Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa mengandung karbohidrat yang menjadi tiga gula
perlakuan perbandingan tepung terigu dengan yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa (Pratomo,
tepung pisang kepok tidak memberikan pengaruh 2013).
nyata setiap perlakuannya. Hal ini diduga karena
Tabel 6. Skor uji mutu hedonik dan penerimaan keseluruhan fetucini berdasarkan perbandingan tepung terigu
dengan tepung pisang kepok
Perbandingan Tepung Terigu
dengan Tepung Pisang Kepok (%) Warna* Rasa** Kekenyalan*** Penerimaan Keseluruhan****
100% : 0% 3,85 d 2,25 3,95 4,90
95% : 5% 2,90 bc 2,60 3,65 3,70
90% : 10% 3,95 d 2,30 3,85 4,55
85% : 15% 3,20 bcd 2,20 3,65 4,45
80% : 20% 2,60 b 2,70 3,35 3,95
75% : 25% 2,35 a 2,60 3,40 3,95
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %
menurut uji DNMRT.
*Skor : 1 = cokelat, 2 = agak cokelat, 3 = kuning kecoklatan, 4 = agak kuning, 5 = kuning
**Skor : 5 = Sangat khas pisang, 4 = Khas pisang, 3 = Agak khas pisang, 2 = Tidak khas pisang, 1 = Sangat tidak khas pisang
***Skor : 5 = Sangat kenyal, 4 = kenyal, 3 = Agak kenyal, 2 = Tidak kenyal, 1 = Sangat tidak kenyal
****Skor : 7 = Sangat lebih disukai dari R, 6 = Lebih disukai dari R, 5 = Agak lebih disukai dari R, 4 = Sama disukai dengan
R, 3 = Agak lebih tidak disukai dari R, 2 = Lebih tidak disukai dari R, 1 = Sangat lebih tidak disukai dari R
8
berdasarkan perbandingan tepung terigu dengan Astawan, M. 2003. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar
Swadaya.
tepung pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 6.
Astawan, M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar
Berdasarkan Tabel 6, menunjukkan bahwa Swadaya.
perlakuan perbandingan tepung terigu dengan Aziz, N.A.A and Choo, CL. 2005. The Effect of Incorporation of
tepung pisang kepok tidak memberikan pengaruh Banana Flour on the Quality of Noodles. Proceeding of
Asian Food Conference. Jakarta.
nyata setiap perlakuannya. Penerimaan keseluruhan Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Tanaman Buah-buaha n
terhadap kesukaan panelis fetucini dilakukan (Pisang) 2011 – 2015. http://www.bps.go.id. Diakses pada
dengan cara membandingkan fetucini hasil 1 April 2019.
penelitian ini dengan fetucini R (komersial). Rata- Bowden P, Edwards J, Ferguson N, McNee T, Manning B,
rata skor pembanding jamak (penerimaan Roberts K. 2008. Wheat Growth and Development. State
of New South Wales (NZ) : NSW Department of Primary
keseluruhan) berkisar antara 3,70 sampai 4,90 yakni Industries Press.
sama disukai dengan R sampai agak lebih disukai Chong, Li. C. 2007. Utilisation of Matured Green Banana
dari R. Berdasarkan skor penilaian panelis terhadap (Musa Parasidiaca var Awak) Flour and Oat Beta Gluten
as Fibre Ingridients in Noodles. Thesis. University of
penerimaan keseluruhan fetucini dibandingkan
Malaysia. Page 6 – 24.
dengan fetucini R (komersial) dapat dinyatakan Desliani, Noviar H, Shanti F. 2019. Pemanfaatan Tepung Pisang
bahwa fetucini dengan perbandingan tepung terigu Kepok dan Buah Nangka Kering dalam Pembuatan Snack
dengan tepung pisang kepok sama disukai sampai Bar. Jurnal Teknologi Pangan. Vol. 13. No.1.
Didit, A. 2016. Pengaruh Jenis Tepung Pisang (Musa
agak lebih disukai dari fetucini reference. Penilaian
Paradisiaca) dan Waktu Pemanggangan terhadap
panelis terhadap penerimaan keseluruhan fetucini Karakteristik Banana Flakes. Skripsi. Universitas
dipengaruhi oleh warna, tekstur dan rasa fetucini. Pasundan.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000.
Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
IV. K ESIMPULAN DAN SARAN Eddy, S. 2012. Kajian Penerapan SNI Produk Tepung Terigu
sebagai Bahan Makanan. Jurnal Standardisasi Vol.14,
No.2.
Fauzi, M. 2006. Analisa Pangan dan Hasil Pertanian Handout.
a. Kesimpulan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember. Jember.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Fitasari, E. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu
dapat disimpulkan sebagai berikut : Terhadap Kadar Air, Kadar Lemak, Kadar Protein,
1. Perbandingan tepung terigu dengan tepung Mikrostruktur dan Mutu Organoleptik Keju Gouda
pisang kepok berpengaruh sangat nyata terhadap Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol 4
(2).
kadar air, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, Gandasari, RM. 2016. Substitusi Tepung Ubi Ungu dalam
cooking time, tekstur (kekerasan) dan warna Pembuatan Pivla (Pie Vla Ubi Ungu) dan Fabulous
namun tidak berpengaruh nyata terhadap rasa, (Fettucini Bolognaise Sauce). Proyek Akhir Fakultas
kekenyalan dan penerimaan keseluruhan. Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.
Gisslen, W. 2013. Professional Baking 6 th. Kanada : John
2. Perbandingan 85% tepung terigu dengan 15% Wiley dan Sons Inc.
tepung pisang kepok menghasilkan fetucini Haryadi. 1995. Kimia dan Teknologi Pati. Fakultas Teknologi
dengan sifat fisikokimia dan sifat organoleptik Pati. Fakultas Teknologi Program Pasca Sarjana.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
terbaik.
Heo H, Byung KB, Choi SK, Byung KC. 2012. Influence of
Amylose Content on Cooking Time and Textural
b. Saran Propoties of White Salted Noodles. Food Science
Pembuatan produk fetucini sebaiknya perlu Biotechnology. 21 (2) : 215–223.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance 2nd edition A
penambahan bahan aditif yang memberikan hasil Chapman and HallFood Science Book. Maryland: Aspens
yang paling baik. Publition.
Indrianti N, Rima K, Riyanti E, Doddy D. 2013. Pengaruh
Penggunaan Pati Ganyong, Tapioka dan Mocaf sebagai
Bahan Substitusi terhadap Sifat Fisik Mie Jagung Instan.
DAFTAR P USTAKA
Jurnal Agritech. Vol.33. No.4. Hal : 391 – 398.
Ioannou, I and Ghoul, M. 2013. Prevention of Enzymatic
Browning in Fruit and Vegetables. European Scientific
Anwar, K. 2019. Pengaruh Proporsi Tepung Pisang Kepok Journal, 9 (30), 310 – 341.
(Musa Paradisiaca L.) dan Tepung umbi Garut (Maranta Islamiya TY. 2015. Karakteristik Mie Basah dengan Substitusi
Arundianacea) terhadap Sifat Organoleptik Butter Tepung Jagung Kuning dan Tepung Daun Kelor (Moringa
Cookies. Jurnal Tata Boga, Vol.8. No.2. oleifera) sebagai Pangan Fungsional. Skripsi. Universitas
Aryani, MN. 2014. Pengaruh Rasio Semolina Durum dan Jember.
Tepung Pisang Kepok Terhadap Kecernaan Pati dan Juarez EG, Eduth A, Sonia G, Sayago A. 2006. Composition,
Karakteristik Fettuccine. Skripsi. Universitas Gadjah Digestibility and Application in Breadmaking of Banana
Mada. Flour. Plant Foods for Human Nutrition 61 : 131-137
Association of Official of Analitycal Chemist. 1984. Official Karunika, S. 2014. Sifat Fisikokimia dan Kecernaan Pati In Vitro
Methods of Analysis of the Association of Official Agricult Fettuccine dari Komposit Semolina Durum dan Tepung
Chemists. AOAC International. Washington DC. Pisang Tanduk atau Gabu. Skripsi Universitas Gadjah
Association of Official of Analitycal Chemist. 2005. Official Mada.
Methods of Analysis of the Association of Official Agricult Koswara, S. 2011. Produk Pasta, Beraneka Bentuk dan Rupa.
Chemists. AOAC International. Washington DC. Jakarta : Ebookpangan.com.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2013. Laporan Kulp, K and Ponte, J.G.Jr. 2000. Handbook of Cereal Science
APTINDO Tahun 2013. APTINDO. Jakarta. and Technology. 2nd edition. Marcel Dekker Inc. USA.
Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta :
Swadaya. PT. Dian Rakyat.
9
Lesmana, YT. 2017. Pengaruh Perbandingan Tepung Terigu Rohmah, M. 2013. Kajian Kandungan Pati, Amilosa dan
dengan Tepung Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) Amilopektin Tepung dan Pati pada Beberapa Kultivar
Terhadap Karakteristik Cookies Kaya Serat. Skripsi. Pisang. Prosiding Seminar Kimia. Hal.223-227.
Universitas Jambi. Rustandi, D. 2011. Produksi Mi. Solo : Penerbit Metagraf.
Lolodatu SE, L.M Ekawati, Sinung P. 2015. Kualitas Non-Flaky Silfia. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Pisang pada
Crackers Coklat dengan Variasi Substitusi Tepung Pisang Pembuatan Brownies terhadap Sifat Kimia dan
Kepok Kuning (Musa paradisiaca forma typica). Jurnal Penerimaan Organoleptik. Jurnal Litbang Industri Vol.2
Teknobiologi. Hal 1-14. No.2 Hal. 71-78.
Lubis YM, Novia ME, Ismaturahmi, Fahrizal. 2013. Pengaruh Sitohang, K.A.K. 2015. Pengaruh Perbandingan Jumlah Tepung
Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) dan Jenis Terigu dan Tepung Sukun dengan Jenis Penstabil
Tepung pada Pembuatan Mie Basah. Jurnal Rona Teknik terhadap Mutu Cookies Sukun. Skripsi. Universitas
Pertanian. Vol.6 No.1. Sumatera Utara.
MacDougall, DB. 2002. Colour in Food. Improving Quality. Soltani MF, Mahmoud O, Alimardani R. 2010. Prediction of
Woodhead Publishing Limited and CRC Press, LLC. New banana quality during ripening stage using capacitance
York. sensing system. Australian Journal of Crop Science.
Mahmudah, NA. 2017. Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensoris 4:443-447.
Flakes Pisang Kepok Samarinda (Musa paradisiaca Sudarmadji S, Bambang H, Suhardi. 1997. Analisa untuk Bahan
balbisiana) dengan Substitusi Pati Garut). Jurnal Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Teknologi Hasil Pertanian Vol. 10 No.1. Suyanti dan Supriyadi, A. 2008. Pisang, Budi Daya, Pengolahan
Maldonado and Pacheco Manley, D. 2000. Technology Of dan Prospek Pasar. Jakarta : Penebar Swadaya.
Biscuits, Cracker and Cookies Third Edition. CRC Press. Trisnawati, I.T dan Nisa, F.C. 2015. Pengaruh Penambaha n
New York. Konsentrat Protein Daun Kelor dan Karagenan terhadap
Martiyanti, M.A.A dan Vita, V.V. 2018. Sifat Organoleptik Mi Kualitas Mie Kering tersubstitusi Mocaf. Jurnal Pangan
Instan Tepung Ubi Jalar Putih Penambahan Tepung Daun dan Agroindustri Vol. 3 No. 1 Hal. 237-247.
Kelor. Jurnal Teknologi Pangan, Vol. 1, No. 1. Ulya S, Ratna Y, Wijaya R. 2017. Pemanfaatan Tepung Beras
Mohamed A, Jingyuan X, Mukti S. 2010. Yeast Leavened Merah dalam Pembuatan Roti Manis sebagai Upaya
Banana Bread : Formulation, Processing, Colour and Pengurangan Penggunaan Tepung Terigu. Jurnal
Texture Analysis. Food Chemistry. Vol. 118 (3) : 620-626. Teknologi Pangan. Vol.6 No.2
Murphy, P. 2000. Starch. In : Handbook of Hydrocolloid, Wahyudi, W. 2018. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung
Philips, G.O and Williams P.A. CRC Press : Washington, Pisang dan Tepung Umbi Talas serta Zat Aditif pada
D.C. Page 41-64. Pembuatan Mie Basah. Jurnal AGRITEPA, Vol. IV, No.2.
Nadra, M. and Pascal, S. 2010. The right number of consumers Waliszewski KN, Cortes HD, Pardio VT, Garcia MA. 1999.
to be enrolled in a liking test strongly depends on the level Color Parameter Changes in Banana Slices During
of sensory complexity among product. Osmotic Dehydration. Drying Technology 17 (4-5), 955-
[http://www.sensometric.org/resources/documents/2010/ 960.
meeting/ presentations /033-047-mammasse_2010.pdf]. Wandee Y, Dudsadee U, Santhanee PA, Chureerat P, Vilai R,
Diakses pada 18 Maret 2019. Nuanchawee W. 2015. Quality Assessment of Noodles
Noer S.W.M, Mohammad W, Kadirman. 2017. Pemanfaatan made from Blends of Rice Flour and Canna Starch. Food
Tepung Ubi Jalar (Ipomea btatas L) berbagai Varietas Chem Vol 179 : 85-93.
sebagai Bahan Baku Pembuatan Kue Bolu Kukus. Jurnal Wijaya ,V.A. 2017. Pengaruh Jenis Larutan Perendam terhadap
Pendidikan Teknologi Pertanian Vol. 3, No. 4. Hal 60 – Kualitas Tepung Pisang Kepok (Musa paradisiaca) yang
71. Diaplikasikan pada Produk Cookies. Skripsi. Universitas
Pangesthi, T. 2009. Pemanfaatan Pati Ganyong (Canna Edulis) Katolik Soegijapranata.
Pada Pembuatan Mie Segar Sebagai Upaya Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia
Penganekaragaman Pangan Non Beras. Media Pustaka Utama.
Pendidikan, Gizi dan Kuliner. Vol. 1. No.1. Winarti S, Sudaryati HP, Erick E. 2016. Sifat Fisiko – Kimia
Papetti, P. and Carelli, A. 2013. Composition and Sensory Flake Pisang Kepok dengan Substitusi Tepung Cassava.
Analysis for Quality Evaluation of a Typical Italian Jurnal Rekapangan. Vol.11. No.2.
Cheese : Influence of Ripening Period. Czech Journal of Witono JR, Angela JK, Heidyia SL. 2012. Optimasi Rasio
Food Sciences. Vol.31. No.5. Page : 438-444. Tepung Terigu, Tepung Pisang dan Tepung Ubi Jalar
Patola, E.C dan Dyah, W.H. 2017. Substitusi Pisang Kepok serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie.
Putih (Musa balbisiana) Pada Pembuatan Tortilla Chips Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
Pisang. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang. Vol. 6 No. 2. Universitas Katolik Parahayangan.
Pratomo, A. 2013. Studi Eksperimen Pembuatan Bolu Kering Yasinta U.N.A, . 2017. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu
Substitusi Tepung Pisang Ambon. Skripsi. Universitas dengan Tepung Pisang terhadap Sifat Fisikokimia dan
Negeri Semarang. Organoleptik Cookies. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Putri C.Y.K, Fransiskus SP, Yuliana R. 2019. Kualitas Muffin Vol.6 No.3.
dengan Kombinasi Tepung Pisang Kepok Putih (Musa Yuliana dan Novitasari, R. 2014. Pengaruh Substitusi Tepung
paradisiaca forma typica) dan Tepung Labu Kuning Terigu dengan Tepung Pisang Kepok terhadap
(Cucurbita moschata). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Karakteristik Mie Kering yang dihasilkan. Jurnal
Vol.4. No.2. Teknologi Pangan Vol.3 No.1.
Rahman T, Riyanti E, Rohmah L. 2011. Optimasi Proses Zulhanifah, M. 2015. Pengaruh Perbandingan Tepung Biji
Pembuatan Food Bar Berbasis Pisang. Prosiding SNaPP : Kacang Koro Pedang dengan Tepung Tempe Kacang
Sains, Teknologi, dan Kesehatan. ISSN : 1089-3582. Koro Pedang terhadap Karakteristik Flakes. Skripsi.
Ramadhani ZO, Bambang D, Yoyok BP. 2019. Pengaruh Universitas Pasundan.
Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Kepok
(Musa Acuminata L.) terhadap Kadar Protein, Kadar
Serat, Daya Kembang dan Mutu Hedonik Bolu Kukus.
Jurnal Teknologi Pangan Vol.3 No.1 Hal 80-85.
Ratnaningsih, Asep WP, Nur R. 2010. Pembuatan Tepung
Komposit dari Jagung, Ubi Kayu, Ubi Jalar, dan Terigu
(Lokal dan Impor) untuk Produk Mi. Prosiding Pekan
Serealia Nasional. ISBN : 978-979-8940-29-3. Hal 421-
432.
Riyanto C, Lorensia M.E.P, Sinung PF. 2014. Kualitas Mi Basah
dengan Kombinasi Edamame (Glycine max (L.) Merrill)
dan Bekatul Beras Merah. Jurnal Teknobiologi. Hal. 1-22.
10