(The Effect of the Making Method of Kepok’s Banana Peel Flour (Musa
paradisiaca Linn) on Chemical Properties)
Puput Eka Safitria*, Amali Rica Pratiwia, Lara Ayu Lestaria, Desti Ambar Watia, Wiwi
Febriania
a
Fakultas Kesehatan, Universitas Aisyah Pringsewu, Lampung, Indonesia
*Penulis korespondensi
Email: puputekasyaafitri@gmail.com
ABSTRACT
Kepok’s banana peel flour is a type of flour whichose main ingredient uses waste from kepok’s bananas
which is high in nutritional content, but its presence is still underutilized. The purpose of this study was to
determine the effect of the method of making kepok banana peel flour on chemical properties. The design
used in this study was experimental with a Completely Randomized Design (CRD). The treatments
consisted of P0 (without any addition), P1 (addition of 1% ascorbic acid), and P2 (addition of 1% ascorbic
acid and blanching) with three replications each. Making kepok’s banana peel flour using oven drying. The
parameters observed were proximate levels consisting of levels of protein, fat, water, ash, crude fiber, and
carbohydrates. Statistical analysis on proximate levels was done using One Way Anova and Post Hoc
Tamhane's. The results of the study showed that the best proximate levels were found in the P1 treatment
with protein (3.77%), fat (10.38%), water (8.17%), ash (6.28%), crude fiber (8.92%), and carbohydrates
(71.40%). The addition of 1% ascorbic acid and blanching to kepok’s banana peel flour had a significantly
different effect on fat content (p 0.02) carbohydrates (p 0.04), and there was no significant effect on protein
content (p 0.79), water (p 0.07), ash (0.32), and crude fiber (p 0.34).
ABSTRAK
Tepung kulit pisang kepok adalah tepung yang bahan utamanya menggunakan limbah dari buah pisang
kepok yang tinggi akan kandungan gizi namun keberadaannya masih kurang dimanfaatkan. Tujuan
penelitian ini mengetahui pengaruh metode pembuatan tepung kulit pisang kepok terhadap sifat kimia.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Perlakuan terdiri atas P0 (tanpa penambahan apapun), P1 (penambahan asam askorbat 1%), dan
P2 (penambahan asam askorbat 1% dan blanching) dengan masing-masing tiga kali ulangan. Pembuatan
tepung kulit pisang kepok menggunakan pengeringan oven. Parameter yang diamati adalah kadar
proksimat yang terdiri dari kadar protein, lemak, air, abu, serat kasar, dan karbohidrat. Analisis statistik
pada kadar proksimat menggunakan One Way Anova dan Post Hoc Tamhane’s. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa kadar proksimat terbaik terdapat pada P1 dengan kandungan protein (3.77%), lemak
(10.38%), air (8.17%), abu (6.28%), serat kasar (8.92%), dan karbohidrat (71.40%). Penambahan asam
askorbat 1% dan blanching pada tepung kulit pisang kepok ada pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kadar lemak (p 0.02) karbohidrat (p 0.04), dan tidak ada pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar
protein (p 0.79), air (p 0.07), abu (0.32), dan serat kasar (p 0.34).
6
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 22 (1): 6-15, 2023.
7
Puput Eka Safitri et al., 2023.
8
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 22 (1): 6-15, 2023.
Gambar 1. Kenampakan Tepung Kulit Pisang Kepok Perlakuan P0, P1, dan P2
hidrolisis ikatan peptida semakin besar Menurut Triyono (2010) protein akan
sehingga struktur primer protein rusak mengalami denaturasi apabila dipanaskan
(Setiani et al., 2021). Hal ini sejalan dengan pada suhu 50-80℃. Hal ini sejalan dengan
penelitian Simangunsong et al (2016) yang pendapat Fajar et al. (2014) yang
menyatakan bahwa hidrolisis protein terjadi menyatakan bahwa proses blanching 50℃
karena penambahan larutan asam kuat selama 10 menit menghasilkan kadar protein
maupun asam lemah (asam askorbat) dan tertinggi jika dibandingkan dengan suhu
mengakibatkan terjadinya denaturasi. yang lebih tinggi dan waktu blanching yang
Suhu blanching 90℃ dengan waktu 5 lebih lama.
menit pada P2 diduga mengakibatkan
protein mengalami denaturasi sehingga Kadar Lemak
protein yang terdeteksi pada tepung kulit Hasil analisis kadar lemak tepung kulit
pisang kepok menjadi rendah. Kadar protein pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1.
yang rendah akibat aktifnya enzim proteolitik Masing-masing perlakuan P0, P1, dan P2
dimana enzim ini diduga memecah ikatan ada pengaruh yang berbeda nyata terhadap
dari protein menjadi molekul yang lebih kadar lemak tepung kulit pisang kepok
sederhana sehingga pada produk kering dengan nilai p 0,02 (p<0.05) sehingga
protein tidak terdeteksi kembali menjadi dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan
protein (Fajar et al., 2014). Hal ini sejalan analisis Post Hoc Tamhane’s dapat dilihat
dengan penelitian Kusumawati et al. (2012) pada Tabel 2. Dimana tidak terdapat
yang menyatakan bahwa proses blanching perbedaan yang siginifikan antara P0-P1,
pada tepung biji nangka dengan suhu 80℃ P0-P2, P1-P2 pada tepung kulit pisang
dan waktu 10 menit menghasilkan rata-rata kepok. Kandungan rata-rata kadar lemak
kadar protein lebih rendah dibandingkan tertinggi yaitu pada P0 sebesar 11,7%, dan
dengan perlakuan tanpa blanching. rata-rata kadar lemak terendah pada P2
9
Puput Eka Safitri et al., 2023.
10
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 22 (1): 6-15, 2023.
Kemungkinan turunnya kadar air ini (0,2%) pada bahan menghasilkan kadar abu
berpengaruh pada saat proses pengeringan. terendah.
Proses blanching mengakibatkan bahan Perlakuan blanching tidak
menjadi lunak dan kadar air dalam bahan mempengaruhi kadar abu karena abu
akan semakin meningkat sehingga termasuk kedalam bahan anorganik
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama sedangkan perlakuan blanching tidak
dalam proses pengeringan. Semakin tinggi mempengaruhi sifat pada bahan anorganik
suhu dan lama waktu pengeringan yang produk tepung kulit pisang kapok (Nasihin et
digunakan maka kadar air yang dihasilkan al., 2018). Peningkatan kadar abu suatu
semakin menurun (Tionika dan Septiani., bahan dipengaruhi oleh proses pengeringan,
2019). Hal tersebut sejalan dengan semakin lamanya proses pengeringan maka
penelitian Riansyah et al. (2013) yang kadar air akan semakin menurun sehingga
menyatakan bahwa penurunan nilai kadar air semakin banyak residu yang ditinggalkan
terus berlangsung dengan semakin lamanya dalam bahan (Azis, 2018). Hal tersebut
waktu yang digunakan selama proses sejalan dengan penelitian Riansyah et al.
pengeringan. (2013) yang menyatakan bahwa
peningkatan kadar abu dipengaruhi oleh
Kadar Abu suhu dan lamanya waktu pengeringan,
Hasil analisis kadar abu tepung kulit dimana semakin lama waktu pengeringan
pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1. maka semakin meningkat kadar abu yang
Masing-masing perlakuan P0, P1, dan P2 terkandung dalam suatu produk pangan.
tidak ada pengaruh yang berbeda nyata Didukung oleh pendapat Oktavianti dan Putri
terhadap kadar abu tepung kulit pisang (2015) kadar abu tidak terpengaruh oleh
kepok dengan nilai p 0,32 (p>0.05). perlakuan fisik maupun kimia dan hanya
Kandungan rata-rata kadar abu tertinggi hilang sekitar 3% bagian dari proses
pada P0 sebesar 7,99%, dan rata-rata kadar pemasakan bahan pangan.
abu terendah pada P1 sebesar 6,28%.
Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan Kadar Seat Kasar
antara lain disebabkan oleh kandungan Hasil analisis kadar serat kasar tepung
mineral yang berbeda pada sumber bahan kulit pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1.
baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses Masing-masing perlakuan P0, P1, dan P2
pengeringan yang dilakukan (Rachmania et tidak ada pengaruh yang berbeda nyata
al., 2013). Menurut Standar Nasional terhadap kadar serat kasar tepung kulit
Indonesia (SNI) 01-3751-2006 maupun SNI pisang kepok dengan nilai p 0,34 (p>0.05).
01-3751-2009 syarat mutu tepung terigu Kandungan rata-rata kadar serat kasar
memiliki kadar abu maksimal 0,7%, tertinggi pada P1 sebesar 8,92%, dan rata-
berdasarkan data yang didapatkan kadar rata kadar serat terendah pada P0 sebesar
abu tepung kulit pisang kepok P1 sebesar 7,8%. Peningkatan kadar serat kasar pada
6,28% tidak sesuai dengan yang disyaratkan perendaman asam askorbat diduga karena
SNI. asam askorbat mampu mempertahankan
Penurunan kadar abu pada P1 dinding sel jaringan yang rusak pada saat
disebabkan karena adanya beberapa perendaman. Menurut Ertas (2011)
kandungan mineral dalam bahan yang larut peningkatan kadar serat kasar diakibatkan
ke dalam air selama proses perendaman. karena sebagian besar komponen-
Hal tersebut sejalan dengan penelitian komponen gizi pada tepung kulit pisang
Munthe et al. (2018) yang menyebutkan kepok yang larut dalam media perendaman
bahwa perendaman asam askorbat dengan dan hanya menyisakan serat kasar.
konsentrasi tertinggi sebesar 2000 ppm
11
Puput Eka Safitri et al., 2023.
Tabel 2. Uji Lanjut Post Hoc Tamhane’s Kadar Lemak dan Karbohidrat Tepung Kulit Pisang Kepok
Nilai p
Komponen Perlakuan
P0 P1 P2
P0 - 0.55 0.49
Lemak P1 - - 0.72
P2 - - -
P0 - 0.77 0.02
Karbohidrat P1 - - 0.57
P2 - - -
Pengurangan kandungan gizi terjadi analisis Post Hoc Tamhane’s dapat dilihat
lebih besar karena perendaman, perebusan pada Tabel 2. Dimana terdapat perbedaan
dan pengukusan, jika semua kandungan gizi yang siginifikan antara P0-P2. Kemudian,
telah hilang yang tersisa adalah serat kasar tidak terdapat perbedaan yang siginifikan
(Moniharapon et al., 2017). Hal ini sejalan antara P0-P1, dan P1-P2 pada tepung kulit
dengan penelitian Suryanto et al. (2011) pisang kepok. Kandungan rata-rata kadar
yang menyatakan bahwa, perendaman karbohidrat tertinggi pada P2 sebesar
dengan menggunakan vitamin C (asam 76,95%, dan rata-rata kadar karbohidrat
askorbat) berpengaruh terhadap terendah pada P0 sebesar 68,05%.
meningkatnya kadar serat kasar pada Peningkatan kadar karbohidrat pada
bahan. perlakuan blanching disebabkan karena
Penurunan serat kasar pada pelakuan komponen karbohidrat dapat terjadi
blanching disebabkan oleh dinding sel pada perubahan yang disebabkan adanya
bahan larut dalam air selama proses hidrolisa pati dari kegiatan enzim amilase
pengolahan dan lama blanching juga sehingga karbohidrat dalam bahan pangan
menyebabkan turunnya kadar serat kasar umumnya menunjukkan beberapa
pada bahan, karena struktur gel pektin dan perubahan selama proses blanching
hemiselulosa rusak oleh pemanasan pada (Kusumawati et al., 2012). Faktor-faktor
saat blanching (Kusumawati et al., 2012). yang dapat mempengaruhi proses hidrolisis
Hal ini diidukung oleh hasil penelitian pati antara lain yaitu konsentrasi substrat,
Sritiana et al (2018) yang menyatakan konsentrasi enzim, suhu, pH dan lama
bahwa perlakuan blanching pada suhu 80℃ proses hidrolisis (Rahmawati et al, 2015).
selama 5 menit menyebabkan turunnya Hal tersebut sejalan dengan penelitian
kadar serat kasar, akibat adanya Kusumawati et al. (2012) yang menyatakan
pemanasan yang dapat merusak struktur gel bahwa, perlakuan blanching pada tepung biji
pektin dan hemiselulosa. Selain itu, menurut nangka dengan suhu 80℃ dan waktu 10
Cahyani et al. (2019), banyaknya kadar serat menit menghasilkan rata-rata kadar
pada tepung dipengaruhi oleh tingginya suhu karbohidrat tertinggi.
dan lamanya waktu dalam proses Kegiatan enzim α-amilase sendiri pada
pengeringan. Pengeringan dengan waktu molekul amilopektin akan menghasilkan
yang lebih singkat akan menghasilkan kadar glukosa, maltosa, dan α-limit dextrin
serat yang lebih tinggi dibandingkan pada sehingga kadar karbohidrat pada bahan
pengeringan dengan waktu yang lebih lama. akan meningkat akibat pemecahan tersebut
(Risnoyatiningsih, 2011). Pemberian asam
Kadar Karbohidrat askorbat dan besarnya konsentrasi dapat
Hasil analisis kadar karbohidrat tepung menyebabkan pH pada bahan akan turun
kulit pisang kepok dapat dilihat pada Tabel 1. (Laga et al., 2019). Aktivitas katalitik
Masing-masing perlakuan P0, P1, dan P2 maksimum enzim α-amilase terjadi pada pH
ada pengaruh yang berbeda nyata terhadap 5,2-5,6 (Jayanti, 2011). Sehingga dapat
kadar karbohidrat tepung kulit pisang kepok dikatakan bahwa pemberian asam askorbat
dengan nilai p 0,04 (p<0.05), sehingga
dilakukan analisis lebih lanjut menggunakan
12
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 22 (1): 6-15, 2023.
1% pada tepung kulit pisang kepok menjadi Penggunaan Koagulan Jus. Students
salah satu factor terjadinya hidrolisis pati. E-Journal, 4(1).
Penentuan kadar karbohidrat pada Azis, R. (2018). Karakteristik Tepung Ampas
tepung kulit pisang kepok menggunakan
Kelapa. Journal of Agritech Science
metode by difference yaitu penentuan kadar
karbohidrat berdasarkan selisih persentase (JASc), 2(2)
keseluruhan bahan dengan total Azizah, Purwandhani, S. N., & Laswati, D. T.
penjumlahan kadar air, lemak, protein, dan (2021). Fortifikasi Ikan Barakuda
kadar abu. Semakin tinggi kadar komponen (Sphyraena Jello) Dalam Pembuatan
gizi lain, maka kadar karbohidrat akan Tortilla Chips. Agrotech, 3(2).
semakin rendah (Sritina et al., 2018). Badan Pusat Statistika (BPS) dan Direktorat
Jenderal Hortikultura. 2020. Produksi
KESIMPULAN
Pemberian berbagai metode pembuatan Tanaman Buah-buahan 2020.
tepung kulit pisang kepok memberikan Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi
pengaruh terhadap sifat kimia yaitu kadar Lampung. 2022. Provinsi Lampung
lemak p 0,02 (p<0.05) dan karbohidrat p 0,04 Dalam Angka. Lampung: Bada Pusat
(p<0.05), tidak memberikan pengaruh Statistika.
terhadap kadar protein (p 0.79), air (p 0.07), Cahyani, Sri, Tamrin, Hermanto. (2019).
abu (0.32), dan serat kasar (p 0.34). Kadar
Pengaruh Lama Dan Suhu
proksimat terbaik terdapat pada P1 dengan
kandungan protein (3.77%), lemak (10.38%), Pengeringan Terhadap Karakteristik
air (8.17%), abu (6.28%), serat kasar Organoleptik, Aktivitas, Antioksidan,
(8.92%), dan karbohidrat (71.40%). Saran Dan Kandungan Kimia Tepung Kulit
pada penelitian ini yaitu dapat dikaji lebih Pisang Ambon (Musa Acuminata
lanjut pengaruh konsentrasi asam askorbat Cola). J.Sains dan Teknologi Pangan,
<1% dengan variasi lama waktu 4(1).
perendaman berbeda untuk melihat
konsentrasi terbaik agar kadar protein dan Cahyawati, N., Arifin, B., & Indriani, Y.
lemak tidak turun namun tetap menjaga (2020). Analisis Nilai Tambah Keripik
kandungan gizi lainnya agar tetap stabil. Pisang Kepok Dan Sistem Pemasaran
Penggunaan suhu blanching rendah dengan Pisang Kepok (Musa Paradisiaca) Di
waktu relatif lama lebih efektif mencegah Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmu
terjadinya denaturasi jika dibandingkan Ilmu Agribisnis (JIIA), 8(1).
dengan blanching suhu tinggi dan waktu
Dahlan, M. S. (2016). Statistik untuk
singkat (50-80℃).
Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 6.
DAFTAR PUSTAKA Jakarta: Epidemiologi Indonesia.
Anwar, H., Septiani, & Nurhayati. (2021). Ertas, N. (2011). The Effects of Aqueous
Pemanfaatan Kulit Pisang Kepok Processing on Some Physical and
(Musa Paradisiaca L.) Sebagai Nutritional Properties of Common
Subtitusi Tepung Terigu dalam Bean (Phaseolus vulgaris L.).
Pengolahan Biskuit. Jurnal International Journal of Health and
Pengabdian Masyarakat Nutrition, 2, 21-27
Berkemajuan, 4(2) Fajar, I. M., Kencana, D., & Arda, G. (2014).
Arifiansyah, M. (2015). Karakteristik Kimia Pengaruh Suhu Dan Waktu Blanching
(Kadar Air Dan Protein) Dan Nilai Terhadap Karakteristik Fisik Dan Kimia
Kesukaan Keju Segar Dengan Produk Rebung Bambu Tabah Kering
13
Puput Eka Safitri et al., 2023.
14
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi
Journal of Food Technology and Nutrition
Vol 22 (1): 6-15, 2023.
15