BAB I
PENDAHULUAN
2. Mencari kondisi optimum ekstraksi pektin dengan variable pH pelarut dan waktu
ekstraksi
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis pelarut terhadap jumlah rendemen pektin yang dihasilkan ?
2. Bagaimana pengaruh variasi pH pelarut terhadap hasil ekstrak dan kualitas pektin yang
didapatkan ?
3. Bagaimana pengaruh waktu ekstraksi terhadap hasil ekstrak dan kualitas pektin yang
didapatkan ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
diekstrak untuk dijadikan pewarna. Getah pada tanaman nangka dapat digunakan
sebagai perekat porselen (E.W.M. Verheji dan R.E Coronel, 1997).
Biji nangka dimanfaatkan sebagai tepung karena kandungan karbohidratnya
mencapai 36,7% serta memiliki kandungan kalsium, besi dan fosfor yang cukup
besar. Tepung dari biji nangka dapat digunakan untuk membuat emping, keripik dan
roti. Menurut hasil penelitian Departemen Perindustrian Republik Indonesia Riset
Dan Standardisasi Industri Medan pada tahun 2008 komposisi tepung biji nangka
yaitu kadar air 10,30%, kadar protein 11,70%, kadar karbohidrat 53,77%, kadar lemak
3,78%, kadar abu 3,31%, dan kadar gula 2,01%. (Adikhairani, 2012)
Jerami nangka juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan yoghurt, menurut hasil
takaran jerami nangka yang memiliki komposisi kimia yaitu kadar lemak 10%,
protein 1,95%, karbohidrat 9,30%, serat kasar 1,94% menyebabkan tingginya jumlah
bakteri yang terdapat dalam yoghurt karena dengan sifat fisik dan komposisi kimia
yang dimiliki jerami nangka dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk hidup dan
berkembang biak (Winarsih dan Sopandi, 2014).
Komponen Jerami
Air (%bb) 65,12
Protein (%bk) 1,95
Lemak (%bk) 10,00
Karbohidrat (%bk) 9,30
Serat kasar (%bk) 1,94
Abu (%bk) 1,11
Sumber: Yulan Isnaharani 2009
2.1.2 Pektin
Pektin merupakan serbuk halus atau sedikit kasar, berwarna putih dan hampir
tidak berbau (Tuhuloula, 2013). Bobot molekul pektin bervariasi antara 30.000-
300.000. Kelarutan pektin berbeda-beda, sesuai dengan kadar metoksilnya.Pektin
digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena
kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin
pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya
pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol (Hariyati, 2006). Dalam industri
makanan pektin dibutuhkan dalam pembuatan selai, jelly maupun dalam industri
kembang gula. Pektin juga berperan dalam industri teknologi umum sebagai pengental
lateks karet dan untuk menghasilkan zat pembentuk buih pada cairan pemadam
kebakaran dengan menghirolisis zat yang mengandung pektin (Wusnah, 2015).
Gambar 2.3 Struktur Asam Galakturonat Gambar 2.4 Struktur metil-α- Galakturonat
Gambar 2.5 Skema Perubahan Protopektin Menjadi Pektin dan Asam Pektat
Struktur bahan baku akan mempengaruhi proses ekstraksi, bahan baku yang lunak
maka ekstraksi berlangsung lebih cepat dan jumlah molekul yang akan terlarut lebih
banyak, sedangkan bahan baku memiliki struktur yang keras maka memerlukan
perlakuan khusus terlebih dahulu agar bahan dapat dengan mudah diekstraksi
(Prasetyowati, 2009).
2.1.2.4 Karakteristik Pektin
Mutu pektin berpengaruh dalam pengaplikasian pektin pada bahan pangan
(Triyadi, 2017).
Standar mutu pektin berdasarkan standar mutu International Pectin Production
Association (2002) dan codex (1996) sebagai berikut :
Faktor Mutu Kandungan
Kadar Air Maks 12%
Kadar Abu Maks 1,0%
Berat Ekivalen 600-800 mg
Kandungan Metoksil
Pektin Metoksil Tinggi >7,12%
Pektin Metoksil Rendah 2,5%-7,12%
Kadar Asam Galakturonat Min 65%
Derajat Esterifikasi
Pektin Ester Tinggi Min 50%
Pektin Ester Rendah Maks 50%
a. Kadar Air
Kadar air menyatakan kandungan air yang terdapat dalam pektin. Menurut Hui,
pektin komersial biasanya memilki kadar air 8%. Kadar air dipengaruhi oleh proses
pemurnian pektin baik dengan penguapan atau pada saat pengeringan. Berdasarkan
sifat pektin larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter
dan hidrokarbon (Prasetyowati,2009).
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Kandungan air di
dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba.
Kadar air dalam bahan pangan seperti selai sangat berperan untuk menjaga konsistensi
tekstur (Fahrizal,2014).
b. Berat Ekivalen
Berat ekivalen yaitu ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas
(tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin. Asam pektat murni merupakan zat
pektat yang seluruhnya tersusun atas asam poligalakturonat yang terbebas dari gugus
metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Semakin rendah kadar pektin maka
semakin rendah berat ekivalen (Maulana, 2015).
c. Kadar metoksil
Penetapan kadar metoksil pada prinsipnya adalah reaksi penyabunan pektin dan
titrasi gugus karboksil bebas untuk menentukan banyaknya jumlah gugus metil ester
hasil esterifikasi (Novitarini, 2015). Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting
dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur
dan tekstur dari gel pektin (Maulana, 2015). Pektin dapat dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan kandungan metoksil dan derajat esterifikasi yaitu pektin
berkadar metoksil tinggi (HMP) mempunyai kandungan metoksil minimal 7 % dan
derajat esterifikasi diatas 50%. Sedangkan pektin berkadar metoksil rendah memiliki
kandungan metoksil maksimal 7% dan derajat esterifikasi antara 30% sampai 50%
(Novitarini, 2015 dan Prasetyowati, 2009). Pektin bermetoksil tinggi membentuk gel
dengan adanya gula dan asam. Pektin bermetoksil rendah dapat membentuk gel
dengan adanya kation polivalen (Widyaningrum, 2014).
Menurut Rachmawan (2005) seiring dengan proses ekstraksi selalu terjadi
proses deesterifikasi pektin, sebab reaksi dapat menyebabkan terputusnya ikatan
glikosidik dari gugus metil ester ( Novitarini,2015).
d. Kadar galakturonat
Penentuan kadar galakturonat penting untuk menentukan kemurnian pektin
terhadap bahan organic lainnya seperti polisakarida seperti arbinosa, galaktosa, dan
gula lain. Semakin besar kadar asam galakturonat maka pektin semakin murni karena
kandungan organiknya semakin kecil (Prasetyowati, 2009). Kadar galakturonat dan
muatan pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan
pektin. Kadar galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin
(Hariyati,2006).
2.1.3 Ekstraksi
Ada beberapa faktor yang mendasari metode ekstraksi seperti sifat bahan, daya
penyesuain dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh
ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna. Pemisahan terjadi atas dasar
a) Ekstraksi padat-cair(leaching)
Pada ekstraksi padat-cair, komponen yang terdapat dalam padatan yang tidak
dapat larut dipisahkan dengan mengunakan bantuan pelarut. Komponen yang
dipisahkan bisa satu atau beberapa komponen. Pada proses ekstraksi padat-cair dua
langkah yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta pemisahan larutan dari padatan
(Felycia,dkk 2007).
Ekstraksi padat-cair meliputi dua langkah:
1. Kontak antara pelarut dan zat padat untuk mentransfer zat terlarut ke dalam pelarut.
2. Pemisahan atau pencucian larutan dari residu zat padat.
b) Ekstraksi cair-cair
dengan umpan disebut solven. Dengan demikian akan didapat dua fase yang masing-
masing disebut sebagai fase kaya solven (ekstrak) dan fase cairan sisa yang solutnya
telat dipisahkan (diluen).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Keterangan :
1. Water bath
2. Labu leher tiga
3. Pendingin balik
4. Statif
5. Motor pengaduk
6. Termometer
Pengeringan
Penghalusan
Pelarut Ekstraksi
Penyaringan Ampas
Filtrat
Penyaringan Filtrat
Pengeringan
Pektin Analisis
Keterangan :
3.5.1 Rendeman
W1
Dimana :
Kadar Air (%) = Berat sample awal – Berat sample akhir x 100%
(Sulihono, 2012)
ml NaOH x N NaOH
(Kencana, 2010)
Analisis kadar metoksil dilakukan dengan metode titrasi. Larutan hasil analisa
berat ekuivalen ditambah 12,5 ml NaOH 0,25 N, dikocok, ditutup dan didiamkan
selama 30 menit pada suhu kamar. Larutan ini selanjutnya ditambah 12,5 ml HCl
0,25 N dan indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N
sampai timbul warna merh muda. Volume NaOH yang digunakan dicatat sebagai ml
NaOH. Kadar metoksil dihitung dengan rumus :
( Kencana,2010)
Pengaruh kadar asam galakturonat dihitung dari mili ekivalen (mek) NaOH
Berat sample
Berat sample
BAB IV
Tabel 4.1 Data hasil penelitian pengaruh jenis pelarut terhadap pektin hasil ekstraksi
Jenis Pelarut Rendeman Kadar Kadar Kadar
Pektin (%) Air (%) Metoksil (%) Galakturonat (%)
HCl 2,8096 20,96 10,23 63,008
Asam Sitrat 3,032 21,28 10,23 69,344
Dari tabel 4.1 dapat dibuat grafik hubungan antara jenis pelarut terhadap
karakteristik pektin yang dihasilkan.
70.0 80.0
60.0 70.0
50.0 rendeman 60.0
rendeman
Kadar %
40.0 50.0
Kadar %
kadar air
40.0 kadar air
30.0
kadar metoksil 30.0 kadar metoksil
20.0
kadar galakturonat
20.0 kadar galakturonat
10.0
10.0
0.0
0.0
Pelarut HCl 1 Asam Sitrat
Pelarut
Grafik 4.1.a Pengaruh pelarut asam Grafik 4.1.b Pengaruh pelarut asam
klorida terhadap karakteristik pektin sitrat terhadap karakteristik pektin
Pada pemilihan jenis pelarut menggunakan dua pelarut polar yaitu HCl dan
asam sitrat. Penelitian dilakukan pada kondisi operasi dengan waktu 30 menit, suhu
80 oC dan pH masing-masing pelarut pH 2,0.
Pada diagram batang diatas menunjukan bahwa penggunaan pelarut asam sitrat
menghasilkan rendeman pektin sebesar 3,03% lebih besar daripada pelarut HCl yang
hanya menghasilkan rendeman pektin sebesar 2,81%. Hal ini diduga karena pelarut
asam sitrat mempunyai daya melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi
(limbah nangka) dan tingkat kepolaran asam sitrat lebih tinggi dibandingkan dengan
pelarut HCl.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air pada pektin kering yang
dihasilkan tidak berbeda jauh yaitu untuk HCl sebesar 20,96% dan asam sitrat
21,28%.
Sedangkan kadar metoksil yang dihasilkan antara ekstraksi yang menggunakan
pelarut HCl dan asam sitrat sama yaitu sebesar 10,23%.
Dan analisis asam galakturonat yang dihasilkan menunjukkan penggunaan
pelarut asam sitrat memiliki kadar galakturonat yang lebih tinggi yaitu sebesar 69,34
dibandingkan dengan penggunaan pelarut HCl sebesar 63,008%. Hal ini diduga
karena pelarut HCl merupakan asam kuat sehingga gugus karboksil asam galakturonat
yang terbentuk akan teresterifikasi dengan metil menjadi metil ester, sehingga kadar
asam galakturonat dalam pektin sedikit. Dari uraian diatas maka pelarut yang
digunakan yaitu asam sitrat dengan rendeman pektin yang dihasilkan lebih banyak
dan kadar galakturonatnya lebih tinggi dimana kadar galakturonat menentukan
kemurnian pektin, semakin tinggi kadar galakturonat maka pektin yang dihasilkan
semakin murni.
Dari tabel 4.2 dapat dibuat grafik hubungan pengaruh pH dan waktu terhadap
rendeman pektin yang dihasilkan.
100.0
90.0
80.0
Kadar %
70.0
60.0 rendemen pektin
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pH pelarut pada saat ekstraksi
sangat mempengaruhi jumlah rendeman pektin yang dihasilkan. Dari penelitian
didapatkan dengan meningkatnya pH ekstraksi jumlah pektin yang didapat semakin
kecil. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pada pH 1,5 diperoleh jumlah pektin
terbanyak dengan hasil rendemen 5,18%. Hal ini disebabkan semakin kecil pH
ekstraksi kondisinya semakin asam sehingga memiliki lebih banyak ion hidrogen,
kemungkinan kalsium dan magnesium yang disubtitusi lebih banyak maka jumlah
pektin yang dihasilkan lebih banyak dan semakin asam kondisi ekstraksi maka akan
meningkatkan pelepasan protopektin dari kulit dan jerami nangka sehingga kadar
pektin yang didapatkan semakin besar pula.
Sedangkan untuk kadar airnya, dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa
persentase kadar air dari hasil yang didapat berkisar antara 9,2 % sampai dengan
29,6 %. Kadar air terkecil pada sample pH 2,5 dengan lama ekstraksi 30 menit.
Kadar air menyatakan kandungan air yang terdapat dalam pektin. Pektin komersial
biasanya memilki kadar air 12%.
Dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa % kadar metoksil pektin dari limbah
nangka berkisar antara 10,17%-14,57%, kandungan metoksil tertinggi diperoleh
pada pektin yang diekstraksi dengan pH 1,6 dengan kadar 14,57%. Penetapan kadar
metoksil pada prinsipnya adalah reaksi penyabunan pektin dan titrasi gugus
karboksil bebas untuk menentukan banyaknya jumlah gugus metil ester hasil
esterifikasi. Dalam penelitian ini, peningkatan pH pelarut selama proses ekstraksi
menyebabkan penurunan kadar metoksil pektin yang dihasilkan walaupun pada pH
2,5 mengalami kenaikan tetapi kadar metoksilnya tidak melebihi pada pH 1,6.
Semakin tinggi pH pelarut maka kondisinya kurang asam dan dengan waktu
ekstraksi 30 menit protopektin belum terhidrolisis sempurna menjadi pektin karena
asam yang digunakan belum mencukupi untuk menghidrolisis protopektin menjadi
pektin sehingga kadar metoksil yang dihasilkan juga semakin menurun karena gugus
karboksil asam galakturonat dalam pektin yang teresterifikasi dengan metil menjadi
metil ester semakin sedikit.
Penentuan kadar asam galakturonat penting untuk menentukan kemurnian
pektin. Kadar galakturonat serta muatan molekul pektin berperan penting dalam
penentuan sifat fungsional larutan pektin dan mempengaruhi struktur dan tekstur
dari gel pektin yang terbentuk . Semakin tinggi kadar galakturonat maka semakin
tinggi mutu pektin. Kadar galakturonat pektin dari limbah nangka berkisar antara
61,6% - 92,57%. Dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa pengaruh pH pelarut terhadap
kadar galakturonat menunjukan bahwa semakin rendah pH ekstraksi semakin tinggi
kadar galakturonat dalam pektin. Kadar galakturonat tertinggi pektin didapat pada
pH 1,6 sebesar 92,57%. Hal ini disebabkan karena semakin rendah pH kondisinya
semakin asam sehingga hidrolisis protopektin menjadi pektin semakin banyak
sehingga kadar asam galakturonat dalam pektin juga semakin banyak.
Tabel 4.3 Data hasil penelitian pengaruh variable waktu terhadap karakteristik
pektin yang dihasilkan
Dari tabel 4.3 dapat dibuat grafik hubungan pengaruh waktu terhadap karakteristik
pektin yang dihasilkan.
90.000
80.000
70.000
60.000
Kadar %
kadar galakturonat
20.000
10.000
0.000
0 50 100 150 200
Waktu Ekstraksi
Grafik 4.3 Hubungan antara Waktu terhadap Hasil Ekstraksi Pektin
tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 45 menit yaitu sebesar 12,83%. Penurunan
kadar metoksil ini dikarenakan seiring dengan proses ekstraksi selalu terjadi proses
deesterifikasi pektin dimana pektin yang terbentuk menjadi asam pektat yang asam
galakturonat bebas dari metil ester, sehingga kandungan metil ester semakin sedikit.
Sedangkan hubungan waktu terhadap kadar galakturonat yaitu semakin lama
waktu ekstraksi maka kadar galakturonatnya semakin rendah. Kadar galakturonat
tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 45 menit sebesar 85,54%. Semakin lama
waktu ekstraksi akan menyebabkan proses deesterifikasi pektin menjadi asam pektat
sehingga kandungan asam galakturonatnya semakin rendah seiring dengan
meningkatnya waktu ekstraksi.
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Pengaruh jenis pelarut terhadap hasil ekstraksi, yaitu penggunaan pelarut asam sitrat
menghasilkan rendeman pektin yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut HCl
yaitu sebesar 3,03% dengan waktu ekstraksi 30 menit dan suhu ekstraksi 80 oC.
2. Pengaruh pH pelarut terhadap hasil ekstraksi, yaitu semakin rendah pH pelarut maka
rendeman pektin yang dihasilkan semakin banyak. pH optimal untuk ekstraksi pektin
yaitu pada pH 1,5 dengan pektin yang dihasilkan sebesar 5,18% pada waktu ekstraksi
30 menit dan suhu ekstraksi 80 oC.
3. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap hasil ekstraksi, yaitu semakin lama waktu
ekstraksi rendeman pektin yang dihasilkan semakin banyak. Waktu optimal untuk
ekstraksi pektin yaitu selama 2 jam dengan pektin yang dihasilkan sebesar 15,62%
pada suhu ekstraksi 80 oC dan pH 1,5.
4. Rendeman pektin tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 2 jam, suhu ekstraksi 80 oC
dan pH 1,5 dengan pelarut asam sitrat menghasilkan pektin sebesar 15,62 % , kadar
air 19,2% , kadar metoksil 11,47% , dan kadar galakturonat 71,46%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk ekstraksi pektin dari limbah nangka
dengan mencari suhu optimal ekstraksi agar kandungan penting dalam pektin seperti
kadar metoksil dan kadar galakturonat tidak menurun seiring dengan penambahan
waktu operasi.
2. Pada saat pengeringan pektin lebih baik waktu pengeringan lebih lama agar kadar air
dalam pektin memenuhi standar mutu pektin.