Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM

EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nangka adalah salah satu jenis buah yang paling banyak ditanam di daerah tropis.
Buah ini cukup terkenal di seluruh dunia. Dalam bahasa Inggris dinamakan jack fruit.
Tanaman ini diduga berasal dari India bagian selatan yang kemudian menyebar ke daerah
tropis lainnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pohon nangka dapat tumbuh hampir di
setiap daerah. Satu pohon nangka dapat menghasilkan buah yang cukup banyak. Buah
nangka terdiri dari bagian-bagian seperti kulit buah, jerami buah, daging buah, dan biji.
Bagian dari buah nangka yang umum dikonsumsi adalah buah nangka muda,biji nangka,
dan buah nangka masak. Sedangkan kulit buah nangka dan jerami buah yang jumlahnya
cukup besar sering kali dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu padahal
didalam kulit buah dan jerami buah terdapat kandungan pektin yang memiliki nilai
ekonomis yang tinggi. Pemanfaatan kulit buah nangka dan jerami buah nangka sendiri
sebagai bahan pektin sampai sejauh ini belum dilakukan di Indonesia, sehingga pada
industri makanan olahan dari buah nangka seperti dodol, keripik, dan gudeg, kulit buah
dan jerami buah nangka menjadi limbah yang mengganggu (kencana,2010).
Pektin merupakan bahan pangan fungsional yang dapat digunakan
sebagai stabilizer untuk proses pembuatan jeli, selai, roti dan marmalade. pektin adalah
salah satu bahan baku industri yang saat ini hampir 100% kebutuhannya bahkan masih
dipenuhi secara impor dari luar negeri. Hal tersebut disebabkan oleh belum adanya
produsen pektin di dalam negeri yang mampu mencukupi permintaan pektin dalam negeri
dalam jumlah yang sangat besar dan semakin meningkat bersamaan dengan semakin
luasnya pemanfaatan pektin dalam kegiatan industri (Injilauddin,2015). Dalam usaha
untuk mengurangi impor pektin, dikaji beberapa kemungkinan untuk mencari sumber
bahan baku pektin yang diduga memiliki potensi untuk dikembangkan, dan salah satunya
menggunakan limbah Nangka yang terdiri dari kulit buah dan jerami buah.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 1


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

1.2 Tujuan Penelitian

1. Menentukan pelarut terbaik untuk ekstraksi pektin

2. Mencari kondisi optimum ekstraksi pektin dengan variable pH pelarut dan waktu
ekstraksi
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh jenis pelarut terhadap jumlah rendemen pektin yang dihasilkan ?
2. Bagaimana pengaruh variasi pH pelarut terhadap hasil ekstrak dan kualitas pektin yang
didapatkan ?
3. Bagaimana pengaruh waktu ekstraksi terhadap hasil ekstrak dan kualitas pektin yang
didapatkan ?

FARIDATUS SADIYAH 121140131 2


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Nangka
2.1.1.1 Tanaman nangka
Nangka merupakan tanaman yang berasal dari India yang menyebar ke daerah
tropis terutama di Asia Tenggara. Menurut Syamsuhidayat (1991), kedudukan
taksonomi nangka atau Artocarpus heterophyllus, Lamk adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Diviso : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Familia : Moraceace
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus
Nangka tumbuh di daerah tropis sampai dengan 25o lintang utara maupun selatan,
tanaman nangka menyukai daerah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm/tahun
dengan musim kemarau yang singkat. Buah nangka yang matang mempunyai daya
simpan yang relative pendek (Indriyani dan Ihsan, 2015).
Bagian yang dapat dimakan langsung berupa daging buah sekitar 25-40% dari
berat keseluruhan buah. Bagian yang tidak dapat dimakan berupa jerami nangka dan
bagian dibawah kulit yang banyak mengandung pektin. Seluruh bagian tanaman
nangka mengandung getah pekat berwarna putih (E.W.M. Verheji dan R.E Coronel,
1997).
2.1.1.2 Manfaat Tanaman Nangka
Buah nangka yang masih muda biasanya diolah sebagai sayuran, asinan, atau
kare. Sedangkan daging buah nangka yang sudah matang bisa di makan langsung
atau diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti dodol , kolak, selai, jeli, pasta,
dan untuk aroma pada es krim atau minuman. Kulit kayu tanaman nangka
memiliki kandungan tannin sebesar 3,3% sehingga dapat dimanfaatkan untuk
membuat tali atau kain. Pada partikel kayu terdapat zat warna kuning yang dapat

FARIDATUS SADIYAH 121140131 3


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

diekstrak untuk dijadikan pewarna. Getah pada tanaman nangka dapat digunakan
sebagai perekat porselen (E.W.M. Verheji dan R.E Coronel, 1997).
Biji nangka dimanfaatkan sebagai tepung karena kandungan karbohidratnya
mencapai 36,7% serta memiliki kandungan kalsium, besi dan fosfor yang cukup
besar. Tepung dari biji nangka dapat digunakan untuk membuat emping, keripik dan
roti. Menurut hasil penelitian Departemen Perindustrian Republik Indonesia Riset
Dan Standardisasi Industri Medan pada tahun 2008 komposisi tepung biji nangka
yaitu kadar air 10,30%, kadar protein 11,70%, kadar karbohidrat 53,77%, kadar lemak
3,78%, kadar abu 3,31%, dan kadar gula 2,01%. (Adikhairani, 2012)
Jerami nangka juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan yoghurt, menurut hasil
takaran jerami nangka yang memiliki komposisi kimia yaitu kadar lemak 10%,
protein 1,95%, karbohidrat 9,30%, serat kasar 1,94% menyebabkan tingginya jumlah
bakteri yang terdapat dalam yoghurt karena dengan sifat fisik dan komposisi kimia
yang dimiliki jerami nangka dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk hidup dan
berkembang biak (Winarsih dan Sopandi, 2014).

2.1.1.3 Kandungan Jerami dan Kulit Nangka


Jerami nangka terdapat diantara nyamplung buah, sebenarnya jerami nangka
adalah bunga yang tidak diserbuki. jerami nangka ada yang dapat dimakan yaitu yang
ukurannya besar dan tebal rasanya manis hampir sama dengan daging buahnya.
Jerami yang berukuran kecil tidak dapat dimakan tanpa diolah terlebih dahulu, sifat
jerami nangka hampir sama dengan daging buahnya (Isnaharani, 2009).
Kandungan gizi yang terdapat dalam jerami nangka dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.1 Komposisi kimia jerami nangka

Komponen Jerami
Air (%bb) 65,12
Protein (%bk) 1,95
Lemak (%bk) 10,00
Karbohidrat (%bk) 9,30
Serat kasar (%bk) 1,94
Abu (%bk) 1,11
Sumber: Yulan Isnaharani 2009

FARIDATUS SADIYAH 121140131 4


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Gambar 2.1 Jerami Nangka


Kulit nangka memiliki sifat fisik dan kimiawi yang hampir sama dengan daging
buahnya, kandungan serat kulit/jerami nangka sekitar 1,94 %. Kandungan karbohidrat
pada kulit/jerami nangka terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pectin
yang jumlahnya mencapai 15,87% dan protein 1,30%(Abdullah, 2013).

Gambar 2.2 Kulit Nangka

2.1.2 Pektin
Pektin merupakan serbuk halus atau sedikit kasar, berwarna putih dan hampir
tidak berbau (Tuhuloula, 2013). Bobot molekul pektin bervariasi antara 30.000-
300.000. Kelarutan pektin berbeda-beda, sesuai dengan kadar metoksilnya.Pektin
digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan karena
kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein. Penambahan pektin
pada makanan akan mempengaruhi proses metabolisme dan pencernaan khususnya
pada adsorpsi glukosa dan tingkat kolesterol (Hariyati, 2006). Dalam industri
makanan pektin dibutuhkan dalam pembuatan selai, jelly maupun dalam industri

FARIDATUS SADIYAH 121140131 5


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

kembang gula. Pektin juga berperan dalam industri teknologi umum sebagai pengental
lateks karet dan untuk menghasilkan zat pembentuk buih pada cairan pemadam
kebakaran dengan menghirolisis zat yang mengandung pektin (Wusnah, 2015).

2.1.2.1 Senyawa Pektin


Pektin adalah polisakarida kompleks dalam sel tanaman yang bersifat asam yang
terletak diantara selulosa dan hemiselulosa, pektin berfungsi untuk membentuk
jaringan, memperkuat dinding sel dan sebagai perekat antara dinding sel satu dengan
yang lain. Penyusun subtansi pektin terdiri atas asam poligalakturonat, dimana gugus
karboksil dari unit asam poligalakturonat dapat teresterifikasi sebagian dengan
methanol (Prasetyowati, 2009 dan Hanum, 2012). Pektin dalam tumbuhan berperan
dalam memberikan kekuatan dan kelenturan pada jaringan tumbuhan ketika
berinteraksi dengan komponen dinding sel yang lain. Selain itu pektin juga berfungsi
sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Pada dinding sel
tanaman, pektin berikatan dengan ion kalsium sehingga berfungsi untuk memperkuat
dinding sel (Maulana, 2015).
Pektin merupakan golongan substansi dalam sari buah yang membentuk koloid
dalam air dan terbentuk dari perubahan protopektin selama proses pemasakan buah
(Triyadi, 2017). Pektin terdapat pada hampir seluruh bagian tanaman, kadar tertinggi
kandungan pektin terdapat pada buah-buahan. Sebagian besar unsur penyusun pektin
terdiri dari asam anhidro galakturonat terdapat dalam suatu kombinasi dalam bentuk
rantai. Pektin merupakan gugus karboksil dari asam poligalakturonat yang dapat
diesterifikasi oleh gugus metol dan dapat dinetralkan oleh basa (Wusnah, 2015).
Polimer asam D-galakturonat terikat dengan -1,4-glikosidik. Asam galakturonat
memiliki gugus karboksil yang dapat saling berikatan dengan ion Mg+ atau Ca2+
sehingga berkas-berkas polimer berlekatan satu sama lain yang menyebabkan rasa
lengket. Tanpa ion Mg+ atau Ca2+ pektin dapat larut dalam air. Garam Mg- dan Ca-
pektin dapat membentuk gel, karena ikatannya berstruktur amorf atau bentuknya tidak
pasti yang dapat mengembang apabila molekul air masuk diantara ruang-ruang
(Triyadi, 2017).
Monomer penyusun pektin merupakan asam galakturonat dan metil-α-
galakturonat yang dapat dilihat pada struktur berikut :

FARIDATUS SADIYAH 121140131 6


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Gambar 2.3 Struktur Asam Galakturonat Gambar 2.4 Struktur metil-α- Galakturonat

Pada umumnya senyawa-senyawa pektin terdiri dari :


1. Asam Pektat
Asam pektat yaitu senyawa asam glanurat yang bebas dari kandungan metil
ester, asam pektat bersifat koloid. Pada asam pektat gugus karboksil asam
galakturonat dalam ikatan polimernya tidak teresterkan. Asam pektat dapat
membentuk garam dan terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau
magnesium pektat.
2. Asam pektinat
Asam pektinat disebut juga pektin. Asam pektinat yaitu asam poligalakturonat
yang mengandung sejumlah metil ester. Pektin merupakan asam pektinat yang
mengandung metil ester pada beberapa gugus karboksil sepanjang rantai polimer
dari galakturonat dan memiliki derajat kebebasan yang berbeda. Apabila pektinat
mengandung metil ester sekitar 50% dari seluruh karboksil maka disebut pektin.
3. Protopektin
Protopektin merupakan subtansi pektat yang tidak larut dalam air, jika
dilakukan pemisahan secara hidrolisis akan menghasilkan asam pektinat.
Protopektin terdapat pada jaringan tanaman muda, apabila jaringan tanaman ini
dipanaskan dalam air yang juga mengandung asam, protopektin dapat berubah
menjadi pektin yang mudah terdispersi dalam air.
(Hanum, 2012 dan Maulana, 2015)
Pada rantai utama molekul pektin memiliki kandungan metoksil yang
bervariasi tergantung pada sumber pektin. Kelarutan pektin dalam air dipengaruhi
oleh kandungan metoksilnya disebabkan gugus metoksil dapat mencegah
pengendapan dari rumus rantai poligalaktunorat, semakin banyak gugus metoksil
maka daya larut pektin dalam air akan semakin besar (mudah larut).

FARIDATUS SADIYAH 121140131 7


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

2.1.2.2 Sifat Pektin


Pektin merupakan zat yang berupa serbuk kasar atau halus yang berwarna
putih kekuningan, tidak berbau (Tuhuloula,2013). Menurut Gliksman 1996, pektin
kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang berwarna putih dengan kelarutan
yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan metoksilnya. Pektin bermetoksil tinggi
dapat larut dalam air dingin, sedangkan pektin bermetoksil rendah larut dalam alkali
dan asam oksalat. Tetapi pektin tidak dapat larut dalam aseton dan alcohol (Triyadi,
2017).
Sifat penting dari pektin yaitu kemampuannya membentuk gel. Pektin
metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam. Pembentukan gel melalui
ikatan hydrogen diantara gugus karboksil bebas dan diantara gugus hidroksil.
Sedangkan pektin bermetoksil rendah membentuk gel dengan adanya ion kalsium
(Maulana, 2015).
2.1.2.3 Ekstraksi Pektin
Pada prinsipnya ekstraksi pektin dari jaringan tanaman dilakukan dengan cara
menghidrolisis protopektin (yang bersifat tidak larut dalam air) pada jaringan tanaman
menjadi pektin (yang dapat terdispersi dalam air) menggunakan larutan asam dalam
kondisi panas. Kemudian pektin dikoagulasi menggunakan alkohol, lalu dilakukan
pengeringan koagulan pektin yang terbentuk dan dihaluskan. Derajad keasamaan atau
pH larutan pengekstrak pada ekstraksi pektin bervariasi umumnya yang digunakan
untuk ekstraksi pektin buah-buahan berkisar dari pH 1,5 sampai 3,0 dengan suhu
antara 60-100 oC (Novitariani, 2015). Kisaran tingkat keasaman (pH) pelarut pada
ekstraksi pektin yaitu antara 1,2 sampai 3,0. Apabila pH terlalu rendah maka
protopektin tidak dapat berubah menjadi pektin secara optimal, sedangkan apabila pH
terlalu tinggi maka pektin akan berubah menjadi asam pektat sehingga tidak dapat
membentuk gel (Maulana, 2015).

Gambar 2.5 Skema Perubahan Protopektin Menjadi Pektin dan Asam Pektat

FARIDATUS SADIYAH 121140131 8


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Ada beberapa factor yang mempengaruhi ekstraksi pektin, yaitu :


1. Derajat keasaman larutan ekstraksi (pH)
Ion hidrogen dapat mensubtitusi kalsium dan magnesium dari molekul
protopektin yang menyebabkan protopektin terhidrolisis dan akan menghasilkan
pektin yang larut dalam air.
2. Waktu kontak bahan dengan pelarut
Banyaknya ion hidrogen yang mensubtitusi kalsium dan magnesium dari
protopektin akan menentukan jumlah pektin yang terlarut dalam air, hal ini
dipengaruhi oleh waktu kontak antara bahan dan pelarut atau lamanya ekstraksi.
3. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi luas permukaan/ bidang kontak antara solvent
dengan solute, hal ini dapat mempengaruhi jumlah pektin terlarut dalam air yang
dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel berarti semakin besar luas permukaan
kontak antara padatan dan pelarut serta semakin pendek jarak difusi solut sehingga
kecepatan ekstraksi lebih besar. Pemotongan dan pembelahan bahan – bahan yang
akan diekstraksi membantu pengontakan antara padatan dengan pelarut karena
pecahnya sel-sel yang mengandung solut tersebut.
4. Suhu ekstraksi/ pelarutan
Ikatan antar molekul protopektin dipengaruhi oleh suhu ekstraksi. Semakin tinggi
suhu menyebabkan ikatan antar molekul protopektin semakin mudah terlepas dan
larut dalam air.
5. Rasio pelarut dan bahan ekstraksi
Pelarut memiliki keterbatasan dalam mengikat molekul-molekul pektin sehingga
rasio antara pelarut dan bahan baku mempengaruhi jumlah pektin yang dihasilkan
selama proses ekstraksi.
6. Jenis pelarut
Pemilihan solvent akan menentukan keberhasilan proses ekstraksi. Kriteria dalam
pemilihan solvent antara lain yaitu selektivitas, kelarutan, kekampuan tidak saling
bercampur, reaktivitas, titik didih dan kriteria-kriteria pendukung lainnya seperti
murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak
eksplosif apabila bercampur dengan udara, tidak korosif, memiliki viskositas yang
rendah, serta stabil secara kimia dan termis.
7. Jenis bahan yang akan diekstraksi

FARIDATUS SADIYAH 121140131 9


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Struktur bahan baku akan mempengaruhi proses ekstraksi, bahan baku yang lunak
maka ekstraksi berlangsung lebih cepat dan jumlah molekul yang akan terlarut lebih
banyak, sedangkan bahan baku memiliki struktur yang keras maka memerlukan
perlakuan khusus terlebih dahulu agar bahan dapat dengan mudah diekstraksi
(Prasetyowati, 2009).
2.1.2.4 Karakteristik Pektin
Mutu pektin berpengaruh dalam pengaplikasian pektin pada bahan pangan
(Triyadi, 2017).
Standar mutu pektin berdasarkan standar mutu International Pectin Production
Association (2002) dan codex (1996) sebagai berikut :
Faktor Mutu Kandungan
Kadar Air Maks 12%
Kadar Abu Maks 1,0%
Berat Ekivalen 600-800 mg
Kandungan Metoksil
 Pektin Metoksil Tinggi >7,12%
 Pektin Metoksil Rendah 2,5%-7,12%
Kadar Asam Galakturonat Min 65%
Derajat Esterifikasi
 Pektin Ester Tinggi Min 50%
 Pektin Ester Rendah Maks 50%
a. Kadar Air
Kadar air menyatakan kandungan air yang terdapat dalam pektin. Menurut Hui,
pektin komersial biasanya memilki kadar air 8%. Kadar air dipengaruhi oleh proses
pemurnian pektin baik dengan penguapan atau pada saat pengeringan. Berdasarkan
sifat pektin larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter
dan hidrokarbon (Prasetyowati,2009).
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan. Kandungan air di
dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroba.
Kadar air dalam bahan pangan seperti selai sangat berperan untuk menjaga konsistensi
tekstur (Fahrizal,2014).

b. Berat Ekivalen

FARIDATUS SADIYAH 121140131 10


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Berat ekivalen yaitu ukuran terhadap kandungan gugus asam galakturonat bebas
(tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin. Asam pektat murni merupakan zat
pektat yang seluruhnya tersusun atas asam poligalakturonat yang terbebas dari gugus
metil ester atau tidak mengalami esterifikasi. Semakin rendah kadar pektin maka
semakin rendah berat ekivalen (Maulana, 2015).
c. Kadar metoksil
Penetapan kadar metoksil pada prinsipnya adalah reaksi penyabunan pektin dan
titrasi gugus karboksil bebas untuk menentukan banyaknya jumlah gugus metil ester
hasil esterifikasi (Novitarini, 2015). Kadar metoksil pektin memiliki peranan penting
dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat mempengaruhi struktur
dan tekstur dari gel pektin (Maulana, 2015). Pektin dapat dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan kandungan metoksil dan derajat esterifikasi yaitu pektin
berkadar metoksil tinggi (HMP) mempunyai kandungan metoksil minimal 7 % dan
derajat esterifikasi diatas 50%. Sedangkan pektin berkadar metoksil rendah memiliki
kandungan metoksil maksimal 7% dan derajat esterifikasi antara 30% sampai 50%
(Novitarini, 2015 dan Prasetyowati, 2009). Pektin bermetoksil tinggi membentuk gel
dengan adanya gula dan asam. Pektin bermetoksil rendah dapat membentuk gel
dengan adanya kation polivalen (Widyaningrum, 2014).
Menurut Rachmawan (2005) seiring dengan proses ekstraksi selalu terjadi
proses deesterifikasi pektin, sebab reaksi dapat menyebabkan terputusnya ikatan
glikosidik dari gugus metil ester ( Novitarini,2015).
d. Kadar galakturonat
Penentuan kadar galakturonat penting untuk menentukan kemurnian pektin
terhadap bahan organic lainnya seperti polisakarida seperti arbinosa, galaktosa, dan
gula lain. Semakin besar kadar asam galakturonat maka pektin semakin murni karena
kandungan organiknya semakin kecil (Prasetyowati, 2009). Kadar galakturonat dan
muatan pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan
pektin. Kadar galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin
(Hariyati,2006).
2.1.3 Ekstraksi
Ada beberapa faktor yang mendasari metode ekstraksi seperti sifat bahan, daya
penyesuain dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh
ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna. Pemisahan terjadi atas dasar

FARIDATUS SADIYAH 121140131 11


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

kemampuan daya larut yang berbeda dari komponen-komponen dalam sebuah


campuran. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainya. Ekstraksi dari bahan padat dapat
dilakukan jikan bahan dapat larut dalam solven yang digunakan untuk ekstraksi.
Apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut maka diperlukan ekstraksi
berkelanjutan.
Ekstraksi ada dua jenis, yaitu ekstraksi cross current (arus silang) dan ekstraksi
couter current (arus berlawanan). Ekstraksi arus silang merupakan sebuah cascade
atau stage berurutan dengan rafinat dari suatu stage dikontakan dengan penambahan
larutan pelarut kedua yang masih baru pada stage berikutnya. Ekstraksi jenis ini
biasanya digunakan pada skala laboratorium karena fase ekstrak dan rafinat dapat
dianalisis setelah masing-masing stage menghasilkan data kesetimbangan, tetapi
ekstrak ini tidak ekonomis bila dipakai untuk skala industri karena memerlukan
pelarut yang banyak dan konsentrasi solute dalam ekstrak yang terbentuk rendah.
Ekstraksi arus berlawanan merupakan rancangan ekstraksi dengan cara memasukkan
solven ekstrak kedalam stage atau akhir ekstraksi terdahulu tempat umpan masuk dan
dua fase masing-masing masuk kedalam stage secara berlawanan (Nurpraseto, 2010).

Berdasarkan fase yang terlibat ekstraksi terdapat dua jenis:

a) Ekstraksi padat-cair(leaching)
Pada ekstraksi padat-cair, komponen yang terdapat dalam padatan yang tidak
dapat larut dipisahkan dengan mengunakan bantuan pelarut. Komponen yang
dipisahkan bisa satu atau beberapa komponen. Pada proses ekstraksi padat-cair dua
langkah yaitu kontak antara padatan dan pelarut serta pemisahan larutan dari padatan
(Felycia,dkk 2007).
Ekstraksi padat-cair meliputi dua langkah:
1. Kontak antara pelarut dan zat padat untuk mentransfer zat terlarut ke dalam pelarut.
2. Pemisahan atau pencucian larutan dari residu zat padat.
b) Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi cair-cair merupakan pemisahan unsur-unsur pokok dari suatu larutan


melalui persinggungan dengan cairan lain yang tidak dapat larut. Dasar pemisahan
dengan cara ekstraksi adalah perbedaan daya larut suatu komponen di dalam pelarut.
Larutan yang akan diekstraksi disebut umpan (feed) dan cairan yang akan dikontakkan

FARIDATUS SADIYAH 121140131 12


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

dengan umpan disebut solven. Dengan demikian akan didapat dua fase yang masing-
masing disebut sebagai fase kaya solven (ekstrak) dan fase cairan sisa yang solutnya
telat dipisahkan (diluen).

Ekstraksi cair-cair terdiri dari dua langkah :


1. Kontak antara pelarut dan zat padat untuk mentransfer zat terlarut dari larutan ke
pelarut.
2. Pemisahan fase larutan cair dari pelarut fase cair.

Tahap-tahap dari proses ekstraksi adalah :

1. Mencampur bahan dengan pelarut dan membiarkannya saling kontak. Dengan


adanya
2. Kontak antara bahan dan pelarut maka terjadi perpindahan massa secara difusi
antarmuka antara keduanya.
3. Memisahkan larutan dan ampas, umumnya dilakukan dengan cara filtrasi.
4. Mengisolasi ekstrak dari larutan, dilakukan dengan cara menguapkan pelarut.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 13


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca analitik
2. Water bath
3. Motor pengaduk
4. Labu leher tiga
5. Statif
6. Pendingin balik
7. Erlenmeyer
8. Buret
9. Kertas saring
10. Labu ukur
11. Kertas lakmus/ pH meter
12. Oven
13. Gelas beker
14. Gelas Ukur
15. Gelas Arloji
16. Corong penyaring
17. Termometer
18. Cawan porselen
19. Pipet tetes
3.1.1 Bahan
1. Kulit dan jerami nangka
2. Aquades
3. Etanol 96%
4. Asam sitrat 2 N
5. Asam klorida 2 N
6. Indikator phenol red
7. Indikator PP
8. NaOH 0,1 N

FARIDATUS SADIYAH 121140131 14


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

3.2 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian alat ekstraksi pektin

Keterangan :

1. Water bath
2. Labu leher tiga
3. Pendingin balik
4. Statif
5. Motor pengaduk
6. Termometer

FARIDATUS SADIYAH 121140131 15


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Penyiapan Sampel kulit nangka dan jerami nangka
Kulit nangka dan Jerami nangka dipisahkan. Kulit nangka dan jerami nangka
dibersihkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dengan cara di oven suhu 80◦C
sampai kering. Kulit dan jerami nangka kering dihaluskan dengan mesin penghalus
lalu dilakukan penyaringan agar ukurannya sama.
3.3.2 Ekstraksi
Pada ekstraksi ini kulit nangka dan jerami nangka yang telah dihaluskan
ditimbang dengan perbandingan 1:1. Kemudian dipanaskan menggunakan pelarut
dengan suhu 80 ◦C. Setelah pemanasan, dilakukan penyaringan dan didapatkan
filtrat yang mengandung pektin. Pektin yang terkandung didalam filtrat
dikoagulasikan menggunakan etanol 96% dengan rasio filtrat dan etanol 1:1.
Koagulan yang terbentuk dipisahkan dengan cairanya dengan cara disaring.
Koagulan yang tersaring dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ◦C selama 3,5 jam.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 16


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

3.4 Bagan Alir Penelitian

Kulit nangka & jerami nangka

Pengeringan

Penghalusan

Pelarut Ekstraksi

Penyaringan Ampas
Filtrat

Etanol 96% Penggumpalan Pektin

Penyaringan Filtrat

Pengeringan

Pektin Analisis

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian

Keterangan :

Analisis : - Analisis Kadar Air


- Analisis Kadar Metoksil
- Analisis Kadar Galakturonat

FARIDATUS SADIYAH 121140131 17


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

3.5 Analisis Hasil

3.5.1 Rendeman

Untuk menghitung rendeman pektin yaitu sebagai berikut :

Rendeman Pektin (%) = W2 x 100%

W1

Dimana :

W1 = Berat sampel bahan

W2 = Berat pektin kering hasil ekstraksi

3.5.2 Analisis Kadar Air

Masukkan 0,25 gram sampel dalam cawan porselen kemudian dikeringkan


dalam oven pada suhu 60 ◦C kemudian setiap satu jam ditimbang begitu seterusnya
konstan.

Kadar Air (%) = Berat sample awal – Berat sample akhir x 100%

Berat sample awal

(Sulihono, 2012)

3.5.3 Analisis Berat Ekuivalen

Analisis berat ekuivalen dilakukan dengan metode titrasi. Sebanyak 0,25 g


pektin dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambah 50 ml aquades bebas
CO2 dan 3 tetes indikator phenol red. Larutan ini dititrasi dengan NaOH 0,1 N
hingga warnanya berubah menjadi merah muda (pH 7,5). Volume larutan NaOH
yang digunakan dicatat sebagai ml NaOH. Berat ekuivalen dihitung dengan rumus:

Berat Ekivalen (g/eki) = Berat contoh (g) x 1000

ml NaOH x N NaOH

(Kencana, 2010)

FARIDATUS SADIYAH 121140131 18


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

3.5.4 Analisis Metoksil

Analisis kadar metoksil dilakukan dengan metode titrasi. Larutan hasil analisa
berat ekuivalen ditambah 12,5 ml NaOH 0,25 N, dikocok, ditutup dan didiamkan
selama 30 menit pada suhu kamar. Larutan ini selanjutnya ditambah 12,5 ml HCl
0,25 N dan indikator phenolphthalein, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N
sampai timbul warna merh muda. Volume NaOH yang digunakan dicatat sebagai ml
NaOH. Kadar metoksil dihitung dengan rumus :

Kadar Metoksil (%) = ml NaOH x N NaOH x 3,1

Berat contoh (g)

( Kencana,2010)

3.5.5 Kadar Galakturonat

Pengaruh kadar asam galakturonat dihitung dari mili ekivalen (mek) NaOH

yang diperoleh dari penentuan bilangan ekivalen dan kadar metoksilnya.

Kadar Galakturonat (%) = (mol titrasi A + mol titrasi B) x 176 x 100%

Berat sample

= ( V titrasi A + V titrasi B) x N NaOH x 176 x 100%

Berat sample

FARIDATUS SADIYAH 121140131 19


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap Hasil Ekstraksi Pektin


Perbandingan kulit dan jerami nangka = 1:1
Berat kulit dan jerami nangka = 25 gram
Volume Pelarut = 250 ml
pH Pelarut = 2,0
Waktu ekstraksi = 30 menit
Suhu ekstraksi = 80 oC

Tabel 4.1 Data hasil penelitian pengaruh jenis pelarut terhadap pektin hasil ekstraksi
Jenis Pelarut Rendeman Kadar Kadar Kadar
Pektin (%) Air (%) Metoksil (%) Galakturonat (%)
HCl 2,8096 20,96 10,23 63,008
Asam Sitrat 3,032 21,28 10,23 69,344

Dari tabel 4.1 dapat dibuat grafik hubungan antara jenis pelarut terhadap
karakteristik pektin yang dihasilkan.

70.0 80.0
60.0 70.0
50.0 rendeman 60.0
rendeman
Kadar %

40.0 50.0
Kadar %

kadar air
40.0 kadar air
30.0
kadar metoksil 30.0 kadar metoksil
20.0
kadar galakturonat
20.0 kadar galakturonat
10.0
10.0
0.0
0.0
Pelarut HCl 1 Asam Sitrat
Pelarut

Grafik 4.1.a Pengaruh pelarut asam Grafik 4.1.b Pengaruh pelarut asam
klorida terhadap karakteristik pektin sitrat terhadap karakteristik pektin

Pada pemilihan jenis pelarut menggunakan dua pelarut polar yaitu HCl dan
asam sitrat. Penelitian dilakukan pada kondisi operasi dengan waktu 30 menit, suhu
80 oC dan pH masing-masing pelarut pH 2,0.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 20


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Pada diagram batang diatas menunjukan bahwa penggunaan pelarut asam sitrat
menghasilkan rendeman pektin sebesar 3,03% lebih besar daripada pelarut HCl yang
hanya menghasilkan rendeman pektin sebesar 2,81%. Hal ini diduga karena pelarut
asam sitrat mempunyai daya melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi
(limbah nangka) dan tingkat kepolaran asam sitrat lebih tinggi dibandingkan dengan
pelarut HCl.
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air pada pektin kering yang
dihasilkan tidak berbeda jauh yaitu untuk HCl sebesar 20,96% dan asam sitrat
21,28%.
Sedangkan kadar metoksil yang dihasilkan antara ekstraksi yang menggunakan
pelarut HCl dan asam sitrat sama yaitu sebesar 10,23%.
Dan analisis asam galakturonat yang dihasilkan menunjukkan penggunaan
pelarut asam sitrat memiliki kadar galakturonat yang lebih tinggi yaitu sebesar 69,34
dibandingkan dengan penggunaan pelarut HCl sebesar 63,008%. Hal ini diduga
karena pelarut HCl merupakan asam kuat sehingga gugus karboksil asam galakturonat
yang terbentuk akan teresterifikasi dengan metil menjadi metil ester, sehingga kadar
asam galakturonat dalam pektin sedikit. Dari uraian diatas maka pelarut yang
digunakan yaitu asam sitrat dengan rendeman pektin yang dihasilkan lebih banyak
dan kadar galakturonatnya lebih tinggi dimana kadar galakturonat menentukan
kemurnian pektin, semakin tinggi kadar galakturonat maka pektin yang dihasilkan
semakin murni.

4.2 Pengaruh pH Pelarut terhadap Hasil Ekstraksi Pektin

Tabel 4.2 Data hasil penelitian pengaruh variable pH terhadap karakteristik


pektin yang dihasilkan

pH Rendemen Pektin Kadar Air Kadar Metoksil Kadar Galakturonat


Pelarut % % % %
1.5 5.18 18 14.57 92.576
1.8 3.8804 17.76 13.27 85.184
2 2.7792 11.56 10.168 66.88
2.5 2.942 9.2 11.966 75.328
3 2.816 14.24 12.52 76.713

FARIDATUS SADIYAH 121140131 21


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Dari tabel 4.2 dapat dibuat grafik hubungan pengaruh pH dan waktu terhadap
rendeman pektin yang dihasilkan.

100.0
90.0
80.0
Kadar %

70.0
60.0 rendemen pektin

50.0 kadar air


kadar metoksil
40.0
kadar galakturonat
30.0
20.0
10.0
0.0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
pH Pelarut

Grafik 4.2 Hubungan antara pH Pelarut terhadap Hasil Ekstraksi Pektin

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pH pelarut pada saat ekstraksi
sangat mempengaruhi jumlah rendeman pektin yang dihasilkan. Dari penelitian
didapatkan dengan meningkatnya pH ekstraksi jumlah pektin yang didapat semakin
kecil. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa pada pH 1,5 diperoleh jumlah pektin
terbanyak dengan hasil rendemen 5,18%. Hal ini disebabkan semakin kecil pH
ekstraksi kondisinya semakin asam sehingga memiliki lebih banyak ion hidrogen,
kemungkinan kalsium dan magnesium yang disubtitusi lebih banyak maka jumlah
pektin yang dihasilkan lebih banyak dan semakin asam kondisi ekstraksi maka akan
meningkatkan pelepasan protopektin dari kulit dan jerami nangka sehingga kadar
pektin yang didapatkan semakin besar pula.
Sedangkan untuk kadar airnya, dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa
persentase kadar air dari hasil yang didapat berkisar antara 9,2 % sampai dengan
29,6 %. Kadar air terkecil pada sample pH 2,5 dengan lama ekstraksi 30 menit.
Kadar air menyatakan kandungan air yang terdapat dalam pektin. Pektin komersial
biasanya memilki kadar air 12%.
Dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa % kadar metoksil pektin dari limbah
nangka berkisar antara 10,17%-14,57%, kandungan metoksil tertinggi diperoleh

FARIDATUS SADIYAH 121140131 22


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

pada pektin yang diekstraksi dengan pH 1,6 dengan kadar 14,57%. Penetapan kadar
metoksil pada prinsipnya adalah reaksi penyabunan pektin dan titrasi gugus
karboksil bebas untuk menentukan banyaknya jumlah gugus metil ester hasil
esterifikasi. Dalam penelitian ini, peningkatan pH pelarut selama proses ekstraksi
menyebabkan penurunan kadar metoksil pektin yang dihasilkan walaupun pada pH
2,5 mengalami kenaikan tetapi kadar metoksilnya tidak melebihi pada pH 1,6.
Semakin tinggi pH pelarut maka kondisinya kurang asam dan dengan waktu
ekstraksi 30 menit protopektin belum terhidrolisis sempurna menjadi pektin karena
asam yang digunakan belum mencukupi untuk menghidrolisis protopektin menjadi
pektin sehingga kadar metoksil yang dihasilkan juga semakin menurun karena gugus
karboksil asam galakturonat dalam pektin yang teresterifikasi dengan metil menjadi
metil ester semakin sedikit.
Penentuan kadar asam galakturonat penting untuk menentukan kemurnian
pektin. Kadar galakturonat serta muatan molekul pektin berperan penting dalam
penentuan sifat fungsional larutan pektin dan mempengaruhi struktur dan tekstur
dari gel pektin yang terbentuk . Semakin tinggi kadar galakturonat maka semakin
tinggi mutu pektin. Kadar galakturonat pektin dari limbah nangka berkisar antara
61,6% - 92,57%. Dari grafik 4.2 menunjukkan bahwa pengaruh pH pelarut terhadap
kadar galakturonat menunjukan bahwa semakin rendah pH ekstraksi semakin tinggi
kadar galakturonat dalam pektin. Kadar galakturonat tertinggi pektin didapat pada
pH 1,6 sebesar 92,57%. Hal ini disebabkan karena semakin rendah pH kondisinya
semakin asam sehingga hidrolisis protopektin menjadi pektin semakin banyak
sehingga kadar asam galakturonat dalam pektin juga semakin banyak.

4.3 Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Hasil Ekstraksi Pektin

Tabel 4.3 Data hasil penelitian pengaruh variable waktu terhadap karakteristik
pektin yang dihasilkan

Waktu Ekstraksi Rendemen Kadar Air Kadar Kadar


(menit) Pektin % % Metoksil % Galakturonat %
45 3.692 24.8 12.834 85.536
60 4.699 14.8 12.338 82.72
90 11.212 29.6 10.17 61.6
120 15.620 19.2 11.47 71.456
150 12.28 16.4 9.982 69.344

FARIDATUS SADIYAH 121140131 23


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

Dari tabel 4.3 dapat dibuat grafik hubungan pengaruh waktu terhadap karakteristik
pektin yang dihasilkan.

90.000
80.000
70.000
60.000
Kadar %

50.000 rendemen pektin

40.000 kadar air

30.000 kadar metoksil

kadar galakturonat
20.000
10.000
0.000
0 50 100 150 200
Waktu Ekstraksi
Grafik 4.3 Hubungan antara Waktu terhadap Hasil Ekstraksi Pektin

Banyaknya pektin yang diperoleh juga dipengaruhi oleh lamanya ekstraksi,


semakin lama waktu ekstraksi jumlah pektin yang dihasilkan makin banyak seperti
yang ditunjukan pada grafik 4.3 hal tersebut dikarenakan kontak antara zat terlarut
dan pelarut semakin lama sehingga pelarut mampu mengikat lebih banyak pektin,
hasil terbanyak didapat pada waktu ekstraksi 120 menit dengan kadar rendeman
sebesar 15,62%. Tetapi pada waktu dinaikan menjadi 150 menit rendeman pektin
yang dihasilkan semakin sedikit hal ini disebabkan pelarut tidak mampu lagi
mengekstrak pektin karena pada waktu 150 menit tersebut sudah terjadi pemutusan
ikatan glikosida dimana pektin yang terbentuk mengalami degradasi.
Sedangkan untuk kadar air menunjukkan bahwa kadar air terbesar pada sample
dengan lama ekstraksi 90 menit sebesar 29,6% dan kadar air terkecil pada waktu 60
mnit sebesar 14,8%. Kandungan kadar air pektin pada penelitian ini masih belum
memenuhi standar pektin komersial yaitu 12%. Air yang tersisa dianggap terjepit
diantara permukaan pektin dan sulit untuk dihilangkan. Semakin kecil kadar air
maka kualitas pektin semakin baik. Dilihat dari presentase kadar air yang didapat
maka belum memenuhi kualitas untuk pektin komersial.
Sedangkan hubungan antara waktu dengan kadar metoksil semakin lama
waktu ekstraksi maka kadar metoksil pektin semakin rendah. Kadar metoksil

FARIDATUS SADIYAH 121140131 24


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 45 menit yaitu sebesar 12,83%. Penurunan
kadar metoksil ini dikarenakan seiring dengan proses ekstraksi selalu terjadi proses
deesterifikasi pektin dimana pektin yang terbentuk menjadi asam pektat yang asam
galakturonat bebas dari metil ester, sehingga kandungan metil ester semakin sedikit.
Sedangkan hubungan waktu terhadap kadar galakturonat yaitu semakin lama
waktu ekstraksi maka kadar galakturonatnya semakin rendah. Kadar galakturonat
tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 45 menit sebesar 85,54%. Semakin lama
waktu ekstraksi akan menyebabkan proses deesterifikasi pektin menjadi asam pektat
sehingga kandungan asam galakturonatnya semakin rendah seiring dengan
meningkatnya waktu ekstraksi.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 25


AMIN ARUM FAJAR 121140153
LAPORAN KERJA PRAKTIK LABORATORIUM
EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT NANGKA DAN JERAMI NANGKA

BAB V

KESIUMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengaruh jenis pelarut terhadap hasil ekstraksi, yaitu penggunaan pelarut asam sitrat
menghasilkan rendeman pektin yang lebih banyak dibandingkan dengan pelarut HCl
yaitu sebesar 3,03% dengan waktu ekstraksi 30 menit dan suhu ekstraksi 80 oC.
2. Pengaruh pH pelarut terhadap hasil ekstraksi, yaitu semakin rendah pH pelarut maka
rendeman pektin yang dihasilkan semakin banyak. pH optimal untuk ekstraksi pektin
yaitu pada pH 1,5 dengan pektin yang dihasilkan sebesar 5,18% pada waktu ekstraksi
30 menit dan suhu ekstraksi 80 oC.
3. Pengaruh waktu ekstraksi terhadap hasil ekstraksi, yaitu semakin lama waktu
ekstraksi rendeman pektin yang dihasilkan semakin banyak. Waktu optimal untuk
ekstraksi pektin yaitu selama 2 jam dengan pektin yang dihasilkan sebesar 15,62%
pada suhu ekstraksi 80 oC dan pH 1,5.
4. Rendeman pektin tertinggi didapat pada waktu ekstraksi 2 jam, suhu ekstraksi 80 oC
dan pH 1,5 dengan pelarut asam sitrat menghasilkan pektin sebesar 15,62 % , kadar
air 19,2% , kadar metoksil 11,47% , dan kadar galakturonat 71,46%.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk ekstraksi pektin dari limbah nangka
dengan mencari suhu optimal ekstraksi agar kandungan penting dalam pektin seperti
kadar metoksil dan kadar galakturonat tidak menurun seiring dengan penambahan
waktu operasi.
2. Pada saat pengeringan pektin lebih baik waktu pengeringan lebih lama agar kadar air
dalam pektin memenuhi standar mutu pektin.

FARIDATUS SADIYAH 121140131 26


AMIN ARUM FAJAR 121140153

Anda mungkin juga menyukai