Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sabun merupakan campuran dari senyawa natrium dengan asam lemak yang
digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, busa, dengan atau tanpa zat
tambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit (BSN, 1994). Dilihat dari
kebutuhan konsumen yang terus meningkat, sabun merupakan salah satu produk
industri kimia yang menjanjikan, karena itu banyak industri kimia berlomba-lomba
untuk menciptakan produk sabun dengan kualitas terbaik dan harga yang ekonomis
untuk menarik minat konsumen.

Untuk menarik minat pasar, produsen sabun membuat sabun bukan hanya sebagai
media pembersih kulit melainkan untuk mencerahkan, menghaluskan, anti bakteri dan
perlindungan pada kulit. Berdasarkan bentuknya, sabun yang dijual dipasar beragam
diantarnya adalah sabun cair, sabun padat opaque dan sabun padat transparan.

Selain minyak yang menjadi bahan utama pada pembuatan sabun, terdapat alkali
yang sama pentingnya. Umumnya digunakan NaOH untuk membentuk tekstur sabun
padat dan KOH untuk sabun cair. Perlu diketahui, penambahan alkali dalam pembuatan
sabun harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena takaran alkali yang tidak
sesuai dapat menyembabkan iritasi pada kulit. Namun sebagaian besar dari produsen
masih membuat sabun dengan kadar alkali yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, menyebabkan beberapa konsumen yang tidak paham masih mengkonsumsinya
dan mengakibatkan kulit mereka menjadi kering bahkan iritasi.

Maka dari itu perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan sabun dengan
kadar Alkali yang minim namun tidak menurunkan kualitas dari terkstur sabun. Adapun
cara untuk mengurangi penggunaa NaOH pada pembuatan sabun adalah dengan
mencari alternatif lain yang dapat membentuk tekstur padat pada sabun.

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman
pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan komponen
utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai perekat dan
menjaga stabilitas jaringan dan sel. Pektin merupakan senyawa polisakarida dengan
bobot molekul tinggi,
1
pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly,
marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat
diare (Hariyati, 2006). Pektin merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan
edible film. Pektin terletak pada bagian tengah lamella pada dinding sel.

Selama ini, kulit jeruk di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimal.
Padahal limbah kulit jeruk dapat diambil zat-zat didalamnya yang memiliki bayak
manfaat, salah satunya adalah pektin. Kulit jeruk merupakan salah satu sumber terkaya
pektin, ekstraksi pektin dari kulit jeruk bali dipilih karena ketersediaan bahan dan kadar
pektin yang tinggi dari kulit tanaman lainnya. Selain suhu dan waktu, persen yield
pektin tergantung pada metode ekstraksinya. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian
mengenai pemanfaatan pektin dari limbah kulit jeruk bali sebagai pada pembuatan
sabun padat untuk mengetahui massa pektin terbaik pada tekstur sabun padat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh penambahan pektin sebagai pada sabun padat?
2. Bagaimana pengaruh berbagai konsentrasi pektin terhadap mutu fisik dan
kestabilan tekstur sediaan sabun padat?
3. Berapa konsentrasi pektin kulit jeruk bali yang menghasilkan tekstur sabun padat
terbaik?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaian
Pendidikan Diploma 3 Teknologi Kimia Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Lhokseumawe.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapaun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan pektin pada sediaan sabun padat?


2. Mengetahui pengaruh berbagai jumlah pektin terhadap mutu fisik dan kestabilan
tekstur sediaan sabun padat?
3. Mengetahui berapa jumlah pektin kulit jeruk bali yang menghasilkan tekstur
sabun padat terbaik?

1.4 Manfaat Penelitian


Dengan melakukan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan konstribusi
dibidang ilmu pengetahuan dan sains, dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber informasi yang berguna tentang Pemanfaatan pektin kulit jeruk bali pada
pembuatan sabun padat.

3
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Jeruk bali

Jeruk bali (Citrus maxima) merupakan tanaman buah yang mengandung banyak
komponen nutrisi yang terkandung di dalamnya. Sebagian besar komponen jeruk bali
terletak pada kulitnya, di antaranya terdapat senyawa alkaloid, flavonoid, likopen,
vitamin C, serta yang paling dominan adalah pektin dan tanin. Produksi jeruk bali di
berbagai daerah di Indonesia mencapai 110.000 ton pertahunnya dan hampir 50% kulit
jeruk yang dihasilkan belum termanfaatkan (Suhendra, 2013).

Jeruk bali termasuk dalam buah-buahan citrus dan memiliki ukuran buah yang
besar yang merupakan buah asli Asia Tenggara. Seperti kebanyakan buah citrus, jeruk
bali memiliki edible portion yang lebih sedikit dibandingkan waste material. Waste
material yang dimaksud disini adalah kulit maupun bijinya (Oboh dan Ademosun,
2012). Umumnya diameter buah 15-25 cm dan banyak mengandung kelenjar minyak.

Jeruk ini temasuk jenis yang mampu beradaptasi dengan baik di daerah kering
dan relative tahan penyakit. Jeruk dapat tumbuh di sembarang tempat dan akan
meghasilkan hasil yang optimum bila ditanam di lokasi yang sesuai. Ketinggian tempat
yang sesuai untuk tanaman ini yaitu dataran rendah sampai 700 m di atas permukaan
laut. Sedangkan yang ditanam di atas ketinggian tersebut rasa buahnya lebih asam.

2.1.1 kalsifikasi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : C. grandis, C. maxima

4
Gambar 2.1 Buah jeruk bali

2.1.2 Kulit Jeruk bali

Kulit jeruk bali adalah bagian dari jeruk bali yang memiliki rasa yang pahit dan
getir. Sebagian besar komponen jeruk bali terletak pada kulitnya, di antaranya terdapat
senyawa alkaloid, flavonoid, likopen, vitamin C, serta yang paling dominan adalah
pektin dan tanin.

Hasil Analisa bahan baku daging buah jeruk bali dan albedo
Tabel 2.1 Analisa Bahan baku daging Jeruk Bali dan Albeno
Kandungan (dalam 100 gram bahan)
Komposisi
Daging Buah Albeno
Vitamin C 37,7926 mg 15,197 mg
Kadar Pektin 0,7675 % 15,8265 %
Total Gula 8,0397 % 5,7635 %
pH 4,84 5,86
Kadar Air 68,12 % 48 %
(Sumber : Jariyah dkk., 2

5
2.2 Pektin
2.2.1 Pengertian dan manfaat pektin

Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau yang
membuat sesuatu menjadi keras/padat. Pektin ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah
sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin
pertama kali digunakan pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian
yang dirintis oleh Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut
sebagai asam pektat (Herbstreith dan Fox, 2005 dalam Hariyati, 2006).

Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman pangan.
Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan dan komponen utama dari
lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas
jaringan dan sel (Herbstreith dan Fox, 2005). Pektin banyak dimanfaatkan pada industri
pangan sebagai bahan perekat dan stabilizer (agar tidak terbentuk endapan) (Attiri dan
Maini, 1996). Pektin dalam jumlah banyak dapat diperoleh dari buah-buahan yang telah
matang dan belum ada tanda-tanda kebusukan. Bagian buah yang kaya akan pektin hanya
buah manga, jeruk, markisa, nenas, buah kecapi, (Baker, 1997). Dalam industri makanan
dan minuman, pektin dapat digunakan sebagai bahancpemberi tekstur yang baik pada roti
dan keju, bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah. Selain itu pektin juga
berperan sebagai bahan pokok pembuatan jeli, jam, dan marmalade (Herbstreith dan Fox,
2005).

6
2.2.2 Sifat-sifat pektin

Pektin mempunyai sifat dapat menaikkan kekentalan cairan atau membentuk gel
dengan gula dan asam. Menurut Fach.
Tabel 2.2 Sifat Pektin menurut Fach
Parameter Sifat
Berat molekul 30000-300000
Bentuk Padatan putih terang
Densitas 1.526 gram/cc
Spesicic gravity 0.65
Perputaran spesifik ± 230°
Kapasitas panas 0.431 KJ/Kg℃
Sumber: Fitriani, 2003.

2.3 Ekstraksi Padat – Cair


Ekstraksi padat cair, yang sering disebut leaching, adalah prosespemisahan zat yang
dapat melarut (solut) dari suatu campurannya dengan padatanyang tidak dapat larut
(innert) dengan menggunakan pelarut cair. Operasi inisering dijumpai di dalam industri
metalurgi dan farmasi, misalnya pada pemisahanbiji emas, tembaga dari biji-bijian
logam, produk-produk farmasi dari akar atau daun tumbuhan tertentu. Leaching ialah
suatu perlakuan istimewa dalam satu atau lebih komponen padatan yang terdapat pada
suatu larutan. Dalam unit operasi, leaching merupakan salah satu cara tertua dalam
industri kimia, yang pemberian namanya tergantungdari cara yang digunakan. Industri
metalurgi ialah pengguna terbesar operasi leaching ini. Dalam penggunaan campuran
mineral dalam jumlah besar dan takterhingga, leaching dipakai sebagai pemisah. Ektraksi
padat-cair juga digunakandalam industri dalam manufaktur dari kopi instan untuk
menutup kembali pelarut kopi dari lingkungan sekitar. Aplikasi lainnya dalam dunia
industri termasuk ekstraksi minyak kacang kedelai menggunakan hexane sebagai pelarut
dan discovery dari uranium dai ores low grade dengan ekstraksi dengan asam sulfuratau
sodium karbonat (Foust, 1980). Bila zat padat itu membentuk massa terbuka yang
permeabel atau telus(permeable) selama proses leaching itu, pelarutnya mungkin
berperkolasi(mengalir melalui rongga-rongga) dalam hamparan zat padat yang tidak
teraduk.Dengan zat padat yang tak permeabel yang tersintrgasi pada waktu
7
prosesleaching, zat padat itu terdispersi (tersebar) ke dalam pelarut, dan dipisah
kemudian dari pelarut itu. Kedua metode itu dapat dilaksanakan dengan sistemtumpak
(batch) maupun kontinu (sinambung) (McCabe, 1978).Faktor- faktor yang
mempengaruhi kecepatan ekstraksi adalah sebagai berikut:
1. Ukuran partikel Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil
ukuran partikel maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan
terjadikontak secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan
mendifusiakan memerlukan waktu yang relative lama.
2. Faktor Pengaduk Semakin cepat laju putaran pengaduk partikel akan semakin
terdistribusi dalam permukaan kontak akan lebih luas terhadap pelarut. Semakin lama
waktu pengadukan berarti difusi dapat berlangsung terus dan lama pengadukan harus
dibatasi pada harga optimum agar dapat optimum agar konsumsi energi tak terlalu
besar. Pengaruh faktor pengadukan ini hanya ada bila laju pelarutan memungkinkan.
3. Temperatur Pada banyak kasus, kelarutan material akan diekstraksi akan meningkat
dengan temperatur dan akan menambah kecepatan ekstraksi.

8
2.4 Sabun
Sabun mandi padat adalah sabun mandi yang dibuat dengan menggunakan alkali
NaOH dan merupakan salah satu kosmetik dan sediaan farmasi yang paling sering
digunakan oleh masyarakat untuk membersihkan kulit tubuh dari kotoran (Widyasanti,
dkk., 2017). Proses pembentukan sabun dikenal sebagai reaksi penyabunan atau
saponifikasi, yaitu reaksi antara lemak/trigliserida dengan alkali. Alkali yang biasa
digunakan adalah NaOH dan KOH.

Sabun padat transparan merupakan salah satu inovasi sabun yang menjadikan
sabun lebih menarik. Sabun transparan mempunyai busa yang lebih halus dibandingkan
dengan sabun opaque sabun yang tidak transparan (Qisty, 2009). Faktor yang dapat
mempengaruhi transparansi sabun adalah kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam
sabun. Ketika sabun akan dibuat jernih dan bening, maka hal yang paling penting
adalah kualitas gula, alkohol, dan gliserin. Kandungan gliserin baik untuk kulit karena
berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan membentuk fasa gel pada sabun (Rahadiana
dkk., 2014).

9
Gambar 2.2 reaksi saponifikasi

2.4.1 Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun :


1. Natrium hidroksida (NaOH), merupakan suatu senyawa alkali yang digunakan
dalam pembuatan sabun padat, berbentuk butiran, hablur atau keping, kering,
keras dan rapuh, mudah meleleh dan basah. NaOH bersifat sangat alkalis dan
sangat mudah larut dalam air (Departemen Kesehatan, 1979).
2. Aquades, merupakan cairan jernih yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau yang biasa digunakan sebagai pelarut (Departemen Kesehatan, 1979).
3. Virgin Coconut Oil (VCO), merupakan minyak lemak yang dimurnikan dengan
cara penyulingan bertingkat dari endosperm Cocos nucifera, mengandung asam
lemak jenuh dengan rantai karbon pendek dan sedang (Departemen Kesehatan,
1979). Komponen minyak kelapa murni terdiri dari asam lemak jenuh sebanyak
(90 %). Kandungan asam lemak jenuh tersebut adalah asam lemak laurat yang
dapat menghasilkan busa yang sangat baik, mengeraskan dan memadatkan sabun
mandi yang akan dibuat (Widyasanti, dkk., 2017).
4. Asam stearate, dapat terbentuk padatan atau cairan, Asam stearat berfungsi untuk
mengeraskan dan menstabilkan busa. Asa, stearat berwarna putih kekuningan
dan memiliki titik cair pada temperature 56 ℃ (Hambali dkk,2005).
5. Gliserin, berbentuk cairan jernih tidak berbau dan memiliki rasa manis,serta
bersifat humektan diperoleh dari hasil sampingan proses pembuatan sabun atau
dari asam lemak tumbuhan dan hewan pada pembuatan sabun transparan,gliserin
bersama dengan sukrosa dan alcohol berfungsi dalam pembentukan stuktur
transparan (Ghaim and Volz,2005).
6. Etanol, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH, etanol
digunakan sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena

10
sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak (Hambali dkk,2005) 7. Gula
pasir, pada proses pembuatan sabun transparan berfungsi untuk membantu
terbentuknya transparansi pada sabun.gula pasir dapat membantu perkembangan
Kristal pada sabun (Hambali dkk, 2005).
2.4.2 Bahan tambahan dalam pembuatan sabun:
1. Daun bidara

Gambar 2.3 Daun Bidara

Secara tradisional daun bidara (Ziziphus mauritiana Lamk.) dapat


digunakan untuk mengobati gangguan hati, asma, demam, diare, luka, bengkak,
dan abses (Morton, 1987; Arbonnier, 2000). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Gupta dan Singh (2013) dan Lado (2016) menyebutkan bahwa
ekstrak metanol dan etanol daun bidara memiliki aktivitas antioksidan. Ekstrak
metanol daun bidara memiliki aktivitas antibakteri antitumor, dan antikanker
(Najafi, 2013; Ashraf, dkk., 2015). Emulsi daun bidara juga dapat digunakan
untuk meremajakan kulit (Akhtar dkk., 2016)
2. Lidah buaya

11
Gambar 2.4 Tanaman Lidah Buaya

12
Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman asli Afrika, yang termasuk
golongan Liliaceae. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang
ini, memperluas pemanfaatan khasiat lidah buaya. Pemanfaatan lidah buaya kini
tidak hanya terbatas pada tanaman hias saja tetapi juga sebagai obat dan bahan
baku pada industri kosmetika. Keistimewaan lidah buaya ini terletak pada gelnya
yang dapat membuat kulit tidak cepat kering dan selalu kelihatan lembab.
Keadaan tersebut disebabkan sifat gel lidah buaya yang mampu meresap ke
dalam kulit, sehingga dapat menahan kehilangan cairan yang terlampau banyak
dari dalam kulit (Suryowidodo, 1988).

13
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Satuan Proses dan Kimia Terapaan
Politeknik Negeri Lhoseumawe.Direncanakan penelitian selama 4 bulan.

3.2 Alat dan bahan


3.2.1 Alat
1. Microwave
2. Bejana maserasi
3. rotary evaporator
4. incubator
5. waterbath
6. timbangan digital
7. labu ukur 500 ml
8. beaker glass
9. erlenmeyer
10. gelas ukur
11. blender
12. pipet volume
13. buret
14. oven
15. pH meter
16. thermometer
17. pipet tetes
18. batang pengaduk
19. senduk logam
20. alat cetak sabun
21. tabung reaksi
22. penjepit tabung
23. rak tabung
24. statif dan klem
14
25. centrifuge
26. colony counter
27. Ayakan 100 mesh

3.2.2 Bahan

1. Kulit jeruk bali


2. Hcl
3. Daun bidara
4. daun lidah buaya
5. metanol p.a
6. etanol 95% (one-med)
7. Alhohol 96% (teknis)
8. NaOH (teknis)
9. Aquades
10. VCO
11. Parfum sabun
12. HCl p.a (emsure)
13. indikator PP (merck)
14. Gula pasir (Sukrosa)
15. Gliserin (teknis)
16. nutrient agar (NA)
17. Serbuk DPPH p.a (sigma)

3.3 Rancangan penelitian


3.3.1 Variabel tetap
1. Massa VCO : 30 gram
2. Pengadukan : 500 rpm
3. NAOH 30 % : 20 gram
4. Rasio bahan ekstrak : 10:10

3.3.2 Variabel bebas


1. Pektin 3 gram, 6 gram, 9 gram, 12 gram dan 15 gram

15
3.3.2 Variabel terikat
Kadar Air, Alkali bebas, Uji pH, Organoleptik, dan Aktivitas antioksidan.Prosedur
percobaan dan pengujian.

3.4 Prosedur percobaan dan pengujian


3.4.1 Ekstraksi Pektin dengan metode ekstraksi padat - cair
1. Memilih kulit jeruk bali yang tidak cacat, dipotong kecil-kecil kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 55°C sampai massa konstan.
2. Potongan kulit jeruk bali kering diblender sehingga diperoleh serbuk.
3. Serbuk sebanyak 500 gram ditambahkan dengan pelarut asam clorida 0,2 N
dengan volume 300 mL.

4. Ekstraksi dilakukan selama 30 menit.


5. Diambil filtrat hasil ekstraksi dan ditambahkan etanol 96 %, perbandingan filtrat
dengan etanol 1:1 untuk mengendapkan oven pada suhu 50℃ sampai berat
konstan.
6. Pektin kering dimurnikan dengan mencucinya menggunakan etanol 96 %.
7. Pektin dikeringkan pada suhu 40℃ hingga berat konstan.
8. Pektin diblender hingga berbentuk serbuk.

3.4.2 Pembuatan sabun


1. Minyak VCO sebanyak 30 gram dimasukkan kedalam beaker glass dan
dipanaskan pada hotplat hingga temperature 70 ℃.
2. Masukkan asam stearat 10,5 gram, lalu aduk hingga homogen. Kemudian
masukkan larutan NaOH 30% sebanyak 20 gram.
3. Tambahkan pektin kulit jeruk bali diaduk dengan magnetic stirrer dengan
kecepatan 500 rpm selama 30 menit.
4. Kemudian dimasukkan etanol 225 gram, Gliserin 19,5 gram, larutan gula 22,5
gram, dan Aquades 11 gram, sambil terus diaduk selama 15 menit hingga
homogen.

16
5. kemudian temperature diturunkan hingga 35℃ lalu ditambahkan ekstrak daun
bidara dan daun lidah buaya 10:10, selanjutnya ditambah parfum sabun 8 tetes
aduk 5 menit hingga mengental.
6. Kemudian dimatikan hot platenya dan adonan ditimbang lalu dimasukkan
kedalam cetakan dan diamkan selama 24 jam.
7. Ditimbang kembali sabun yang sudah memadat, kemudian dilakukan
pengujian organoleptis, homogenitas, kadar air, kadar alkali bebas, nilai
pH, uji aktivasi antioksidan dan uji bakteri.

17
3.4.3. Analisa Kadar Air (SNI 06-3532-2016)
1. Ditimbang cawan petri kosong sehingga didapatkan beratnya, dimasukkan 5
gram sabun yang telah dibuat kedalam cawan petri tersebut
2. Kemudian di oven pada temperature 105℃ selama 1 jam
3. Langkah selanjutnya ditimbang cawan petri dan sabun yang telah kering tersebut,
sehingga didapatkan beratnya kemudian dihitung kadar air pada sabun dengan
rumus :
Kadar air (%) = B−C x 100%
B−A

Keterangan :
A = berat cawan kosong (gram)
B = berat cawan + sampel awal (gram)
C = berat cawan + sampel kering (gram)

Berat Sabun (B−A)


Kadar air (%) = x 100%
Berat sabun (B)

Tabel 3.1 Komposisi Kimia sabun mandi transparan


Komposisi
Sabun Jumlah
Virgin Coco 30 gram
NaOH 30% 20 gram
Asam Stearat 10,5 gram
Etanol 96% 17,5 gram
Gula pasir 22,5 gram
Gliserin 24,5 ml
Aquades 11 ml
Bahan Ekstrak 12 ml
Pewangi Sabun 8 tetes

3.4.4 Analisa Kadar Alkali Bebas (SNI 06-3531-1994)


1. Disiapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 mL alkohol dalam labu
erlenmeyer 250 mL. Ditambahkan 0,5 mL indikator PP dan didinginkan sampai
temperature 70ºC kemudian dinetralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol.
2. Ditimbang 5 gram sabun dan dimasukkan ke dalam alkohol netral di atas, dan
dipanaskan agar cepat larut di atas penangas air, dididihkan selama 30 menit.

18
3. Apabila larutan tersebut di atas ternyata berwarna merah maka diperiksa kadar
alkali bebas dengan dititrasi menggunakan HCl 0,1 N dalam alkohol dari buret,
sampai warna merah cepat hilang.
4. Kadar alkali bebas dihitung menggunakan rumus :
V HCl xN HCl x Bst Alkali
% Kadar alkali bebas = x 100%
mg

3.4.5 Uji Derajat Keasaman (SNI 06-3531-1994)


1. Sejumlah sabun dilarutkan dalam air sampai larut. pH diukur pada masing-
masing formula sabun ekstrak etanol daun bidara dengan menggunakan pH
meter.
2. Kadar pH yang diijinkan pada sediaan sabun mandi adalah 8-11.

3.4.6 Uji Aktivitas Antioksidan secara Kualitatif dengan menggunakan


spektrofotometri
1. Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM (Diphenyl-picrylhidrazil)
 Serbuk DPPH (BM 394,32) 0,0019 gr dilarutkan dengan 15 ml methanol p.a
 Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml
 Kemudian ditambahkan methanol pa sampai tanda batas.
2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH (Diphenyl-Picrylhidrazil)
 Larutan DPPH 0,1 mM sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
 Kemudian ditambahkan dengan larutan methanol p.a 2 ml dan di homogenkan.
 Lalu dimasukkan kedalam kuvet sebanyak 3 ml dan diukur panjang gelombang
400-800 nm dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
3. Penentuan Larutan Blanko
 Sebanyak 2 ml larutan DPPH 0,1 mM dimasukkan kedalam tabung reaksi
 Kemudian ditambahkan methanol p.a 2 ml dan dihomogenkan
 Di inkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit dan kemudian di ukur
panjang gelombang yang optimal.
4. Pembuatan Larutan Pembanding
 Vitamin C digunakan sebagai pembanding kemudian ditimbang sebanyak 5 mg
 Dilarutkan dengan methanol p.a lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50
ml
 Kemudian ditambahkan methanol p.a sampai tanda batas.
19
5. Pembuatan Larutan Uji Seri Konsentrasi 2,4,6,8 dan 10 ppm

20
 Larutan induk vitamin C sebagai pembanting dibuat seri konsentrasi 2,4,6,8, dan
10 ppm
 Dari larutan induk 100 ppm dipipet 500 uL,1000 uL, 1500 uL, 2000 uL dan
2500 uL, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, lalu dicukupkan volumenya
hingga tanda batas dengan methanol p.a .
6. Pengukuran Serapan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
 Sebanyak 2 ml larutan uji pembanding ( vitamin c )
 Dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan dengan larutan DPPH 0,1 mM
sebanyak 2 ml dan divortex 30 menit dalam ruangan gelap.
 Kemudian diukur serapan pada panjang gelombang yang optimal.

3.4.7 Uji Bakteri


1. Ditimbang nutrien agar sebanyak 2,8 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
dilarutkan dengan aquades 150 ml, kemudian dipanaskan di hotplate pada
temperature 120℃ selama 20 menit.
2. Kemudian di sterilisasi dalam autoclove pada temperature 121℃, 15 menit dan
dituangkan kedalam cawan petri sebanyak 15 ml dan dinginkan hingga media
nutrien agar tersebut mengeras.
3. Untuk mengetahui kemampuan daun lidah buaya sebagai antibakteri, maka
dilakukan uji bakteri antara tangan yang tidak diolesi sabun dan tangan yang
tidak diolesi sabun.
4. Uji bakteri dilakukan dengan mensterilkan cotton bud yang akan digunakan
dengan melewatkannya di atas api bunsen.
5. Diambil bakteri yang ada pada tangan dengan mengoleskan cotton bud pada
telapak tangan, punggung tangan, dan di antara jari-jari.
6. Dibuka penutup cawan petri dan cotton bud dioleskan pada permukaan agar NA
dengan pola zig-zag.
7. Kemudian dimasukkan cawan petri yang telah ditanami bakteri kedalam
inkubator pada temperature 32℃ dan didiamkan selama 24 jam dan dihitung
jumlah koloni bakteri yang timbul pada permukaan media agar.

21
3.4.8 Uji Organoleptis dan Homogenitas (SNI 01-2346-2011)
1. Pengujian organoleptis pada sabun mandi meliputi Transparansi, kekerasan
sabun, aroma, homogenitas dan rasa licin yang dilakukan oleh para panelis.
2. Pengujian homogenitas, dilakukan dengan melihat homogenitas sediaan sabun
mandi yang dibuat. Sabun memenuhi syarat homogenitas bila tidak terdapat
bagian yang menggumpal atau tidak tercampur, penyebaran warna yang merata
serta tidak terdapat bintik-bintik kasar pada permukaan dan bagian dalam sabun.

22
3.5 Rancanagan Data Pengamatan
Tabel 3.2 Data pengamatan dan Analisa
Jumlah Kadar air Alkali Ph Organoleptik Aktivitas
pektin bebas antioksida
3 gram
6 gram
9 gram
12 gram
15 gram

3.6 jadwal Penelitian


Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
Minggu ke
No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Studi Pustaka
2. Persiapan bahan dan
alat
3. Pelaksanaan penelitian
4. Analisa
5. Pengolahan data
6. Pembuatan laporan
7. Sidang tugas akhir

Daftar Pustaka

23
Herdigenarosa, Muren. 2013. Pembuatan Edible Coating dari Pectin Kulit Buah Jeruk Bali (Citrus
Maxima) dengan Variasi Sorbitol sebagai Plasticizer.Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga.
Rahmawati, W,T dan Rivi Y. 2010. Jeruk Bali Berumur Panjang dan Berbuah Sepanjang Tahun.
http://peluangusaha.kontan.co.id/new/jeruk-bali-berumur-panjang-dan-berbuah-
sepanjang-tahun -2-1 diakses pada selasa 24 februari 2015 pukul 09.41 WIB.
Sulihono, Andreas dkk. 2012 Pengaruh Waktu, Tempratur, dan Jenis Pelarut Terhadap Ekstksi
Pektin Dari Kulit Jeruk Bali (Citrus maxima) palembang:Jurnal Teknik Kimia No, 4,
Vol. 18, Desember 2012.
Widiastuti, D.R, 2015, Ekstraksi Pektin Jeruk Bali dengan Microwave Assisted Extraction dan
Aplikasinya sebagai Edible Film Tugas akhi, Program Studi Teknik
Kimia,FakultasTeknik, Universitas Semarang , Semarang.
Badan Standarisasi Nasional , 1994. Standar Mutu Sabun Mandi . SNI 06-3532-1994 Dewan
Standarisasi Nasional Jakarta.
Izhar, h., Sumiati, dan Moeljadi P.2009. Analisis Sikap Konsumen terhadap Atribut Sabun Mandi.
Universitas Brawijaya. Malang.
Rahmawati, Ani, Putri,W D R (2013). Karakteristik Ekstrak Kulit Jeruk Bali Menggunakan
Metode Ekstraksi Ultrasonik (kajian Perbandingan Lama Blasing dan Ekstraksi ).Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 1(1),26-35.

24

Anda mungkin juga menyukai