PENDAHULUAN
1
2
limbah. Pemanfaatan kulit buah durian sebagai sumber pektin bukan hanya dapat
mengurangi limbah sampah tetapi juga dapat meningkatkan daya guna dari kulit
durian itu sendiri dengan dimanfaatkan sebagai sumber pektin.
Proses pembuatan pektin meliputi ekstraksi dengan menggunakan asam.
Ekstraksi pektin dapat dilakukan secara biokimia dan kimia. Secara kimia pektin
dapat diekstraksi dari jaringan tanaman dengan pemanasan dalam asam encer
sedangkan ekstraksi secara biokimia dengan menggunakan enzim. Ekstraksi
dengan pemanasan dalam asam akan menyebabkan hidrolisis gugus ester metil
yang akhirnya menjadi asam galakturonat.
Pektin merupakan polisakarida alami, tidak beracun, dan bersifat anionic
yang diekstraksi dari dinding sel tumbuhan, terutama banyak ditemukan dalam
dinding sel kulit buah-buahan. Pektin ini berupa protopektin yang memecah
karena pengaruh hormon kematangan buah. Namun kalau buah terlalu
matang pektin akan berubah menjadi asam pektat yang sangat mudah larut dalam
air-buah sehingga menjadi lunak. Pektin banyak digunakan dalam kegiatan
industri dan laboratorium. Industri-industri dan laboratorium di Indonesia masih
menggunakan pektin yang diimpor dari luar negri. Pada tahun 2010, jumlah impor
pektin untuk kebutuhan nasional mencapai angka 100 ton per tahun dan harga
pektin tergolong sangat mahal.
Industri-industri yang memanfaatkan pektin diantaranya industri makanan
dan minuman, industri farmasi, dan industri lainnya. Dalam industri makanan dan
minuman, pektin banyak digunakan untuk bahan pembuat tekstur yang baik pada
roti dan keju, bahan pengental, dan stabilizer pada minuman sari buah, bahan
pokok pembuatan jeli, selai, dan marmalade. Dalam industri farmasi, pektin
banyak digunakan untuk emilsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada
bayi dan anak-anak seperti dextrimaltose, kaopek, nipektin, dan intestisan, obat
penawar racun logam, bahan penurun daya racun dan meningkatkan daya larut
obat-obatan sulfat, bahan penyusut kecepatan penyerapan bermacam-macam obat,
bahan kombinasi untuk memperpanjang kerja hormon dan antibiotik, bahan
pelapis perban (pembalut luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan yang rusak
atau hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh, bahan hemostatik, oral,
3
atau injeksi untuk mencegah pendarahan. Dalam industri lainnya, pektin juga
sering digunakan dalam industri kosmetika (pasta gigi, sabun, lotion, krim, dan
pomade), industri baja dan perunggu (quenching), industri karet (creaming and
thickening agent), industri plastik, industri tekstil, industri bahan sintetis, serta
film nitropektin (IPPA, 2003).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kulit durian berpotensi sebagai
sumber pektin. Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi pektin dari kulit durian
dengan melihat pengaruh konsentrasi dari asam anorganik HCl terhadap
karakteristik pektin yang dihasilkan. Asam anorganik HCl dipilih karena
tergolong asam mineral yang cenderung murah dan mudah didapatkan serta pada
pH rendah dapat menghasilkan rendemen pektin yang lebih tinggi dibandingkan
asam organik (Kertesz, 1951; Rouse dan Crandal, 1978).
Penelitian ini menggunakan limbah kulit durian sebagai bahan utama
dalam pembuatan pektin. Pektin yang dihasilkan diharapkan memiliki mutu yang
setara dengan pektin komersial dan menjadi alternatif sumber pektin selain kulit
jeruk dan kulit apel. Pembuatan pektin dilakukan dengan cara mengekstrasi kulit
durian yang telah diblender sebelumnya hingga berbentuk seperti bubur.
Ekstraksi pektin dilakukan dengan menambahkan asam klorida hingga pH 2.
Ekstraksi dilakukan pada suhu 90ºC serta perlakuan lama ekstraksi 4 jam. Pektin
basah yang didapat kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50oC selama
±2 jam sehingga didapatkan pektin kering sebagai hasil. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penanganan limbah dan dapat
digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri makanan
karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein.
Ekstraksi pektin dilakukan pada suhu 70-80 oC, konsentasi pelarut HCl 1% ,
PH 1,5 dan waktu ekstraksi 60–90 menit (Esti dan Kemal, 2001).
Ekstraksi pektin dapat dilakukan secara biokimia dan kimia. Secara kimia
pektin dapat diekstraksi dari jaringan tanaman dengan pemanasan dalam asam
encer sedangkan ekstraksi secara biokimia dengan menggunakan enzim, dimana
enzim-enzim ini berperan pada degradasi hidrolitik dari subtansi pektin yang
terdiri dari pektin metilesterase dan pektin poligalakturonase (Kirk dan Othmar,
1967).
Pada proses ekstraksi, kondisi ekstraksi sangat berpengaruh pada hasil
akhir ekstraksi. Kondisi ekstraksi yang bersifat asam akan lebih efektif untuk
memecah protopektin menjadi pektin daripada kondisi ekstraksi yang bersifat
basa. Hal ini sesuai dengan teori, yang mengatakan bahwa pada kondisi asam,
hidrolisa protopektin menjadi pektin yang larut air meningkat. Proses
pelarutan protopektin menjadi asam pektinat dapat terjadi karena adanya
subtitusi ion polivalen (ion kalsium dan ion magnesium) protopektin oleh ion
hidrogen atau karena putusnya ikatan antara asam pektinat dengan selulosa.
Kertesz, (1951) Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses
ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin
dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat
molekul, kadar metoksil, dan kadar poligalakturonat yang relatif tinggi. Pektin
yang mempunyai kandungan metoksil tinggi dapat membentuk gel dengan
gula dan asam. Sedangkan pektin yang memiliki kadar metoksil rendah
5
2.1 Pektin
2.1.1 Pengertian dan Sumber
Pektin merupakan kompleks polisakarida yang bersifat asam dengan bobot
molekul tinggi sebesar 30.000-100.000. Sebagai konstituen dalam tanaman, pektin
menyerupai karbohidrat yang terdistribusi luas dalam jaringan, terdiri dari unit
rantai asam D-galakturonat yang terikat dengan ikatan α-(1,4) glikosida (Rowe
dkk, 2009). Gugus asam sepanjang rantai sebagian besar teresterifikasi
membentuk kelompok metoksil dengan kadar yang bervariasi tergantung pada
derajat metilasi (Madhav dan Pushpalatha, 2002). Selain itu juga bisa ditemukan
dalam bentuk asam bebas, metil ester, garam sodium, kalium, kalsium atau
ammonium, dan dalam beberapa kelompok pektin amida.
Umumnya pektin terdapat di dalam dinding sel primer, khususnya di sela-
sela antara selulosa dan hemiselulosa, yang berfungsi sebagai bahan perekat
antara dinding sel yang satu dengan yang lainnya (Hasbullah, 2001). Pektin yang
dimanfaatkan untuk makanan merupakan suatu polimer dengan sedikitnya
mengandung 65% unit asam galakturonat (IPPA, 2003).
6
7
Senyawa pektin adalah asam pektat, asam pektinat, dan protopektin yaitu
sebagai berikut :
1. Asam Pektat
Asam pektat adalah senyawa asam galakturonat yang bersifat koloid
dan pada dasarnya bebas dari kandungan metil ester (Winarno, 2002).
8
2. Asam Pektinat
Asam pektinat adalah asam poligalakturonat yang bersifat koloid dan
mengandung sejumlah metil ester. Pektin merupakan asam pektinat
dengan kandungan metil ester dan derajat netralisasi yang berbeda-
beda (Winarno, 2002).
3. Protopektin
Protopektin adalah substansi pektat yang tidak larut dalam air, terdapat
dalam tanaman, jika dipisahkan secara hidrolisis akan menghasilkan
asam pektinat (Klavons dkk, 1994).
Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai
molekul panjang, di mana setiap rantai utamanya diselingi oleh kelompok
rhamnosa dengan rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa).
Dalam suatu molekul pektin terdapat 300-1000 cincin yang merupakan suatu
molekul dari asam galakturonat yang dihubungkan dengan suatu rantai linier
(Hanum dkk, 2012). Kelompok karboksil (kelompok asam) dari asam
galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi (IPPA, 2003). Selain asam D-
galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga memiliki D-galaktosa, L-
arabinosa, dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi kimia
pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai dalam
isolasinya (Willats dkk, 2006).
9
primer C6 yang memiliki gugus karboksilat (Hart dkk, 2003). Sebagian gugus
karboksilat pada polimer pektin mengalami esterifikasi dengan metil menjadi
gugus metoksil dan biasanya mengandung sekitar 8,0-11,0% gugus metoksil
(Ranganna, 2000).
Sifat penting pektin adalah kemampuannya membentuk gel. Pektin
metoksil tinggi membentuk gel dengan gula dan asam, yaitu dengan konsentrasi
gula 58 - 75% dan pH 2,8 - 3,5. Pembentukan gel terjadi melalui ikatan hidrogen
di antara gugus karboksil bebas dan di antara gugus hidroksil. Pektin bermetoksil
rendah tidak mampu membentuk gel dengan asam dan gula tetapi membentuk gel
dengan adanya ion-ion kalsium (Sari dkk., 2012).
Pembentukan gel pektin dipengaruhi berat molekul pektin yang
menunjukkan panjang rantai poligalakturonat. Jika rantai poligalakturonat
panjang, maka serabut pektin yang terbentuk lebih banyak sehingga mempunyai
kemampuan membentuk jaringan tiga dimensi yang kukuh. Serabut-serabut ini
akan mampu menangkap seluruh cairan yang ada didalamnya, sehingga seluruh
sistem menjadi gel (Kirk dan Othmer, 1952). Kekuatan gel yang terbentuk
tergantung pada total asam yang ada (Moris, 1991).
Pektin dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Pektin berester tinggi yaitu mempunyai lebih besar dari 50% gugus
karboksil yang teresterkan.
b. Pektin berester rendah yaitu mempunyai lebih kecil dari 50% gugus
karboksil yang teresterkan.
Berdasarkan banyaknya gugus karboksil yang mengalami esterifikasi,
maka pektin dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
a. High Methoxy Pectin (HMP), yaitu pektin yang mengandung gugus
metoksil sekurang-kurangnya 7 - 8%. HMP mengandung 50-58% gugus
karboksil yang teresterifikasi. HMP hanya dapat membentuk gel dengan
gula dan asam pada kadar gula 60 – 65%, oleh karena itu HMP dapat
dimanfaatkan dalam pembuatan jelly.
b. Low Methoxy Pectin (LMP), yaitu pektin yang mengandung gugus
metoksil kurang dari 7% (biasanya 3 – 5%). Pada LMP, hanya 20-40%
12
Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu dapat
dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali tanpa
perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air pada pektin kering akan terbentuk
gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan. Proses tersebut dapat
dipercepat dengan ekstraksi dan penambahan gula. Larutan pektin yang berupa
larutan koloid bereaksi asam terhadap lakmus, tidak larut dalam alkohol dan
dalam pelarut organik lainnya seperi metanol, aseton, atau propanol. Kelarutan
pektin akan meningkat dengan derajat esterifikasi dan turunnya berat molekul.
Semakin mudah pektin larut dalam air maka akan semakin mudah untuk
mengendapkannya dengan suatu elektrolit. Larutan dari pektin bersifat asam
karena adanya gugus karboksilat.
Meskipun pektin umumnya terkandung di sebagian besar jaringan
tanaman, namun sumber yang dapat digunakan untuk pembuatan pektin komersial
sangat terbatas. Hal demikian dikarenakan kemampuan pektin untuk membentuk
gel tergantung pada ukuran molekul dan derajat esterifikasi. Pektin dari sumber
yang berbeda memiliki kemampuan membentuk gel yang tidak sama karena
adanya variasi dalam karakteristiknya (Sriamornsak, 2003).
Hariyati (2006) mengungkapkan bahwa degradasi dan dekomposisi pektin
dapat disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi yang dipengaruhi suhu, pH, dan
konsentrasi agen pengoksidasi.
Gambar 2.8 Skema Perubahan Protopektin menjadi Pektin dan Asam Pektat
(Sumber: Muhidin, 2001)
Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen,
memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin
menjadi molekul yang lebih kecil, dan menghidrolisa gugus metil ester pektin
(Kertesz, 1951).
Suhu ekstraksi yang tinggi dapat meningkatkan rendemen pektin, di mana
akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan
aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat di dalam sel
primer tanaman, khususnya pada lamella tengah (Towle dan Christensen, 1973).
Suhu ekstraksi yang terlalu tinggi akan menghasilkan pektin yang tidak jernih
sehingga gel yang diperoleh akan keruh dan kekuatan gel berkurang .
Pektin dalam jaringan tumbuhan banyak dalam bentuk protopektin yang
tidak larut dalam air, dengan adanya asam, kondisi larutan pada pH rendah akan
menghidrolisis protopektin menjadi pektin yang lebih mudah larut. Ekstraksi
pektin dari sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1,5-3,0
dengan suhu pemanasan 60-1000C selama 30-90 menit (Towle dan Christensen,
1973). Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadinya
hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosida
gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam
galakturonat (Smit dan Bryant, 1986).
konstipasi, sebagai salah satu bahan utama yang digunakan dalam kaopektat
bersama dengan kaolinit, pelega tenggorokan (demulcent), sumber serat, dan
komponen propilaktit alami untuk melawan keracunan kation toksik. Pektin
melalui pembuluh darah dapat memperpendek waktu koagulasi darah yang
berguna untuk mengendalikan pendarahan. Pada industri farmasi, pektin
digunakan sebagai polimer mukoadhesif, gelling agent, pengental, pengikat air,
stabilator, emulsifier bagi preparat cair dan sirup, obat diare pada bayi dan anak-
anak, obat penawar racun logam, dan bahan penyusut kecepatan absorpsi berbagai
macam obat. Selain itu, pektin juga berfungsi sebagai bahan kombinasi untuk
memperpanjang kerja hormon dan antibiotik, bahan pelapis perban (pembalut
luka) untuk menyerap kotoran dan jaringan rusak, serta bahan injeksi untuk
mencegah pendarahan (Malviya dan Srivastava, 2011).
Pektin merupakan salah satu tipe serat pangan yang bersifat larut dalam air
karena merupakan serat yang berbentuk gel, dapat memperbaiki otot pencernaan,
dan mendorong sisa makanan pada saluran pembuangan. Dalam usus besar,
mikroorganisme mendegradasi pektin dan membebaskan rantai pendek asam
lemak yang memiliki pengaruh positif pada kesehatan atau dikenal sebagai efek
prebiotik. Pektin juga dikenal sebagai antikolesterol karena dapat mengikat asam
empedu yang merupakan hasil akhir metabolisme kolesterol. Semakin banyak
asam empedu yang berikatan dengan pektin dan terbuang ke luar tubuh, semakin
banyak kolesterol yang dimetabolisme sehingga menurunkan jumlah kolesterol
tubuh. Selain itu, pektin juga dapat menyerap kelebihan air dalam usus,
memperlunak feses, serta mengikat dan menghilangkan racun dari usus (Ide,
2009).
Pektin merupakan senyawa yang menarik dalam bidang farmasi karena
berpotensi sebagai carrier atau pembawa obat dalam formulasi pelepasan
terkontrol dan dalam penargetan situs spesifik misalnya untuk penghantaran obat
ke saluran pencernaan seperti matriks tablet, gel beads, dan film coated. Banyak
teknik yang telah digunakan untuk memproduksi pektin berbasis sistem
penghantaran, terutama ionotropik gelasi atau gel coating. Dengan teknik
sederhana dan dengan profil toksisitas yang sangat aman, membuat pektin sebagai
22
eksipien menarik dan menjanjikan dalam industri farmasi untuk aplikasi masa kini
dan masa mendatang (Sriamornsak, 2003).
2.2 Durian
Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia
Tenggara. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-
lekuk tajam sehingga menyerupai duri. Sebutan populernya adalah "raja dari
segala buah" (King of Fruit). Durian adalah buah yang kontroversial, meskipun
banyak orang yang menyukainya, namun sebagian yang lain malah muak dengan
aromanya. Klasifikasi ilmiah dari durian adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Class : Agnoliophyta
Ordo : Magnoliopsida
Family : Bombacea
Genus : Durio
Species : Durio zibethinus
Durian memiliki kulit yang tajam. Kulit durian adalah pembungkus dari
daging buah durian. Berdasarkan penelitian, kulit durian mengandung bahan yang
tersusun dari selulosa (50% - 60%), lignin (5%) serta pati yang rendah (5%). Kulit
durian juga mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin (AAK, 1997).
bagian radiasi yang dihasilkan oleh satu sumber, sehingga menghasilkan suatu
interferogram yang dapat diubah dengan menggunakan suatu persamaan yang
disebut “Transformasi Fourier‟ untuk mengekstraksi spektrum dari suatu seri
frekuensi yang bertumpang tindih (Watson, 2009).
Spektroskopi FTIR memiliki banyak keunggulan dibanding spektroskopi
inframerah diantaranya yaitu lebih cepat karena pengukuran dilakukan secara
serentak (simultan), serta mekanik optik lebih sederhana dengan sedikit
komponen yang bergerak.
Jika sinar inframerah dilewatkan melalui sampel senyawa organik, maka
terdapat sejumlah frekuensi yang diserap dan ada yang diteruskan atau
ditransmisikan tanpa diserap. Serapan cahaya oleh molekul tergantung pada
struktur pada struktur elektronik dari molekul tersebut. Molekul yang menyerap
energi tersebut terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi
rotasi. Pada suhu kamar, molekul senyawa organik dalam keadaan diam, setiap
ikatan mempunyai frekuensi yang karakteristik untuk terjadinya vibrasi ulur
(stretching vibrations) dan vibrasi tekuk (bending vibrations) di mana sinar
inframerah dapat diserap pada frekuensi tersebut (Suseno dan Sofjan, 2008).
3.1.2 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender, mantel
pemanas, timbangan analitik, cawan porselen, termometer, spatula, lumpang alu,
desikator, kondensor, lemari asam, kertas pH, kertas saring, kain saring, alat–alat
gelas, buret dan statif serta spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red).
25
26
Kulit durian diperoleh dari penjual durian di pinggiran Jl. Jend. Sudirman
Pekanbaru. Kulit buah durian segar yang diambil adalah bagian kulit dalam yang
berwarna putih dengan cara mengiris bagian dalam kulit buah durian (Gambar
sampel dapat dilihat pada lampiran D). Kemudian kulit bagian dalam durian yang
telah dipisahkan dari bagian kulit terluar, dicuci bersih dari kotoran menggunakan
air.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang
Kepok (Musa balbisiana ABB). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Fitriani, V. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon
(Citrus medica var Lemon). Skripsi. Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Guichard, E. S., Issanchou, A., Descourvieres and Etievant, P., 1991. Pectin
Concentration, Molecular Weight, and Degree of Esterification : Influence
on Volatile Composition and Sensory Characteristics of Strawberry Jam.
Journal of Food Science, Vol. 56, No. 6 : 1621 - 1627.
Hanum, F., Martha A. T., dan Irza M. D. K. 2012. Ekstraksi Pektin dari Kulit
Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia, Universitas
Sumatera Utara, Vol. 1, No. 2 : 49 - 53.
Hariyati, M.N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses
Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hart Harold, Leslei E, Hart D. 2003. Organic Chemistry, A Short Cause, Eleven
Edition. Houghton Mifflin Company.
Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat -
Pektin Jeruk. Jakarta : Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Industri
Sumatera Barat.
Herbstreith, K., dan G. Fox. 2005. Pectin. http://www.herbstreithfox.de/pektin/
forschung und entwicklung/forschung_entwicklung04a.htm (diakses
tanggal 11 Juni 2016 pukul 20.00 WIB).
Hoejgaard, S. 2004. Pectin Chemistry, Functionality, and Applications.
Hui, Y. H. 2006. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering. New
York : CRC Press. ISBN 978-1-57444-551-0. Vol. 1 : 1 - 20.
Hwang, J.K . Kim C.J., dan Kim C.T. 1998. Extrusion of Apple Pomace
Facilitates Pectin Extraction. Journal of Food Science, Vol. 63, No. 5 :
841-844.
30
Maulidiyah, H., Fitri S., Muhammad N., dan Ansharullah. 2014. Isolasi Pektin
dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) dan Uji Daya Serapnya
terhadap Logam Tembaga (Cu) dan Logam Seng (Zn). Jurnal Agroteknos,
Vol. 4, No. 2 : 112 - 118. ISSN 2087-7706.
Meilina, H. dan Illah S. 2013. Produksi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus
medica). Prosiding Simposium Nasional Polimer V : 117 - 126. ISSN
1410-8720.
Moris, T.N. 1947. Principle of Fruit Preservation Jam Making Canning and
Drying. Second Edition. Wetsport: Deven Nostrand Company, Inc.
Mudzakir, A. 2008. Metode Spektroskopi Inframerah. Bandung: UPI.
Muhidin, D. 2001. Papain dan Pektin. Jakarta : Penerbit Swadaya.
Pagan, G. V., Barbosa C. 2001. Extraction and Characterization of Pectin from
Stored Peach Pomace. Food Research International, 34 : 605-612. ISSN
0963-9969.
Pardede, A., Devi R., Agus MHP. 2013. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari
Kulit Kemiri (Alleurites mollucana Willd). Media Sains, Vol. 5, No. 1 : 66
– 71. ISSN 2085-3548.
Pigman, W.W. 1946. Advance In Carbohydrat Chemistry. Vol 2. John Wiley and
Sons, Inc.
Prasetyowati, Karina P. S., dan Healty P. 2009. Ekstraksi Pektin dari Kulit
Mangga. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 16 : 42 - 49. Universitas
Sriwijaya, Sumatera Selatan.
Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Product. New
Delhi : McGraw Hill.
Rofikah. 2013. Pemanfaatan Pektin Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Linn)
untuk Pembuatan Edible Film. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Semarang.
Rouessac, R dan Rouessac, A. 2000. Chemical Analys: Modern Instrumentation
Metods and Tecniques. Inggris: John Wiley and Sons Ltd.
32
Untung, O. 2008. Durian untuk Kebun Komersial dan Hobi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Vaclavik, V. A. dan E. W. Christian. 2008. Essentials of Food Science. Third
Edition. Springer Science+Business Media, New York.
Watson, D. G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Willats, W. G. T., Paul K., dan Jorn D. M. 2006. Pectin : New Insights Into An
Old Polymer Are Starting To Gel. Trends in Food Science and
Technology, 17 : 97 - 104.
Winarno, F. G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor: M. Brio
Press..
Winarno, F.G., T. S. Rahayu. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:
Gramedia.
Wong, D. W. S. 1989. Mechanisme and Theory in Food Chemistry. New York
Van Nostrad Reinhold.
Yojaroen, P., Supjaroenkul U., dan Rungrodnimitchai S. 2008. Extraction of
Pectin From Sugar Palm Meat. Tamm Int J Sc Tech. 13 Special Edition.
pp 44-47.