Anda di halaman 1dari 9

PATI

Pati merupakan salah satu polimer alami yang tersusun dari struktur bercabang yang disebut
amilopektin dan struktur lurus yang disebut amilosa. Pati diperoleh dengan cara mengekstraksi
tanaman yang kaya akan karbohidrat seperti sagu, singkong, jagung, gandum, dan ubi jalar. Pati juga
dapat diperoleh dari hasil ekstraksi biji buah-buahan seperti pada biji nangka, biji alpukat, dan biji
durian. Ekstraksi pati merupakan proses untuk mendapatkan pati dari suatu tanaman dengan cara
memisahkan pati dari komponen lainnya yang terdapat pada tanaman tersebut.

Pati merupakan karbohidrat cadangan yang terdapat dalam batang dan biji suatu tanaman. dan
membentuk butiran dalam sel di plastid, terpisah dari sitoplasma. Sumber pati terbesar adalah berasal
dari jagung dan beras. Pati merupakan serbuk amorf lunak berwarna putih dan tanpa rasa manis Pati
memiliki kelebihan sebagai eksipien yaitu dapat tercampurkan dan memiliki sifat inert dengan
sebagian besar bahan obat.

Pati dari berbagai sumber telah dievaluasi dan digunakan sebagai binder atau pengikat yang
sangat baik dalam bentuk musilago atau serbuk kering. Pati atau amilum yang umum digunakan
dalam industri farmasi terbagi menjadi 2, yaitu amilum alami dan amilum yang dimodifikasi.
Amilum alami (native starch) merupakan amilum yang dihasilkan dari umbi – umbian dan
belum mengalami perubahan sifat fisika dan kimia atau diolah secara fisika-kimia. Kekurangan
dari amilum alami yang digunakan sebagai eksipien dalam tabet memiliki yang dapat
mempengaruhi sifat fisik granul, yaitu mempunyai daya alir dan kompaktibilitas yang kurang
baik

ISOLASI, KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA, DAN APLIKASI PATI JAGUNG


DALAM BIDANG FARMASETIK

Pati jagung diisolasi dari biji jagung yang dihaluskan dan diendapkan untuk mendapatkan
endapan pati. Karakterisasi sifat fisikokimia pati jagung dilakukan melalui pengujian warna, uji
kelarutan, Water absorption capacity (WAC) dan oil absorption capacity (OAC), Komposisi
Kimia, Kandungan Amilosa, Indeks Mengembang dan Kelarutan, Kerapatan Mampat, dan
menggunakan instrument Scanning Electron Microscopy (SEM). Aplikasi pati jagung dalam
bidang Farmasetik dapat digunakan sebagai pengikat-desintegran tablet, pengikat, dan pengisi
sediaan tablet.

Metode yang digunakan meliputi Isolasi pati jagung dan karakterisasi sifat fisikokimia pati
jagung.
Penyimpanan Biji Jagung Jagung dipanen, kemudian setelah melalui tahap pemanenan, biji
jagung dimasukkan ke dalam tas raffia. Biji – biji tersebut dipanen secara mekanis, mengalami
pengeringan buatan dengan suhu 35oC hingga kelembaban udara sebesar 14% tercapai, kemudian
dibersihkan menggunakan aluminium fosfida untuk mencegah gangguan serangga.

Isolasi Pati Jagung Satu kilogram biji jagung direndam dalam 4 L air suling kemudian disimpan
pada temperature 4oC selama 12 jam

Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati Jagung Warna Warna dari pati ditentukan menggunakan
color flex spectrocolorimeter setelah distandarisasi menggunakan standar warna Hunter Lab dan
Hunter ‘L’ (lightness), ‘a’ (redness to greenness) dan ‘b’ (yellowness to blueness) diukur

Uji Kelarutan Uji kelarutan pati dilakukan pada suhu 20 hingga 35oC. sampel pati (0,5 g)
dimasukkan ke dalam beaker, kemudian dibasahi dengan etanol, dan ditambahkan dengan 40 ml
air suling

Water Absorption Capacity (WAC) dan Oil Absorption Capacity (OAC)

Komposisi Kimia

Kandungan Amilosa

Indeks Mengembang dan Kelarutan

Kerapatan Mampat

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Aplikasi Pati Jagung Di Bidang Farmasetik

Pati jagung pragelatinisasi umumnya digunakan sebagai pengikat-disintegran pada formulasi


tablet immediate release, tetapi juga digunakan dalam formulasi tablet sustained release (Kaur, et
al., 2007). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Zamostny, et al,
2012 yang melakukan penelitian menggunakan pati jagung pregelatinisasi menyatakan bahwa
penggunaan pati jagung pregelatinisasi dapat digunakan sebagai pengikat-disintegran dalam
formulasi obat dan secara signifikasn dapat mengubah profil pelepasan zat aktif dari obat tersebut.
Selain itu, penggunaan pati jagung yang berbeda yang sesuai dengan persyaratan Farmakope
menunjukan perbedaan substansial dalam efeknya pada disolusi obat.
SIMPULAN

Pati jagung diisolasi dari biji jagung yang dihaluskan menjadi bubur kemudian diendapkan untuk
mendapatkan endapan pati jagung yang selanjutnya akan dikeringkan menggunakan oven.
Karakteristik fisikokimia pati jagung dilakukan dengan pengujian warna, uji kelarutan, Water
absorption capacity (WAC) dan oil absorption capacity (OAC), Komposisi Kimia, Kandungan
Amilosa, Indeks Mengembang dan Kelarutan, Kerapatan Mampat, dan menggunakan instrument
Scanning Electron Microscopy (SEM). Aplikasi pati jagung dalam bidang Farmasetik dapat
digunakan sebagai pengikat-desintegran tablet, pengikat, dan pengisi sediaan tablet
PEKTIN

Ekstraksi Pektin dari Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Menggunakan Pelarut
HCl sebagai Edible Film
Pektin kulit pisang kepok yang didapatkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan edible film
dengan menambahkan plasticizer. Salah satu bahan dasar pembuatan edible film adalah pectin. Edible film
berupa lapisan tipis yang dapat digunakan melapisi makanan atau dicampur komponen - komponen lain
makanan untuk menahan transfer massa air, oksigen, lemak, dan cahaya atau berfungsi sebagai pembawa
bahan tambahan pangan. Pektin merupakan senyawa polisakarida kompleks dengan komponen utama asam
D-galakturona. Kenyataannya, pektin memiliki sifat gel yang baik sehingga dapat digunakan untuk membuat
kemasan yang dapat dimakan. Pektin dapat diperoleh dari kulit buah-buahan seperti kulit pisang, kakao,
markisa, jeruk bali, buah naga, dan lain-lain. Kulit pisang adalah limbah hasil industri pengolahan pisang
untuk berbagai jenis makanan yang tidak bernilai ekonomi dan ramah lingkungan, sehingga penting untuk
dicarikan solusi pemanfaatannya.

Pengambilan pektin dalam kulit pisang dapat dilakukan menggunakan beberapa cara ekstraksi, yang
sering dibedakan menggunakan cara konvensional dan modern. Selama ini, ekstraksi pektin dilakukan
menggunakan pelarut dengan pemanasan langsung. Sedangkan, cara-cara esktraksi pektin modern di
antaranya ekstraksi dibantu oleh gelombang mikro dan ultrasonik sebagai sumber pemanasnya. Istilah
ekstraksi yang sumber energinya dibantu oleh radiasi gelombang mikro ini sering disebut dengan Microwave
Assisted Extraction (MAE). Ekstraksi pektin kulit pisang secara konvensional sudah pernah dilakukan pada
variasi suhu, variasi pH, volum pelarut, waktu ekstraksi, dan jenis pelarut (Woo dkk. 2010; Tang dkk. 2011;
Nazaruddin dkk. 2011; Ismail dkk. 2012; Sulihono dkk. 2012). Menurut Nazaruddin dkk (2011) pelarut asam
klorida menghasilkan yield paling tinggi. Secara keseluruhan disimpulkan bahwa ekstraksi secara
konvensional dengan panas yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pektin sehingga menurunkan
kualitasnya. Selain itu, panjangnya waktu yang diperlukan untuk ekstraksi konvensional menyebabkan energi
yang diperlukan untuk pemanasan juga semakin tinggi (Purwanto, 2010; Fishman 2000 dalam Sudiyono
2012). Penelitian ini memilih cara ekstraksi pektin kulit pisang menggunakan gelombang mikro sebagai
sumber pemanas.Pektin hasil ekstraksi dapat diolah menjadi edible film.

Metode Penelitian

Ekstraksi pektin menggunakan metode konvensional diproses pada kondisi serbuk kulit pisang 5 g,
aquades 40 mL, dan waktu 80 menit. Proses ini menggunakan pemanasan langsung dari hot plate stirrer untuk
mencapai kebutuhan pemanasan dan pengadukan. Ekstraksi pektin menggunakan metode MAE dengan berat
bahan baku berbeda (10 dan 15 g), daya 600 W, asam klorida 0,25% sebanyak 300 mL, dan waktu 20 menit. 5.
Supaya gel pektin menggumpal dan kemudian memisah ditambahkan etanol 96% (1 : 1,5). Proses dehidrasi ini
dilakukan selama 12 jam supaya gumpalan pektin mengendap dengan sempurna. Setelah dipisahkan dari
larutan menggunakan vacuum filter, pektin dikeringkan menggunakan oven pada suhu 65 °Csampai berat
konstan.Pektin hasil ekstraksi ini diuji menggunakanFourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk
mengetahui komposisi dari pektin yang dihasilkan dan memastikan sebagai senyawa pektin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mengacu pada tujuan yang akan dicapai, beberapa hal yang akan dipelajari meliputi, preparasi bahan baku,
analisis yield pektin standar, ekstraksi pektin menggunakan metode MAE (dengan berat bahan 10 dan 15 g),
serta aplikasinya sebagai edible film untuk melapisi makanan. Sebelum bahan digunakan untuk percobaan,
perlu dilakukan preparasi terlebih dahulu dengan tujuan untuk mendapatkan serbuk kulit pisang kepok kering
yang seragam serta memperluas area kontak antara partikel padatan dengan pelarut. Hal ini akan
mengakibatkan ekstraksi berjalan lebih cepat. Selanjutnya dilakukan analisis yield pektin standar
menggunakan ekstraksi konvensional. Hasil ekstraksi konvensional ini untuk mengetahui yield pektin standar
dalam kulit pisang kepok yang digunakan. Kadar pektin dalam suatu bahan adalah bernilai spesifik, sehingga
perlu dianalisis. Dilaporkan bahwa kondisi iklim, cuaca maupun geografis dapat mempengaruhi yield pektin
yang dihasilkan. Yield pektin dari analisis standar pada kulit pisang kepok berdasarkan percobaan ini adalah
12,8% w/w kering. Ekstraksi pektin kulit pisang kepok dalam percobaan ini dilakukan dengan menggunakan
metode MAE, metode ini dipilih karena cocok bagi pengambilan senyawa yang bersifat termolabil seperti
pektin. Metode MAE memiliki kontrol terhadap suhu yang lebih baik dibandingkan pemanasan konvensional,
selain itu dengan MAE waktu ekstraksi lebih singkat, konsumsi energi dan solven lebih sedikit, yield lebih
tinggi, serta akurasi dan presisi lebih tinggi (Purwanto, 2010). Sementara itu, jenis pelarut yang dipilih adalah
larutan asam. Penggunaan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk menghidrolisis protopektin menjadi
pektin yang larut dalam air ataupun membebaskan pektin dari ikatan dengan senyawa lain, misalnya selulosa

SIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil studi ini adalah yield pektin hasil ekstraksi kulit pisang kepok
dengan pelarut asam klorida menggunakan metode konvensional sebesar 12,8% w/w kering. Sedangkan
menggunakan metode MAE pada berat bahan 15 g menghasilkan yield yang lebih besar (16,53% w/w kering).
Sementara itu, pada berat bahan hanya 10 g, menghasilkan yield pektin 8,9% w/w. Untuk mendapatkan
variabel proses yang lebih efisien dan ekonomis, berat bahan yang dicobakan perlu ditambah. Pektin yang
diperoleh memiliki gugus karbonil pada 1623,17 dan 1632,81 cm -1, gugus C-O pada 1230,64 dan 1231,60 cm-
1
, dan gugus C-C siklik pada 1143,84 dan 1146,73 cm-1. Pektin kulit pisang kepok dapat digunakan sebagai
bahan edible film dengan menambahkan plasticizer. Jenis plasticizer yang dipakai perlu untuk dipelajari lebih
lanjut.
SELULOSA

Pertumbuhan, Kandungan Selulosa, dan Lignin


pada Rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) dengan
Pemberian Asam Giberelat (GA3)

Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa
dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu :

a. α - Selulosa (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan
basa kuat dengan DP (Derajat Polimerisasi) 600 – 15000. α - selulosa dipakai sebagai penduga dan atau tingkat
kemurnian selulosa. Selulosa dengan derajat kemurnian α > 92 % memenuhi syarat untuk bahan baku utama
pembuatan propelan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku
pada industri kertas dan industri kain (serat rayon). Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu
bahannya. Rumus struktur alfa selulosa sebagai berikut
b. b. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat
dengan DP (Derajat Polimerisasi) 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.
c. Selulosa γ (Gamma Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat
dengan DP (Derajat Polimerisasi) kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa.

Selulosa dan lignin merupakan penentu kualitas serat. Hormon ini juga dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman serta memperpendek siklus hidup tanaman.

Analisis kandungan selulosa dan lignin. Analisis selulosa dan lignin dilakukan dengan metode Chesson
(Datta, 1981). Satu g (a) sampel kering ditambahkankan 150 ml H2O. Direfluk pada suhu 100oC dengan water bath
selama 1 jam. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas (300 mL). Residu kemudian dikeringkan dengan
oven sampai konstan kemudian ditimbang (b). Residu ditambahkan 150 mL H 2SO4 1 N kemudian direfluk dengan
water bath selama 1 jam suhu 100oC. Hasilnya disaring sampai netral (300 mL) dan dikeringkan (c). Residu kering
ditambahkan 10 mL H2SO4 72% dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam. Ditambahkan 150 mL H 2SO4 1 N dan
direfluk pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik. Residu disaring dan dicuci dengan H 2O sampai netral
(400 ml) kemudian dipanaskan dengan oven dengan suhu 105 oC dan hasilnya ditimbang (d), selanjutnya residu
diabukan dan ditimbang (e).

Perhitungan kadar selulosa:

Kadar.selulosa 
c  d X100%
a

Perhitungan kadar lignin:

Kadar.lignin 
d  e X100%
a

Analisis data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan analisis statistik. Jika data normal dan atau homogen dianalisis dengan
analisis sidik ragam (Anava). Jika data tidak normal dan atau tidak homogen dianalisis dengan Kruskal Wallis. Untuk
mengetahui beda nyata diantara perlakuan, dilanjutkan dengan uji Duncans Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
uji 5%.

Kandungan selulosa dan lignin

Selulosa dan lignin merupakan salah satu kriteria yang menunjukkan kekuatan serat. Sifat mekanik yang luar
biasa dari selulosa adalah regangan, kekuatan, ketahanan terhadap tekanan, mengembang dan sifat
permeabilitasnya bertambah terus selama proses pembentukan dinding. Di bawah tekanan komprehensif, fibril-
fibril selulosa itu membengkok. Perbedaan struktur dapat disebabkan karena perbedaan arah dan kerapatan
mikrofibril selulosa, perbedaan kandungan lignin dan lain-lain. Lignin menambah ketahanan dinding terhadap
tekanan dan mencegah melipatnya mikrofibril selulosa. Arah mikrofibril yang berbeda-beda pada dinding sel
merupakan faktor penting penentu kekuatan dinding (Fahn, 1991). Wickens (2001) menyatakan bahwa besarnya
kadar selulosa, lignin dan pektin pada serat mempengaruhi kualitas serat.

KESIMPULAN

Pemberian GA3 meningkatkan pertumbuhan rami (B. nivea) untuk parameter tinggi batang tunas, diameter
batang, bobot basah, bobot kering, panjang berkas floem, jumlah floem; tetapi meningkatkan jumlah tunas dan
jumlah daun tanaman rami. Hasil tertinggi pada perlakuan konsentrasi GA 3 200 ppm. Pemberian GA3 meningkatkan
kandungan lignin. Konsentrasi tertinggi pada perlakuan GA3 200 ppm, tetapi tidak meningkatkan kandungan selulosa
tanaman rami.
GUM

Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan exopolysaccharide bakteri ekstraselular yang disintesis oleh


Xanthomonas campestris (Benny et al., 2014 ). Xanthan gum sekarang ini sudah menjadi produk
yang banyak digunakan di pasaran dibandingkan polisakarida lain yang berasal dari tumbuhan
dan mikroba . Meskipun Polisakarida yang berasal dari tanaman lebih murah daripada
polisakarida mikroba, satu keuntungan dari polisakarida mikroba yaitu kualitas produk yang
lebih baik dapat dipastikan selama produksi inkompatibel

Xanthan gum memiliki karakteristik yang unik sehingga termasuk dalam suatu eksipien
multifungsi. Xanthan gum sangat larut air, stabil pada kondisi asam dan basa serta stabil pada
berbagai suhu. Selain itu, xanthan gum juga diketahui tahan terhadap degradasi enzimatik dan
menunjukkan interaksi sinergis dengan hidrokoloid lainnya

Xanthan gum adalah polimer asam unit pentasakarida berulang yang memiliki dua unit glukosa,
dua unit mannose dan satu unit asam glukuronat dengan perbandingan 2,8: 2,0: 2,0
Gum alami umumnya lebih disukai dibandingkan gum sintetis karena tidak beracun, murah,

biokompatibel, mudah terdegradasi dan tersedia secara komersial sehingga mudah didapat . Selain

xanthan gum terdapat berbagai jenis gum yang banyak digunakan di industri farmasi seperti

alginate, chitosan, carrageenan, gellan gum, guar gum, gelatin dan lain-lain

Aplikasi xanthan gum dalam system penghantaran sebagai matriks dan film

Obat yang terlarut atau terdispersi akan mengalami pola pelepasan obat yang terkontrol. Mundargi et

al, melaporkan bahwa dengan xanthan gum yang di graft (dicangkok) dengan ko-polimer akrilamida, laju

pelepasan obat meningkat dengan meningkatkan rasio graft (Mundargi et al., 2007). Hal ini

dipengaruhi oleh sifat swelling (pembengkakan) dari polimer xanthan gum. Sehingga

berpengaruh pada disintegrasi tablet dan meningkatkan disolusi obat

Aplikasi xanthan gum dalam system penghantaran obat Floating (mengapung)

Xanthan gum juga digunakan sebagai eksipien tablet untuk meningkatkan atau menurunkan

tingkat pelepasan obat. Xanthan gum memiliki potensi pelepasan kinetika order nol (Kumar et al,
2012). Patel et al, menyelidiki tablet Gastroretentive verapamil Hidroklorida menggunakan

berbagai polimer hidrokoloid termasuk karbopol, hidroksipropil metilselulosa dan xanthan gum

dengan teknik kompresi langsung. Hasil studi yang dilakukan menunjukkan tablet yang

mengandung xanthan gum beserta asam sitrat memiliki daya apung selama lebih dari 24 jam

Kesimpulan

Xanthan gum adalah exopolysaccharide bakteri ekstraselular yang disintesis oleh Xanthomonas

campestris yang sekarang ini sudah menjadi produk yang banyak digunakan di pasaran

dibandingkan polisakarida lain yang berasal dari tumbuhan dan mikroba . Xanthan gum

memiliki sifat sangat larut air, stabil pada berbagai kondisi baik asam maupun basa serta stabil

pada berbagai suhu., tahan terhadap degradasi enzimatik dan menunjukkan interaksi sinergis

dengan hidrokoloid lainnya. Dengan sifat-sifatnya yang unik xanthan gum banyak diaplikasikan

dalam ssstem penghantaran obat seperti dalam formulasi tablet dan mikroskapsul sebagai

matriks, film, coating, dan akhir-akhir ini sering digunakan sebagai pembawa/matriks dalam

formulasi untuk tujuan penghantraan obat ke usus besar, obat floating (mengapung), dan sebagai

pembawa dalam bentuk hidrogel.

Anda mungkin juga menyukai