61,00
Lama inkubasi
10 menit
60,00
59,00
Lama Inkubasi
15 menit
58,00
3,33
6,67
Lama Inkubasi
20 menit
yang menyatakan bahwa jika retensi air di dalam sampel tinggi karena adanya penyerapan
atau reaksi kimia dengan sampel maka menghilangkan air dengan metode penguapan akan
menjadi sukar. Adanya senyawa glukosa, maltosa, laktosa, dan senyawa hidrat lainnya
serta senyawa polimer yang bersifat mengikat air dalam bahan dapat menyebabkan air sulit
keluar dari sampel tersebut [10].
7,20
6,20
5,20
4,20
Inkubasi 10
menit
Inkubasi 15
menit
3,33
6,67
Inkubasi 20
menit
Gambar 2. Rerata Kadar Air Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim -amilase
dan Lama Inkubasi
Air dapat membentuk ikatan hidrogen dengan komponen bahan pangan yang
mempunyai gugus O seperti karbohidrat. Pembentukan ikatan hidrogen antara air dan
karbohidrat tertentu seperti dekstrosa, maltosa, dan laktosa dapat menghasilkan senyawa
hidrat yang bersifat stabil [10]. Pembentukan hidrat antara air dengan makromolekul
menyebabkan air berubah sifatnya dari air murni, yaitu tidak dapat membeku dan sulit
dihilangkan selama proses pengeringan [11].
Kadar Gula
Reduksi (%)
Inkubasi 10
menit
5,50
4,50
Inkubasi 15
menit
3,50
3,33
6,67
Inkubasi 20
menit
Gambar 3. Rerata Kadar Gula Reduksi Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim amilase dan Lama Inkubasi
Kadar gula reduksi mengalami peningkatan dengan semakin meningkat konsentrasi
enzim -amilase dan lama inkubasi. Hal ini diduga dengan semakin meningkat konsentrasi
enzim -amilase maka semakin meningkat gula-gula sederhana yang terdapat dalam
maltodekstrin. Struktur linier rantai amilosa mempermudah enzim -amilase untuk
menghidrolisis ikatan glikosidik ( 1-4) secara acak dan cepat untuk menjadi glukosa,
maltosa, dan maltotriosa. Sedangkan untuk struktur bercabang ( 1-6) rantai amilopektin
tidak dapat dihidrolisis oleh enzim -amilase pada ujung non pereduksinya sehingga hanya
menjadi limit dekstrin, namun enzim -amilase mampu menghidrolisis struktur linier rantai
amilopektin pada ujung pereduksinya di ikatan glikosidk ( 1-4) sehingga menghasilkan
glukosa, maltosa, dan maltotriosa. Semakin banyak ikatan glikosidik ( 1-4) yang dapat
dipecah maka akan menyebabkan jumlah gula reduksi meningkat [9]
Semakin lama inkubasi maka enzim -amilase akan bekerja secara spesifik pada
substrat pati untuk menghasilkan gula-gula sederhana. Menurut teori Michaelis Menten
mengemukakan bahwa enzim E akan bergabung dengan substratnya S dan akan reaksi
727
Dextrose Equivalent
Inkubasi 10
menit
Inkubasi 15
menit
3,33
6,67
Inkubasi 20
menit
728
Foaming Capacity
(%)
terdiri dari kumpulan secara acak dari gelembung-gelembung gas di dalam cairan yang
relatif kecil [16]
15,00
Inkubasi 10
menit
10,00
5,00
Inkubasi 15
menit
0,00
3,33
6,67
Inkubasi 20
menit
Gambar 5. Rerata Foaming Capacity Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim amilase dan Lama Inkubasi
6. Foaming Stability
Hasil rerata foaming stability dari maltodekstrin perlakuan konsentrasi enzim amilase dan lama inkubasi yaitu berkisar antara 93.21-97.22%. Foaming stability
maltodekstrin pada berbagai kondisi perlakuan konsentrasi enzim -amilase dan lama
inkubasi dapat dilihat pada Gambar 6.
98,00
Inkubasi 10
menit
96,00
94,00
Inkubasi 15
menit
92,00
90,00
Inkubasi 20
menit
Konsentrasi Enzim -Amylase (mg/100g)
3,33
6,67
Gambar 6. Rerata Foaming Stability Maltodekstrin Akibat Pengaruh Konsentrasi Enzim amilase dan Lama Inkubasi
Maltodekstrin yang dihasilkan dari peningkatan konsentrasi enzim -amilase dan
lama inkubasi akan memiliki nilai DE (Dextrose Equivalent) yang semakin tinggi. Nilai DE
yang semakin tinggi akan mengurangi kemampuan maltodekstrin untuk membentuk buih
yang stabil. Kemampuan agen pembuih tidak dapat stabil secara termodinamikal pada
cairan murni. Selain itu, stabilitas buih juga dipengaruhi oleh susunan gelembung udara.
Jika susunan gelembung udara berbentuk dry pilyhedall maka buih yang dihasilkan lebih
stabil daripada susunan gelembung udara berbentuk wet sperichal. Hal ini menunjukkan
bahwa maltodekstrin memilki gelembung udara berbentuk wet sperichal jika dihomogenkan
pada cairan murni yang akan menghasilkan buih yang kurang stabil [16].
7. Perlakuan Terbaik
Penentuan perlakuan terbaik diperoleh dengan menggunakan metode Multiple
Attribut. Berdasarkan hasil pengujian perlakuan terbaik terhadap parameter rendemen, %
foaming capacity, dan % foaming stability diperoleh perlakuan terbaik kombinasi antara
konsentrasi enzim -amilase 5 mg/100g dan lama inkubasi sebesar 10 menit yangdapat
menghasilkan karakteristik maltodekstrin yang dapat dijadikan sebagai agen pembuih. Hasil
penentuan perlakuan terbaik dan Uji T terhadap karakteristik maltodekstrin perlakuan terbaik
dengan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1, dimana kontrol merupakan pati singkong yang
belum mengalami modifikasi dengan enzim -amilase.
729
Gambar 7.(a)Granula pati singkong dan (b) Granula Maltodekstrin dengan menggunakan
SEM (Scanning Electron Microsopy)
Pada Gambar 7.a terlihat pengamatan granula pati dilakukan di bawah mikroskop
SEM (Scanning Electron Microscopy) menggunakan perbesaran 5000x menunjukkan bentuk
granula pati alami mempunyai bentuk yang oval dengan distribusi ukuran granula yang tidak
homogen yaitu bekisar antara 3-20m. Pada umumnya, granula pati singkong berkisar
antara 4-35m [17]. Pada Gambar 7.b terlihat pengamatan granula maltodekstrin dengan
menggunakan mikroskop SEM (Scanning Electron Microscopy) menggunakan perbesaran
5000x menunjukkan bentuk granula maltodekstrin terlihat berupa polygonal(bersisi banyak)
dan lancip dengan distribusi ukuran granula yang tidak homogen yaitu berkisar antara
701.80 x 10-3 - 3.32 m. Hasil gambar maltodekstrin sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa ukuran granula pati singkong berkisar antara 4-28.90m. Perubahan
ukuran granula pati singkong menjadi maltodekstrin yang lebih kecil telah menunjukkan
adanya proses modifikasi pati singkong oleh enzim -amilase yang menghidrolisis amilosa
dan amilopektin pati singkong [18].
Maltodekstrin perlakuan terbaik yaitu pada konsentrasi enzim -amilase 5 mg/100g
dan lama inkubasi 10 menit akan diaplikasikan pada pembuatan marshmallow sebagai agen
pembuih. Pada penelitian ini, foaming capacity dan foaming stability merupakan parameter
fisik maltodekstrin yang dijadikan acuan untuk aplikasi pada pembuatan produk
marshmallow. Hal ini dikarenakan kedua parameter tersebut dijadikan sebagai paremeter
foaming agent yang merupakan salah satu sifat fungsional gelatin terhadap sifat permukaan
produk [1]. Marshmallow dihasilkan dari sistem koloid yaitu buih. Buih adalah koloid dengan
zat terdispersinya fase gas sehingga marshmallow termasuk emulsi gas, dimana zat
terdispersi berupa fase cair dan medium pendispersi berupa gas [19]. Hasil data kuantitatif
dari kemampuan foaming capacity dan foaming stability pada tiap kontrol yaitu pati
730
731
2)
3)
4)
Alias, K, A., and Bhat, R. 2008. Gelatin Alternatives for The Food Industry : Recent
Developments, Challenges, and Prospects. International Journal of Trends in Food
Scince and Technology. Vol. 19:644-656
Republika.
2009.
Gelatin,
Kulit
Babi
vs
Kulit
Sapi.
http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/nasional/09/05/15/50310-gelatin-kulibabi-vs-kulit-sapi. Tanggal akses : 16/03/2013
Badan Pusat Statistik. 2012. Data Ekspor-Impor. http://www.bps.go.id/eximframe.php?kat=2. Tanggal akses : 28/03/2013
Alias, K, A. 2009. Update on Current Research on Gelatin Alternatives. Food
Biopolymer Research Group, School of Industrial Technology, Univerity Sains Malaysia
732
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
Bastian, F. 2011. Teknologi Pati dan Gula. Hibah Penulisan Buku Ajar Bagi Tenaga
Akademik. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar
Deo Berita. 2012. Perkuat Ketahanan Pangan, Singkong Bisa Diandalkan. Direktorat
Jenderal
Perdagangan
Dalam
Negeri
RI.
http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articles-detail/berita/66.
Tanggal akses : 20/03/2013
Maldonaldo, G, H., Lopez, P, O., and Biliaderis, G, C. 2009. Amylotytic Enzymes and
Products Derived from Starch : A review. International Journal of Critical Reviews in
Food Science and Nutrition, 35(5)
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian Erlangga Medical Series. Penerbit
Erlangga. Jakarta
Winarno, G, F. 2010. Enzim Pangan. Cetakan kedua. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta
Pusat
Andarwulan, N., Kusnandar, F., dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Penerbit Dian
Rakyat : Jakarta
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Penerbit Dian Rakyat : Jakarta
Lehninger. 2010. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta
Sigma Aldrich. 2014. Certificate of Analysis. http://sigmaaldrich.com. Tanggal akses :
10/04/2014
Appiah F., Asibuo, Y, J., and Kumah, P. Physicochemical and Functional Properties of
Bean Flours of Three Cowpea (Vigna unguiculata L. Walp) Varietas in Ghana. African
Journal of Food Science Vol. 5(2), pp.100-104 February 2011
Anokhina, S, M., IIin, M, M., Semenova, G, M, Belykova, E, L., and Polikarpov, N, Y.
2005. Calorimetric Investigation of The Thermodynamic Basis of Maltodextrins on The
Foaming Ability of Legumin in The Presence of Small-Molecule Surfactant. International
Journal of Food Hydrocolloids 19 (2005) 455-466
Delgado, V, J, J. 2013. Emulsions and Foams : Surface and Colloid Chemistry.
https://noppa.aalto.fi.id. Tanggal akses : 01/01/2014
Wahyu, M, K. 2009. Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible film. Karya
Tulis Ilmiah. Bandung: Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjajaran
Pentury, H, M., Nursyam, H., Harahap, N., dan Soemarno. 2013. Karakterisasi
Maltodekstrin dari Pati Hipokotil Mangrove (Bruguira gymnorrhiza) Menggunakan
Beberapa Metode Hidrolisis Enzim. Indonesian Green Technology Journal. EISSN.2338-1787
Sartika, D. 2009. Pengembangan Produk Marshmallows dari Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.). Skripsi. Bogor : Program Studi Teknologi Halsil Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
Semenova, M, G., Belyakova, E, L., Antipova, S, A., and Jubanova, A, M. 1999.
Influence of Maltodextrin with Different Dextrose Equivalent on The Thermodynamic
Properties of Legumin in a Bulk and at The Air-Water Interface. International Journal of
Colloids and Surface : Biointerface 12 (1999( 287-297)
733