Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN

“DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO”

ALFATA MAARUF HABIBULLAH

1811122011

A/THP

DOSEN PENGAMPU

Wellyalina, S.TP., M.P

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNVERSITAS ANDALAS

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan


bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula
dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi.Secara umum
menurut Sajilata, et al. (2006) pati adalah bentuk penting polisakarida yang tersimpan
dalam jaringan tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas
pada biji dan umbi. Pati juga merupakan homopolimer glukosa yang dihubungkan
oleh ikatan α-glikosidik (Winarno 1992).
Daya cerna pati ditentukan dengan banyaknya pati yang dapat dihidrolisis
menjadi komponen yang lebih sederhana dalam waktu tertentu (Jacobs & Delcour
1998). Pati dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya bila diinkubasikan dengan
enzim, yaitu sebagai pati cepat dicerna, pati lambat dicerna, dan pati resisten. Pati
cepat dicerna yaitu jenis pati yang dapat dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi
molekul glukosa dalam waktu 20 menit. Pati lambat dicerna yaitu jenis pati yang
dapat dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi glukosa setelah dicerna selama 100
menit. Pati resisten merupakan fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak
terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat karena bersifat resisten terhadap
perlakuan hidrolisis oleh enzim alfa-amilase lengkap dan pullulanase secara in vitro
(Prangdimurti 2007).
Pati murni diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran
pencernaan.Pati modifikasi memiliki daya cerna yang lebih rendah karena
kemungkinanmengandung pati resisten yang lebih tinggi. Daya cerna pati merupakan
kemampuan suatu enzim pemecah pati untuk menghidrolisis pati menjadi unit-unit
yang lebih kecil. Enzim pemecah pati dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu endo-
amilase dan ekso-amilase. Enzim alfa-amilase termasuk kedalam golongan endo-
amilase yang bekerja memutus ikatan didalam molekul amilosa dan amilopektin.
Daya cerna pati dipengaruhi oleh proses pengolahan, interaki antar pengolahan dan
penyimpanan tetapi tidak dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan
(Tjokroadikoesoemo 1986).
Salah satu bahan pangan yang memiliki kadar pati yaitu jagung, jegung
merupakan alsumber karbohidrat yang dapat berfungsi sebagai sumber pangan
alternative pengganti beras dan terigu. Menurut Suarni dan Yasin (2011) jagung
mengandung protein, vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Jagung
mengandung energi sebesar 149 kalori/100 g untuk jagung lokal dan 114,2 kalori/100
g untuk jagung manis. Sedangakan menurut Egli, et al (2002) Jagung mengandung
karbohidrat yang kompleks dan asam fitat yang merupakan senyawa anti gizi, dimana
senyawa tersebut dapat mempengaruhi daya cerna dalam tubuh. Anti gizi dapat
diminimalisir dengan germinasi atau perkecambahan.

Dalam pengolahannya jagung sendiri dapat diolah menjadi biscuit. Biskuit


merupakan produk yang bergizi, mudah dipasarkan, mudah dibawa dan memiliki
daya simpan yang panjang selama disimpan dalam keadaan kering. Biskuit terbuat
dari tepung terigu dengan penambahan bahan lain seperti garam, lemak
(mentega/margarin), dan gula (Abdel, dkk. 2013). Dalam pembuatan biscuit dapat
dibuat dengan menggunakan tepung ubi jalar. Menurut Nabubuya, et al (2012)
penelitian yang dilakukan menggunakan tepung ubi jalar kuning dengan penambahan
tepung jagung germinasi sebagai bahan baku biskuit. Komoditas ubi jalar di
Indonesia sangat melimpah. Pada tahun 2013, produksi ubi jalar diperkirakan sebesar
391.81 ribu ton umbi basah.

Penentuan daya cerna pati secara in vitro relatif lebih mudah dibandingkan
analisis secara in vivo dimana pada analisis in vivo pati biasanya sudah diubah
menjadi energi sehingga sulit untuk dianalisis daya cernanya. Prinsip penentuan daya
cerna pati secara in vitro dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu agar pati
dalam bahan pangan terhidrolisis oleh enzim α-amilase menjadi unit-unit yang lebih
kecil (gula sederhana). Menurut Winarno (2004) hidrolisis enzim α-amilase pada
amilosa melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu degradasi amilosa menjadi maltosa
dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Tahap selanjutnya yaitu pembentukan
glukosa dan maltosa sebagai akhir secara tidak acak dan berjalan lebih lambat.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh daya cerna
secara in vitro pati alami dan pati olahan, dapat mengatahui sifat karakteristik pati
terkhusus untuk pati jagung dan kecambah teprung jagung, dan dapat mengetahui
olahan apa yang dapat dihasilkan dari modifikasi pati jagung itu sendiri.
BAB II

METODE DAN ANALSIS

2.1 Metode

Metode yang digunakan dalam jurnal yang pertama untuk mengetahui


karakteristik kimia dan daya cerna pati jagung yang dihasilkan dapat menggunakan
bahan baku terdiri dari jagung varietas Arjuna dengan tingkat kematangan sekitar
umur 2,5 bulan atau ditandai dengan rambut pada jagung bewarna kecoklatan. Bahan
kimia yang digunakan dalam melakukan analisis proksimat meliputi H2SO4, NaOH,
HCl, Heksan, K2SO4, alkohol 96%, tablet Kjeldahl, asam borat, indikator PP, larutan
enzim ∝ − 𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑠𝑒, buffer Na-Fosfat.

Sedangkan untuk jurnal yang kedua bahan yang digunakan dalam pembuatan
biskuit antara lain ubi jalar oranye dan jagung yang dibeli dari petani di Desa
Sukoanyar Kecamatan Pakis Kabupaten Malang, Natrium Metabisulfit yang dibeli di
Toko Kimia Makmur Jaya, tepung tapioka, susu skim, baking powder, gula, dan
margarin yang dibeli di Toko Prima, Malang. Bahan yang digunakan untuk analisis
antara lain aquades, larutan enzim α-amilase (Sigma Aldrich), buffer Na-Fosfat 0,1
M, Larutan TCA, buffer Wolphole 0,2 N, enzim Pepsin (Sigma Aldrich), H2SO4
pekat, NaOH, Boraks, inkubator PP , indikator Shertshiro, H2SO4, etanol,
petrolimum eter, NaOH 45%, HCL 25%, larutan DNS (Dinitrosalisilate), reagen
Nelson, reagen arsenomoblidat, dan tablet Kjedahl.

2.2 Analisis

Analisis yang diamati dalam jurnal yang pertama yaitu; analisis kadar air,
kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, analisis kadar serat kasar,
analisis kadar pati, dan analisis daya cerna pati. Sedangkan untuk jurnal yang kedua
analisis yang digunakan yaitu pengujian dan analisis dilakukan pada bahan baku dan
biskuit. Pengujian yang dilakukan terdiri dari uji kimia dan fisik. Uji kimia yang
dilakukan antara lain kadar pati, kadar protein, daya cerna pati, daya cerna protein.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan yang ada pada jurnal yang pertama yaitu kadar air. Kadar air
untuk jurnal yang pertama didaptkan bahwa kadar air tepung jagung sebesar 9,66%,
sedangkan kadar air tepung kecambah jagung sebesar 10,38%. Terjadinya
peningkatan kadar air disebabkan karena selama perkecambahan terjadi penyerapan
air oleh kecambah.

Kadar abu, kadar abu tepung jagung sebesar 2,52%, sedangkan kadar abu
tepung jagung sebesar 2,51%. Besarnya kadar abu produk pangan menunjukkan
besarnya kandungan mineral bahan tersebut.

Kadar protein, protein tepung jagung sebesar 7,22%, sedangkan kadar protein
tepung kecambah jagung sebesar 8,45%. Peningkatan kadar protein tepung kecambah
disebabkan karena terjadinya pembentukan asam – asam amino essensial ataupun
terbentuknya asam amino baru yang tidak ada sebelumnya yang merupakan senyawa
penyusun dari protein (Lopez dan Escobedo, 1989).

Lemak digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan


perkembangan benih baru, maupun untuk sintesis vitamin–vitamin sehingga
mengalami peningkatan selama perkecambahan. Dalam hasil pengujian kadar lemak
tepung jagung sebesar 5,17% sedangkan kadar lemak tepung kecambah jagung
4,76%. penurunan kadar lemak terjadi karena selama proses perkecambahan
berlangsung, terjadi peningkatan enzim lipase (Satyanti, 2001).

Kandungan karbohidrat tepung jagung sebesar 75,41%, sedangkan kadar


karbohidrat tepung kecambah jagung sebesar 73,89%. Perkecambahan akan
meningkatkan aktivitas enzim amilase yang berperan untuk mendegradasi karbohidrat
pada bahan. Enzim amilase terdiri dari 2 yaitu −𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑠𝑒 dan β-amilase (Satyanti,
2001).
Serat kasar pada tepung jagung sebesar 2,28%, sedangkan serat kasar tepung
kecambah jagung sebesar 2,79%. Menurut Anuchita dan Nattawa (2010) kandungan
serat pada kecambah bergantung pada tipe dan varietas bahan.

Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati merupakan


bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula
dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi. Monomer dari pati
adalah glukosa yang (1,4)-glikosidik, yaitu ikatan kimia  yang berikatan dengan
ikatan menggabungkan 2 molekul monosakarida yang berikatan kovalen terhadap
sesamanya (Sajilata et al 2006). Hasil dari pengujian kadar pati tepung jagung
sebesar 76,10%, sedangkan kadar pati tepung kecambah jagung sebesar 69,40%.
Sedangkan untuk daya cerna pati tepung jagung sebesar 57,04%,

Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat
dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Daya
cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Miller, et al. 1992).
Untuk daya cerna pati tepung jagung sebesar 57,04%, sedangkan daya cerna pati
tepung kecambah jagung sebesar 62,43%.

Untuk Jurnal yang kedua kadungan kadar pati di dalam biscuit dari tepung ubi
jalar kuning dan tepung jagung germinasi berkisar antara 56.09% hingga 80.38%. Hal
ini terjadi karena umbi-umbian dan serealia merupakan sumber energi karena
memiliki kandungan pati yang tinggi (Shena, dkk. 2013).

Sedangkan untuk daya cerna pati dari biscuit didaptkan pati biskuit berkisar
antara 22.21% hingga 74.41%. Tepung ubi jalar mengandung kadar amilopektin lebih
tinggi dibandingkan tepung jagung. Tepung ubi jalar pada umumnya mengandung
amilopektin sebesar 79.9% hingga 82.3% dari total kadar pati sedangkan tepung
jagung mengandung kadar amilopektin lebih sedikit dari total kadar pati yaitu 59.33%
hingga 64.40%. Amilopektin memiliki area permukaan yang lebih luas tiap
molekulnya sehingga lebih mudah dipecah oleh enzim amilolitik menjadi bentuk
yang lebih sederhana (Singh, Anne, and Lovedeep. 2010).
Kadar protein, protein biskuit berkisar antara 6.64% hingga
5.32%.Sedangakan untuk kadar daya cerna protein biskuit berkisar antara 66.67%
hingga 50.81%. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk
dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan. Enzim hanya
bereaksi dengan satu substrat (protein) dan mengubah substrat tersebut menjadi satu
produk (Mariame, et al. 2013).
BAB IV

KESIMPULAN

Dari kedua jurnal yang telah dipaparkan diatas dapa disimpulkan bahwa Pati
merupakan bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman,
berupa granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi. Daya
cerna pati merupakan kemampuan suatu enzim pencernaan pemecah pati untuk
menghidrolisis pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Kemudian dalam
pengolahan pati ini sendiri dapat dimebangkan dan dapat diolah menjadi berbagai
macam olahan karena pati ini sendiri memiliki manfaat bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdel, M. E. Sulieman, Heba M. Siddeg, Zakaria A. Salih. 2013. The Design of


Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan for Biscuit Plant.
Department of Food Science and Technology, Faculty of Engineering and
Technology, University of Gezira, Wad-Medani, Sudan.

Asp, N-G. and I. Bjorck. 1992. Resistant Starch. Review. In Trends in Food Science
and Technology 3. Elsevier, London.

Egli, I. Davidsson, L. Juillerat, M. A., Barclay, D., and Hurrel, R. 2002. The
Influence of Soaking and Germination on the Phytase Activity and Phytic
Acid Content of Grains and Seeds Potetially Useful for Complementary
Feeding. Journal of Food Science, 67, 3484- 3488.

Jacobs H dan JA Delcour. 1998. Hydrothermal modifications of granular starch


withretention of the granular structure: Review.J.Agric.Food Chem. Vol
46(8):2895-2905.

Lopez, O. P. dan M. Escobedo. 1989. Germination of Amaranth Seeds : Effect of


Nutrient Composition and Color. Journal of Food Science 54:761-762

Mariame C. , Lessoy T. Z. , Yadé R. S. , Rose M. M. , and Sébastien N. 2013.


Physicochemical and Functional Properties of Starches of Two quality
Protein Maize (QPM) Grown in Côte d’Ivoire. Journal of Applied
Biosciences 66:5130– 5139.

Miller JB, E. Pang dan L. Bramall. 1992. Rice: a high or low glycemic index food
Am J Clin Nutr. Vol 56: 1034-1036.

Prangdimurti E, NS Palupi, FR Zakaria. 2007. Modul E-Learning ENBP.


Bogor(ID): Depatemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sajilata MG, SS Rekha dan RK Puspha. 2006. Resistant starch-a review. J.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, Vol 5 (2):85-
96.

Satyanti. 2001. Peningkatan Kandungan Tokoferol Dalam Potensi Antioksidatif


Mie Instant dengan Suplementasi Menggunakan Pasta Kecambah Kacang
Hijau. Thesis Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Singh, J., Anne D. and Lovedeep K. 2010. Starch Digestibility in Food Matrix: a
review. Trends in Food Science & Technology 21 :168-180.

Sneha, S., Genitha T.R. and Vrijesh Y. 2013. Preparation and Quality Evaluation
of Flour and Biscuit from Sweet Potato. J Food Process Technology 2012,
3:12..

Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Iptek
Tanaman Pangan vol. 6 no 1 – 2011

Winarno F. 1983. Enzim Pangan. Jakarta: PT Gramedia.

Winarno F. 2004. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID) : Gramedia.


LAMPIRAN

Judul jurnal yang digunakan :

1. Perbedaan Karakteristik Kimia Dan Daya Cerna Pati Tepung Jagung Dan Tepung
Kecambah Jagung (Zea Mays L.)

2. Studi Daya Cerna (In Vitro) Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning Dan Tepung Jagung
Germinasi

TUGAS

Sample Pati

Ambil sebanyak 0,25 g sampel pati murni

Masukkan kedalam enlemeyer 250 mL dan ditambahkan dengan 25 mL air distalat

Pipet sebanyak 2 mL kedalam tabung reaksi, tambahkan 3 mL air destilat dan 5 mL buffer fosfat pH 7
(dilakukan sebanayak 2 kali), tutup tabung lalu inkubasi selama 15 menit dengan suhu 37oC

Angkat larutan tambahkan 5 mL larutan enzim α-amilase (1 mg/mL dalam buffer fosfat pH 7) untuk sampel
dan 5 mL buffer fosfat pH 7 untuk blanko sampel lalu Inkubasi selama 30 menit

Sebanyak 1 mL campuran hasil inkubasi (atau larutan standar maltosa) dipindahkan kedalam tabung reaksi
tertutup berisi 2 mL larutan DNS (asam dinitrosalisilat)

Tambahkan air destilat dan homogenkan dengan vortek


Absorbansikan larutan kemudiam ukur panjang gelombang 520nm

Buat kurva standar : 0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mL

Lakukan perhitungan dengan rumus :


Hasil
Daya cerna pati (%) = (A-a) / (B-b) x 100%



Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

PERBEDAAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN DAYA CERNA PATI TEPUNG


JAGUNG DAN TEPUNG KECAMBAH JAGUNG (Zea mays L.)

Willem Kurniawan Lombu1, Ni Wayan Wisaniyasa2, A.A.I. Sri Wiadnyani2


1
Mahasiswa Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UNUD
2
Dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UNUD
Email : willson.last@gmail.com

ABSTRACT

This study aims to determine the difference of characteristic and starch digestibility of germinated and
ungerminated flour. This study used randomized complete design (RCD) three repeated. The corn germinated
for 36 hours. Corn germinated flour and ungerminated flour were evaluated directly of the chemical
composition of the flour content, moisture content, ash content, protein, fat, carbohydrates, fiber, starch content
and starch digestibility. The results showed the corn germinated flour has increased of moisture content from
9.66% into 10.38%, increased of protein into 7.22% into 8.45%, increased of fiber content from 2.28% into
2.79% and increased of starch digestibility from 57.04% into 62.43%. While were the decreased fat content from
5.17% into 4.76%, decreased of carbohydrate from 75.41% into 73.89% and decreased of starch content from
76.10% into 69.40%. The treatmented has no effect for the flour content decreased from 41.40% into 40.36%
and ash content decreased from 2.52% into 2.51%. Germinated increased starch digestibility and changed the
character of corn flour.

Kata kunci : starch digestibility, corn, cornstarch germinated flour

PENDAHULUAN diketahui sebagai proses yang tidak mahal dan


Salah satu bahan pangan alternatif teknologi yang efektif dalam meningkatkan
yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kualitas kacang-kacangan dan biji - bijian.
jagung (Zea mays L.). Jagung merupakan Perkecambahan dapat menyebabkan perubahan
sumber karbohidrat yang dapat berfungsi pada kandungan nutrisi karena adanya respirasi
sebagai sumber pangan alternatif pengganti aerobik dan metabolisme biokimia.
beras dan terigu. Permintaan terhadap jagung Tepung merupakan alternatif produk
cenderung meningkat dari tahun ke tahun baik setengah jadi yang disarankan karena lebih
untuk konsumsi masyarakat maupun untuk tahan disimpan, dapat dibuat komposit,
industri makanan. Salah satu proses yang dapat difortifikasi, dibentuk dan lebih cepat diolah
dimanfaatkan dalam pengembangan potensi sesuai dengan tuntutan kehidupan modern.
jagung ialah dengan pembuatan tepung. Untuk meningkatkan kualitas dari tepung dapat
Sebagai sumber karbohidrat utama, dilakukan dengan proses perkecambahan pada
jagung juga mengandung protein, vitamin dan biji jagung. Perkecambahan akan mengalami
mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Jagung rangkaian perubahan-perubahan morfologi,
mengandung energi sebesar 149 kalori/100 g fisiologi dan biokoimia, sehingga proses
untuk jagung lokal dan 114,2 kalori/100 g perkecambahan akan meningkatkan daya cerna
untuk jagung manis (Suarni dan Yasin, 2011). serta memperbaiki kualitas nutrisi pada jagung.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas Tepung kecambah jagung ini nanti dapat
dari jagung adalah melalui proses dimanfaatkan dalam pembuatan produk
perkecambahan. Perkecambahan telah makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI).

43





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

Memasuki usia 6 bulan keatas, Laboratorium Pangan dan Gizi Fakultas


kandungan gizi yang terdapat pada ASI tidak Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
lagi mencukupi sementara kebutuhan enrgi
Alat dan Bahan
bayi meningkat 24-30% dibanding kebutuhan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
saat usia 3-5 bulan (Anon, 2000). Kandungan
melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan
gizi yang dijadikan standar diantaranya
baku, dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari
karbohidrat, protein, lemak, vitamin (A, C, dan
jagung varietas Arjuna dengan tingkat
D), serta mineral (natrium, kalsium, zat besi,
kematangan sekitar umur 2,5 bulan atau
seng, dan yodium). Sedangkan menurut
ditandai dengan rambut pada jagung bewarna
Adriani dan Wirjatmadi (2012), MP-ASI
kecoklatan. Jagung diperoleh dari pedagang di
sebaiknya memiliki nilai energi dan protein
sekitar daerah Sanur Denpasar. Bahan kimia
yang tinggi, mengandung vitamin dan mineral
yang digunakan dalam melakukan analisis
dalam jumlah yang cukup, dapat dicerna oleh
proksimat meliputi H2SO4, NaOH, HCl,
anak, harganya terjangkau bagi masyarakat.
Heksan, K2SO4, alkohol 96%, tablet Kjeldahl,
Penelitian ini bertujuan untuk
asam borat, indikator PP, larutan enzim
mengetahui pengaruh perkecambahan jagung
∝ −𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑠𝑒, buffer Na-Fosfat.
(Zea mays L.) terhadap karakteristik dan daya
Alat-alat yang digunakan dalam
cerna pati tepung kecambah jagung (Zea mays
melaksanakan penelitian ini antara lain
L.), serta untuk mengetahui karakteristik kimia
waskom, panci, penggilingan, timbangan
dan daya cerna pati tepung jagung dan tepung
analitik, oven, kertas saring, erlenmeyer,
kecambah jagung (Zea mays L.) yang
cawan porselin, tabung reaksi, batang
dihasilkan. Penelitian menggunakan rancangan
pengaduk, eksikator, corong, pipet tetes, labu
acak lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 3
takar, buret, muffle, pendingin balik, destilator,
kali ulangan. Perlakuan pertama biji jagung
spektrofotometer, gelas ukur, gelas beker,
tidak dikecambahkan dan perlakuan kedua biji
pipet volume, labu kjeldahl, soxhlet,
jagung dikecambahkan.
waterbath, dan peralatan analisis kadar abu.

BAHAN DAN METODE Rancangan Percobaan


Tempat dan Waktu Penelitian Rancangan yang digunakan pada
Penelitian ini dilaksanakan di penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
Laboratorium Pengolahan Pangan dan (RAL) dengan perlakuan tanpa perkecambahan
Laboratorium Analisis Pangan Fakultas dan perkecambahan.
Teknologi Pertanian Universitas Udayana, F1 = Tanpa perkecambahan
Jalan PB. Sudirman, Denpasar. Penelitian ini F2 = Perkecambahan jagung 36 jam
dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Masing-masing perlakuan diulang
bulan Agustus 2017, sedangkan untuk sebanyak 3 kali, untuk membedakan
pengujian daya cerna pati dilakukan di karakteristik kimia dan daya cerna pati antara

44





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

tepung jagung yang tidak dikecambahkan Pelaksanaan Penelitian


dengan tepung jagung yang dikecambahkan a. Proses Pembuatan Kecambah Jagung
dilakukan dengan uji T-test (Stell and Torrie, Proses pembuatan kecambah jagung
1995). dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 . Proses pembuatan kecambah jagung


(Aminah dan Hersoelisyoritni, 2012 yang dimodifikasi)

Mula-mula jagung disortasi, ditimbang b. Proses Pembuatan Tepung Jagung dan


Tepung Kecambah Jagung
sebanyak 100 g, kemudian direndam selama 4
jam dengan perbandingan antara biji jagung Jagung dan Kecambah Jagung dioven
dan air 1:2, kemudian ditiriskan. Selanjutnya selama 20 jam dengan suhu 50o C. Jagung yang
biji jagung dikecambahkan pada keranjang sudah kering setelah dioven kemudian digiling
pelastik berlubang dengan alas daun pisang sampai halus dengan menggunakan blender.
yang dipotong kecil-kecil dan ditutup bagian Biji jagung yang sudah hancur kemudian
atasnya dengan daun pisang, lalu didiamkan diayak dengan menggunakan ayakan
selama 36 jam dan setiap 12 jam diperciki berukuran 60 mesh.
dengan air.

45





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

Gambar 2 . Proses pembuatan tepung jagung dan tepung kecambah jagung


(Aminah dan Hersoelisyoritni, 2012 yang dimodifikasi)

Variabel yang Diamati (Sudarmadji, 1997), daya cerna pati dapat


Dalam penelitian ini adapun variabel dilakukan secara in vitro (Muchtadi, 1992).
yang diamati yaitu : rendemen, analisis kadar
air dilakukan dengan menggunakan metode HASIL DAN PEMBAHASAN
pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar Hasil menunjukkan bahwa perlakuan
abu dilakukan dengan menggunakan metode tepung jagung dan tepung kecambah jagung
pengabuan (Sudarmadji et al., 1997), kadar berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air,
protein dilakukan dengan menggunakan protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, pati,
metode Mikro-Kjeldahl (Sudarmadji et al., dan daya cerna pati, namun berpengaruh tidak
1997), kadar lemak dilakukan dengan nyata terhadap rendemen dan kadar abu. Data
menggunakan metode Soxhlet (Sudarmadji et rendemen, kadar air, kadar abu, protein, lemak,
al., 1997), kadar karbohidrat dengan analisa karbohidrat, serat kasar, pati dan daya cerna
Carbohydrate by different (Sudarmadji et al., pati dapat dilihat pada tabel dibawah.
1997), serat kasar dengan metode hidrolisis Perbedaan Karakter Kimia dan Daya Cerna
asam basa (Sudarmadji et al., 1997), kadar pati Pati Tepung Jagung dan Tepung Kecambah
dilakukan dengan metode spektofotometri Jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

46





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

Tabel 1. Perbedaan Karakter Kimia dan Daya Cerna Pati Tepung Jagung dan Tepung
Kecambah Jagung
Parameter Tepung Jagung Tepung Kecambah Hasil Uji T - tes
(%) Jagung (%)
Rendemen 41,40 40,36 NS
Kadar Air 9,66 10,38 **
Kadar Abu 2,52 2,51 NS
Protein 7,22 8,45 **
Lemak 5,17 4,76 **
Karbohidrat 75,41 73,89 **
Serat Kasar 2,28 2,79 **
Pati 76,10 69,40 **
Daya Cerna Pati 57,04 62,43 **
Ket : **) berbeda sangat nyata
NS = Non Signifikan

Rendemen Kadar Abu


Rendemen tepung jagung sebesar Kadar abu tepung jagung sebesar
41,39% dan rendemen tepung kecambah 2,52%, sedangkan kadar abu tepung jagung
jagung sebesar 40,40%. Tabel 1 menunjukkan sebesar 2,51%. Hasil uji T-test menunjukkan
rendemen antara tepung jagung dan tepung bahwa perlakuan perkecambahan tidak
kecambah jagung tidak nyata. berpengaruh terhadap kadar abu (P>0,05)
tepung kecambah jagung. Besarnya kadar abu
Kadar Air
produk pangan menunjukkan besarnya
Kadar air tepung jagung sebesar
kandungan mineral bahan tersebut.
9,66%, sedangkan kadar air tepung kecambah
jagung sebesar 10,38%. Hasil uji T – test, Protein
menunjukkan bahwa kadar air tepung jagung Protein tepung jagung sebesar 7,22%,
berbeda sangat nyata dengan kadar air tepung sedangkan kadar protein tepung kecambah
kecambah jagung. Hal ini disebabkan karena jagung sebesar 8,45%. Hasil uji T-test,
sebelum perkecambahan biji jagung direndam menunjukkan bahwa perlakuan
dalam air selama 4 jam, dan saat proses perkecambahan berpengaruh sangat nyata
perkecambahan berlangsung, pada kecambah terhadap kadar protein tepung (P<0,01).
dilakukan proses penyiraman setiap 12 jam Peningkatan kadar protein tepung kecambah
sekali. Terjadinya peningkatan kadar air disebabkan karena terjadinya pembentukan
disebabkan karena selama perkecambahan asam – asam amino essensial ataupun
terjadi penyerapan air oleh kecambah. terbentuknya asam amino baru yang tidak ada
sebelumnya yang merupakan senyawa

47





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

penyusun dari protein. Protein diperlukan Karbohidrat


untuk pertumbuhan kecambah jagung selama Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil uji
proses perkecambahan. Hasil ini sesuai dengan T-test menunjukkan kadar karbohidrat tepung
pernyataan Lopez dan Escobedo (1989) yang jagung berbeda sangat nyata dengan kadar
menyatakan bahwa perkecambahan akan karbohidrat tepung kecambah jagung. Kadar
meningkatkan kandungan protein Amaranth karbohidrat tepung jagung sebesar 75,41%,
seeds. Pada penelitian Wisaniyasa dan Suter sedangkan kadar karbohidrat tepung
(2015) perkecambahan juga terbukti kecambah jagung sebesar 73,89%.
meningkatkan kadar protein kacang merah. Penurunan kadar karbohidrat
disebabkan karena karbohidrat merupakan
Lemak
persediaan bahan makanan yang dibutuhkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecambah untuk pertumbuhan. Satyanti (2001)
proses perkecambahan berpengaruh sangat
menyatakan jika perkecambahan akan
nyata terhadap kadar lemak tepung kecambah.
meningkatkan aktivitas enzim amilase yang
Dari tabel 1 terlihat bahwa hasil uji T-test
berperan untuk mendegradasi karbohidrat pada
menunjukkan kadar lemak tepung jagung
bahan. Enzim amilase terdiri dari 2 yaitu
berbeda sangat nyata dengan kadar lemak
𝛼 − 𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑠𝑒 dan β-amilase. Enzim 𝛼-amilase
tepung kecambah jagung. Kadar lemak tepung
akan memecah pati menjadi glukosa dan
jagung sebesar 5,17% sedangkan kadar lemak
dekstrin, sedangkan β-amilase akan memecah
tepung kecambah jagung 4,76%. Lemak
pati menjadi maltosa dan dekstrin, yang
digunakan sebagai sumber energi untuk
nantinya akan diubah lagi untuk menjadi
pertumbuhan dan perkembangan benih baru,
energi. Perkecambahan akan menguraikan
maupun untuk sintesis vitamin – vitamin
polisakarida menjadi karbohidrat sederhana,
sehingga mengalami peningkatan selama
sehingga mengalami penurunan nilai
perkecambahan. Proses perkecambahan akan
kandungan karbohidrat pada bahan.
meningkatkan protein dan vitamin, sedangkan
kandungan lemaknya mengalami penurunan. Serat Kasar
Hal ini didukung dengan pernyataan Satyanti Tabel 1 menunjukkan serat kasar
(2001) dimana penurunan kadar lemak terjadi tepung jagung berbeda sangat nyata dengan
karena selama proses perkecambahan serat kasar tepung kecambah jagung. Serat
berlangsung, terjadi peningkatan enzim lipase. kasar pada tepung jagung sebesar 2,28%,
Lemak juga dihidrolisis menjadi asam-asam sedangkan serat kasar tepung kecambah jagung
lemak yang lebih bebas, sehingga lebih mudah sebesar 2,79%.
dicerna dan diserap oleh saluran pencernaan Menurut Anuchita dan Nattawa (2010)
(Winarno, 1980). kandungan serat pada kecambah bergantung
pada tipe dan varietas bahan. Peningkatan
kandungan serat pada kecambah dipengaruhi

48





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

oleh sintesis stuktural karbohidrat seperti uji T-test menunjukkan daya cerna pati tepung
selulosa dan hemiselulosa yamg merupakan jagung berbeda sangat nyata dengan daya
komponen terbesar pada bahan (Syed, 2011). cerna pati tepung kecambah jagung. Daya
Perkecambahan dapat meningkatkan cerna pati tepung jagung sebesar 57,04%,
kandungan serat kasar pada bahan (Lopez dan sedangkan daya cerna pati tepung kecambah
Escobedo, 1989). Uchegbu dan Amulu (2015) jagung sebesar 62,43%. Daya cerna pati adalah
juga membuktikan bahwa perkecambahan kemampuan enzim pemecah pati dalam
mampu meningkatkan kadar serat Afrika Yam menghidrolisis pati menjadi unit–unit yang
Bean. lebih kecil (gula–gula yang lebih sederhana).
Semakin tinggi daya cerna suatu pati, maka
Kadar Pati
akan semakin banyak pati yang dihidrolisis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dalam waktu tertentu.
proses perkecambahan berpengaruh sangat
Zainal (2013) menyatakan pada saat
nyata terhadap kadar pati tepung kecambah.
perkecambahan imbisisi air akan merangsang
Dari tabel 1 terlihat tepung jagung sebesar
aktivitas giberelin yang diperlukan untuk
76,10%, sedangkan kadar pati tepung
mengaktivasi enzim amilase. Enzim ini
kecambah jagung sebesar 69,40%.
selanjutnya akan bekerja dengan mengkatalis
Saat perkecambahan pati tidak
proses perubahan cadangan makanan, dimana
langsung ditanslokasikan menuju titik tumbuh
pati akan menjadi gula yang akan digunakan
benih karena ukuran molekulnya sangat besar
sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel
dan tidak dapat larut pada air, sehingga pati
hidup baru. Hasil penelitiannya menunjukkan
dipecah telebih dahulu oleh enzim amilase.
bahwa daya cerna pati kacang merah dan
Asam giberelat yang dihasilkan saat proses
kacang buncis hitam meningkat seiring lama
perkecambahan akan mendukung proses
waktu perkecambahan. Hasil penelitian ini
pembentukan enzim amilase yang akan
didukung oleh pernyataan Kamil (1979) yang
memecah karbohidarat menjadi bentuk yang
menyatakan pada perkecambahan terjadi
terlarut dan dapat diangkut. Aktivitas enzim
proses degradasi senyawa kompleks yang
amilase akan meningkat seiring lama
bersifat tidak larut menjadi senyawa yang lebih
perkecambahan berlangsung, sehingga pati
sederhana yang bersifat larut dalam air seperti
akan terus mengalami pengurangan
glukosa dan asam amino yang akan diangkut
(Kiranawati, 2002).
untuk keperluan pertumbuhan kecambah baru.

Daya Cerna Pati


KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kesimpulan
proses perkecambahan berpengaruh sangat
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
nyata terhadap daya cerna pati tepung
Perkecambahan pada jagung sangat
kecambah. Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil
berpengaruh terhadap kadar air, karbohidrat,

49





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

protein, serat kasar, kadar pati dan daya cerna Compositions and Bioactive
pati. Karakter tepung jagung adalah kadar air Compound of Germinated Rough
Rice and Brown Rice. Food
9,66%, kadar abu 2,52%, protein 7,22%, lemak Chemistry 782-788
5,17%, karbohidrat 75,41%, serat kasar 2,28%, Kamil J. 1979. Teknologi Benih I. Bandung :
kadar pati 76,10% dan daya cerna pati 57,04% Angkasa.
Kiranawati, T. M. 2002. Evaluasi Mutu Susu
sedangkan tepung kecambah jagung adalah Pra Kecambah Biji Kacang Tunggak.
kadar air 10,38%, kadar abu 2,51%, protein Thesis Program Pasca Sarjana Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian. Universitas
8,45%, lemak 4,76%, karbohidrat 73,89%, Brawijaya. Malang.
serat kasar 2,79%, kadar pati 69,40% dan daya Lopez, O. P. dan M. Escobedo. 1989.
Germination of Amaranth Seeds :
cerna pati 62,43%. Proses perkecambahan Effect of Nutrient Composition and
dapat meningkatkan daya cerna pati pada Color. Journal of Food Science
54:761-762
tepung dan mengubah karakter kimianya. Muchtadi D. 1992. Evaluasi Nilai Gizi Pangan.
PAU Pangan dan Gizi Intitut
Saran Pertanian Bogor. Bogor
Satyanti. 2001. Peningkatan Kandungan
Berdasarkan hasil penelitian dapat Tokoferol Dalam Potensi
disarankan : Untuk meningkatkan kualitas Antioksidatif Mie Instant dengan
Suplementasi Menggunakan Pasta
karakteristik jagung, bisa dilakukan dengan Kecambah Kacang Hijau. Thesis
proses perkecambahan dan Perlu dilakukan Pascasarjana. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta
pengujian daya simpan tepung kecambah Suarni dan M. Yasin. 2011. Jagung Sebagai
jagung dan produk-produk olahannya. Sumber Pangan Fungsional. Iptek
Tanaman Pangan vol. 6 no 1 – 2011
Sudarmadji, S., H. Bambang dan Suhardi.
DAFTAR PUSTAKA 1997. Prosedur Analisa Untuk
Adriani, M dan B. Wirjatmadi. 2012. Peranan Bahan Makanan dan Pertanian.
Gizi dalam Siklus Kehidupan. Liberty. Yogyakarta.
Stell, R.G.D. and J.H. Torrie. 1995. Prinsip
Kencana Prenada Media Group.
dan Prosedur Statistika Suatu
Jakarta. Pendekatan Biometrik. PT.
Aminah, S. dan W. Hersoelistyorini. 2012. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Karakteristik Kimia Tepung (diterjemahkan oleh B. Sumantri)
Kecambah Serealia dan Kacang- Syed, A. S. A. Z. 2011. Effect of
kacangan dengan Variasi SproutingTime On Biochemical
Blanching. Universitas and Nutritional Qualities of
Mungbean Varieties. Journal of
Muhammadiyah Semarang.
Agricultural Research, 5092.
Semarang. Seminar Hasil- Hasil Uchegbu, N.N., and F.N. Amulu. 2015. Effect
Penelitian LPPM UNIMUS 2012. of Germination on Proximate,
ISBN: 978-602-18809-0-6 Available Phenol and Flavonoid
Anonimous. 2000. Complementery Feeding : Content, and Antioxidant Activities
Family Foods for Breastfed of African Yam Bean (Sphenostylis
stenocarpa). International Journal
Children. Department of Nutrition
of Biological, Biomolecular,
and Development. World Health Agricultural, Food and
Organization. Geneva Biotechnological Engineering
Anuchita Moongngarm, N. S. 2010. Vol:9, No:1: 106-9
Comporison of Chemical

50





Jurnal ITEPA Vol. 7 No. 1, Tahun 2018 Hal 43-51

Winarno, F.G., S.S. Endang dan A.B. Ahza. (Pahseolus vulgaris L.) dan
1980. Mempelajari Pengaruh Aplikasinya Menjadi Flakes. Hibah
Proses Perkecambahan Biji-bijian Unggulan Program Studi. Ilmu dan
terhadap Sifat Fisik dan Kimia Teknologi Pangan. Universitas
Rendemen Tepung. Bul. FTDC- Udayana. Bali
IPN, Mei 1980, Bogor Zainal, A. R. 2013. Amilase Pada Kecambah
Wisaniyasa, W.N dan I.K. Suter. 2015. Kajian Kacang Merah dan Kacang Bunci
Sifat Fungsional dan Kimia Tepung Hitam (Phaseolus vulgaris L.).
Kecambah Kacang Merah Fakultas MIPA. Universitas Lampung

51


Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

STUDI DAYA CERNA (IN VITRO) BISKUIT TEPUNG UBI JALAR KUNING DAN
TEPUNG JAGUNG GERMINASI

Study of In Vitro Digestibility in Biscuit Made From Yellow Fleshed Sweet


Potato Flour and Germinated Maize Flour

Engganeyski Jana Claudia1*, Simon Bambang Widjanarko1

1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang


Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: egneyski@gmail.com

ABSTRAK

Biskuit pada umumnya terbuat dari tepung terigu (gandum) yang hingga saat ini
masih bergantung pada impor. Permasalahan tersebut diatasi dengan menggantikan
gandum dengan bahan lokal antara lain tepung ubi jalar dan tepung jagung. Ubi jalar
mememiliki kandungan protein yang rendah. Kandungan protein bisa diperoleh dari biji
jagung yang digerminasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi pada biskuit. Penelitian
menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 5 perlakuan diantaranya
perbandingan proporsi tepung ubi jalar kuning : tepung jagung germinasi 50:50; 60:40;
70:30; 80:20; dan 90:10. Data hasil analisis diolah menggunakan program SPSS 17
kemudian diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multipe Range Test). Perlakuan terbaik
diperoleh pada proporsi tepung ubi jalar kuning : tepung jagung germinasi 90:10 yang
memiliki karakteristik sebagai berikut: kadar air 2.44%, pati 80.38%, protein 5.32%, daya
cerna pati 74.41%, daya cerna protein 50.81%, daya patah 7.47 N, tingkat kecerahan 74.82,
lemak 5.37%, serat kasar 1.63%, karbohidrat 86.87%, dan abu 1.52%.

Kata Kunci: Biskuit, Jagung Germinasi, Ubi Jalar Kuning

ABSTRACT

Biscuits are normally made from wheat flour which still depends on import. Those
proplem can be resolved by replacing wheat flour to local ingridients such as sweet potato
and corn. Sweet potato has low protein content. Protein content can be obtained from
germinated corn to increase the protein content of biscuits. Randomized Block Design was
used in this research with single factor which was ratio of yellow flesehed sweet potato flour
and germinated corn four (50:50; 60:40; 70:30; 80:20; dan 90:10). Data analysis results
treated by SPSS 17 program, subsequantly further tested by DMRT (Duncan Multiple Range
Test). The result of the best treatment was ratio of yellow flesehed sweet potato flour and
germinated corn flour 90:10 which have some characteristics such as: water content 2.44%,
starch 80.38%, protein 5.32%, starch digestibility 74.41%, protein digestibility 50.81%,
texture 7.7N, brightness 74.82, fat 5.37%, fibre 1.63%, carbohydrate 86.87%, and ash
1.52%.

Keywords: Biscuit, Germinated Corn, Yellow Fleshed Sweet Potato

PENDAHULUAN

Biskuit merupakan produk yang bergizi, mudah dipasarkan, mudah dibawa dan
memiliki daya simpan yang panjang selama disimpan dalam keadaan kering. Biskuit terbuat
dari tepung terigu dengan penambahan bahan lain seperti garam, lemak
(mentega/margarin), dan gula [1]. Konsumsi biskuit di Indonesia cukup tinggi, hal ini
dibuktikan dengan survey yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada

391
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

tahun 2013 yang menyatakan bahwa sebanyak 13.40 persen penduduk Indonesia
mengonsumsi biskuit lebih dari 1 kali per hari.
Bahan utama dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu (gandum). Selama ini,
gandum yang digunakan di Indonesia merupakan gandum impor. Nilai impor gandum pada
tahun 2013 sangat tinggi yaitu mencapai US$ 1.83 Milyar dengan volume 4.898 juta kg [2].
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggantikan gandum dengan bahan lokal
antara lain tepung ubi jalar dan tepung jagung.
Penelitian tentang pengembangan produk biskuit menggunakan tepung kombinasi
dengan tepung terigu dan berbasis non tepung terigu telah banyak dilakukan. Penelitian
biskuit yang menggunakan kombinasi tepung terigu dan tepung lain diantaranya : kombinasi
tepung terigu dengan ubi jalar [3], kombinasi tepung terigu dan tepung African Breadfruit
(Treculia africana) [4] dan kombinasi tepung terigu dengan tepung sorghum [5]. Sedangkan,
penelitian biskuit dengan bahan berbasis non tepung terigu diantaranya : pembuatan biskuit
dari tepung jagung [6], pembuatan biskuit dari tepung daun guduchi (Tinosfora cordifolia)
[7], dan kombinasi tepung beras dan tepung kedelai hitam [8].
Penelitian yang dilakukan menggunakan tepung ubi jalar kuning dengan
penambahan tepung jagung germinasi sebagai bahan baku biskuit. Komoditas ubi jalar di
Indonesia sangat melimpah. Pada tahun 2013, produksi ubi jalar diperkirakan sebesar
391.81 ribu ton umbi basah [9]. Tepung ubi jalar mengandung 68.40-73.60% pati dan 0.68-
0.75% protein [10]. Ubi jalar kuning memiliki kandungan gizi lebih tinggi dibanding jenis ubi
jalar dengan warna lain, antara lain Fe, Cu, K, vitamin A dan C [11].
Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit adalah tepung jagung (Zea
mays). Tepung jagung ditambahkan pada biskuit karena mengandung protein sehingga
meningkatkan nilai nutrisi [8]. Tepung jagung mengandung 88.2% pati dan 11.70% protein
[12][13]. Kandungan lain yang penting yaitu asam-asam amino diantaranya arginin,
isoleusin, histidin, leusin, lisin, metionin, sistein, fenilalanin, tirosin, treonin, triptofan, dan
valin [14].
Jagung mengandung karbohidrat yang kompleks dan asam fitat yang merupakan
senyawa anti gizi, dimana senyawa tersebut dapat mempengaruhi daya cerna dalam tubuh.
Anti gizi dapat diminimalisir dengan germinasi atau perkecambahan [15]. Germinasi pada
jagung mengaktifkan enzim fitase yang dapat meningkatkan nilai cerna dari mineral, protein
dan karbohidrat. Suatu Penelitianmenunjukkan peningkatan kandungan protein 6.10 hingga
9.70% sedangkan daya cerna protein dan pati pada biji-bijian meningkat hingga 20% dan
40% karena perlakuan germinasi [16]

BAHAN DAN METODE

Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain ubi jalar oranye dan
jagung yang dibeli dari petani di Desa Sukoanyar Kecamatan Pakis Kabupaten Malang,
Natrium Metabisulfit yang dibeli di Toko Kimia Makmur Jaya, tepung tapioka, susu skim,
baking powder, gula, dan margarin yang dibeli di Toko Prima, Malang.
Bahan yang digunakan untuk analisis antara lain aquades, larutan enzim α-amilase
(Sigma Aldrich), buffer Na-Fosfat 0,1 M, Larutan TCA, buffer Wolphole 0,2 N, enzim Pepsin
(Sigma Aldrich), H2SO4 pekat, NaOH, Boraks, inkubator PP , indikator Shertshiro, H2SO4,
etanol, petrolimum eter, NaOH 45%, HCL 25%, larutan DNS (Dinitrosalisilate), reagen
Nelson, reagen arsenomoblidat, dan tablet Kjedahl. Bahan-bahan tersebut dibeli dari Toko
Kimia PT. Makmur Sejahtera.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung dan biskuit antara lain timbangan
analitik, pengering kabinet lampu, pisau, slicer merk “FoodPro”, mesin penggiling, kapas,
mixer merk “Panasonic”, loyang, dan oven listrik (merk Kirin).
Alat-alat yang digunakan dalam analisis antara lain timbangan analitik (merk Denver
Instrumen), pipet hisap (merk Iwaki), Erlenmeyer (merk Iwaki), penangas (merk Maspion),

392
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

tabung reaksi (merk Iwaki), shaker waterbath (merk Memmert), spektrofotometer (merk
Spectro 20 D Plus), Centrifuge (merk Universal Model : PLC-012E), Color Reader (merk
Minolta CR-100), soxhlet (merk Gerhardt), oven listrik (merk WTC binder), kompor listrik
(merk Maspion), Shaker (merk Heidolph), vortex (merk Turbo Mixer), dan Texture
analyzer(merk Imada/ ZP-200N).

Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan satu faktor,
yaitu proporsi tepung ubi jalar kuning (TJK) dan tepung jagung germinasi (TUJO) terdiri dari
5 level. Dari faktor tersebut didapatkan 5 perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak 3
kali. Analisis data menggunakan program SPSS 17 dan uji lanjut DMRT. Pemilihan
perlakuan terbaik dengan metode Zeleny.

Tahapan Penelitian
Prosedur Pembuatan Tepung Ubi Jalar Kuning
1. Bagian permukaan kulit ubi jalar kuning dicuci bersih agar bersih dari tanah dan kotoran
yang lain.
2. Kulit ubi jalar kuning dikupas hingga bersih dari kulit lalu dicuci kembali dan direndam
dalam air untuk menghambat pencoklatan enzimatis.
3. Air bekas rendaman ditiriskan, kemudian ubi jalar kuning diiris tipis dengan ketebalan
0.1 mm menggunakan slicer.
4. Irisan ubi jalar kuning direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0.30% (v/w) selama
10 menit untuk mencegah pencoklatan enzimatis selama pengeringan.
5. Air rendaman natrium metabisulfit ditiriskan.
6. Irisan ubi jalar kuning dikeringkan dengan pengering kabinet selama 10 jam dengan
suhu 50oC.
7. Irisan ubi jalar kuning yang telah menjadi Chip digiling dengan alat penggiling agar
menjadi tepung.
8. Tepung diayak dengan ayakan 80 mesh.

Prosedur Pembuatan Tepung Jagung Germinasi


1. Jagung disortir dengan merendam dalam air. Jagung yang mengapung tidak digunakan
untuk proses selanjutnya.
2. Jagung direndam selama 9 jam dengan perbandingan air : jagung 2:1.
3. Jagung diletakkan diantara kapas basah untuk proses inkubasi. Jagung diinkubasi
selama 72 jam dengan suhu 37oC, proses tersebut disebut proses germinasi atau
perkecambahan.
4. Setelah terbentuk kecambah, jagung germinasi dikeringkan dengan pengering kabinet
selama 12 jam dengan suhu 60oC.
5. Jagung germinasi kering digiling dengan alat penggiling agar menjadi tepung kemudian
diayak dengan ukuran 80 mesh.

Prosedur Pembuatan Biskuit


1. Tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi (50:50 ; 60:40 ; 70:30 ; 80:20 ;
90:10) dicampur dengan baking powder 0.50 g dan susu skim 1.5 g dan tepung tapioka
13 g.
2. Dilakukan pembuatan butter dengan mengocok 15 g margarin 15 g dan gula halus
menggunakan mixer dengan kecepatan sedang.
3. Campuran tepung diaduk dengan butter hingga mudah dibentuk. Adonan dicetak
dengan ketebalan 4 mm, panjang 3 cm, dan lebar 0,6 cm.
4. Adonan diletakkan di atas loyang yang telah dioles tipis dengan margarin.
5. Adonan dipanggang di oven selama 20 menit dengan suhu 140oC. Biskuit yang telah
matang didinginkan kemudian dilakukan uji daya cerna pati dan protein.

393
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

Prosedur Analisis
Pengujian dan analisis dilakukan pada bahan baku dan biskuit. Pengujian yang
dilakukan terdiri dari uji kimia dan fisik. Uji kimia yang dilakukan antara lain kadar pati, kadar
protein, daya cerna pati, daya cerna protein, sedangkan uji fisik yang dilakukan antara lain
daya patah dan warna (L,a,b). Data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah dengan
program SPSS 17 dengan selang kepercayaan 5% kemudian ditentukan perlakuan terbaik
dengan metode Zeleny. Hasil dari pemilihan perlakuan terbaik dilakukan pengujian kadar air,
kadar lemak, serat kasar, kadar abu dan karbohidrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Pati
Hasil pengamatan pada kadar pati biskuit berkisar antara 56.09% hingga 80.38%.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung
jagung germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar pati biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap kadar pati
biskuit, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Proporsi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi
Terhadap Kadar Pati Biskuit
Rasio TUJO : TJK (%) Kadar Pati (%) DMRT (5%)
50 : 50 56.09 a -
60 : 40 60.63 a 4.54
70 : 30 70.47 b 1.43
80 : 20 72.15 ab 1.67
90 : 10 80.38 c 8.23

Peningkatan kadar pati diduga disebabkan karena adanya penggunaan proporsi


tepung ubi jalar kuning yang lebih besar. Analisis terhadap bahan baku yang dilakukan
menghasilkan kadar pati tepung ubi jalar kuning sebesar 80.8%, sedangkan kadar pati
tepung jagung germinasi sebesar 61.5%. Umbi-umbian dan serealia merupakan sumber
energi karena memiliki kandungan pati yang tinggi [17]. Jumlah pati yang terkandung dalam
umbi-umbian lebih tinggi dibandingkan seralia.

2. Daya Cerna Pati


Hasil pengamatan pada daya cerna pati biskuit berkisar antara 22.21% hingga
74.41%. Hasil analisis ragam menunjukkna bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan
tepung jagung germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap daya cerna pati biskuit.
Pengaruh perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap
daya cerna pati biskuit, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tabel Pengaruh Proporsi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi
Terhadap Daya Cerna Pati Biskuit
Rasio TUJO : TJK (%) Daya Cerna Pati (%) DMRT (5%)
50 : 50 22.21 a -
60 : 40 31.30 b 9.09
70 : 30 42.31 c 11.01
80 : 20 55.36 d 13.05
90 : 10 74.41 e 19.05

Peningkatan daya cerna pati diduga disebabkan karena adanya penggunaan


proporsi tepung ubi jalar kuning yang lebih besar. Pati yang mengandung kadar amilopektin
lebih tinggi akan lebih cepat dicerna dibanding dengan kadar amilosa tinggi [18]. Tepung ubi
jalar mengandung kadar amilopektin lebih tinggi dibandingkan tepung jagung. Tepung ubi

394
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

jalar pada umumnya mengandung amilopektin sebesar 79.9% hingga 82.3% dari total kadar
pati [9], sedangkan tepung jagung mengandung kadar amilopektin lebih sedikit dari total
kadar pati yaitu 59.33% hingga 64.40%. Amilopektin memiliki area permukaan yang lebih
luas tiap molekulnya sehingga lebih mudah dipecah oleh enzim amilolitik menjadi bentuk
yang lebih sederhana [18]. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi proporsi tepung
ubi jalar kuning maka semakin tinggi daya cerna pati biskuit.

3. Kadar Protein
Hasil pengamatan pada kadar protein biskuit berkisar antara 6.64% hingga 5.32%.
Hasil analisis ragam menunjukkna bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung
jagung germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap kadar protein biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap kadar
proein biskuit, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Proporsi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi
Terhadap Kadar Protein Biskuit
Rasio TUJO : TJK (%) Kadar Protein (%) DMRT (5%)
50 : 50 6.64 b 0.32
60 : 40 6.32 b 0.33
70 : 30 5.98 ab 0.66
80 : 20 5.50 a 0.17
90 : 10 5.32 a -

Penurunan kadar protein diduga disebabkan karena adanya penggunaan proporsi


tepung jagung germinasi yang lebih kecil, sehingga semakin besar proporsi tepung ubi jalar
kuning yang digunakan maka semakin rendah kadar protein pada biskuit. Analisis terhadap
bahan baku yang dilakukan menghasilkan kadar protein tepung ubi jalar kuning sebesar
4.34%, sedangkan kadar protein tepung jagung germinasi sebesar 10.6%.

4. Daya Cerna Protein


Hasil pengamatan pada daya cerna protein biskuit berkisar antara 66.67% hingga
50.81%. Hasil analisis ragam menunjukkna bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan
tepung jagung germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap daya cerna protein biskuit.
Pengaruh perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap
daya cerna protein biskuit, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Proporsi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi
Terhadap Daya Cerna Protein Biskuit
Rasio TUJO : TJK (%) Daya Cerna Protein (%) DMRT (5%)
50 : 50 66.67 e 3.17
60 : 40 63.50 d 3.37
70 : 30 60.12 c 4.97
80 : 20 55.16 b 4.34
90 : 10 50.81 a -

Daya cerna protein mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya proporsi


tepung ubi jalar kuning. Daya cerna protein adalah kemampuan suatu protein untuk
dihidrolisis menjadi asam-asam amino oleh enzim-enzim pencernaan. Enzim hanya bereaksi
dengan satu substrat (protein) dan mengubah substrat tersebut menjadi satu produk [19],
sehingga semakin tinggi kadar proteinnya maka semakin besar daya cerna protein.

5. Daya Patah
Hasil pengamatan pada daya patah biskuit berkisar antara 15.33 N hingga 7.47 N
Hasil analisis ragam menunjukkna bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung

395
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

jagung germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap daya patah biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap daya
patah biskuit, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 5. Pengaruh Proporsi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi
Terhadap Daya Patah Biskuit
Rasio TUJO : TJK (%) Daya Patah (N) DMRT (5%)
50 : 50 15.33 c 3.43
60 : 40 11.90 b 4.43
70 : 30 9.10 a 1.63
80 : 20 7.57 a 0.10
90 : 10 7.47 a -

Penurunan daya patah diduga terjadi karena perbedaan kandungan pati yang ada di
dalam tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi. Kandungan amilosa dan
amilopektin yang terkandung dalam pati tepung ubi jalar kuning dan jagung berbeda.
Tepung ubi jalar pada umumnya mengandung amilosa dan amilopektin sebesar 17.7%
hingga 20.1% dan 79.9% hingga 82.3% dari total kadar pati [9], sedangkan tepung jagung
mengandung kadar amilopektin lebih sedikit dari total kadar pati yaitu 59.33% hingga
64.40%, namun kadar amilosanya lebih tinggi yaitu 45.60% hingga 40.67% [20], sehingga
semakin tinggi proporsi tepung jagung germinasi maka semakin tinggi kadar amilosa dalam
biskuit. Semakin tinggi kadar amilosa pada produk akan menghasilkan tekstur yang baik
dan daya lebih tahan pecah, namun sebaliknya pati yang mengandung amilopektin yang
lebih tinggi cenderung menghasilkan produk yang mudah pecah [21]

6. Tingkat Kecerahan (L)


Hasil analisis rerata tingkat kecerahan (L) biskuit berkisar 72.13 hingga 74.82. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung
germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap tingkat kecerahan biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap tingkat
kecerahan biskuit, disajikan pada Gambar 1.

74.82b
74.15ab 74.37b
Tingkat Kecerahan

75,00 73.68a
74,00
73,00 72.13a
72,00
71,00
70,00
50 : 50 60 : 40 70 : 30 80 : 20 90 : 10
Rasio TUJK: TJG

Gambar 1. Grafik Rerata Tingkat Kecerahan (L) Biskuit Akibat Pengaruh Proporsi Tepung
Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi

Tingkat kecerahan (L) disebabkan karena produk biskuit dalam penelitian memiliki
kadar pati yang tinggi dan juga mengandung protein. Semakin tinggi proporsi jagung maka
semakin rendah tingkat kecerahannya. Jagung mengandung kadar pati yang tinggi, selain
itu juga mengandung protein. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-
glikosidik. Selama proses pemanggangan diduga terjadi maillard, yaitu reaksi pencoklatan
non enzimatis yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus
amina primer (protein) [22]. Semakin tinggi proporsi jagung kadar protein semakin tinggi,
sehingga semakin tinggi kandungan proteinnya, maka semakin tinggi kemungkinan

396
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis yang menyebabkan tingkat kecerahan semakin


rendah (gelap).

7. Tingkat Kemerahan (a)


Hasil analisis rerata tingkat kemerahan (a) biskuit berkisar 5.43 hingga 6.75. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung
germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap tingkat kemerahan biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap tingkat
kemerahan biskuit, disajikan pada Gambar 2.

Tingkat Kemerahan 6.75c


7 6.62c
6,5
5.91ab
6 5.43a 5.68a

5,5
5
50 : 50 60 : 40 70 : 30 80 : 20 90 : 10
Rasio TUJK: TJG

Gambar 2. Grafik Rerata Tingkat Kemerahan (a) Biskuit Akibat Pengaruh Proporsi Tepung
Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi

Semakin tinggi penambahan proporsi tepung ubi jalar kuning maka tingkat
kekuningan biskuit semakin tinggi. Warna merah diperoleh dari tepung ubi jalar kuning dan
tepung jagung germinasi yang mengandung betakaroten. Semakin tinggi proporsi tepung
ubi jalar kuning maka semakin tinggi tingkat kemerahannya. Hal tersebut karena kandungan
betakaroten pada biskuit makin tinggi. Betakarotein mewakili warna kekuningan hingga
kemerahan [23]. Ubi jalar kuning mengandung β-karoten sebesar 0.80 mg/100 gram [24].
Semakin tinggi proporsi ubi jalar kuning maka kadar betakarotennya semakin tinggi.

8. Tingkat Kekuningan (b)


Hasil analisis rerata tingkat kekuningan (b) biskuit berkisar 5.43 hingga 6.75. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung
germinasi berpengaruh nyata (α=0.05) terhadap tingkat kekuningan biskuit. Pengaruh
perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi terhadap tingkat
kekuningan biskuit, disajikan pada Gambar 3.

28.03 28.37 28.60


Tingkat Kekuningan

29,00 27.33
28,00
27,00 25.67
26,00
25,00
24,00
50 : 50 60 : 40 70 : 30 80 : 20 90 : 10
Rasio TUJK : TJG

Gambar 3. Grafik Rerata Tingkat Kekuningan (b) Biskuit Akibat Pengaruh Proporsi Tepung
Ubi Jalar Kuning dan Tepung Jagung Germinasi

Semakin tinggi proporsi tepung ubi jalar kuning maka semakin tinggi tingkat
kekuningannya. Hal tersebut diduga karena kandungan betakaroten pada biskuit makin

397
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

tinggi. Betakarotein mewakili warna kekuningan hingga kemerahan. Ubi jalar kuning
mengandung β-karoten sebesar 0.80 mg/100 gram [24], sedangkan jagung mengandung β-
karoten sebesar 2.4 µg/gram [25]

SIMPULAN

Perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dibanding tepung jagung germinasi
memberikan pengaruh yang nyata (α=0.05) terhadap peningkatan kadar pati, penurunan
kadar protein, peningkatan daya cerna pati, penurunan daya cerna protein, penurunan daya
patah, peningkatan tingkat kecerahan, peningkatan tingkat kemerahan dan peningkatan
tingkat kekuningan pada biskuit. Perlakuan proporsi tepung ubi jalar kuning dibanding
tepung jagung germinasi menghasilkan biskuit perlakuan terbaik secara kimia-fisik dengan
proporsi tepung ubi jalar kuning dibanding tepung jagung germinasi 90 : 10 yang memiliki
karakteristik sebagai berikut: kadar air 2.44 %, kadar pati 80.38%, kadar protein 5.32%,
daya cerna pati 74.41%, daya cerna protein 50.81%, daya patah 7.47 N, tingkat kecerahan
74.82, kadar lemak 5.37%, kadar serat kasar 1.63%, kadar karbohidrat 86.87%, dan kadar
abu 1.52%.

DAFTAR PUSTAKA

1) Abdel, M. E. Sulieman, Heba M. Siddeg, Zakaria A. Salih. 2013. The Design of Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP) Plan for Biscuit Plant. Department of Food
Science and Technology, Faculty of Engineering and Technology, University of Gezira,
Wad-Medani, Sudan.
2) Respati, E. , dkk. 2013. Buletin Bulanan Indikator Makro Sektor Pertanian. Pusat Data
dan Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian : Jakarta.
3) Sneha, S., Genitha T.R. and Vrijesh Y. 2013. Preparation and Quality Evaluation of
Flour and Biscuit from Sweet Potato. Srivastava et al., J Food Process Technology
2012, 3:12.
4) Agu, H. O., Ayo, J.A., Paul,A.M. and Folorunsho, F. 2007. Quality Characteristics of
Biscuits Made from Wheat and African Breadfruit (Treculia africana). Nigerian Food
Journal Vol. 25,No. 2.
5) Adewobale, A.A. , Adegoke M.T., Sanni S. A., Adegunwa M. O. and G.O. Fetuga. 2012.
Functional Properties and Biscuit Making Potentials of Sorghum-wheat Flour
Composite. American Journal of Food Technology 7 (6):372-379.
6) Lara E., Cortés P., Briones V., and M. Perez. 2011. Structural and physical
modifications of corn biscuits during baking process. LWT - Food Science and
Technology 44 (2011) 622e630.
7) Pankaj, S., Velu V., Indrani D. , R.P. Singh. 2013. Effect of Dried Guduchi (Tinospora
Cordifolia) Leaf Powder on Rheological, Organoleptic and Nutritional Characteristics of
Cookies. Food Research International 50 (2013) 704–709.
8) Priscila, Z. B., Daniela G. C. and José L. R. 2011. Characterization of cookies
formulated with rice and black bean extruded flours. Procedia Food Science 1 (2011)
1645 – 1652.
9) Nabubuya A., Agnes Namutebi, Yusuf Byaruhanga, Judith Narvhus, Trude and
Wicklund. 2012. Potential Use of Selected Sweetpotato (Ipomea batatas Lam) Varieties
as Defined by Chemical and Flour Pasting Characteristics. Food and Nutrition Sciences,
2012, 3, 889-896.
10) Berita Resmi Statistik. 2013. Produksi Padi Jagung dan Kedelai. Berita Resmi Statistik,
ARAM II Tahun 2013 Provinsi Jawa Timur, No. 72/11/35/Th.XI, 1 November 2013.
*
11) Aywa, A. K., Nawiri M. P. and Nyambaka H. N. 2013. Nutrient variation in colored
varieties of Ipomea batatas grown in Vihiga County, Western Kenya. International Food
Research Journal 20(2): 819-825 (2013).

398
Studi Daya Cerna Biskuit Tepung Ubi Jalar Kuning – Claudia, dkk
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 4 No 1 p.391-399, Januari 2016

12) Alam, N. dan Nurhaeni. 2008. Komposisi Kimia dan Sifat Fungsional Pati Jagung
Berbagai Varietas yang Diekstrak dengan Pelarut Natrium Bikarbonat. J. Agroland 15
(2) : 89 – 94.
13) Awad, M. Sokrab, Isam A. Mohamed Ahmed, and Elfadil E. Babiker. 2012. Effect of
germination on Antinutritional Factors, Total, and Extractable Minerals of High and Low
Phytate Corn (Zea mays L.) Genotypes. Journal of the Saudi Society of Agricultural
Sciences (2012) 11, 123–128.
14) NRC. 1998. P. 110–123 in Nutrient Requirements of Swine. 10th Rev. Ed. Natl. Acad.
Press, Washington, DC.
15) Egli, I. Davidsson, L. Juillerat, M. A., Barclay, D., and Hurrel, R. 2002. The Influence of
Soaking and Germination on the Phytase Activity and Phytic Acid Content of Grains and
Seeds Potetially Useful for Complementary Feeding. Journal of Food Science, 67, 3484-
3488.
16) Ghavidel, R.A and Prakash J. 2006. The Impact of Germination and Dehulling on
Nutrients, Antinutrients, in vitro Iron and Calcium Bioavailability and in vitro Starch and
Protein Digestibility of Some Legume Seeds. LWT 40 (2007) 1292–1299.
17) Sneha, S., Genitha T.R. and Vrijesh Y. 2013. Preparation and Quality Evaluation of
Flour and Biscuit from Sweet Potato. J Food Process Technology 2012, 3:12.
18) Singh, J., Anne D. and Lovedeep K. 2010. Starch Digestibility in Food Matrix: a review.
Trends in Food Science & Technology 21 :168-180.
19) Mariame C. , Lessoy T. Z. , Yadé R. S. , Rose M. M. , and Sébastien N. 2013.
Physicochemical and Functional Properties of Starches of Two quality Protein Maize
(QPM) Grown in Côte d’Ivoire. Journal of Applied Biosciences 66:5130– 5139.
20) Adejumo, A. L., Fatai A. A. And Rasheed U. O. 2013 Relationship Betweet alpha-
Amylase degradation and Amylose/Amylopectin Content of Maize Starches-Advances in
Appled. Science Research 4 (2) 315-319.
21) Budiandari, R. U. dan Simon Bambang W. 2014. Optimasi Proses Pembuatan Lempeng
Buah Lindur (Bruguiera aymnorrhiza) Sebagai Alternatif Pangan Masyarakat Pesisir.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3 p. 10-18.
22) Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Var. Gracia. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian indonesia
Vol. 4 No. 3.
23) Dewi, A. L. 2011. Formulasi Cookies Berbasis Pati Garut (Marama Arundinaceae Linn.)
dengan Penambahan Tepung Torbangu (Coleus amboinicus Lour) sebagai Sumber Zat
Gizi Mikro. Skripsi. Fakultas ekologi manusia, Institut Pertanian Bogor.
24) Niwedya, K. N., Karim A. Dan Asmawati. 2013. Analisis Kandungan beta-Karoten dan
Vitamin C berbagai Varian Ubi Jalar (Ipomea batatas). Indonesia Chemical Acta.
25) Suarni dan S. Widowati. 2007. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Tanaman
dan Serealia. Maros.

399

Anda mungkin juga menyukai