Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PERUBAHAN SIFAT KOMPONEN PANGAN

Review 3 Jurnal
Tentang Protein pada Pengolahan Kedelai, Almond dan Koro Pedang

Disusun oleh :
Tiffani Irine Anggraeni A2B021007

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PASCASARJANA
PURWOKERTO
2021
1. Latar Belakang
Makalah ini didasari dari mengkaji ulang referensi dengan bentuk jurnal sebanyak 3
jurnal yang berkaitan mengenai protein pada pengolahan kedelai, almond dan koro pedang,
yaitu sebagai berikut :
1. Karakteristik fisikokimia tepung kecambah kedelai dari Artikel Jurnal Pangan.
2. Inovasi susu almond dengan substitusi sari kecambahn kedelai sebagai sumber protein
nabati dari Jurnal Pangan dan Agroindustri.
3. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro pedang dari Jurnal Agroteknologi.
Dari ketiga jurnal ini akan dibahas mengenai Protein Nabati dari kedelai, almond dan
koro pedang, hal ini difokuskan untuk pengolahan alternatif yang terfokuskan pada gizi
protein.
Kedelai merupakan komoditi pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung.
Kedelai memiliki kadar protein yang tinggi yaitu rata-rata 35 persen. Protein kedelai
memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap sehingga kedelai memiliki potensi baik
untuk dikembangkan.
Salah satu inovasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu gizi dari kedelai
tersebut adalah dengan memodifikasi kedelai melalui proses perkecambahan. Proses
perkecambahan dipilih karena mudah dilakukan, dan biayanya yang relatif terjangkau untuk
meningkatkan mutu gizi dari biji-bijian dan kacang-kacangan.
Selain itu, kedelai juga dapat dimodifikasi dalam bentuk tepung. Hal ini dikarenakan
keunggulan pengolahan tepung kedelai yaitu kandungan protein yang lebih tinggi dibanding
produk segarnya, menghilangkan karakteristik cita rasa langu, dan meningkatkan keawetan.
Almond merupakan jenis tree nuts yang populer karena rasanya yang gurih, sedikit
manis dan empuk. Cita rasa gurih pada almond dikarenakan tingginya lemak nabati yang
terkandung di dalamnya, dengan kandungan gizinya yang tinggi membuat almond selalu
banyak peminat. Salah satu olahan almond yang mulai trend adalah susu almond.
Susu almond juga dapat digunakan sebagai alternatif susu sapi bagi penderita lactose
intolerance. Namun susu almond memiliki beberapa kekurangan yaitu kandungan protein
yang rendah yaitu sekitar 0,42 g/100 gram sedangkan menurut SNI susu dari komoditas lain
harus memiliki kang=dungan protein minimal 2% sehingga harus dilakukan fortifikasi pada
pengolahan produk susu almond.
Kedelai dikenal sebagai salah satu kacang-kacangan yang tinggi protein nabati sekitr
35.71% sehingga dapat digunakan sebagai komoditas untuk substitusi susu almond. Susu
almond dengan substitusi kedelai dapat dibuat dengan proporsi almond : kedelai sebanyak 2 :
1. Pemilihan kacang kedelai sebagai sumber protein nabati pada susu almond selain dari segi
kadar proteinnya juga dipertimbangkan dari nilai ekonomisnya.
Koro pedang merupakan salah satu jenis koro-koroan yang dapat digunakan sebagai
sumber protein nabati dengan kandungan karbohidrat sebesar 55% dan protein 24%. Adanya
komposisi kimia yang cukup besar yaitu kandugan karbohidrat dan protein pada koro pedang
membuka peluang baru untuk memanfaatkan koro pedang sebagai bahan baku produm
protein rich flour (PRF) atau tepung kaya protein.

2. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari jurnal - jurnal yang dikaji dapat dijelaskan bahwa tujuan dari
penelitiannya yaitu :
1. Untuk mengetahui dan membandingkan karakteristik tepung kedelai yang
dikecambahkan dan tepung kedelai tanpa dikecambahkan.
2. Untuk mengetahui efektifitas metode perlakuan pemanasan perebusan dan pengukusan
terhadap nilai gizi protein dari pengolahan produk susu almond dengan substitusi sari
kecambahan kedelai.
3. Untuk mengetahui karakteristik sifat nutrisional protein dari protein rich flour (PRF)
koro pedang.

3. Metode Penelitian
3.1. Karakteristik fisikokimia tepung kecambah kedelai
3.1.1. Metode analisis
Penelitian terdiri dari dua bagian yaitu persiapan dan analisis sampel. Persiapan
sampel terdiri dari proses penyortiran kedelai dari pengotor dan kedelai yang tidak layak.
Selanjutnya kedelai dipisahkan menjadi dua perlakuan, yaitu pengecambahan dan tanpa
pengecambahan. Kedelai tanpa pengecambahan menggunakan kedelai pecah kulit yang
direndam dalam air selama enam jam. Selanjutnya kedua jenis kedelai diproses menjadi
tepung. Kedua jenis tepung kedelai dianalisis karalteristik kimia (kadar air, abu, lemak,
protein, karbohidrat, dan kapasitas antioksidan), analisis karakteristik fisik (warna, aw,
densitas kamba), dan sifat fungsional protein (daya serap air, daya serap minyak, kapasitas
dan stabilitas buih, kapasitas dan stabilitas emulsi).
3.1.2. Pengecambahan kedelai
Kedelai direndam dalam air selama enam jam, kemudian ditiriskan. Kedelai
selanjutnya dimasukkan ke dalam ember yang bagian bawahnya dilubangi dan disiram
larutan kapur tohor. Ember kemudian ditutup untuk mencegah masuknya cahaya matahari.
Pengecambahan dilakukan pada suhu ruang selama 28 jam. Selama proses pengecambahan
tersebut, kedelai disiram air setiap selang waktu tiga jam.
3.1.3. Pembuatan tepung kedelai
Kedua jenis kedelai dikeringkan dengan metode pengeringan beku (freeze drying)
untuk membuatnya homogen dan menjaga kualitas komposisi kimianya. Sampel yang sudah
kering selanjutnya digiling dengan blender dan diayak dengan menggunakan ayakan 100
mesh.
3.2. Inovasi susu almond dengan substitusi sari kecambahan kedelai sebagai sumber
protein nabati
3.2.1. Metode penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) faktorial. Faktor I adalah
teknik blanching (water dan steam blanching). Faktor II adalah lama waktu perkecambahan
kedelai (12 jam, 20 jam, 28 jam, dan 36 jam). Sampel didapatkan 8 kombinasi perlakuan
yang akan diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan sampel uji sebanyak 24.
3.2.2. Pembuatan produk
Pembuatan susu almond dilakukan blanching (water dan steam blanching) pada suhu
80˚C selama 20 menit kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender dan ditambah air
dengan perbandingan 1:4 lalu disaring dan diperas dengan kain saring. Untuk pembuatan sari
kecambah kedelai dilakukan perkecambahan kedelai (12, 20, 28 dan 36 jam) kemudian
dihaluskan dengan menggunakan blender dan ditambah air dengan perbandingan 1:1 lalu
disaring dan diperas dengan kain saring. Pembuatan produk susu almond substitusi sari
kecambah kedelai dilakukan dengan mencampurkan susu almond dan sari kecambah kedelai
(2:1) lalu dipasteurisasi suhu 70˚C selama 15 menit, dilakukan heatshock dan pengemasan.
3.2.3. Analisis kimia
Sampel dianalisa zat antigizi berupa kadar asam fitat, kadar tanin, serta analisis kadar
proten larut air dengan metode biuret. Kadar protein larut air yang tertinggi serta kadar asam
fitat dan tanin yang sudah memenuhi syarat akan diambil sebagai perlakuan terbaik yang
selanjutnya dianalisis proksimat berupa kadar air, protein, lemak, karbohidrat, kadar abu,
serta natrium.
3.3. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro pedang
3.3.1. Rancangan penelitian
Penelitian terdiri dari 2 tahapan utama yaitu : 1) produksi tepung kaya protein dari
koro pedang, 2) analisis karakteristik sifat kimia dan sifat fungsional PRF koro pedang.
3.3.2. Produksi PRF koro pedang
Pembuatan PRF koro pedang dilakukan melalui metode ekstraksi basah menggunakan
aquadest. Berikut ini merupakan diagram alir produksi PRF koro pedang yang tertera pada
gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir produksi PRF koro pedang


3.3.3. Analisa proksimat
PRF koro pedang dikarakterisasi sifat kimia yang terdiri atas kadar air, protein, lemak,
pati, total gula, serat dan abu, kadar amilosa-amilopektin. Karakterisasi sifat nutrisional
terdiri atas komposisi asam amino, kadar vitamin B1 dan B2, daya cerna protein dan analisis
trypsin inhibitor.
4. Pembahasan
4.1. Karakteristik fisikokimia tepung kecambah kedelai
4.1.1. Karakteristik kimia
Berdasarkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 1 diketahui bahwa kadar air, kadar
protein dan kadar karbohidrat tepung kecambah kedelai dan tepung kedelai tidak berbeda
nyata. Sedangkan kadar abu, kadar lemak dan kapasitas antioksidan tepung kecambah kedelai
dan tepung kedelai berbeda nyata. Hal ini disebabkan pada kadar abu berhubungan dengan
mineral suatu bahan, semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi pula mineral suatu
bahan. Kadar lemak tepung kecambah kedelai nyata lebih rendah dibandingkan tepung
kedelai, degradasi kadar lemak ini dipengaruhi oleh meningkatnya kadar protein. Hal ini
terjadi karena lemak diubah menjadi energi selama proses perkecambahan. Aktivitas
antioksidan ekstrak tepung kecambah kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan tepung
kedelai. Hal ini disebabkan karena peningkatan kandungan senyawa fenol dan vitamin E
selama proses perkecambahan.

4.1.2. Karakteristik fisik


Berdasarkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 2 diketahui bahwa nilai kecerahan L
tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan nilai kecerahan kedua jenis tepung cukup tinggi.
Pada nilai kromatik warna (b) menunjukkan bahwa tepung kecambah kedelai memiliki nilai
nyata lebih rendah dibandingkan tepung kedelai / tepung kedelai memiliki intensitas warna
kuning lebih tinggi dibandingkan tepung kecambah kedelai. Hal ini diduga disebabkan oleh
proses perendaman pada tepung kecambah kedelai yang lebih lama sehingga pigmen menjadi
terlarut. Nilai kromatik (a) pada kedua jenis tepung berbeda nyata, hal ini tepung kecambah
kedelai memiliki intensitas kromatik negatif yaitu berwarna hijau sedangkan tepung kedelai
memiliki intensitas kromatik positif artinya berwarna merah. Perbedaan warna kromatik pada
dua jenis tepung diduga dipengaruhi oleh proses perkecambahan pada tepung kecambah
kedelai yang menyebabkan terjadinya sintesis pigmen klorofil.

Aktivitas air pada tepung kecambah kedelai nyata lebih tinggi dibandingkan tepung
kedelai, hal ini disebabkan adanya proses imbibisi air yang besar ke dalam biji saat proses
perendaman menyebabkan tepung kecambah kedelai memiliki aw lebih besar dibanding
tepung kedelai.
Densitas kamba kedua jenis tepung berbeda nyata. Proses perkecambahan
menyebabkan peningkatan densitas kamba pada tepung kecambah kedelai. Peningkatan ini
disebabkan proses perkecambahan memicu sistem enzim untuk bekerja memecah molekul
kompleks seperti protein, karbohidrat, dan lemak, menjadi bentuk yang lebih sederhana.
4.1.3. Karakteristik fungsional protein
Berdasarkan pada Tabel 3, diketahui bahwa daya serap air kedua jenis tepung berbeda
nyata, dimana tepung kecambah kedelai memiliki nilai lebih rendah dibandingkan tepung
kedelai. Diduga tepung kedelai lebih banyak mengandung asam amino ionik seperti asam
glutamat, asam aspartat dan lisin, sehingga dapat meningkatkan kemampuan daya serap air.
Semakin besar jumlah air yang diikat, semakin baik pula kualitas tekstur dan mouthfeel bahan
pangan yang dihasilkan.
Kapasitas daya buih menunjukkan tepung kecambah kedelai memiliki nilai nyata
lebih tinggi dibandingkan tepung kedelai. Hal ini berhubungan dengan kekuatan protein
dalam memerangkap gas, menjadi faktor utama yang menentukan karakteristik buih yang
dihasilkan.
Stabilitas emulsi dapat dilihat pada gambar 2, kedua jenis tepung memiliki stabilitas
emulsi yang relatif stabil, tetapi tepung kecambah kedelai memiliki presentase kapasitas
emulsi yang jauh lebih tinggi dibanding tepung kedelai, maka dapat disimpulkan bahwa
kedua jenis tepung kedelai tidak memiliki sifat emulsi yang baik untuk diaplikasikan pada
produk-produk pangan beremulsi.
Gambar 2. Stabilitas emulsi tepung kedelai dan tepung kecambah kedelai (%)

Stabilitas buih dapat dilihat pada gambar 3, kedua jenis tepung kedelai memiliki
stabilitas buih yang relatif stabil, tetapi presentase kapasitas buih tepung kecambah kedelai
lebih tinggi dibandingkan presentase kapasitas buih tepung kedelai. Hal ini disebabkan
karena kedua jenis tepung memiliki protein terabsorpsi pada permukaan dan membentuk film
yang stabil mengelilingi buih dan membentuk busa yang baik.

4.2. Inovasi susu almond dengan substitusi sari kecambahan kedelai sebagai sumber
protein nabati
4.2.1. Karakteristik bahan baku
Karakteristik almond dengan kondisi biji utuh yang masih berkulit ari dan kedelai
kuning lokal dapat dilihat pada tabel 4. Kadar protein almond adalah 21,15%, jenis protein
yang ada pada almond yaitu globulin (74%), albumin (21%), dan sisanya adalah glutein dan
prolamin. Kadar protein kedelai hasil analisis adalah 30,44%, protein yang mendominasi
kedelai adalah globulin dan albumin.
Tabel 4. Kandungan bahan baku

4.2.2. Karakteristik kimia susu almond substitusi sari kecambah kedelai


Karakteristik kimia susu almond substitusi sari kecambah kedelai berupa kadar protein
larut air, asam fitat dan tanin dapat dilihat pada Tabel 5.
Protein larut air, menunjukkan perlakuan teknik blanching almond dan lama
perkecambahan kedelai berpengaruh nyata terhadap kenaikan protein larut air serta terdapat
interaksi keduanya. Hal ini dikarenakan proses perkecambahan menyebabkan naiknya
beberapa komponen nutrisi seperti protein dan vitamin. Meningkatnya kadar protein
dikarenakan sintesis protein terjadi setelah kebutuhan energi untuk pertumbuhan telah habis.
Parameter asam fitat, menunjukkan perlakuan teknik blanching almond dan lama
perkecambahan kedelai berpengaruh nyata terhadap kenaikan protein larut air namun tidak
ada interaksi keduanya. Hal ini dikarenakan asam fitat merupakan senyawa yang larut
dalam air dimana pada perlakuan water blanching asam fitat akan larut pada air perebusan
Pada perkecambahan terdapat proses perendaman biji dimana proses imbibisi air akan
ngaktifkan enzim-enzim yang ada di dalam biji untuk proses metabolisme termasuk enzim
fitase yang juga terdapat pada biji. Enzim fitase atau mio-inositol hesakisfosfat
fosfohidrolase menghidrolisis asam fitat menjadi mio inositol dan fosfat organik dan
kemudian mio-inositol dipecah lebih lanjut menjadi monofosfat.
Tabel 5. Karakteristik kimia susu almond substitusi sari kecambah kedelai

Parameter tanin, perlakuan teknik blanching almond dan lama perkecambahan kedelai
tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar tanin produk. Hal ini dikarenakan asam
fitat merupakan senyawa yang larut dalam air dimana pada perlakuan water blanching asam
fitat akan larut pada air perebusan. Pada perlakuan pekecambahan terdapat pula perlakuan
perendaman dimana proses imbibisi air ke biji akan menyebabkan enzim-enzim yang terdapat
pada biji menjadi aktif untuk proses metabolisme termasuk enzim tannase (tannin acyl
hydrolase). Enzim tersebut secara khusus memutuskan ikatan galoil pada tanin terhidrolisis
untuk menghasilkan asam galat dan pliol.
Hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada tabel 6. Penentuan perlakuan terbaik
didasarkan pada kadar protein larut air tertinggi dengan kadar asam fitat dan tanin yang sudah
memenuhi standar. Kadar protein larut air tertinggi terdapat pada perlakuan steam blanching
almond dan perkecambahan kedelai 36 jam dengan kadar protein larut sebesar 15.01%
dengan kadar asam fitat 1.07 mg/ml dan kadar tanin
232.47 mg ekuivalen asam tanat/100ml.
Tabel 6. Rerata proksimat perlakuan terbaik

4.3. Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro pedang


4.3.1. Komposisi proksimat kimia PRF koro pedang
Komposisi kimia PRF koro pedang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Komposisi kimia PRF koro pedang

Parameter kadar air PRF koro pedang adalah 10,09±0,02%.. Dilihat dari kandungan
air bahan dasarnya, kandungan air biji koro pedang lebih kecil dari kandungan air PRF koro
pedang yaitu sebesar 8,4% (Subagio, dkk, 2002). Hal ini terjadi karena dalam pembuatan PRF
koro pedang dilakukan ekstraksi dengan menggunakan aquades dengan perbandingan 1 : 5
(koro pedang : aquades) sehingga menyebabkan kandungan air dalam PRF koro pedang
cukup besar meskipun dalam pembuatan PRF koro pedang juga dilakukan proses
pengeringan.

Parameter kadar protein PRF, kandungan protein PRF koro pedang lebih besar jika
dibandingkan dengan kandungan protein biji koro pedang, yaitu kandungan protein PRF koro
pedang sebesar 37,61% sedangkan kandungan protein biji koro pedang sebesar 21,7%.
Tingginya kandungan protein PRF koro pedang tersebut disebabkan karena PRF koro pedang
adalah produk hasil ekstraksi dimana pada saat proses pembuatan PRF koro pedang dengan
cara menurunkan pH sampai titik isoelektrik (pH 4) sehingga proteinnya mengendap. Hal ini
terjadi karena pada pH isoelektrik protein berada dalam bentuk zwitter ion dan cenderung
membentuk ion dipolar (NH3+ – CHR – COO-). Pada kondisi tersebut gugus hidrofobik
protein berbalik keluar dan gugus hidrofilik terlipat ke dalam sehingga protein yang semula
larut akan mengalami koagulasi dan kemudian mengendap (presipitasi).

Parameter kadar lemak PRF, kandungan lemak PRF koro pedang tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan lemak biji koro pedang yaitu sebesar 4,0%. Rendahnya
kandungan lemak PRF koro pedang tersebut disebabkan karena pada saat pembuatan PRF
koro pedang, lemak hasil ekstraksi pada saat proses pengendapan berada pada bagian atas
sehingga ikut terbuang bersama dengan air.
Parameter kadar pati, kandungan pati dari PRF koro pedang diperoleh nilai rata-rata
sebesar 36,70±0,57%. Tingginya kandungan pati PRF koro pedang tersebut disebabkan
karena PRF koro pedang merupakan hasil ekstraksi dimana pada saat awal proses
pembuatan PRF koro pedang patinya tidak dipisahkan sehingga kandungan patinya masih
tinggi. Pada bahan dasar berupa biji koro pedang mempunyai nilai karbohidrat yang cukup
tinggi sehingga kandungan patinya juga cukup tinggi.
Parameter total gula, kandungan total gula dari PRF koro pedang diperoleh nilai rata-
rata sebesar 0,57±0,23%. Hal ini terjadi karena selama proses ekstraksi komponen gula
tidak ikut terekstrak sehingga kandungan total gula pada produk akhir rendah.
Parameter amilosa dan amilopektin, kandungan amilosa PRF koro pedang diperoleh
nilai rata-rata sebesar 31,12±3,13% sedangkan nilai rata-rata kandungan amilopektin PRF
koro pedang sebesar 68,88%. Dengan nilai rata-rata kandungan amilosa tersebut PRF koro
pedang termasuk golongan bahan pangan dengan kandungan amilosa yang tinggi.
Parameter kadar serat, kandungan serat kasar PRF koro pedang diperoleh nilai rata-
rata sebesar 2,23±0,06%. Rendahnya kandungan serat PRF koro pedang tersebut
disebabkan karena selama proses ekstraksi pada saat pembuatan PRF koro pedang, sebagian
besar komponen serat tidak ikut terekstrak (terbuang bersama ampas), sehingga pada
produk akhir diperoleh kandungan serat yang rendah.
Parameter kadar abu, kandungan abu PRF koro pedang diperolah nilai rata- rata
sebesar 3,04±0,004%. Nilai kandungan abu PRF koro pedang tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kandungan abu biji koro pedang yaitu sebesar 2,90% (Subagio, dkk,
2002). Hal ini terjadi karena pada saat pembuatan PRF koro pedang dilakukan pengaturan
pH dengan menggunakan HCl dan NaOH. Kedua larutan tersebut dapat membentuk suatu
garam yaitu NaCl sehingga kandungan abu pada PRF koro pedang menjadi lebih besar
dibandingkan dengan kandungan abu biji koro pedang. Rendahnya kadar abu PRF koro
pedang tersebut disebabkan oleh kandungan mineral yang rendah.
4.3.2. Sifat nutrisional PRF koro pedang
Komposisi asam amino yang terkandung dalam PRF dapat dilihat pada tabel 8 dan
tabel 9, bawasannya pada PRF mengandung 14 asam amino. Hal ini PRF dapat dijadikan
sebagai pilihan protein nabati karena memiliki asam amino yang hampir lengkap.
Tabel 8. Komposisi asam PRF koro pedang
Tabel 9. Komposisi asam amino esensial PRF koro pedang

Daya cerna protein, Protein bermutu tinggi mempunyai daya cerna yang tinggi pula.
Daya cerna protein adalah ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein
tertentu. Daya cerna protein menunjukkan tingkat kemudahan protein untuk dipecah menjadi
asam amino atau komponen pembentuknya sehingga mudah diserap oleh tubuh.
Tabel 10. Daya cerna PRF koro pedang

Pada tabel 10, menunjukkan bahwa dengan menggunakan sistem enzim pepsin-tripsin
dapat meningkatkan nilai daya cerna protein PRF koro pedang yaitu sebesar 56,16%
dibandingkan dengan menggunakan satu jenis enzim. Nilai daya cerna PRF koro pedang
dengan menggunakan enzim pepsin sebesar 5,03% dan nilai daya cerna protein PRF koro
pedang dengan menggunakan enzim tripsin sebesar 25,34%. Hal ini terjadi karena apabila
hanya menggunakan enzim pepsin maka hanya fenilalanin dan tirosin yang dapat dihidrolisa
ikatan-ikatan yang mengandung gugus nitrogen. Tingginya nilai daya cerna protein dengan
menggunakan sistem pepsin-tripsin menunjukkan bahwa PRF koro pedang mudah diserap
oleh tubuh karena proteinnya mudah dipecah menjadi asam amino atau komponen
pembentuknya.
5. Kesimpulan
Dari ketiga jurnal mengenai protein nabati dapat disimpulkan bahwa, protein nabati
yang berasal dari kacang-kacangan dapat memberikan pengembangan produk dan inovasi
dalam pembaharuan pengolahan pada bahan kacang-kacangan terutama inovasi pada koro
pedang. Kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga menjadi salah satu
ketertarikan konsumen memilih kacang kedelai sebagai asupan protein yang memenuhi
asupan yang diperlukan oleh tubuh. Sementara itu, PRF merupakan inovasi yang cukup
menarik karena diketahui mengandung asam amino yang hampir lengkap dan menjadi salah
satu alternatif untuk mengonsumsi protein nabati.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, S. S., & Murtini, E. S. (2019). Inovasi susu almond dengan substitusi sari
kecambah kedelai sebagai sumber protein nabati. Jurnal Pangan dan Agroindustri,
6(3).
Hazmi, K. (2016). Karakteristik Fisikokimia Tepung Kecambah Kedelai dan Tepung Kedelai.
Windrati, W. S., & Augustine, P. D. (2010). Sifat nutrisional protein rich flour (PRF) koro
pedang (Canavalia ensiformis L.). JURNAL AGROTEKNOLOGI, 4(01), 18-26.

Anda mungkin juga menyukai