net/publication/267824714
Article
CITATION READS
1 11,132
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
The Comparison of Media on The Microalgae Nannochloropsis sp. Culture View project
All content following this page was uploaded by Nyoman Semadi Antara on 12 October 2015.
Setelah membaca bagian dari bab ini pembaca/mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami berbagai jenis rempah-rempah dan herbal yang diproduksi di berbagai
Negara. Pembaca/mahasiswa juga diberikan penjelasan mengenai kegunaan
rempah-rempah dan herbal dan sifat fungsionalnya.
Pendahuluan
Potensi rempah-rempah dan herbal bukan hanya meningkatkan citarasa makanan atau
minuman, namun juga dapat berfungsi untuk kesehatan. Di dalam rempah-rempah dan
herbal banyak terkandung senyawa-senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai
antimikrobia, antioksidan, antidiabetes, antitumor, dan fungsi lainnya yang sangat
bermanfaat untuk menjaga kesehatan. Untuk itu, rempah-rempah dan herbal banyak
Tabel 1. Berbagai jenis rempah-rempah, bagian tanaman yang digunakan dan Negara
asal atau produsen*
Bagian
Rempah/Herbal Nama Botani Negara penghasil/asal
Edible
Ajowan Trachyspermum ammi Biji Persia and India
(L.) Sprague
Aniseed Pimpinella anisum L. Buah Mexico, Netherlands,
Spain
Basil Ocimum basilicum L. Daun France, Hungary, USA,
Serbia and Montenegro
Bay leaf Laurus nobilis L. Daun Turkey, USA, Portugal
Cardamom Elettaria cardamomum Buah India, Guatemala
White et Mason
Large cardamom Amomum subulatum Buah India, Nepal, China
Roxb.
Cassia (kayu Cinnamomum cassia (L.) Batang, kulit China, Indonesia,
manis) Presl kayu South Vietnam
Celery Apium graveolens L. Fruit France, India
Chilli Capsicum frutescens L. Fruit Ethiopia, India, Japan,
Kenya, Mexico, Nigeria,
Pakistan, Tanzania,
USA
Cinnamon (kayu Cinnamomum verum Batang, kulit Sri Lanka, India
manis) syn. kayu
C. Zeylanicum
Cengkeh Syzygium aromaticum Kuncup Indonesia, Malaysia,
(L.) Merr. et Perry bungan Tanzania
Ketumbar Coriandrum sativum L. Buah Argentina, India,
Morocco, Romania,
Spain, Serbia and
Montenegro
Cumin Cuminum cyminum L. Buah India, Iran, Lebanon
Curry leaf Murraya koenigii Spreng Daun India, Burma
Dill Anethum graveolens L. Buah India
Fennel (adas) Foeniculum vulgare Mill. Buah Argentina, Bulgaria,
Germany, Greece,
India, Lebanon
Dari jaman dahulu rempah-rempah dan herbal mempunyai nilai sebagai ingredient dasar
untuk dupa sebagai pembangkit aroma, penangkal racun, kosmetik dan obat-obatan.
Tercatat bahwa nenek moyang kita banyak menggunakan herbal dan rempah-rempah
sebagai bahan pengobatan berbagai macam penyakit. Sebagai contoh adalah
peninggalan luhur budaya Bali, yaitu husada taru premana yang pada saat sekarang
banyak dikembangkan berbagai jenis tanaman (termasuk rempah-rempah dan herbal)
sebagai bahan pengobatan. Keragaman budaya Indonesia memberikan keragaman
peninggalan budaya pemanfaatan herbal dan rempah-rempah. Selanjutnya, herbal dan
rempah-rempah mulai banyak digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring) untuk
makanan dan minuman. Berjalan dengan waktu, herbal dan rempah-rempah bukan saja
digunakan untuk meningkatkan citarasa, namun juga digunakan sebagai bahan untuk
menunda atau mencegah ketengikan dan kerusakan makanan. Rempah-rempah dapat
mempengaruhi aroma, warna dan rasa makanan dan kadang-kadang dapat menutupi
aroma yang tidak dikehendaki. Senyawa volatil memberi aroma dan oleoresin
mempengaruhi rasa makanan. Pengetahuan ini mendorong penggunaan rempah-
rempah di berbagai macam pengolahan makanan.
Rempah-rempah dan herbal dimanfaatkan daunnya (segar atau kering), batang, kulit
maupun umbi (rimpang) sebagai penyedap makanan dan minuman. Selain itu bumbu-
bumbuan herbal juga dikenal mempunyai nilai nutrisi, antioksidan, anti-mikrobia dan
sebagai obat-obatan. Karena potensinya tersebut, daun-daunan herbal sering
digunakan sebagai garnis pada berbagai jenis makanan. Minyak atsiri yang diekstrak
dari batang, daun dan bunga dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, parfum dan
pengharum toilet. Minyak tersebut juga dapat digunakan sebagai penyedap berbagai
jenis minuman dan sebagai bahan farmasi.
Seperti yang tercatat di berbagai literatur, rempah herbal sudah digunakan sebagai
bahan balsam semenjak jaman Romawi dan Mesir kuno. Sampai sekarangpun daerah
Mediterania, seperti Jerman, Prancis dan juga USA merupakan produsen utama herbal
berkualitas tinggi. Curly parsley, chives dan dill banyak diproduksi di Jerman. Di USA
sudah banyak ditanam herbal berkualitas tinggi seperti parsley, tarragon, oregano dan
basil. Mesir dan Maroko banyak memproduksi parsley, chives dan dill. Negara-negara
Eropa Timur, seperti Polandia, Hungaria dan Negara bekas Yugoslavia juga
memproduksi herbal, namun dengan daerah tanam yang terbatas.
Amerika dan Eropah merupakan pasar rempah-rempah dan herbal terbesar dunia.
Oregano salah satu jenis herbal yang paling banyak dikonsumsi di USA dan Eropah,
diikuti oleh basil, bay leaf, parsley, thyme dan chives. Herbal seperti mint, rosemary,
savory, sage dan marjoram hanya dikonsumsi dalam jumlah terbatas yang tersebar di
berbagai pasar. Konsumsi berbagai jenis herbal dipengaruhi oleh kebiasaan lokal suatu
daerah mengkonsumsi makanan. Marjoram banyak dijual di Jerman, sementara sage
popular di USA namun di Eropa kurang diminati. Turki merupakan Negara pengekspor
bay leaf dan oregano, Mesir pengekspor terbesar basil, marjoram dan mint, dan Spanyol
pengekspor terbesar herbal jenis thyme dan rosemary. Daun herbal dapat digunakan
dalam bentuk segar maupun kering, atau dalam bentuk ekstrak seperti minyak dan
oleoresin. Secara tradisional herbal dipasarkan dalam keadaan produk kering.
Walaupun perdagangan herbal masih didominasi produk dalam bentuk kering, namun
herbal dalam bentuk beku dan segar dapat ditemukan di berbagai pasar.
Berbagai cara yang berbeda digunakan untuk mengeringkan herbal dan rempah-
rempah. Cara tradisional, seperti pengeringan dengan sinar matahari baik secara
langsung maupun tidak langsung masih banyak dilakukan. Karena pengeringan secara
alami di bawah matahari sering terjadi penurunan kualitas karena adanya kontaminasi
selama pengeringan, maka penggunaan pengering buatan dengan menggunakan
sirkulasi udara panas di dalam ruang pengering menjadi alternatif pengering yang
banyak digunakan. Pengeringan beku (freeze drying) dengan vakum merupakan metode
Sampai saat ini, rempah-rempah dan herbal organik mendapat tempat di pasaran.
Konsumen terbesar dari rempah-rempah dan herbal organik adalah Amerika, Eropah
dan Jepang yang juga Negara yang mengkonsumsi herbal terbanyak. Perkembangan
produk organik terus meningkat dari tahun ke tahun. Konsumen lebih menyukai produk
yang tidak terkontaminasi pestisida dan bahan kimia lainnya. Dengan demikian,
produksi atau budidaya herbal organik sangat potensial dikembangkan untuk
memperoleh harga yang baik (premium price) di pasar internasional dan memperbaiki
kualitas dan penampilan produk herbal tanpa residu pestisida atau bahan kimia.
Ekstrak herbal atau rempah-rempah, seperti minyak atsiri dan oleoresin, dapat diperoleh
dengan menggunakan cara distilasi uap, ekstraksi karbondioksida superkritis dan
ekstraksi pelarut menggunakan pelarut organik titik didih rendah (low-boiling organik
solvents). Dari berbagai metode yang berbeda tersebut, ekstraksi menggunakan gas
karbondioksida terkompresi atau cairan superkritis merupakan cara yang paling efektif
dan sekarang ini digunakan pada skala komersial. Distilasi uap yang digunakan untuk
ekstraksi masih dapat merusak komponen-komponen penting minyak atsiri karena
penggunaan suhu yang tinggi, sementara penggunaan pelarut organik akan
meninggalkan residu pelarut di dalam ekstrak herbal. Di dalam proses ekstraksi
karbondioksida superkritis, biaya proses rendah, ekstrak akan bebas dari residu pelarut,
dan tidak terjadi kerusakan komponen bioaktif yang penting. Beberapa senyawa aroma
alami yang secara komersial diproduksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Nilai Nutrisi
Sebagian besar herbal dan rempah-rempah kaya dengan sumber protein, vitamin
(khususnya vitamin A, C dan B) dan mineral seperti kalsium, fosfor, natrium, kalium dan
besi. Buah lada merah mengandung gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa,
karoten, dan vitamin C (Navarro et al., 2006). Parsley kaya vitamin A dan K, sementara
ketumbar (coriander) kaya dengan vitamin C dan A.
Nilai nutrisi yang terkandung di dalam rempah-rempah dan herbal tidak berpengaruh
apabila bahan tersebut digunakan sebagai penyedap makanan atau minuman.
Umumnya penggunaan rempah dan herbal pada makanan sebagai penyedap
proporsinya kecil, sehingga sumbangan nutrisi secara keseluruhan sangat kecil. Nilai
nutrisi rempah dan herbal akan memberikan sumbanyan yang nyata apabila bahan
tersebut dipersiapkan untuk produk selain makanan, seperti jamu-jamuan dan produk
ekstrak lainnya yang langsung dikonsumsi.
Banyak herbal dan rempah-rempah diketahui sebagai sumber antioksidan alami, dan
konsumsi herbal dalam makanan berkontribusi pada asupan antioksidan sehari-hari.
Senyawa fenolik merupakan antioksidan utama terkandung di dalam herbal dan
rempah-rempah (Gambar 1). Dari hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan yang linear antara kandungan fenol dan sifat antioksidan dari herbal dan
rempah-rempah tersebut. Peran buah-buah, sayuran dan anggur merah untuk
mencegah penyakit diperlihatkan oleh aktivitas antioksidan dari senyawa polifenol yang
terkandung di dalamnya, seperti vitamin C, vitamin E, dan senyawa karotenoid (Rice-
Evans et al., 1997). Lebih lanjut dinyatakan bahwa banyak senyawa polifenolik yang
berasal dari tanaman mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih efektif (secara in vitro)
dibandingkan dengan vitamin C atau E, sehingga dapat berkontribusi nyata untuk fungsi
proteksi secara in vivo.
Minyak atsiri, oleoresin dan bahkan ekstrak air dari rempah-rempah mempunyai sifat
antioksidan. Tanaman dari family Lamiaceae secara universal merupakan sumber
Sifat Antimikrobia
Herbal dan rempah-rempah juga dapat mempunyai sifat antimikrobia. Minyak atsirinya
dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikrobia di dalam makanan dan
dapat digunakan sebagai pendekatan alternatif bahan tambahan makanan. Beberapa
minyak atsiri dari rempah-rempah (secara individu maupun kombinasi) mempunyai
aktivitas yang tinggi untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk.
Dengan melakukan fraksinasi terhadap minyak atsiri tersebut dapat diperoleh senyawa
dengan aktivitas antimikrobia yang lebih tinggi. Senyawa yang difraksinasi maupun
diisolasi dari minyak atsiri mempunyai aktivitas antimikrobia yang lebih tinggi
dibandingkan minyak atsirinya. Misalnya, seperti campuran senyawa carvacrol dan
thymol pada proporsi yang berbeda dapat menekan total penghambatan dari
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Penghambatan tersebut
disebabkan oleh kerusakan integritas membran sel, yang selanjutnya mempengaruhi pH
dan keseimbangan ion-ion organik di dalam sitoplasma (Ravindran dan Pillai, 2004).
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa allicin dapat dengan mudah masuk ke dalam
sitoplasma sel darah merah. Bilayer lipida tidak merupakan hambatan untuk penetrasi
allicin ke dalam sitoplasma dan difusinya melalui bilayer lipida tidak mengakibatkan
rusaknya membran. Temuan ini memunculkan kemungkinan bahwa di dalam sistem
biologis allicin dapat melakukan penetrasi secara cepat ke dalam bagian-bagian sel
yang berbeda dan menimbulkan efek biologis (Miron et al., 2000). Dari pengetahuan
mengenai mode of action tersebut membantu ekstrak rempah-rempah dimanfaatkan dan
diterapkan pada makanan. Alicin, yang merupakan senyawa aktif dari homogenate
hancuran bawang putih, mempunyai berbagai aktivitas antimikrobia (Ankri dan
Mirelman, 1999). Alicin murni memperlihatkan: 1) aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Gram-positip dan Gram-negatif termasuk strain enterotoksigenik Escherichia coli, 2)
aktivitas antijamur, terutama terhadap Candida albicans, 3) aktivitas antiparasit,
Rempah herbal mempunyai sifat repelen atau penolakan terhadap beberapa jenis
serangga. Kemampuan repelen diperlihatkan terhadap hama gudang dari biji-bijian dan
kacang-kacangan. Rempah herbal juga dapat digunakan sebagai repelen nyamuk.
Ekstrak sereh mempunyai kemampuan sebagai repelen beberapa serangga, seperti
nyamuk, lalat dan kecoak. Minyak atsiri yang diekstrak dari daun sereh mempunyai
efikasi yang lebih baik terhadap ulat bulu dibandingkan dengan minyak atsiri yang
diekstrak dari cengkeh, jahe dan pala (Sumiarta dan Sudiarta, 2011), walaupun semua
minyak atsiri yang dicoba dapat membunuh ulat bulu pada konsentrasi yang tinggi
(10%). Minyak atsiri sereh dapur pada konsentrasi 1% dapat membunuh ulat bulu
sebanyak 98%, dan pada konsentrasi 0,5% dapat membunuh ulat bulu sebanyak 90%.
Minyak atsiri basil dan alkaloid piperidine yang diekstrak dari lada juga dapat digunakan
sebagai repelen nyamuk.
Kasiat Obat-obatan
Penggunaan obat herbal merupakan tradisi lama yang dilanjutkan sampai saat ini dalam
pengobatan modern dan terus menunjukkan peningkatan apresiasi masyarakat dunia.
Di Asia, pengobatan semacam ini meliputi obat tradisional Cina, obat Jepang-Cina
(kampo), obat Korea-Cina, obat tradisional Indonesia (jamu), dan obat tradisional India
(ayurweda). Di Eropah ditemukan fitoterapi dalam pengobatan dan di Amerika dikenal
sebagai pengobatan alternatif. Gabungan pengobatan alternatif dan pengobatan
konvensional disebut dengan integrative medicine. Penggunaan obat herbal banyak
menarik perhatian masyarakat yang berpendidikan maupun professional kesehatan,
namun masih ada hal yang membingungkan mengenai identifikasi, efikasi, dosis
pengobatan, toksisitas, standarisasi dan regulasi berhubungan dengan produk herbal.
Sudah banyak penelitian dalam ruang lingkup penggunaan bahan herbal sebagai
pengobatan tradisional, dan juga pendekatan yang baik untuk mengembangkan obat-
obatan baru serta perbaikan perencanaan kesehatan (Gupta, 2010).
Secara tradisional, sejak lama herbal dan rempah-rempah digunakan sebagai obat.
Jamu-jamuan banyak dibuat dari ekstrak herbal maupun rempah-rempah dan beberapa
bubuk rempah dapat digunakan untuk pengobatan penyakit ringan. Demikian pula
Hasil studi mengenai kandungan metabolit di dalam lada atau merica menunjukkan
bahwa lada atau merica merupakan ingredient yang banyak digunakan di dalam
makanan yang dapat meningkatkan citarasa makanan. Selain itu, di dalam lada dan
merica terkandung beragam metabolit yang mempunyai aktivitas antioksidan,
hypoglikemik, immunogenic, antihypertensive, antikolesterol, antiimplammatory, dan
antimutagenik (Kwon et al., 2007; Menichini et al., 2009).
Daftar Pustaka
Berger, R.G. 2009. Biotechnology of citarasa – the next generation. Biotechnol. Lett. 31:
1651-1659.
Gupta, V.K. 2010. Comprehensive Bioactive Natural Products, Volume 3 : Efficacy,
Safety and Clinical Evaluation II. Texas, USA: Global Media, p 134.
Joe, B., Vijaykumar, M. dan Lokesh, B.R. 2004. Biological properties of curcumin:
celluler and moleculer mechanisms of action. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 44: 97-111.
Kwon, Y.I. , Apostolidis, E. and Shetty, K. (2007) Evaluation of pepper (Capsicum
annuum) for management of diabetes and hypertension. Journal of Food
Biochemistry 31, 370-385.
Menichini, F., Tundis, R., Bonesi, M., Loizzo, M.R., Conforti, F., Statti, G., De Cindio, B.,
Houghton, P.J. and Menichini, F. (2009) The influence of fruit ripening on the
phytochemical content and biological activity of Capsicum chinense Jacq. Cv
Habanero. Food Chemistry 114, 553-560.
Pendahuluan
Senyawa aroma adalah senyawa kimia yang memiliki aroma atau bau. Sebuah senyawa
kimia memiliki aroma atau bau ketika dua kondisi terpenuhi yaitu (1) senyawa tersebut
bersifat volatil, sehingga mudah mencapai sistem penciuman di bagian atas hidung, dan
(2) perlu konsentrasi yang cukup untuk dapat berinteraksi dengan satu atau lebih
reseptor penciuman. Senyawa aroma dapat ditemukan dalam makanan, anggur,
rempah-rempah, parfum, minyak wangi, dan minyak esensial. Disamping itu senyawa
aroma memainkan peran penting dalam produksi penyedap, yang digunakan di industri
jasa makanan, untuk meningkatkan rasa dan umumnya meningkatkan daya tarik produk
makanan tersebut. Senyawa aroma lebih berperan dalam memberikan aroma pada
produk terutama digunakan untuk pengharum ruangan, pembersih, kosmetik.
Senyawa citarasa adalah senyawa yang dapat memberikan citarasa tertentu pada saat
dicampur dengan bahan pangan ataupun tanpa dicampur. Senyawa citarasa biasa juga
disebut senyawa flavor. Penggunaan senyawa citarasa lebih banyak ditujukan untuk
meningkatkan kesukaan pada produk makanan. Meskipun penggunaan senyawa aroma
dan citarasa berbeda penekanannya namun sifat-sifatnya dan cara ekstraksi dari
sumbernya mempunyai kesamaan. Sumber sebagian besar senyawa aroma dan
citarasa adalah minyak atsiri.
Citarasa
Salah satu faktor yang menentukan kualitas makanan adalah kandungan senyawa
citarasa. Senyawa citarasa merupakan senyawa yang menyebabkan timbulnya sensasi
rasa (manis, pahit, masam, asin), trigeminal (astringent, dingin, panas) dan aroma
setelah mengkonsumsi senyawa tersebut (Fisher dan Scott, 1997). Pada makanan atau
minuman yang tidak atau sedikit mempunyai citarasa sering ditambahkan senyawa
citarasa tertentu, untuk meningkatkan kualitas rasa dan aromanya. Senyawa citarasa
Definisi citarasa tergantung pada sudut pandang pendefinisinya, yaitu yang pertama,
citarasa adalah persepsi biologis seperti sensasi yang dihasilkan oleh materi yang
masuk ke mulut, dan yang kedua, citarasa adalah karakter/sifat bahan yang
menghasilkan sensasi. Citarasa terutama dirasakan oleh reseptor aroma dalam hidung
dan reseptor rasa dalam mulut (Fisher dan Scott, 1997).
Senyawa citarasa merupakan senyawa atau campuran senyawa kimia yang dapat
mempengaruhi indera tubuh, misalnya lidah sebagai indera pengecap. Pada dasarnya
lidah hanya mampu mengecap empat jenis rasa: yaitu pahit, asam, asin dan manis.
Selain itu citarasa dapat membangkitkan rasa lewat aroma yang disebarkan, lebih dari
sekedar rasa pahit, asin, asam dan manis. Lewat pencitarasa atau proses pemberian
aroma pada suatu produk pangan, lidah dapat mengecap rasa lain sesuai aroma yang
diberikan. Semua citarasa tidak tersedia dengan sendirinya, tetapi melewati proses yang
rumit, diantaranya proses distilasi. Sejalan dengan semakin canggihnya teknologi,
industri citarasa kini mampu menciptakan dan menghasilkan produk yang kisarannya
mulai dari 100% alami sampai 100% sintetis (AFFI, 2007a).
Penggunaan produk industri citarasa hanya sedikit sekali dalam produk- produk pangan
dan non pangan, meskipun demikian citarasa tersebut besar peranannya dalam
menentukan kualitas hasil akhir yang digunakan masyarakat sehari-hari. Mie instant, es
krim dan berbagai jenis makanan, kualitasnya banyak dipengaruhi produk citarasa.
Produk citarasa pada dasarnya hanya merupakan bahan baku, dan bukan produk akhir,
oleh karena itu sering luput dari perhatian masyarakat. Peran produk citarasa cukup
besar dalam menentukan minat beli konsumen, sehingga citarasa banyak digunakan
untuk menghasilkan berbagai produk dibidang industri makanan, minuman, farmasi dan
kesehatan (AFFI, 2007b).
Citarasa diklasifikasikan menjadi tiga yaitu sensasi rasa (taste), trigeminal dan aroma
(odour). Sensasi rasa dibagi menjadi empat yaitu asin, manis, masam dan pahit, sensasi
trigeminal dideskripsikan sebagai astrigent, pedas dan dingin. Sensasi rasa dan
trigeminal kebanyakan dihasilkan oleh bahan non volatil, polar dan larut dalam air,
sedangkan sensasi aroma dihasilkan oleh senyawa volatil. Selain itu citarasa
Industri citarasa dimulai pada akhir abad ke-19 dan meningkat selama awal abad ke-20
dengan meningkatnya riset mengenai isolasi dan identifikasi senyawa mayor dalam
minyak atsiri. Sumber utama bahan baku industri citarasa adalah minyak atsiri hasil
distilasi dan ekstraksi tanaman (Wright, 2002). Selanjutnya dinyatakan bahwa senyawa
citarasa dapat berbentuk padat maupun cairan dan dibagi menjadi beberapa tipe yaitu:
(1) Water-soluble liquid flavours, merupakan tipe citarasa yang paling umum. Dibuat
dengan cara melarutkan senyawa citarasa dan senyawa alami dalam pelarut
sederhana seperti propilenglikol, triasetin atau alkohol dengan penambahan air bila
diperlukan.
(2) Clear water-soluble liquid flavours, banyak digunakan untuk citarasa cola yang
menginginkan produk akhir nampak jernih.
(3) Oil-soluble liquid flavours, digunakan bila produk akhir adalah minyak atau lemak
dan tidak mentolelir adanya air. Pelarut yang dapat digunakan adalah minyak nabati
alami atau sintetis (medium-chain triglyceride), benzil benzoat trietil sitrat dan minyak
atsiri seperti minyak lemon.
(4) Emulsion-based flavours, seperti minyak jeruk yang sering digunakan untuk
memberikan kekeruhan (cloud) pada minuman
(5) Dispersed flavours, merupakan tipe umum, murah dan menyenangkan karena
disajikan dalam bentuk bubuk tetapi memiliki umur simpan pendek. Bila semua
(6) Spray-dried flavours, dihasilkan dengan membuat emulsi dalam larutan gum
kemudian dikeringkan dengan metode spray drying untuk menghasilkan bubuk.
Produk yang dihasilkan mempunyai citarasa yang kuat dan stabil.
Minyak Atsiri
Minyak atsiri atau minyak eteris (essential oil, volatil oil, etherial oil) adalah minyak
mudah menguap yang diperoleh dari tanaman dan merupakan campuran dari senyawa–
senyawa volatil yang dapat diperoleh dengan distilasi, pengepresan ataupun ekstraksi.
Minyak atsiri mempunyai sifat fisik dan kimia yang sangat berbeda dengan minyak
pangan (Ketaren, 1987; Boelens, 1997; Baser, 1999). Penghasil minyak atsiri berasal
dari berbagai spesies tanaman yang sangat luas dan digunakan karena bernilai sebagai
citarasa dalam makanan dan minuman serta parfum dalam produk industri, obat-obatan
dan kosmetik. Minyak atsiri tanaman diperoleh dari tanaman beraroma yang tersebar di
seluruh dunia (Simon, 1990). Dari 350.000 spesies tanaman yang ada, sekitar 17.500
(5%) spesies adalah tanaman penghasil senyawa beraroma dan sekitar 300 spesies
tanaman digunakan untuk memproduksi minyak atsiri untuk industri makanan, citarasa
dan parfum (Boelens, 1997).
Hampir semua tanaman berbau mengandung minyak atsiri. Tergantung pada tipe
tanaman, beberapa bagian tanaman dapat digunakan sebagai sumber minyak atsiri
misalnya buah, biji, bunga, daun, batang, akar, kulit kayu atau kayunya. Bahan baku
yang digunakan dalam pengolahan minyak atsiri dapat segar, setengah kering atau
kering, untuk bunga harus dalam bentuk segar. Beberapa metode digunakan untuk
mengisolasi minyak atsiri dari sumbernya (Sonwa, 2000).
Menurut Reineccius (1999) minyak atsiri terdiri atas campuran kompleks senyawa
organik yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Terpen yaitu senyawa hidrokarbon yang dibangun oleh dua atau lebih unit isopren
(C5, n =1). Jika n = 2 maka hidrokarbon tersebut dikenal dengan monoterpen, jika n =
3 disebut seskuiterpen dan jika n = 4 disebut diterpen, juga dikenal triterpen (C30)
dan tetraterpen (C40). Meskipun jumlahnya signifikan dalam minyak atsiri tetapi
terpen hanya memiliki nilai citarasa yang kecil, bila dibandingkan dengan
oxygenated derivates.
(3) Senyawa aromatik dengan gugus fungsi yang bervariasi (alkohol, asam, ester,
aldehid, keton, fenol).
(4) Senyawa yang mengandung nitrogen atau sulfur. Senyawa ini tidak terdapat pada
kebanyakan minyak atsiri, biasanya terdapat pada tanaman yang mengandung
bahan albuminous diantaranya indol dan skatol.
Beberapa contoh senyawa dalam minyak atsiri dari berbagai sumber tanaman disajikan
pada Tabel 3 dan beberapa rumus bangunnya disajikan pada Gambar 2.
Golongan terpenoid merupakan senyawa yang paling banyak ditemukan pada minyak
atsiri. Terpenoid terbentuk oleh beberapa unit isopren yang berasal dari asetil Koenzim
A (KoA) dengan reaksi biosintesis melalui jalur asam mevalonat. Dua asetil KoA
membentuk asetoasetil KoA melalui reaksi Kondensasi Claisen. Asam asetoasetil KoA
yang terbentuk bergabung dengan asetil KoA membentuk glutarat KoA melalui reaksi
kondensasi aldol. Setelah glutarat KoA terbentuk terjadi pembentukan asam mevalonat
melalui reaksi hidrolisis dan reduksi. Enzim ortofosforilase mengkatalisis pembentukan
3,5-diortopirofosfomevalonat melalui reaksi fosforilasi, kemudian mengalami
dekarboksilasi dan defosforilasi membentuk isopentenil pirofosfat (IPP). IPP mengalami
isomerisasi menjadi dimetilalil pirofosfat (DMAPP). IPP adalah unit isoprena aktif yang
dapat bergabung secara kepala ke ekor (head to tail) dengan DMAPP membentuk
geranil pirofosfat (GPP) yang merupakan senyawa intermediet untuk monoterpen.
Proses tersebut dapat terus berlangsung dengan penambahan IPP terhadap GPP
dengan katalis enzim menghasilkan farnesil pirofosfat (FDP) yang merupakan senyawa
intermediet untuk seskuiterpen, begitu pula untuk pembentukan geranil-geranil pirofosfat
(GGPP) yang merupa kan senyawa intermediet untuk diterpen. Reaksi biosintesis
pembentukan terpenoid disajikan pada Gambar 2 (Kesselmeier dan Staudt, 1999).
Terpen yang telah terbentuk dapat mengalami perubahan akibat peristiwa reduksi,
oksidasi, esterifikasi dan siklisasi.
Eugenol Kariofilen
Minyak atsiri dibentuk dalam sitoplasma dan secara normal berbentuk butiran kecil
diantara sel dan bersifat volatil dan beraroma, tidak berwarna atau agak kuning dan
agak larut dalam air dan etanol (Sonwa, 2000). Guenther (1987) menyatakan bahwa
minyak atsiri yang kompleks dibentuk dari hasil ekskresi atau sekresi akibat proses
metabolisme tanaman. Selanjutnya dinyatakan bahwa vakuola dalam jaringan
tanaman berisi butiran-butiran minyak yang sulit dibedakan dari minyak atau lemak
pangan. Minyak tersebut dapat diselidiki dengan pewarnaan sudan dan asam osmat
dan perbedaannya dengan minyak pangan adalah minyak atsiri lebih aktif
membentuk warna dengan sudan. Sekresi minyak tampak di dalam kelompok sel
yang berbeda yaitu pada kelenjar eksternal dan internal. Kelenjar eksternal
merupakan sel-sel epidermis atau modifikasi dari sel epidermis, misalnya rambut-
rambut ekskresi. Hasil sekresi biasanya ditimbun di luar sel yang terletak diantara
kutikula dan dinding sel bagian luar. Kutikula adalah kulit tipis yang membungkus
produk yang dihaslkan dan mudah robek sehingga menghasilkan bau yang khas.
Kelenjar internal terdapat di seluruh bagian tanaman, dibentuk oleh endapan minyak
Minyak atsiri dalam tanaman dikategorikan sebagai superficial oil dan subcutaneous
oil. Superficial oil dapat dilepaskan dengan mudah dari tanaman dengan menggosok
permukaan daun secara hati-hati dan biasa ditemukan pada tanaman dari famili
Labiate, Verbenaceae dan Geraniceae. Subcutaneous oil terkandung dalam sel
minyak, secretory cavities, osmophors, schizogenous, biasa ditemukan pada famili
Myrtaceae, Umbellifereae dan Gramineae. Minyak atisri yang tergolong
subcutaneous oil lebih sulit dilepaskan dari tanaman dibanding superficial oil dan
dapat dilepaskan dari tanaman dengan merusak jaringan sel. Pada tanaman,
kadang-kadang minyak atsiri terikat dengan gula dalam bentuk glikosida sehingga
untuk melepaskannya perlu proses hidrolisis (Baser, 1999).
Bahan baku minyak atsiri sebelum diekstrak dengan metode tertentu perlu mendapat
perlakuan pendahuluan tergantung dari bahannya. Perlakuan pendahuluan
diantaranya curing dan preparasi bahan (pengecilan ukuran).
a. Curing
Perubahan yang terjadi selama curing pada beberapa bahan dijelaskan sebagai
berikut:
Perubahan warna daun selama curing kemungkinan disebabkan oleh dua hal
yaitu (1) proses oksidasi yang melibatkan enzim lipoksigenase, peroksidase dan
oksidase (Gross, 1991) dan (2) proses hidrolisis yang melibatkan enzim
klorofilase (Von Elbe and Schwartz, 1996) dan enzim magnesium deketalase
(Gross, 1991). Beberapa enzim yang terlibat dalam tahapan degradasi klorofil
yaitu tahap hidrolisis klorofil, pemindahan magnesium, modifikasi struktur cincin
tetrapirol dan akhirnya memecah cincin makrosiklik. Selain klorofilase dan
magnesium deketalase tidak ada enzim lain yang memiliki fungsi spesifik yang
berkaitan dengan metabolisme klorofil. Klorofilase mengkatalisis proses
hidrolisis ikatan ester antara residu 7-asam propionat pada cincin D dari sistem
makrosiklik cincin dan fitol, dalam klorofil dan feofitin. Magnesium deketalase
adalah enzim yang bertanggungjawab pada pemindahan ion Mg sentral. Hal ini
digambarkan dalam bermacam sistem dan menunjukkan pemindahan
magnesium dari klorofil dan klorofilid, tidak jelas mana langkah yang pertama
(Schoch dan Vielwerth, 1983 dalam Gross, 1991). Pemucatan klorofil terjadi
Penurunan berat daun tembakau yang dicuring akibat kehilangan air berkisar
antara 60 sampai 80 % tergantung pada kondisi curing. Sebanyak 50% protein
dalam daun tembakau mengalami pemecahan selama curing menjadi asam
amino selanjutnya dipecah menjadi amonia. Pati diubah menjadi dekstrin dan
maltosa dan akhirnya monosakarida oleh enzim α-amilase. Sampai akhir curing,
kadar pati yang tersisa sebesar 3%. Perubahan asam organik selama curing
tembakau diantaranya asam sitrat dan asam malat meningkat tajam sedangkan
asam oksalat relatif stabil (Abubakar, 2003).
Curing merupakan salah satu proses dalam pengolahan vanili. Pada curing
vanili, terdapat 4 tahap (Gambar 4), yaitu: (1) Killing yaitu penghentian
pertumbuhan dan pemecahan struktur sel dari vanila melalui reaksi enzimatik,
(2) Sweating yaitu perubahan warna, pembentukan citarasa dengan pemecahan
karbohidrat dan asam organik serta pembentukan ester, eter dan resin (3)
Drying yaitu pengurangan kadar air sampai batas tertentu dengan jalan
penguapan tanpa merusak jaringan aslinya dan (4) Conditioning yaitu tahap
terjadinya reaksi kimia dan biokimia seperti esterifikasi, eterifikasi, degradasi
oksidatif, menghasilkan senyawa minyak atsiri yang menambah kualitas
citarasa. Perubahan citarasa dan komposisi kimia pada curing vanili disebabkan
terjadinya reaksi hidrolisis, oksidasi, eterifikasi atau esterifikasi (Ranadive,
1994).
Perubahan yang terjadi selama curing bahan penghasil minyak atsiri antara lain
perubahan kadar air, perubahan jenis dan kadar senyawa citarasa.
CH3 CH3
H3C CH3
CH3
CH3
HO
klorofil CH3 klorofilid
CH3 CH3 CH3 CH3
CH3
O
CH3 CH3 CH3 CH3 HO
CH3
feofitin feoforbid
Gambar 4. Proses degradasi klorofil (Von Elbe and Schwartz,1996).
O O
C C
H H
β - Glukosidase
(Curing)
OCH3 OCH3
O OH
Glu
Glukovanilin Vanilin
OH
isomerisasi
OH
Geraniol Linalool
Gambar 6. Reaksi isomerisasi geraniol dan linalool (Guenther,1987)
O
O
.
OH
OH
H
asam nonanoat
I
O
O
CO2 H2O OH
+ +
H
O OH
Hasil penelitian Combrink et al. (2006) pada pengeringan alami tanaman Lippia
scaberrima Sond. selama 4 hari, menunjukkan terjadi peningkatan persentase
relatif senyawa utama terpen yaitu limonen dan carvon, tetapi terjadi penurunan
persentase relatif humulen dan kariofilen. Peningkatan persentase relatif
limonen dan carvon disebabkan terjadinya reaksi kimia dan enzimatik selama
pengeringan sehingga senyawa terpen yang semula terdapat dalam bentuk
glikosida dapat dibebaskan. Penurunan persentase relatif humulen dan
kariofilen selama pengeringan diakibatkan terjadinya kerusakan glandular
trichomes sehingga senyawa tersebut menguap. Kerusakan glandular trichomes
dapat dibuktikan dengan pengamatan menggunakan Scanning Electron
Microscopy (SEM).
Penurunan berat. Penurunan berat daun salam selama proses curing terjadi
karena masih berlangsungnya proses metabolisme daun antara lain respirasi
dan penguapan air dan komponen volatil dari dalam daun. Penurunan berat
selama 2 dan 4 hari curing berturut-turut sebesar 24,4 dan 51,70 %.
Komposisi kimia dan ekstrak flavour daun salam hasil curing. Komposisi
kimia daun salam hasil curing dipengaruhi oleh perlakuan curing, menunjukkan
penurunan pada semua variabel (Tabel 5). Penurunan kadar pati dan gula
reduksi selama curing berkaitan dengan masih berlangsungnya proses
Ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan pada proses curing daun
salam menunjukkan komposisi yang berbeda, tetapi secara organoleptik ekstrak
hasil curing 2 hari dan tanpa curing menunjukkan kesukaan aroma yang sama..
Komposisi ekstrak citarasa daun salam hasil curing disajikan pada Tabel 6.
b. Preparasi Bahan
Preparasi bahan dilakukan untuk mempermudah proses keluarnya minyak atsiri dari
bahan. Dalam tanaman, minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau pada
bulu-bulu kelenjar dan dalam proses separasi dapat dikeluarkan melalui proses
difusi. Proses difusi berlangsung sangat lambat dan dapat dipercepat dengan
pengecilan ukuran bahan sebelum diproses. Pengecil-an ukuran bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara tergantung pada jenis bahan, misalnya pemukulan
Ada beberapa cara separasi minyak atsiri dan sangat menentukan jumlah dan jenis
senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri yang dihasilkan. Metode yang biasa
digunakan untuk separasi minyak atsiri antara lain distilasi air, distilasi uap-air dan
distilasi uap (Sastrohamidjojo, 2004). Guenter (1987) menyatakan bahwa beberapa
metode untuk memperoleh minyak atsiri adalah distilasi (dengan air, uap), ekstraksi
(dengan lemak dingin = enfleurasi, dengan lemak panas = maserasi dan dengan
pelarut mudah menguap). Disamping itu metode yang akhir-akhir ini dikembangkan
adalah ekstraksi cairan superkritis CO2 (supercritical fluid extraction = SFE). Metode
ini memerlukan investasi yang sangat besar sehingga hanya diterapkan pada bahan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Ojha et al., 1995). Enfleurasi dan maserasi
jarang dilakukan karena memerlukan waktu lama dan hanya cocok untuk tanaman
tertentu misalnya bunga yang membentuk minyak setelah dipetik seperti melati.
Selain itu, proses ini sering menghasilkan produk yang masih mengandung lemak
sehingga mudah tengik. Distilasi dan ekstraksi dengan pelarut mudah menguap atau
kombinasi keduanya merupakan metode yang paling umum digunakan (Guenter,
1987). Metode yang banyak digunakan dalam isolasi senyawa citarasa adalah
distilasi-ekstraksi simultan (simultaneous distillation-extraction) karena mempunyai
kelebihan dalam mengekstrak senyawa citarasa dibanding metode isolasi yang lain
(Parliament, 1997).
Hasil penelitian metode separasi pada bahan baku citarasa menunjukkan bahwa
komposisi dan karakter ekstrak citarasa yang dihasilkan tergantung pada metode
separasi dan kondisi proses yang dilakukan, diantaranya pada daun jeruk purut
(Wijaya, 1995), daun dan bunga L. angustifolia Miller (Yusufoglu et al., 2004),
minyak daun rosemary (Boutekedjiret, Belabbes, Bentahar, Bessière dan Rezzoug,
2004), buah X. purpurascens Lallem (Ozek et al., 2006a), buah P. turcica (Ozek et
al., 2006b).
Hasil penelitian Ozek et al. (2006a) menunjukkan bahwa senyawa utama minyak
buah X. purpurascens Lallem yang diperoleh dari metode hidrodistilasi (HD) dan
mikrodistilasi (MD) agak mirip, yaitu sebagian besar terdiri atas monoterpen, seperti
α-felandren ( 32% dan 27%), β-felandren (22,8% dan 19,8%), limonen ( 5,3% dan
4,5%), p-simen ( 3,7% dan 2,8%) dan α-pinen (3,2% dan 2%). Senyawa yang
diperoleh dari metode microsteam distillation - solid phase microextraction (MSD-
SPME) berbeda dengan metode HD dan MD yaitu terdiri atas γ-elemen ( 5,3%),
elemen ( 2,66%), geranil asetat ( 2,76%) dan spatulenol ( 1,71%) ditemukan dalam
jumlah lebih tinggi. Minyak atsiri hasil separasi dengan metode HD, MD dan MSD-
SPME berturut-turut mengekstrak seskuiterpen sebanyak 13, 22 dan 28%.
Minyak atsiri dari buah P. turcica yang diperoleh dengan metode HD mengandung
senyawa utama α-humulen (11,0%), germakren (10,6%), naftalen (8,5%), terpinolen
(7,9%) dan bornil asetat (6,9%). Metode MD menghasilkan minyak atsiri dengan
kandungan utama p-simen (12,7%), terpinolen (11,2%), α-pinen (9,9%), naftalen
(7,9%), γ-terpinen (7,3%), α-humulen (7,9%) dan germakren (6,2%). Minyak atsiri
yang dihasilkan dengan metode MSD-SPME, mempunyai senyawa dominan yaitu
germakren (9,2%), naftalen (8,7%), bornil asetat (8,2%), α-humulen (7,1%) dan γ-
elemen (6,7%) (Ozek, 2006b).
Minyak rosemary diisolasi dengan tiga metode yang berbeda yaitu distilasi uap,
distilasi air dan controlled instantaneous decompression. Hasil analisis terhadap
Ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan dari beberapa metode separasi
menunjukkan perbedaan komposisi seperti yang disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8
menunjukkan penggolongan senyawa penyusun ekstrak citarasa daun salam.
Ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan dengan metode distilasi uap, distilasi air
dan distilasi-ekstraksi simultan sebagian besar terdiri atas senyawa alkanal terutama
cis-4-dekenal yaitu senyawa yang mempunyai aroma jeruk (Weast et al., 1985), dan
golongan terpen. Senyawa penyusun ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan dari
metode distilasi uap, distilasi air dan distilasi-ekstraksi simultan dapat digolongkan
menjadi golongan senyawa yang secara umum memberi kontribusi terhadap citarasa
ekstrak yaitu terpen dan non terpen. Golongan terpen terdiri atas monoterpen
hidrokarbon (β-osimen, β-mirsen), monoterpen teroksidasi (sitronelol, tujil alkohol),
seskuiterpen hidrokarbon (isokariofilen, trans-kariofilen, α-humulen, aromadendren, β-
Komparasi senyawa penyusun ekstrak citarasa daun salam. Hasil uji kesukaan
terhadap ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan dengan metode distilasi uap,
distilasi air dan distilasi-ekstraksi simultan ditentukan oleh senyawa yang menyusun
ekstrak tersebut. Persentase relatif senyawa penyusun ekstrak citarasa daun salam
dan sifat organoleptik ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan dari beberapa
metode separasi disajikan pada Gambar 10 dan 11.
30
senyawa penyusun / sifat organoleptik
25
20
15
10
5
0
Distilasi uap Disilasi air Simultan
Metode separasi
Kesukaan aroma
Gambar 11. Persentase relatif senyawa penyusun ekstrak citarasa daun salam
dan tingkat kesukaan ekstrak citarasa daun salam yang dihasilkan
dari beberapa metode separasi
d. Distilasi
Dua macam distilasi yang dikenal dalam industri minyak atsiri yaitu distilasi dengan
uap dan distilasi dengan air. Selama proses distilasi kemungkinan terjadi
dekomposisi senyawa linalil asetat seperti yang terjadi pada distilasi daun lavender
(Reverchon dan Porta, 1995). Distilasi uap dan distilasi air sampai saat ini masih
merupakan proses yang paling penting untuk mendapatkan minyak atsiri dari
tanaman (Sonwa, 2000).
Pada dasarnya ada dua sistem distilasi (Sastrohamidjojo, 2004; Guenther, 1987)
yaitu:
1. Distilasi suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling mencampur,
sehingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada
pemisahan minyak atsiri dan air. Distilasi dengan uap air sering disebut
hidrodistilasi, dilakukan dengan memanaskan bahan tanaman penghasil minyak
atsiri dengan air atau uap air.
2. Distilasi suatu cairan yang tercampur sempurna sehingga hanya membentuk
satu fasa. Pada keadaan ini pemisahan minyak atsiri menjadi beberapa
senyawanya disebut fraksinasi, bertujuan untuk memurnikan dan memisahkan
fraksi-fraksi minyak atsiri tanpa menggunakan uap air.
Sistem campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fasa. Pada temperatur
tertentu molekul-molekul cairan tersebut mempunyai energi tertentu dan bergerak
bebas secara tetap dengan kecepatan tertentu. Bila temperatur molekul naik dengan
cara dipanaskan maka tenaga gerak molekul akan bertambah. Molekul-molekul
selama bergerak akan saling bertumbukan. Di lapisan permukaan molekul-molekul
memiliki tendensi bergerak meninggalkan permukaan cairan masuk ke ruang di atas
cairan (molekul cairan berubah menjadi molekul uap). Molekul-molekul dalam
keadaan uap memiliki tenaga gerak lebih besar dibandingkan dalam keadaan cair.
Molekul-molekul uap selama bergerak juga saling bertumbukan dan kemungkinan
arah geraknya menuju kembali ke permukaan cairan. Pada suatu saat banyaknya
molekul yang lepas dari permukaan menjadi uap dan kembali ke fasa cairnya akan
sama jumlahnya (disebut pengembunan) sehingga tercapai keseimbangan dinamik.
Tekanan yang dihasilkan oleh uap pada distilasi minyak atsiri, merupakan hasil dari
benturan secara terus menerus antara molekul uap yang bergerak cepat pada
dinding pembatas uap tersebut. Besarnya tekanan yang terjadi sama dengan jumlah
tekanan yang ditimbulkan oleh satu molekul dikalikan dengan jumlah molekul yang
membentur dinding persatuan luas dalam satuan waktu tertentu dan tergantung
pada konsentrasi molekul atau konsentrasi uapnya. Pada distilasi minyak atsiri
dengan dengan sistem uap air atau air mendidih (hydrodistillation), tekanan dalam
ruang uap akan tetap konstan, karena uap berhubungan dengan atmosfer atau
ditentukan oleh alat kontrol yang dapat menaikkan dan menurunkan tekanan. Jika
minyak atsiri yang tidak larut dalam air dimasukkan dalam alat distilasi bersama-
sama dengan air maka tekanan dalam ruang uap lebih besar dari 1 atmosfer.
Karena ruang uap berhubungan dengan udara luar (atmosfer), maka tekanan akan
turun kembali mencapai tekanan atmosfer. Keadaan ini dapat berlangsung jika
temperatur turun secara otomatis. Jika temperatur cairan diturunkan, kecenderungan
molekul cairan menjadi fase uap juga menurun, sehingga konsentrasi molekul uap
juga berkurang, akibatnya tekanan uap juga turun. Temperatur akan turun sampai
pada keadaan tekanan total yang disebabkan oleh uap campuran sama dengan
tekanan pada saat operasi (tekanan atmosfer). Dengan demikian titik didih dari
setiap cairan dua fase akan selalu lebih rendah dari titik didih masing-masing cairan
murni pada tekanan yang sama. Salah satu contoh adalah air dan benzena masing-
Uap pada cairan dua fase terdiri dari dua macam molekul dan berada dalam
kesetimbangan. Jumlah tekanan uap campuran sama dengan jumlah tekanan dari
masing-masing molekul uap. Tekanan yang dihasilkan oleh uap murni pada
temperatur yang sama merupakan tekanan uap dari senyawa murni, sedang jumlah
tekanan uap dari campuran cairan sama dengan jumlah tekanan uap parsial.
Tekanan uap parsial adalah tekanan uap dari masing-masing senyawa dalam
campuran uap. Untuk setiap sistem cairan dua fase, tekanan uap parsial sama
dengan tekanan uap masing-masing senyawa.
Komposisi uap yang terbentuk dari dua macam campuran cairan, tergantung pada
tekanan uap parsial dari senyawa murni. Kalau senyawa A mempunyai tekanan uap
tinggi sedangkan B rendah, maka campuran uap sebagian besar akan terdiri dari
senyawa A. Perbandingan berat senyawa A dan B merupakan perbandingan antara
tekanan uap A dan B dikalikan dengan perbandingan berat molekul A dan B.
Peristiwa mendidih terjadi hanya jika jumlah tekanan parsial yang dihasilkan oleh
senyawa, sama dengan tekanan dalam ruang uap, oleh karena itu cairan heterogen
(dua fase) akan mendidih atau menguap pada suatu temperatur pada jumlah
tekanan uap sama, dibawah titik didih dari senyawa bertitik didih paling rendah.
Distilasi bahan tanaman memiliki hubungan erat dengan proses difusi, terutama
dengan peristiwa osmosis. Pertukaran uap dalam jaringan tanaman segar
didasarkan pada sifat permeabilitasnya dalam keadaan segar. Von Rechenberg
dalam Guenther (1987) menggambarkan proses hidrodifusi pada distilasi bahan
tanaman sebagai berikut : pada temperatur air mendidih, sebagian minyak atsiri larut
dalam air yang terdapat dalam kelenjar. Campuran air dan minyak atsiri berdifusi
keluar dengan peristiwa osmosis, melalui selaput membran sampai ke permukaan
bahan selanjutnya menguap. Untuk mengganti minyak yang menguap tersebut,
Pada distilasi air bahan kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut
mengapung di atas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot
jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode
pemanasan yang biasa dilakukan yaitu dengan panas langsung, mantel
pemanas, pipa uap melingkar tertutup atau dengan pipa uap berlingkar terbuka
(Guenter, 1987). Distilasi air paling banyak digunakan untuk mengisolasi minyak
dari bunga (mawar, melati). Berat air yang digunakan sama dengan berat bahan
yang didistilasi dan minyak yang diperoleh kurang dari 0,1% (Boelens, 1997).
Skema proses distilasi dengan air disajikan pada Gambar 12. Dalam proses ini
bahan tanaman dan air diletakkan bersama-sama di dalam bejana A,
selanjutnya campuran tersebut dipanaskan. Campuran uap dari air dan minyak
atsiri dikondensasikan dalam trap B dan dilewatkan pada lapisan hexana yang
melarutkan minyak, sedangkan air kondensasi kembali ke bejana A. Pada
proses distilasi air akan diperoleh senyawa yang larut dalam air dan bertitik
didih rendah, proses difusi uap air ke dalam bahan berlangsung dengan baik,
Proses distilasi dengan uap, menggunakan bejana penyulingan yang diisi bahan
tanaman. Uap mengalir melalui bagian bawah tanaman dan minyak menguap
Skema proses distilasi dengan uap disajikan pada Gambar 13. Proses
penyulingan dengan uap terdiri dari bejana penyulingan yang mengandung
bahan tanaman. Uap mengalir melalui bagian bawah tanaman dan minyak
menguap. Campuran uap air dan minyak yang bergerak ke coil selalu
didinginkan dengan air mengalir sehingga uap dikondensasikan. Campuran air
kondensasi dan minyak atsiri dikumpulkan dan dan dipisahkan dengan
dekantasi dan kadang-kadang dengan sentrifugasi. Jika perlu minyak
dibebaskan dari air yang terlarut dan tersuspensi dengan penambahan sodium
sulfat anhidrat. Hal ini untuk mencegah hidrolisis ester dan komponen lainnya di
dalam minyak, menjaga aroma dan sifat-sifatnya (Sonwa, 2000).
DxV
Xn = Xo ( )n
DxVxv
Cara lain yang dapat dilakukan adalah maserasi, yaitu menggunakan lemak
panas, dengan temperatur mencapai 80oC dan jaringan tanaman yang
dimaserasi dicelupkan ke dalamnya. Penggunaan lemak panas dapat
digantikan dengan pelarut organik yang volatil. Penekanan utama metode ini
adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dengan jaringan
yang diekstrasi (Guenther, 1987).
Cara kerja ekstraksi dengan pelarut mudah menguap cukup sederhana yaitu
bahan dimasukkan ke dalam ekstraktor. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam
bahan dan melarutkan minyak beserta beberapa jenis lilin, albumin dan zat
warna. Larutan selanjutnya dipekatkan dan pelarut diuapkan (Guenther, 1987).
Minyak yang dihasilkan dari ekstraksi dengan pelarut mudah menguap biasanya
berwarna gelap karena mengandung pigmen alamiah yang tidak dapat
menguap, tetapi proses ini mempunyai keunggulan yaitu untuk bahan-bahan
tertentu mempunyai bau yang mirip dengan bau tanaman aslinya.
Ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan secara batch atau kontinyu. Proses
batch cenderung kurang efisien dibanding proses kontinyu. Contoh proses
ekstraksi kontinyu pada bahan padat adalah dengan ekstraktor Soxhlet
sedangkan proses batch adalah maserasi yaitu merendam bahan dalam pelarut
selama waktu tertentu (Furniss et al., 1980). Untuk meningkatkan efisiensi
proses ekstraksi digunakan panas, contoh di laboratorium adalah ekstraksi
dengan Soxhlet (Ojha et al., 1995).
Salah satu teknik yang populer untuk mengisolasi senyawa citarasa adalah
distilasi-ekstraksi simultan yang pertama kali diperkenalkan oleh Likens -
Nickerson. Keuntungan dari teknik tersebut adalah proses pemisahan senyawa
volatil dan mengkonsentrasikannya dilakukan dalam satu operasi, volume
pelarut yang diperlukan sedikit, senyawa yang diambil lebih banyak dan sistem
bisa dilakukan pada tekanan yang dikurangi (Parliament, 1997). Skema proses
distilasi-ekstraksi simultan disajikan pada Gambar 15.
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Sejak jaman nenek moyang kita, herbal dan rempah-rempah digunakan pada makanan
bukan untuk bahan pengawet, namun sebagai penyedap karena sifat aroma dan
citarasanya (citarasa). Walaupun sebagian besar minyak atsiri yang berasal dari herbal
dan rempah-rempah mempunyai sifat antimikrobia. Kemampuan bahan aktif yang
terkandung di dalam rempah-rempah dan herbal menghambat mikroba tergantung pada
jenis senyawa dan konsentrasinya. Semakin tinggi konsentrasi, maka kemampuan
antimikrobia dari senyawa aktif tersebut semakin tinggi. Senyawa anti microbial tersebut
dapat menghambat mikroba pathogen maupun pembusuk, sehingga dengan
kemampuan tersebut rempah-rempah dan herbal dapat berfungsi sebagai pengawet
makanan.
Senyawa antimikrobia yang diproduksi oleh tanaman dapat secara alami terkandung di
dalam tanaman dan dapat pula diproduksi sebagai respon gangguan dari luar.
Gangguan dari luar dapat berupa luka secara fisik sehingga memberikan kesempatan
enzim bertemu dengan substratnya dan senyawa antimikrobia (fitoaleksin) yang
diproduksi akibat invasi mikrobiologis.
Untuk memahami lebih dalam mengenai sifat antimikrobia dari senyawa-senyawa yang
terkandung di dalam herbal ataupun rempah-rempah dibutuhkan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut, namun perkembangan literatur mengenai subjek
tersebut sangat kurang. Keterbatasan metodologi untuk mengevaluasi aktivitas
antimikrobia secara in vitro telah menunjukkan hasil yang kontradiktif. Selain itu, sedikit
studi yang sudah dilakukan mengenai sifat antimikrobia langsung pada makanan, dan
diperlukan studi aplikasi minyak atsiri pada bahan makanan. Beberapa studi yang dapat
dilakukan adalah dengan mencampur, mengimersi, enkapsulasi, penyemprotan pada
permukaan, mengevaporasi senyawa-senyawa aktif dari minyak atsiri pada kemasan
aktif yang merupakan metode menjanjikan hasil yang baik. Metode tersebut belum
banyak diteliti berkaitan dengan penggunaan langsung minyak atsiri pada cara
pengawetan.
Aktivitas Antimikrobia
Banyaknya metode yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas antimikrobia suatu
bahan merupakan pilihan yang ditawarkan kepada peneliti. Namun demikian, masing-
masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan yang perlu diperhatikan
tergantung dari jenis komponen aktif dan target mikroba yang dihambat. Tiga faktor
utama dapat mempengaruhi hasil dari metode yang digunakan untuk penentuan
aktivitas antimikrobia dari minyak atsiri tanaman, yaitu: (i) komposisi tanaman yang diuji
(jenis tanaman, lokasi geografis dan waktu/musim), (ii) jenis mikroorganisme (strain,
Tabel 10. Beberapa contoh mikroorganisme yang sensitif terhadap aktivitas antimikrobia
ekstrak minyak atsiri dari herbal dan rempah-rempah*
Hampir semua minyak atsiri dari herbal dan rempah-rempah menghambat pertumbuhan
mikrobia termasuk produksi toksinnya. Pengaruh antimikrobia bergantung pada
konsentrasi dan semakin tinggi konsentrasi maka sifat bakterisidalnya juga semakin
tinggi. Bakteri Gram-positip, Gram-negatip, khamir dan kapang semuanya dihambat
dengan kisaran yang luas dari minyak atsiri. Aktivitas antimikrobia dari senyawa yang
Allicin, yang merupakan salah satu senyawa aktif yang terdapat di dalam hancuran
bawang putih segar, mempunyai beragam aktivitas antimikrobia. Allicin dalam bentuk
senyawa murni memperlihatkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif
maupun Gram negative termasuk E. coli dari strain multidrug-resistent enterotoxigenic;
antifungal khususnya terhadap Candida albicans; antiparasit, termasuk parasit protozoa
seperti Entamoeba hystolytica dan Giardia lamblia; dan aktivitas antiviral (Angkri dan
Mirelman, 1999)
Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri yang diekstrak dari herbal dan rempah-rempah
sudah dikenal sejak lama. Sekarang ini, banyak penelitian yang dilakukan berkaitan
dengan aktivitas senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam minyak atsiri yang
diekstrak dari berbagai jenis herbal dan rempah-rempah. Herba maupun rempah-
rempah sering digunakan sebagai bahan bumbu untuk penyedap makanan. Selain itu,
karena potensi bioaktifnya, herbal dan rempah-rempah banyak juga digunakan sebagai
bahan obat-obatan (pharmaceutical) dan berfungsi sebagai bahan pengawet makanan
karena sifat antibakterinya.
Hampir semua herbal dan rempah-rempah mempunyai senyawa aktif yang berfungsi
sebagai antimikrobia, namun beberapa ekstrak herbal dan rempah-rempah mempunyai
sifat khusus sebagai antibakteri. Tanaman ara (Carpobrotus edulis) sering digunakan
sebagai obat penyakit infeksi seperti sinusitis, diarrhea, infantile eczema, dan
tuberculosis. Ekstrak daunnya juga sering digunakan untuk mengobati infeksi mulut dan
radang tenggorokkan. Ekstrak kasar metanolik dari tanaman ara mempunyai aktivitas
Helicobacter pylori merupakan jenis bakteri yang tergolong dalam bakteri Gram
negative, berbentuk batang bengkok yang sering dihubungkan dengan penyakit kronis
pencernaan dan gastroduodenal ulcer disease, serta perannya dalam kanker saluran
pencernaan. Banyak penelitian dilakukan untuk dapat menghilangkan/membasmi kuman
ini di dalam saluran pencernaan. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah dengan menggunakan ekstrak bawang putih (Cellini et al., 1996). Penelitian
pengaruh ekstrak bawang putih dilakukan terhadap 16 isolat klinis dan 3 strain referensi
H. pylori. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak bawang putih dapat
menghambat semua strain H. pylori pada konsentrasi antara 2 – 5 mg ml-1, dan
konsentrasi ekstrak bawang putih yang dibutuhkan untuk menghambat 90% (MIC90) dari
isolate adalah 5 mg ml-1. Ekstrak bawang putih segar memberikan penghambatan 2 – 4
kali lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak bawang putih yang direbus. Tirranen et al.
(2001) dalam penelitiannya memperlihatkan hasil pengamatan yang menarik, yaitu emisi
senyawa volatil tanaman bawang putih muda secara meyakinkan menstimulasi
pertumbuhan S. aureus, B. brevis, Haphnia alvei, dan sedikit menghambat pertumbuhan
E. coli dan B. cereus. Bawang putih muda maupun tua sedikit menghambat Nocardia sp.
Namun demikian, bawang putih yang sudah tua (umur 50 hari) mempunyai aktivitas
antimikrobia dengan kisaran luas menghambat bakteri Gram negative dan Gram positif
pembentuk spora dan dalam bentuk cocci.
Dari potensi antibakteri yang dimiliki herbal dan rempah-rempah, maka produk ini
banyak digunakan untuk meningkatkan daya awet makanan dan juga untuk pengobatan
Aktivitas Antijamur
Ekstrak bawang putih, selain mempunyai aktivitas antibakteri, juga mempunyai aktivitas
antijamur (Arora dan Kaur, 1999; Yin dan Tsao, 1999). Tiga spesies Aspergillus (A.
niger, A. flavus dan A. fumigatus) dapat dihambat oleh ekstrak bawang putih, dan
penghambatannya meningkat apabila dikombinasikan dengan penambahan asam
asetat (Yin dan Tsao, 1999). Ketiga spesies Aspergillus tersebut banyak berperan dalam
proses kerusakan pangan maupun pakan.. Aspergillus flavus dapat menghasilkan
mikotoksin di dalam makanan, sehingga penggunaan antijamur pada makanan sangat
diperlukan untuk menghindari tumbuhnya jamur dan terbentuknya toksin. Ekstrak
bawang putih juga dapat membunuh khamir secara total dalam waktu inkubasi 1 jam.
Penghambatan ini lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak cengkeh yang
membutuhkan waktu 5 jam untuk membunuh khamir secara total (Arora dan Kaur,
1999). Ekstrak bawang putih memperlihatkan aktivitas anti-candidal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nystatin. Wang dan Ng (2001) menemukan allivin (jenis protein)
yang disolasi dari bawang putih mempunyai aktivitas antijamur.
Minyak yang diekstrak dari kunyit dapat menghambat isolate dermatophyta, kapang
patogenik dan khamir, namun curcumin tidak memperlihatkan aktivitas penghambatan
terhadap isolate jamur tersebut kecuali khamir (Aplsarlyakul et al., 1995).
Tabel 11. Konsentrasi penghambatan minimal (MIC) minyak kunyit dan ekstrak kasar
kunyit terhadap empat kapang patogen*
MIC
Kapang Patogenik Strains (µg.ml-1)
Minyak Ekstrak kasar
Tabel 11. Beberapa contoh minyak atsiri yang umum digunakan untuk pengawetan
makanan dan bahan aktifnya*
Herbal/rempah- Herbal/rempah-
Senyawa Aktif Senyawa Aktif
rempah rempah
Banyak penelitian yang juga dilakukan untuk memanfaatkan senyawa antimikrobia alami
rempah-rempah dan herbal sebagai bahan pengawet bahan pangan segar seperti:
sayuran, ikan dan daging. Potensi senyawa antimikrobia dari ekstrak rempah-rempah
maupun herbal dapat dijadikan rujukan untuk menggunakannya sebagai bahan
pengawet alami. Pengawet alami tersebut dapat digunakan untuk menghambat mikroba
pembusuk maupun mikroba pathogen. Sebagai contoh, L. monocytogenes dan
Salmonella typhimurium dihambat pertumbuhannya di dalam daging yang berturut-turut
diberi perlakuan dengan minyak atsiri cengkeh dan oregano (Tsigarida et al., 2000;
Model Penghambatan
Dari ulasan hasil-hasil penelitian dan kajian di atas dapat dirangkum bahwa komponen
aktif yang terkandung dalam minyak atsiri hasil ekstraksi dari rempah-rempah dan
herbal mempunyai aktivitas antimikrobia. Secara umum juga dapat dinyatakan bahwa
bakteri Gram-positif lebih sensitive terhadap senyawa antimiktobia yang terkandung
dalam rempah-rempah dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif. Untuk itu, ekstrak
rempah-rempah dan herbal dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan alami
dan dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan (herbal medicine).
Daftar Pustaka
Ankri, S. dan Mirelman, D. 1999. Antimikrobia properties of allicin from garlic. Microbes
and Infection. 2: 125−129.
Aplsarlyakul, A., Vanittanakom, N., and Buddhasukh, D. 1995. Antifungal activity of
turmeric oil extracted from Curcuma longa (Zingiberaceae). Journal of
Ethnopharmacology. 49: 163-169.
Arora, D.S. and Kaur, J. 1999. Antimikrobia activity of spices. International Journal of
Antimikrobia Agents. 12: 257–262.
Ayres, H.M., Payne, D.N., Furr, J.R. dan Russell, A.D. 1998. Use of the Malthus-AT
system to assess the efficacy of permeabilizing agents on the activity of