Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH BOTANI FARMASI

(DARING/KULIAH ONLINE)

“ TANAMAN BAWANG MERAH “

DISUSUN OLEH :

MOHAMMAD FIRDAUS ALSHOL (19650279)

ELSA AMELIA PUTRI (19650281)

ERGIANA VIA WULANTIKA (19650283)

KELAS : FARMASI 2B

MATA KULIAH : BOTANI FARMASI

DOSEN : Neni Probowosiwi, M.Farm., APT

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih memberikan
nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini dengan judul “TANAMAN BAWANG MERAH” tepat pada waktunya. Terimakasih pula
kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat disusunnya makalah ini.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Botani Farmasi.
Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya pembaca pada
umumnya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari
para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada
waktu mendatang.

Kediri, 22 maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
Latar Belakang....................................................................................................................................1
Rumusan Masalah...............................................................................................................................2
Tujuan.................................................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................................................3
ISI............................................................................................................................................................3
2.1 Sejarah Bawang Merah............................................................................................................3
2.2 Penyebaran Bawang Merah........................................................................................................3
2.3 Manfaat Bawang Merah..............................................................................................................4
BAB III.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
3.1 Determinasi dan Klasifikasi Bawang Merah.............................................................................7
3.2 Morfologi dan Anatomi Bawang Merah..................................................................................7
3.3 Kandungan Metabolit Tanaman Bawang Merah......................................................................9
3.4 Kegunaan Tanaman Bawang Merah Secara Empiris................................................................10
3.5 Uji Aktivitas Tanaman Bawang Merah Secara Farmakologi...................................................14
3.5 Habitat Tanaman Bawang Merah............................................................................................17
3.6 Deskriptif Tanaman Bawang Merah.........................................................................................18
BAB IV...................................................................................................................................................20
PENUTUP..............................................................................................................................................20
4.1 KESIMPULAN..........................................................................................................................20
4.2 SARAN.....................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pastinya anda sudah mengetahui tanaman yang satu ini. Bawang merah ternyata
berasal dari Negara Paelstina dan india yang berasal dari benua Asia Tengah. Tetapi
sebagian mengatakan bawang merah ditemukan pertama kali di Asia Tengga dan juga
Mediterranian. 
Bawang merah (Allium cepa L. var. aggregatum) adalah salah satu bumbu masak
utama dunia yang berasal dari Iran, Pakistan, dan pegunungan-pegunungan di sebelah
utaranya, tetapi kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, baik sub-tropis
maupun tropis. Wujudnya berupa umbi yang dapat dimakan mentah, untuk bumbu
masak, acar, obat tradisional, kulit umbinya dapat dijadikan zat pewarna dan
daunnya dapat pula digunakan untuk campuran sayur.
Bawang merah juga mengandung flavonoid, asam fenol, sterol, saponin, pektin,
serta kaya vitamin B1, B2 dan C (Adi, 2007).Selain itu, bawang merah juga memiliki
kandungan senyawa seperti rutin dan kuersetin yang diyakini dapat digunakan sebagai
anti inflamasi(Filomena etal.,2007).
Berdasarkan hasil penelitian Umar (2008) tentang optimasi ekstrak siflavonoid
pada daun jati belanda dengan pelarut etanol konsentrasi 50,70 dan 90%, diperoleh
kadar flavonol tertinggi pada konsentrasi etanol 70% dengan perbandingan bahan
baku:pelarut adalah1:10.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana Determinasi dan Klasifikasi Tanaman Bawang Merah ?

1
2. Bagaiman Morfologi dan Anatomi Tanaman Bawang Merah ?
3. Apa saja kandungan Metabolit Tanaman Bawang Merah?
4. Apa saja Kegunaan Tanaman Bawang Merah secara empiris?
5. Bagaimana Uji Aktifitas Tanaman Bawang Merah secara farmakologi ?
6. Dimanakah habitat Tanaman Bawang Merah.?
7. Bagaimana Deskriptif dari Tanaman Bawang Merah.?

Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui determinasi dan klasifikasi Tanaman Bawang Merah.
2. Mahasiswa dapat mengetahiu morfologi dan anatomi Tanaman Bawang Merah.
3. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja kandungan metabolit Tanaman Bawang
Merah.
4. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja Kegunaan Tanaman Bawang Merah secara
empiris.
5. Mahasiswa dapat mengetahui uji aktifitas tanaman secara farmakologi Tanaman
Bawang Merah.
6. Mahasiwa dapat mengetahui habitat Tanaman Bawang Merah.
7. Mahasiwa dapat mengetahui deskriptif dari Tanaman Bawang Merah.

2
BAB II

ISI

2.1 Sejarah Bawang Merah

Pastinya anda sudah mengetahui tanaman yang satu ini. Bawang merah ternyata
berasal dari Negara Paelstina dan india yang berasal dari benua Asia Tengah. Tetapi
sebagian mengatakan bawang merah ditemukan pertama kali di Asia Tengga dan juga
Mediterranian. 
Selain itu bawang merah merupakan tanaman tertua dari tanaman lainnya yang
dibudidayakan. Hal ini tercatat pada zaman I dan II bangsa mesir kuno pada tahun
3200 sebelum masehi, Tercatat bahwa bangsa mesir ternyata sering melukiskan
bawang merah pada patung dan juga tugu-tugu mereka.
Selain itu Bangsa Israel mulai membudidayakannya pada tahun 1500 sebelum
masehi. Dan untuk bangsa Yunani kuno telah mengkembangkan bawang merah untuk
dijadikan sebagai sarana pengobatan pada tahun 2100 sebelum masehi

2.2 Penyebaran Bawang Merah

Bawang Merah (Allium cepa L. var. aggregatum) adalah salah satu bumbu
masak utama dunia yang berasal dari Iran, Pakistan, dan pegunungan-pegunungan di
sebelah utaranya, tetapi kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, baik sub-
tropis maupun tropis. Wujudnya berupa umbi yang dapat dimakan mentah, untuk
bumbu masak, acar, obat tradisional, kulit umbinya dapat dijadikan zat pewarna dan
daunnya dapat pula digunakan untuk campuran sayur. Tanaman penghasilnya disebut
dengan nama sama.

3
Bawang merah saat ini dianggap sebagai sebuah varietas dari spesies Allium cepa,
spesies yang memuat sejumlah besar varietas bawang yang dikenal dengan nama
kolektif bawang bombai.

2.3 Manfaat Bawang Merah


Bawang Merah merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran rempah.
Sayuran rempah ini banyak dibutuhkan terutama sebagai pelengkap bumbu masakan
untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan (Rahayu dan Nur, 2004).
Bawang Merah juga mengandung flavonoid, asam fenol, sterol, saponin, pektin, serta
kaya vitamin B1, B2 dan C (Adi, 2007). Selain itu, bawang merah juga memiliki
kandungan senyawa seperti rutin dan kuersetin yang diyakini dapat digunakan sebagai
anti inflamasi (Filomena etal, 2007).
Menurut Utami dan Mardiana (2013), flavonoid memiliki manfaat antara lain
untuk melindungi struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, anti inflamasi,
mencegah keropos tulang dan sebagai anti biotik. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukan bahwa gel yang dibuat dari ekstrak umbi bawang bawang merah
mengandung senyawa flavnoid yang berpotensi sebagai anti oksidan yang dapat
mencegah berkembangnya radikal bebas di dalam tubuh dan dapat memperbaiki sel-
sel tubuh yang rusak (Soebagioetal, 2007).
Kandungan senyawa kimia aktif selain terdapat pada umbi bawang merah, terdapat
juga pada kulitnya. Dari hasil penelitian Rahayu dan Nur (2015) diketahui bahwa
ekstrak kulit bawang merah pada fraksi air mengandung flavonoid, polifenol,
saponin, terpenoid dan alkaloid, pada fraksi etil asetat mengandung flavonoid,
polifenol dan alkaloid, pada fraksi n-heksana mengandung saponin, steroid dan
terpenoid. Senyawa flavonoid yang terkandung pada ekstrak kulit bawang merah
fraksi etil asetat adalah dari golongan flavonol. Senyawa flavonoid adalah golongan
senyawa yang tidak tahan panas dan mudah teroksidasi pada suhu tinggi (Rompas,
2012)
Berdasarkan hasil penelitian Umar (2008) tentang optimasi ekstrak siflavonoid
pada daun jati belanda dengan pelarut etanol konsentrasi 50,70 dan 90%, diperoleh

4
kadar flavonol tertinggi pada konsentrasi etanol 70% dengan perbandingan bahan
baku:pelarut adalah1:10.
Dengan adanya perkembangan metode ekstraksi dari konvensional kearah modern,
diharapkan akan didapatkan hasil ekstraksi dengan kadar yang optimal. Salah satu
metode ekstraksi konvensional yang umum digunakan adalah metode maserasi, yaitu
dengan penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyariakan menembus dinding sel simplisia
dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung senyawa aktif. Senyawa aktif akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan
yang diluar sel, maka larutan yang pekat akan tertarik keluar sel (DepkesRI,1986).
Metoda ekstraksi modern salah satunya adalah Microwave Assisted Extraction (MAE).
Metoda ekstraksi ini memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat
ekstraksi selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien karena
gelombang elektromagnetiknya akan menembus dinding sel simplisiadan mengeksitasi
molekul air serta lemak secara merata (tidak hanya permukaannya saja).
Gelombang elektomagnetik pada frekuensi 2.500 MHz (2,5GHz) ini diserap oleh
air, lemak dan gula kemudian mengeksitasi atom-atom didalam sel sehingga
menghasilkan panas. Karena panas dihasilkan dari dalam sel itu sendiri, maka metoda
ekstraksi MAE tidak memerlukan konduksi panas seperti di oven biasa. Dengan
mekanisme seperti ini, maka proses ekstraksi karena itulah dilakukan sangat cepat
tanpa merusak zat aktif yang ada didalam sel simplisia (Jain et al, 2009). Penelitian ini
dilakukan untuk membandingkan 2 metode ekstraksi yakni maserasi dan MAE
(Microwave Assited Fitofarmaka, Vol.7,No.2,Desember2017 ISSN:2087-
916417Extraction) menggunakan pelarut etanol 70% dengan harapan diperoleh kadar
flavonoid tertinggi dari ekstrak kulit bawang merah.
Kadar flavonoid pada ekstrak kulit bawang merah diukur dengan metode AlClɜ
menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS.METODE PENELITIAN Waktu dan
Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2017,
bertempat di Laboratorium Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah timbangan analitik (And®), oven, grinder (Phillips), ayakan mesh40,

5
tanur(Ney®), moisturebalance (AND MX 50®, sopwatch, vacuum evaporator,
microwave (Phillips), dan alat-alat gelas. Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kulit bawang merah, akuades, etanol 70%, asam sulfat (H2SO4)
pekat dan 2M, kloroform, asam klorida (HCl) pekat, amil alkohol, asam asetat
anhidrat, FeCl3 1%, reagen pewarnaan (Dragedorff, Mayerdan Wagner). Semua zat
kimia yang digunakan memiliki kualifikasi PA (pro alasis) dari Sigma-Aldrich.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Determinasi dan Klasifikasi Bawang Merah


A. Determinasi Bawang Merah

kunci determinasi dari bawang merah adalah 1b, 3b, 4a, 5b, 7a, 8b, 9b, 10a, 11b
(monokotil) keluarga amaryllidaceae.
B. Klasifikasi Bawang Merah
 Kingdom : Plantae
 Subkingdom : Tracheobionta
 Superdivisio : Spermatophyta
 Divisio : Magnoliophyta
 Klas : Liliopsida
 Sub-klas : Liliidae
 Ordo : Liliales
 Familia : Liliaceae
 Genus : Allium
 Spesies : var. aggregatum

3.2 Morfologi dan Anatomi Bawang Merah


Morfologi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk fisik dan struktur
tubuh dari tumbuhan, morfologi berasal dari bahasa Latin morphus yang berarti wujud
atau bentuk, dan logos yang berarti ilmu Bawang merah merupakan salah satu dari
sekian banyak jenis bawang yang ada didunia.
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman semusim yang
membentuk rumpun dan tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-40 cm (Rahayu,
1999).
Menurut Tjitrosoepomo (2010) Morfologi fisik bawang merah bisa dibedakan
menjadi beberapa bagian yaitu akar,batang, daun, bunga, buah dan biji. Bawang merah
memiliki akar serabut dengansistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada
kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah dengan diameter akar 2-5 mm (AAK,

7
2004). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang
berbentuk seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas,
diatas discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan
batang semua yang berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi
lapis (Sudirja, 2007).
Menurut Sudirja (2007), daun bawang merah berbentuk silindris kecil
memanjangantara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya runcing berwarna hijau
muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek,
sedangkan bunga bawang merah keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang
panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang
tersusun melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai
daun bunga berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning kuningan, 1
putik dan bakal buah berbentuk hampir segitga (Sudirja, 2007). Buah bawang merah
berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Biji
bawang merah berbentuk pipih, berwarna putih, tetapi akan berubah menjadi hitam
setelah tua (Rukmana, 1995).
Anatomi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari struktur fisik tumbuhan.
Hal ini juga yang dikenal dengan sebagai fitoanatomi, dengan praktisi disiplin ilmu ini
dikenal dengan sebagai fitoanatomis.

8
3.3 Kandungan Metabolit Tanaman Bawang Merah
Menurut Food and Nutrition Research Center (1964), senyawa fitokimia yang
terdapat dalam bawang merah adalah allisin, aliin, allil propil sulfida, asam fenolat,
asam fumarat, asam kafrilat, floroglusin, fosfor, fitosterol, flavonol, flavonoid,
kaempfenol, kuersetin, kuersertin glikosida, pektin, saponin, sterol, sikloaliin,
triopropanal sulfoksida, propil disulfida, dan propil-metil disulfida. Bawang merah
segar dapat meningkatkan kadar kolesterol baik atau HDL sebesar 30%. Senyawa
allisin dan aliin juga berfungsi sebagai antiseptik. Kedua senyawa itu diubah oleh
enzim allisin liase menjadi asam piruvat, amonia, dan allisin antimikrob yang bersifat
bakterisidal.
Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada bawang merah seperti Flavonoid
bersifat antiinflamasi, jadi bisa digunakan untuk menyembuhkan hepatitis, atritis,
tonsilitis, dan bronkhitis. Sedangkan flavonol pada bawang merah bersama kuersetin
dan kuersetin glikosida memiliki efek farmakologis sebagai bahan antibiotik alami
atau natural antibiotic. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk menghambat
pertumbuhan virus, bakteri, maupun cendawan. Senyawa penting dalam bawang
merah lainnya adalah saponin, senyawa ini berperan sebagai antikoagulan dan bisa
juga berfungsi sebagai ekspektoran atau mengencerkan dahak.
Bawang merah mengandung minyak atsiri yang ter-diri atas dialilsulfida,
propantiol-S-oksida, S-Alil-L-Sistein-sulfoksida atau Aliin, prostaglandin A-1,
difenilamina dan sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, kaemferol dan foroglusinol.
Umbi bawang merah mengandung senyawa turunan asam amino yang
mengandung sulfur yaitu Sikloalliin 2%, propilalliin dan propenilalliin. Bila sel-sel
umbi pecah senyawa tersebut akan berubah menjadi bentuk ester ( ester asam
tiosulfinat), sulfinil disulfida (Kepaen), disulfida dan polisulfida, begitu juga tiofen. Di
samping itu terbentuk pula propantial-S-oksida (suatu senyawa yang dapat
menyebabkan keluarnya air mata).
Disamping turunan asam amino, ditemukan pula adenosine dan prostaglandin.
Aliin (S-Allil-L-sistein sulfoksida), C6H11NO2S selain terkandung dalam Bawang
Merah juga terkandung dalam Bawang putih (Allium sativum L.) dan jenis-jenis
Allium lainnya. Senyawa ini berupa hemihidrat yang tidak berwarna

9
C6H11NO2S.½H2O bentuk jarum tumpul yang diperoleh dari hasil rekristalisasi
menggunakan pelarut aseton. Jarak leburnya 164-1660C (dengan mengeluarkan gas),
praktis larut dalam air. Tidak larut dalam etanol mutlak, kloroform, aseton, eter dan
benzena. Senyawa ini memiliki potensi sebagai antibakteri dan segera akan terurai
oleh pengaruh enzim Allinase dengan mengeluarkan bau bawang yang khas. Potensi
antibakterinya kira-kira serupa dengan Allicin.
Allisin C6H11NO2S adalah senyawa yang juga memiliki potensi antibakteri.
Senyawa ini bentuknya cairan dengan bau yang khas. Bersifat mengiritasi kulit, bila
direbus atau disuling akan mengalami dekomposisi. Indeks biasnya 1,561 (20oC),
bobot jenis 1,112 (20oC). Kelarutan dalam air 2,5% w/w (suhu 10oC). pH sekitar 6,5.
Dapat campur dengan alkohol, eter, dan benzena, tidak stabil terhadap pengaruh panas
dan dalam lingkungan biasa. Stabil dalam lingkungan asam.
Efek biologi Dari penelitian yang sudah banyak dilakukan diketahui bahwa
bawang merah mempunyai efek antidiabetik dan anti aterosklerotik yaitu menurunkan
kadar gula dan lemak darah, menghambat aggregasi trombosit, meningkatkan aktivitas
fibrinolitik serta memobilisir kolesterol dari depositnya pada lesi aterosklerosis hewan
uji. Efek hipoglikemik dan hipolipidemik. Komponen yang diduga mempunyai efek
hipoglikemik ialah senyawa amino (difenilamin) dan senyawa yang berupa sulfida
(allilpropil-disulfida).
Ekstrak Bawang dapur (bawang bombay) berefek seperti ekstrak bawang putih,
yaitu sebagai fibrinolitik, menurunkan kholesterol dan trigliserida. Disamping itu dapat
pula berefek sebagai antiasma. Potensi antiasma tersebut disebabkan dari ester asam
tisulfiniat yaitu dengan menghambat proses timbulnya asma (menekan pengaruh
alergen), sedangkan pada penurunan timbulnya trombus disebabkan karena
menghambat terjadinya penggumpalan trombosit spontan.

3.4 Kegunaan Tanaman Bawang Merah Secara Empiris


Bawang merah banyak dibutuhkan sebagai bumbu berbagai masakan. Kegunaan
lain dari bawang merah ialah sebagai obat tradisional karena senyawa aliin dan alisin
yang berifat bakterisida (Rukmana, 1994). Menurut (Rodrigues dkk., 2003),
kandungan gizi dari bawang merah ialah karbohidrat (11,0 g), protein (1,2 g), serat
(0,6 g), lemak (0,30 %) dan beberapa vitamin seperti vitamin A (0,012 mg), vitamin C

10
(11 mg), thiamin (0,08 mg), riboflavin (0,01 mg), dan niasin (0,2 mg), dan beberapa
mineral seperti fosfor, kalsium, sodium, besi dan kalium. Bawang merah memiliki
bahan – bahan aktif dengan efek farmakologis pada tubuh. Bahan aktif yang terdapat
pada bawang merah ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Flavonoid
Bahan aktif berupa senyawa flavonoid ini dikenal sebagai antiinflamasi atau
antiradang. Sifat antiinflamasi pada bawang merah ini mampu menyembuhkan
radang hati (hepatitis), radang sendi (artritis), radang tonsil (tonsillitis), dan
bronchitis. Flavonoid juga memiliki sifat antioksidan alamiah, sebagai bakterisida,
dan dapat menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah secara efektif
(Jaelani, 2007). Menurut Naidu (2000), flavonoid memiliki spectrum aktivitas
antimikrobia yang luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran.
Flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan
yang juga bersifat polar pada bakteri Gram positif daripada lapisan lipid yang
nonpolar (Dewi, 2010). Flavonoid memiliki aktivitas antibakteri dengan cara
mengikat asam amino nukleofilik pada protein dan inaktivasi enzim. Zat antibakteri
yang dimiliki oleh flavonoid akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan
merusak dinding sel dan membran sitoplasma (Kandalkar dkk., 2010).
2. Saponin
Saponin termasuk senyawa penting dalam bawang merah. Saponin berperan
utama sebagai antikoagulan yang berguna untuk mencegah penggumpalan darah
(Jaelani, 2007). Selain sebagai antikoagulan, menurut Prasetyo dkk (2008), saponin
merupakan senyawa metabolik sekunder yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga
memiliki kemampuan antibakteri. Zat antibakteri akan menghalangi pembentukan
atau pengangkutan masing – masing komponen ke dinding sel yang mengakibatkan
lemahnya struktur disertai dengan penghilangan dinding sel dan pelepasan isi sel
yang akhirnya akan mematikan maupun menghambat pertumbuhan sel bakteri
tersebut (Prasetyo, 2008).

3. Minyak Atsiri

11
Bawang merah Allium cepa L digemari karena karakteristik rasa dan
aromanya. Aroma bawang merah yang khas disebabkan oleh adanya aktivitas enzim
allinase. Aroma ini akan tercium bila jaringan tanaman ini rusak dan enzim allinase
akan mengubah senyawa s-alkil sistein sulfoksida yang mengandung belerang.
Menurut Wibowo (2009), bawang merah mengandung senyawa alisin dan minyak
atsiri yang bersifat bakterisida dan fungisida terhadap bakteri dan cendawan. Bahan
aktif minyak atsiri terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol, kuersetin dan
floroglusin (Muhlizah dan Hening, 2000). Minyak atsiri pada bawang merah
memiliki sifat antimikroba karena adanya beberapa zat aktif yang terkandung
didalamnya. Beberapa zat kimia yang terkandung di dalam minyak atsiri bawang
merah Allium cepa L menurut Yuhana dkk (2008) adalah heksil sulfida, metil
propil sulfide, metil propel disulfide, dipropil disulfide, dipropil trisulfida, triloana,
dimetil tiopen, etil isopropyl sulfon, heksil furanon, metil furanon, dan propan
bersifat antibakteri yang mampu merusak dinding sel, merusak membrane
sitoplasma, mendenaturasi protein sel, dan menghambat kerja enzim dalam sel.
Menurut Indrawati (2009) minyak atsiri dapat menghambat atau mematikan
pertumbuhan bakteri dengan mengganggu proses terbentuknya membrane atau
dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.
4. Aliin dan alisin
Pada tanaman jenis bawang beberapa komponen bioaktif yang ditemukan
adalah senyawa sulfida diantaranya adalah dialil sulfide atau dalam bentuk
teroksidasi disebut dengan alisin. Alisin pada bawang merah memiliki fungsi
fisiologis yang sangat luas, yaitu antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang,
penurunan tekanan darah dan merupakan senyawa aktif yang memiliki daya hambat
terhadap bakteri (Ardiansyah, 2006). Kandungan alisin pada bawang merah dan
senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang merah memiliki
daya antimikroba tinggi bersifat bakterisidal yaitu dapat membunuh bakteri
(Whitemore dan Naidu, 2000). Pada bawang merah juga ditemukan adanya aliin
dan enzim alinase yang memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis. Senyawa aliin
adalah substrat yang terkandung dalam jaringan tanaman yang akan berubah
menjadi alisin dengan bantuan enzim alinase. Senyawa alisin yang terbentuk ini

12
bersifat kurang stabil sehingga akan terurai menjadi komponen – komponen volatil
secara kimiawi yang memberi bau khas pada bawang. Adamya senyawa alisin dan
dialil disuklfid inilah yang membuat bawang merah memiliki kemampuan sebagai
pengawet pada makanan (ebook pangan, 2006). Senyawa alisin yang terbentuk
memiliki sifat yang tidak stabil, sehingga senyawa tersebut mudah mengalami
reaksi lanjut. Peristiwa berubahnya senyawa alisin yang mengalami reaksi lanjut ini
dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan dan suhu (Amagase, 2001). Alisin hanya
memiliki waktu satu hari dalam temperatur 37 oC (Fujisawa, 2008). Alisin dan
derivatnya memiliki efek menghambat secara total sintesis DNA dan protei. Alisin
bekerja dengan cara memblok enzim bakteri yang memiliki gugus thiol yang
akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri (Boboye dan Alli, 2008). Pada saat
umbi bawang diiris atau dihaluskan, enzim alinase akan aktif dan menghidrolisis
aliin menghasilkan senyawa intermediet asam allil sulfenat (Song dan Milner,
2001).
5. Kuersetin
Bawang merah juga mengandung kuersetin dalam jumlah tinggi yaitu 13,27 %
m/100 gram (Shills, 2006) . Kuersetin termasuk golongan flavonol yang
merupakan subkelas dari flavonoida yang dibedakan karena struktur kimia dan
karakteristiknya. Kuersetin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar karena
kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60 – 75 % dari flavonoida.
Dalam 100 gram bawang merah, terkandung sekitar 13,27 mg glikosida kuersetin.
Kuersetin memiliki kemampuan antioksidan yang dapat bermanfaat bagi kesehatan
(Shills, 2006). Penambahan kuersetin menyebabkan terhambatnya proses
pembentukan histamin. Sifat antibakteri kuersetin berperan terhadap perlambatan
pertumbuhan bakteri penghasil histamin pada awal penyimpanan yang
mengakibatkan perlambatan akumulasi enzim histidin dekarboksilase. Bakteri
penghasil histamin yang dapat dihambat oleh kuersetin adalah Staphylococcus
aureus, Klebsiella pneumuniae, Enterobacter cloacae, Enterobacter aerogenes,
Clostridium perfringens, Escherichia coli (Sandhar dkk., 2011). Jef rey (1972)
melaporkan adanya perpanjangan fase lag pertumbuhan bakteri akibat hadirnya
senyawa flavonoida. Kuersetin bersifat bakteriostatis pada bakteri pembusuk dan

13
patogen termasuk Bacillus stearothermophilus, E. coli, Pseudomonas fluorescens,
Salmonella enterica, Staphylococcus aureus, dan Vibrio cholerae, Moraxella sp.,
Klebsiella pneumuniae, Clostridium perfringens, E. coli (Sandhar dkk., 2011).
Mekanisme kerja antibakteri kuersetin berkaitan dengan penghambatan sintesis
asam nukleat, penghambatan fungsi membran, motilitas bakteri dan penyebaran
koloni (Hirai dkk., 2010). Menurut Jayamaran (2010) kuersetin menyebabkan
kerusakan enzimatis pada DNA.

3.5 Uji Aktivitas Tanaman Bawang Merah Secara Farmakologi


Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dari Kulit Bawang Merah (Allium cepa
L.) dengan Metode Difusi Cakram.
Bawang merah merupakan herba tahunan dari famili Liliaceae yang banyak
tumbuh hampir di seluruh penjuru dunia. Bawang merah termasuk dalam genus
Allium yang umbinya sering digunakan sebagai penyedap rasa makanan atau bumbu
serta mempunyai berbagai macam khasiat obat (Dharmawibawa et al., 2014). Terlepas
dari kegunaannya sebagai bumbu dapur, ternyata bawang merah diketahui memiliki
aktivitas antioksidan, antibakteri dan antifungi (Leelarungyub et al., 2006). Bawang
merah memiliki kandungan polifenol, flavonoid, flavonol dan tanin yang lebih banyak
bila dibandingkan dengan anggota bawang lainnya (Gorinstein et al., 2010).
Bawang merah juga mengandung allisin dan alliin yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, serta pektin yang mampu mengendalikan pertumbuhan
bakteri. Bawang merah memiliki senyawa aktif kuersetin yang berpotensi sebagai
antibakteri (Jaelani, 2007). Ekstrak etanol bawang merah mempunyai aktivitas
antibakteri yang baik terhadap bakteri Gram positif Staphylococcus epidermidis dan
Bacillus subtilis (Saenthaweesuk et al., 2015).
Tidak hanya bagian umbi lapis bawang merah saja, ternyata bagian kulit luar
bawang merah yang seringkali dibuang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Hal
ini didukung dengan adanya penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ekstrak
atanol dari kulit bawang merah (Allium cepa) memiliki aktivitas terhadap Eschericia
coli, Pseudomonas fluoroscens, Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus serta jamur
Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan Penicillium cyclopium (Skerget et al.,

14
2009; Misna & Khusnul, 2016). Metabolit sekunder yang terkandung pada bagian kulit
dari bawang merah di antaranya yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin,
polifenol, dan kuersetin yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba (Soemari, 2016;
Rahayu et al., 2015).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas antimikroba ekstrak etanol kulit
bawang merah (Allium cepa L.) terhadap S. epidermidis dan S. aureus sebagai bakteri
Gram positif, S. thypi dan E. coli sebagai bakteri Gram negatif serta aktivitas
antijamur terhadap jamur Trichophyton mentagrophytes. Etanol 96% digunakan
sebagai pelarut pada proses ekstraksi kulit bawang merah. Nilai rendemen ekstrak
yang dihasilkan sebesar 15,18% dari 6,66 gram ekstrak kulit bawang merah. Hasil uji
fitokimia terhadap ekstrak etanol kulit bawang merah menunjukkan adanya senyawa
flavonoid, fenolik dan terpenoid (Tabel 1).
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit bawang merah dilakukan
dengan membuat seri konsentrasi tiap ekstrak menggunakan pelarut DMSO, dengan
seri konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 1,5625% b/v. Kertas cakram
steril diteteskan sebanyak 10 µL larutan uji dengan berbagai konsentrasi, kemudian
diletakkan pada media agar yang telah memadat. Pelarut DMSO digunakan dalam
penelitian ini karena DMSO dapat melarutkan senyawa polar dan nonpolar serta
DMSO tidak akan mengganggu hasil pengamatan karena tidak memberikan aktivitas
terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.
Kontrol positif yang digunakan dalam pengujian antibakteri yaitu kloramfenikol 30
µg/disk untuk bakteri dan nistatin 100 UI/disk untuk jamur serta kontrol negatif
DMSO. Kloramfenikol digunakan sebagai kontrol positif untuk bakteri karena
termasuk dalam golongan antibiotik berspektrum luas yang mampu menghambat
pertumbuhan Gram positif dan Gram negatif. Sedangkan nistatin digunakan karena
mampu 0612menghambat pertumbuhan bermacam-macam jamur secara in vitro
(Katzung, 1994).
Hasil pengujian ekstrak etanol kulit bawang merah terhadap bakteri S. epidermidis,
S. aureus, S. thypi dan E. coli menunjukkan adanya aktivitas antibakteri serta aktivitas
antijamur terhadap jamur Trichophyton mentagrophytes. Ditunjukkan dengan
terbentuknya zona bening di sekeliling kertas cakram yang sudah diberi ekstrak

15
(Gambar 1). Hasil pengukuran diameter hambat ekstrak etanol kulit bawang merah
terhadap bakteri S. epidermidis, S. aureus, S. thypi, dan E. coli serta jamur
Trichophyton mentagrophytes dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Hasil
pengukuran diameter hambat yang terbentuk menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari
kulit bawang merah memberikan aktivitas terhadap bakteri uji serta jamur uji.
Berdasarkan pengukuran zona hambatan, dapat dilihat bahwa zona hambat bakteri
Gram positif lebih besar bila dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit bawang merah lebih peka terhadap bakteri
Gram positif. Adanya perbedaan aktivitas ini disebabkan karena perbedaan struktur
dan komponen penyusun dinding sel bakteri. Lapisan peptidoglikan pada dinding sel
bakteri Gram negatif lebih tipis, sedangkan pada bakteri Gram positif lapisan
peptidoglikannya lebih tebal. Komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif
lebih kompleks karena memiliki lapisan membran luar tambahan, sehingga akan lebih
mudah menembus dinding sel Gram positif dibanding Gram negatif (Allison &
Gilbert, 2004).
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang
diberikan, maka semakin besar diameter daerah hambat yang terbentuk. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan Pelczar & Chan (1988), bahwa semakin besar
konsentrasi senyawa antimikroba yang diujikan, maka aktivitas antimikroba senyawa
tersebut semakin besar.
Aktivitas antimikroba yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol kulit bawang merah
dapat terjadi karena kandungan metabolit sekunder seperti flavonoid, fenolik dan
terpenoid. Flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri melalui penghambatan
DNA gyrase, sehingga menghambat fungsi membran sitoplasma (Chusnie & Lamb,
2005). Senyawa fenolik juga berpotensi sebagai antibakteri yang menyebabkan lisis
komponen seluler serta merusak mekanisme enzimatik sel bakteri (Pelczar & Chan,
1988). Selain itu, terpenoid juga diketahui berperan sebagai antibakteri dengan
melibatkan pemecahan membran oleh komponen-komponen lipofilik (Cowan, 1999;
Bobbarala, 2012).
Adanya aktivitas antijamur juga dapat terjadi karena adanya kandungan metabolit
sekunder yaitu terpenoid. Terpenoid dapat mengganggu permeabilitas membran sel

16
jamur yang mengakibatkan terjadinya kerusakan krista sehingga energi yang
dihasilkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan sel menjadi berkurang, dan
pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Flavonoid juga dapat menghambat
pertumbuhan jamur secara in vitro (Griffin, 1994; Wiryowidagdo, 2007).
Analisis uji statistik ANOVA (Analysis of Variance) satu arah dengan derajat
kepercayaan 95% (=0,05) menggunakan program SPSS dilakukan untuk melihat nilai
perbandingan rata-rata yang signifikan antara diameter hambat pada variasi
konsentrasi yang diujikan terhadap masing-masing mikroba uji. Hasil analisis statistik
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara konsentrasi ekstrak
dengan kontrol negatif serta kontrol positif.

3.5 Habitat Tanaman Bawang Merah


Habitat (daerah tumbuh) bawang merah dapat tumbuh baik diddaerah yang
beriklim kering dengan suhu agak panas dan tempat terbuka dengan penyinaran 75%
dan hidup didtaran rendah maupun dataran tinggi 0-900 diatas permukaan laut dan
suhu berkisar 25-32°C (Soedarsao, 2016) jenis tanah yang baik untuk budidaya
bawang merah adalah regosol, grumosol, latosol, dan alluvial yaitu lempung berpasir
atau lempung berdebu dengan pH tanah 5, 5-6, 5 dan drainase serta aerasi tanah yang
baik.
Selain itu tanah bawnag merah harus subur, gembur, dan banyak mengandung
bahan organic (Soedarso,2016).
Bawang merah dihasilkan di 24 dari 30 provinsi di indonesia. Provinsi penghasil
utama bawang merah diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatara Barat, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, bali, NTB, dan Sulawesi selatan.

3.6 Deskriptif Tanaman Bawang Merah


A. Akar

17
Berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar,
pada kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.

B. Batang
Memiliki batang sejati atau disebut “diskus” yang berbentuk seperti cakram,
tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh),
diatas diskus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan
batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi
lapis.
C. Daun
Berbentuk silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang dan bagian
ujungnya runcing, bewarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada
tangkai yang ukurannya relatif pendek.
D. Organ Reproduksi
Bawang merah berkembang biak dengan cara seksual dan aseksual. Dalam
proses perkembangbiakan seksual (perkembangbiakan dengan cara kawin),
penyerbukan bawang dibantu oleh lebah dan serangga lainnya sebelum menjadi
benih (biji) yang siap tumbuh sebagai individu baru. Namun proses ini memkan
waktu yang lama sehingga bawang merah sangat jarang berkembang biak dengan
cara ini.
Selain dengan cara seksual, bawang juga berkembang biak dengan cara
aseksusal yaitu dengan umbi lapis. Umbi lapis adalah tumbuhnya tunas pada sela
sela lapisan umbi . perkembangbiakan ini menggunakan bagian tengah dari lapisan
bawang ini. Dengan menanamnya maka akan diperoleh individu baru dari bawang
merah tersebut. Cara ini adalah yang paling cepat digunakan untuk memperoleh
tumbuhan bawang yang baru karna prosesnya cukup sederhana.
E. Bunga
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya
antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6
helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau
kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga. Bunga

18
bawang merupakan bunga sempurna (hermaprodit) dan dapat menyerbuk sendiri
atau silang.
F. Buah
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 –
3 butir.

G. Biji
bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih setelah tua
berwarna hitam. Biji bawang berwarna merah dapat digunakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman secara generatif.

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dari makalah kali ini dapat disimpulkan bahwa tanaman bawang merah berasal
dari iran, Pakistan dan mulai disebarkan baik pada daerah tropis atau subtropics,
bawang merah mempunyai cara reproduksi dengan 2 hal yaitu seksual
(perkembangbiakan dengan cara kawin) dan aseksual, bawang merah tergolong ke
umbi umbian dan termasuk dalam family liliaceae, banyak mengandung senyawa
organik yang bermanfat untuk tubuh, salah satunya flavonoid dikenal sebagai anti
inflamasi

4.2 SARAN
Sebaiknya budidaya tanaman bawang merah semakin ditingkatkan, selain sebagai
bahan bumbu masakan juga mempunyai manfat yang banyak bagi kesehatan dan juga
petani bawang merah sekarang agar lebih berkembang dengan berbagai temuan cara
yang lebih modern untuk menanam bawang merah.

20
DAFTAR PUSTAKA

 Fitofarmaka,Vol.7,No.2,Desember2017 ISSN:2087-9164
 Adi,L.T.2017. Terapi Herbal Berdasarkan Golongan Darah. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Hal.116.
 Filomena, C., S. Silvio, M., Mariangela, M., Federica,A.S., Giancarlo, U. Dimitar,T.
Aurelia,M.Francesco, D.L.Roberto.2008.In vivoanti-inflammatory and in vitro
antioxidantactivities of mediterranean dietary plants. JournalofEthnopharmaclogy.116:144-151
 Soebagio.B.,T.Rusdiana,K.Khairudin.2007.Pembuatangel denganaqupec Hv-505dari
ekstrakumbibawang merah (AlliumcepaL.)sebagai. antioksidan.Seminar Penelitian Dosen
FakultasFarmasi.Universitas Padjadjaran.Bandung
 Rompas, R.A., H.J. Edy, A. Yudistira.2015. Isolasi dan identifikasiflavonoiddalam daunlamun
(Syringodium isoetifolium). Pharmacon.1(2):59-62
 Dharmawibawa, I.D., Hulyadi, Baiq, L.Y., & Santy, P. (2015). Antibacterial effect of allium
group for MRSA bacteria. Media Bina Ilmiah, 8(6), 63-67
 Gorinstein, S., Leontowicz, H., Leontowicz, M., Jastrzebski, Z., Najman, K., Tashma, et al.
(2010). The influence of raw and processed galic and onions on plasma classical and non-
classical atherosclerosis indices: Investigations in vitro and in vivo. Phytother. Res., 24(5),
706-714
 Gorinstein, S., Leontowicz, H., Leontowicz, M., Jastrzebski, Z., Najman, K., Tashma, et al.
(2018). The influence of raw and processed galic and onions on plasma classical and non-
classical atherosclerosis indices: Investigations in vitro and in vivo. Phytother. Res., 24(5),
706-714
 Saenthaweesuk, S., Jitvaropas, R., Somparn, N., & Thuppia, A. (2015). An investigation of
antimicrobial and wound healing potential of Allium ascalonicum Linn. J Med Assoc Thai,
98(2), 22-27
 Skerget, M., Majhenic, L., Bezjak, M., & Knez, Z. (2019). Antioxidant radical scavenging and
antimicrobial activities of red onion (Allium cepa L) skin and edible part extracts. Chem.
Biochem. Eng. Q, 23(4), 435-444. (UJI AK.FAR)
 Rahayu, S., Nunung, K., & Vina, A. (2015). Ekstraksi dan indentifikasi senyawa flavonoid
dari limbah kulit bawang merah sebagai antioksi dan alami. Al Kimiya, 2(1), 1-8
 Soemari, Y.B. (2016). Uji Aktivitas antiinflamasi kuersetin kulit bawang merah (Allium cepa
L.) pada mencit putih jantan (Mus musculus). Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 1(2), 163-172
 Simes, J.J.H. (1979). An Australian Phytochemical Survey III, Australia: Commonwealth
Scientific Industrial Research Organization
 Griffin, H.D. (1994). Fungal Physilogy. New York: John Wiley and Son Inc
 Leelarungrayub, N., Rattanapanone, V., Chanarat, N., & Gebicki, J.M. (2006). Quantitative
evaluation of the antioxidant properties of garlic and shallot preparation. Nutrition, 22(3), 266-
274

21

Anda mungkin juga menyukai