Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Medan adalah perguruan
tinggi kedinasan di lingkungan Kementerian Pertanian yang menyelenggarakan
program pendidikan profesional di bidang penyuluhan pertanian dan penyuluhan
perkebunan.
Sehubungan dengan hal tersebut kegiatan pembelajaran di STPP diarahkan
agar mampu menghasilkan lulusan yang memenuhi kualifikasi dan memiliki
kompetensi sebagai penyuluh ahli. Oleh karena itu, STPP diharapkan dapat
menghasilkan lulusan yang menguasai metode penyuluhan sekaligus memiliki
kompetensi agribisnis.
Pelaksanaan PKL I dilaksanakan di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan
Provinsi Sumatera Utara. Program Pelaksanaan PKL I berorientasi agar
mendapatkan pengalaman, menambah pengetahuan, serta Kegiatan PKL l
bertujuan untuk memberi bekal dan pengalaman kepada Mahasiswa agar mampu
melakukan wirausaha di bidang agribisnis, yang meliputi aspek:
1. Pengetahuan : pengenalan organisasi/ unit agribisnis dan bisnis inti yang
diusahakan, termasuk pengenalan permasalahan pada unit usaha, dan
rumusan pemecahan masalahnya;
2. Kerampilan : meningkatkan keterampilan merencanakan wirausaha
minimal salah satu subsistem agribisnis;
3. Sikap : menumbuhkan mental/jiwa wirausaha, rasa percaya diri, tangguh,
kreatif, inovatif, dinamis,disiplin, dan bertanggung jawab.
PKL I merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan mahasiswa STPP
Medan pada semester IV dengan bobot SKS 0-2. Kegiatan tersebut dilaksanakan
secara terprogram dan terintegrasi dengan mata kuliah yang sudah dipelajari
sebelumnya. PKL I dilaksanakan di Kecamatan Medan Marelan dengan komoditi
bawang merah.
Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis yang tinggi serta
mempunyai prospek pasar yang menarik.
Dalam meningkatkan hasil produksi yang baik dan berkualitas melalui
pengembangan teknologi-teknologi pertanian seperti teknologi benih baik
pengelolaan sampai pembudidayaan. Dalam pengadaan benih bawang merah yang

1
baik banyak di bangun Balai benih yang berfungsi sebagai sumber benih yang
bermutu, yang secara terus menerus dapat memenuhi kebutuhan benih petani,
salah satunya di Kecamatan Medan Marelan.
Tanaman bawang merah lebih banyak dibudidayakan di daerah daratan
rendah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah.
Tanaman ini tidak menyukai tempat-tempat yang tergenang air, apalagi becek.
Walaupun bawang merah tidak menyukai tempat yang tergenang air, tetapi
tanaman ini banyak membutuhkan air, terutama dalam masa pembentukan umbi.
Mengingat kebutuhan terhadap bawang merah yang kian terus meningkat
maka penguasahaannya memberikan gambaran (prospek) yang cerah. Prospek
tersebut tidak hanya petani dan pedagang saja, tetapi juga bagi semua pihak yang
ikut terlibat di dalam kegiatan usahanya, dari mulai penanaman sampai ke
pemasaran.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari PKL 1 ini antara lain :
1. Mahasiswa mengetahui varietas pada bawang merah.
2. Mahasiswa mengetahui teknik budidaya pada bawang merah.
3. Mahasiswa mengetahui hama dan penyakit pada budidaya bawang merah
4. Mahasiswa mengetahui sistem pemasaran pada budidaya bawang merah.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan PKL 1 ini bermanfaat untuk :
1. Mengetahui varietas pada bawang merah.
2. Mengetahui teknik budidaya pada bawang merah.
3. Mengetahui hama dan penyakit pada budidaya bawang merah
4. Mengetahui sistem pemasaran pada budidaya bawang merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Bawang Merah


Tanaman bawang merah diduga berasal dari Asia Tengah, terutama Palestina
dan India, tetapi sebagian lagi memperkirakan asalnya dari Asia Tenggara dan
Mediteranian. Pendapat lain menyatakan bawang merah berasal dari

2
Iran dan pegunungan sebelah Utara Pakistan, namun ada juga yang menyebutkan
bahwa tanaman ini berasal dari Asia Barat, yang kemudian berkembang ke Mesir
dan Turki (Wibowo, 2005).
Menurut Suriani (2011), klasifikasi bawang merah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliales
Famili : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium ascalonicum L.
Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura yang termasuk
ke dalam sayuran rempah yang digunakan sebagai pelengkap bumbu masakan
guna menambah citarasa dan kenikmatan masakan. Di samping itu, tanaman ini
juga berkhasiat sebagai obat tradisional, misalnya obat demam, masuk angin,
diabetes melitus, disentri dan akibat gigitan serangga (Samadi dan Cahyono,
2005).

B. Morfologi Bawang Merah


Secara morfologi, bagian tanaman bawang merah dibedakan atas akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji. Akar tanaman bawang merah terdiri atas akar
pokok (primary root) yang berfungsi sebagai tempat tumbuh akar adventif
(adventitious root) dan bulu akar yang berfungsi untuk menopang berdirinya
tanaman serta menyerap air dan zat-zat hara dari dalam tanah. Akar dapat tumbuh
hingga kedalaman 30 cm, berwarna putih, dan jika diremas berbau menyengat
seperti bau bawang merah (Pitojo, 2003).
Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan
kuncup-kuncup. Bagian bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar. Bagian
atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus) yang berasal
dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun
menebal, lunak dan berdaging, berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
Apabila dalam pertumbuhan tanaman tumbuh tunas atau anakan, maka akan

3
terbentuk beberapa umbi yang berhimpitan yang dikenal dengan istilah “siung”.
Pertumbuhan siung biasanya terjadi pada perbanyakan bawang merah dari benih
umbi dan kurang biasa terjadi pada perbanyakan bawang merah dan biji. Warna
kulit umbi beragam, ada yang merah muda, merah tua, atau kekuningan,
tergantung spesiesnya. Umbi bawang merah mengeluarkan bau yang menyengat
(Wibowo, 2005).
Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berwarna hijau muda hingga
hijau tua, berbentuk silinder seperti pipa memanjang dan berongga, serta ujung
meruncing, berukuran panjang lebih dari 45 cm. Pada daun yang baru bertunas
biasanya belum terlihat adanya rongga. Rongga ini terlihat jelas saat daun tumbuh
menjadi besar. Daun pada bawang merah ini berfungsi sebagai tempat fotosintesis
dan respirasi. Sehingga secara langsung, kesehatan daun sangat berpengaruh
terhadap kesehatan tanaman. Setelah tua daun menguning, tidak lagi setegak daun
yang masih muda, dan akhirnya mengering dimulai dari bagian bawah tanaman.
Daun relatif lunak, jika diremas akan berbau spesifik seperti bau bawang merah.
Setelah kering di penjemuran, daun tanaman bawang merah melekat relatif kuat
dengan umbi, sehingga memudahkan dalam pengangkutan dan penyimpanan
(Sunarjono, 2003).

C. Syarat Tumbuh Bawang Merah


1. Iklim
Daerah yang paling baik untuk budidaya bawang merah adalah daerah
beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Tempatnya yang terbuka,
tidak berkabut dan angin yang sepoi-sepoi. Daerah yang mendapat sinar matahari
penuh juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih
dari 12 jam. Perlu diingat, pada tempat-tempat yang terlindung dapat
menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil (Wibowo,
2005).
2. Suhu Dan Ketinggian Tempat
Dataran rendah sesuai untuk membudidayakan tanaman bawang merah.
Ketinggian tempat yang terbaik untuk tanaman bawang merah adalah kurang dari
800 m di atas permukaan laut (dpl). Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl,
tanaman bawang merah masih dapat tumbuh. Ketinggian tempat suatu daerah

4
berkaitan erat dengan suhu udara, semakin tinggi letak suatu daerah dari
permukaan laut, maka suhu semakin rendah (Pitojo, 2003).
Tanaman bawang merah menghendaki temperatur udara antara 25 - 32 oC.
Pada suhu tersebut udara agak terasa panas, sedangkan suhu rata-rata pertahun
yang dikehendaki oleh tanaman bawang merah adalah sekitar 30 oC. Selain itu,
iklim yang agak kering serta kondisi tempat yang terbuka sangat membantu
proses pertumbuhan tanaman dan proses produksi. Pada suhu yang rendah,
pembentukan umbi akan terganggu atau umbi terbentuk tidak sempurna (Sumadi,
2003).
3. Tanah
Tanaman bawang merah lebih baik pertumbuhannya pada tanah yang
gembur, subur, dan banyak mengandung bahan-bahan organik. Tanah yang sesuai
bagi pertumbuhan bawang merah misalnya tanah lempung berdebu atau lempung
berpasir, yang terpenting keadaan air tanahnya tidak menggenang. Pada lahan
yang sering tergenang harus dibuat saluran pembuangan air (drainase) yang baik.
Derajat kemasaman tanah (pH) antara 5,5 – 6,5 (Sartono, 2009).

D. Budidaya Bawang Merah


1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah,
memperbaiki drainase, aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan
mengendalikan gulma. Pada lahan kering, tanah dibajak atau diolah sedalam 20
cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm,
sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi tanah. Pada lahan bekas padi
sawah atau bekas tebu, bedengan-bedengan dibuat terlebih dahulu dengan ukuran
lebar 1,75 cm, kedalaman parit 50-60 cm dengan lebar parit 40-50 cm dan panjang
disesuaikan dengan kondisin lahan. Kondisi bedengan mengikuti arah Timur
Barat. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah lagi
hingga 2-3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan
dengan rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan
tanah sampai tanah menjadi gembur dan siap ditanami sekitar 3-4 minggu. Lahan
harus bersih dari sisa tanaman atau gulma (Hidayat, 2004).

5
Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam dengan pH
kurang dari 5,5 disarankan untuk memberikan dolomit minimal 2 minggu sebelum
tanaman dengan dosis 1-1,5 ton/ha/tahun, yang dianggap cukup untuk dua musim
tanam berikutnya. Pemberian dolomit ini penting dilakukan untuk meningkatkan
ketersediaan unsur hara kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg), terutama pada lahan
masam atau lahan-lahan yang diusahakan secara intensif untuk tanaman sayuran
pada umumnya (Pitojo, 2003).
2. Penanaman
Setelah lahan selesai diolah, kegiatan selanjutnya adalah pemberian pupuk
dasar. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang
seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10-20 ton/ha, atau pupuk kandang ayam
dengan dosis 5-6 ton/ha, atau kompos dengan dosis 4-5 ton/ha yang diaplikasikan
2-3 minggu sebelum tanam dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan
tanah.
Kualitas bibit bawang merah sangat menentukan hasil produksi bawang
merah. Kriteria umbi yang baik untuk bibit bawang merah harus berasal dari
tanaman yang berumur cukup tua yaitu berumur 70-80 hari setelah tanam, dengan
ukuran 5-10 gram, diameter 1,5-1,8 cm. Umbi bibit tersebut harus sehat, tidak
mengandung bibit penyakit dan hama. Pada ujung umbi bibit bawang merah
dilakukan pemotongan sekitas 1/5 panjang umbi untuk mempercepat pertumbuhan
tunas. Pemotongan ujung umbi sangat penting agar umbi tumbuh merata serta
cepat tumbuhnya, karena ujung umbi bersifat mempercepa tumbuhnya tunas.
Jumlah benih yang dibutuhkan dalam budidaya bawang merah tergantung
dengan varietas yang akan ditanam. Untuk jarak tanam 20x20 dengan bobot benih
5 gram dibutuhkan sekitar 1,4 ton benih untuk setiap Hektarnya. Dan untuk bobot
benih umbi menggunakan jarak tanam 15x15 m dibutuhkan sekitar 2,4 ton/Ha.
3. Dosis Dan Waktu Pemupukan
Pemberian pupuk yang berlebihan tanpa memperhatikan waktu dan dosis
dapat mengakibatkan tanaman keracunan dan tanah menjadi pejal atau keras.
Tanah yang pejal atau keras sukar diolah, jika musim penghujan tanah menjadi
licin dan liat karena pori-pori tanah tertutup oleh sisa pupuk kimia yang tidak
terserap oleh tanaman. Akibatnya, pertukaran udara dan air di dalam tanah tidak

6
berjalan lancar, sehingga terjadi akumulasi residu pupuk yang akhirnya akan
meracuni tanah, air, dan tanaman itu sendiri. Tanaman perlu diberi tambahan
unsur hara terutama pupuk Nitrogen (N), Fosfor (F), dan Kalium (K) yang
masing-masing terdapat dalam Urea, TSP dan KCl. Bawang merah memerlukan N
205 kg/ha, P 125 kg/ha, dan K 155 kg/ha (Sumadi, 2003).
4. Cara Pemupukan
Ada tiga cara pemupukan yang dianjurkan untuk diterapkan pada tanaman
bawang merah, yaitu:
a. Penugalan
Pemupukan dengan cara ini adalah pupuk ditempatkan dalam jalur-jalur
yang dibuat di dekat tanaman dengan jarak 5 cm dan dalam 3-5 cm. Lubang
tempat pupuk dibuat dengan cara ditugal pada tanah yang telah ditentukan batas-
batasnya (Pitojo, 2003).
b. Pembenaman
Pupuk dibenamkan pada alur-alur di antara barisan tanaman. Alur-alur untuk
menempatkan pupuk dibuat seperti parit yang berukuran kira-kira 2 cm dengan
kedalaman 3 cm, dan jarak 3-5 cm. Pembuatan alur harus dilakukan dengan hati-
hati agar tidak memutus atau merusak akar serabut yang menjalar ke samping
(Pitojo, 2003).
c. Melalui daun
Pemupukan melalui daun di lakukan dengan cara disemprotkan langsung
pada tanaman, terutama bila pupuk yang digunakan dalam jumlah sedikit. Unsur
hara mikro yang biasa digunakan terdapat pada pupuk pelengkap cair (PPC) dan
pemupukan biasanya dilakukan bersamaan dengan penyemprotan pestisida. Agar
pestisida dan pupuk lebih efektif kerjanya, maka ketika menyemprot dapat
ditambah zat perekat, misalnya Agristik. Pupuk daun yang diberikan adalah
Gandasil dan Vitabloom (Pitojo, 2003).
5. Pengairan
Air diberikan dengan cara mengalirkannya melalui selokan antar bedengan
sebatas perakaran dan dibiarkan meresap dalam bedengan hingga basah, atau
dengan cara menyiramnya dengan gembor. Pemberian air sebaiknya dilaksanakan
pada sore hari dengan interval pelaksanaan 4-7 hari sekali. Pada periode kritis

7
yaitu fase perbanyakan (tanaman berumur 7-20 hari), dan fase pembesaran umbi
(tanaman berumur 35-50 hari), diperlukan pengairan dengan interval 2-4 hari
sekali. Pada akhir pemasakan umbi tanaman hanya memerlukan sedikit air karena
air yang berlebih dapat menyebabkan umbi busuk (Rahayu, 2007).
6. Penyiangan, Pendangiran, Dan Pembumbunan
Lahan yang tidak disiangi menyebabkan tanaman tumbuh lambat karena
gulma (rumput) tumbuh dan berkembang sangat cepat. Akibatnya, jarak tanaman
menjadi lebih rapat dan lahan menjadi lembab. Hal ini mendorong timbulnya
berbagai penyakit yang disebabkan oleh cendawan, dan sebagai media yang sesuai
untuk bertelur bagi ngengat kupu (Agrotis ipsilon Hufn). Oleh karena itu,
penyiangan harus dilakukan terutama pada fase pembentukan anakan (tanaman
berumur 10-21 hari), dan fase pembentukan umbi (tanaman berumur sekitar 30-35
hari), dan pada waktu berumur (50-55 hari) atau fase pemasakan umbi (Wibowo,
2005).
Tanaman bawang merah perlu pula dilakukan pembumbunan.
Pembumbunan terutama dilakukan pada tepi bedengan yang seringkali longsor
ketika diairi. Pembumbunan sebaiknya mengambil tanah dari selokan atau parit di
sekeliling bedengan, agar bedengan menjadi lebih tinggi dan parit menjadi lebih
dalam, sehingga drainase menjadi normal kembali. Pembumbunan juga berfungsi
memperbaiki struktur tanah dan penutup akar yang keluar di permukaan tanah,
sehingga tanaman berdiri kuat dan ukuran umbi yang dihasilkan dapat lebih
besarbesar (Rukmana,2002).
Pendangiran akan mengembalikan kondisi tanah yang memadat menjadi
gembur, sehingga mempermudah pertumbuhan dan perkembangan akar serta
umbinya. Selain itu, peredaran udara dalam tanah menjadi lebih lancar, sehingga
kehidupan organisme dalam tanah yang bermanfaat bagi tanaman dapat
dipertahankan keberadaannya (Sumadi, 2003).
7. Pengendalian Hama Dan Penyakit
Hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah antara lain
adalah ulat grayak Spodoptera, Thrips, Bercak ungu Alternaria, busuk umbi
Fusarium, busuk putih Sclerotum, busuk daun Stemphylium dan virus (Sartono,
2009). Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan rutin atau tindakan

8
preventif yang dilakukan petani bawang merah. Umumnya kegiatan ini dilakukan
pada minggu kedua setelah tanam dan terakhir pada minggu kedelapan dengan
dengan interval 2-3 hari sekali (Rahayu, 2007).
Pengendalian hama dan penyakit yang tidak tepat (pencampuran 2-3 jenis
pestisida, dosis yang tidak tepat, sprayer yang tidak standar) dapat menimbulkan
masalah yang serius (kesehatan, pemborosan, resistensi hama dan penyakit, residu
pestisida, dan pencemaran lingkungan). Salah satu cara yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah pemakaian pestisida adalah dengan tidak mencampurkan
beberapa jenis pestisida, memakai konsentarasi pestisida yang dianjurkan,
memakai sepuyer (nozzle) standar dengan tekanan pompa yang cukup (Rahayu,
2007).
8. Panen dan Pascapanen
Salah satu ciri tanaman bawang merah yang sudah siap panen apabila 60-
70% daun bawang sudah mulai rebah atau bisa dilakukan dengan pemeriksaan
umbi secara acak. Apabila menggunakan bibit dari umbi, tingkat daun yang rebah
harus mencapai 90%. Bawang merah bisa dipanen dalam rentang waktu 55-70
hari sejak tanam. Produktivitas bawang merah juga bervariasi, tergantung dengan
iklim, cuaca, dan jenis bawang yang ditanam. Diindonesia rata-rata dalam satu
hektar lahan bisa menghasilkan sekitar 3-12 ton bawang merah dengan rata-rata
Nasional mencapai 9,47 ton/Ha.
Umbi bawang merah yang telah dipanen akan melalui proses pengeringan
terlebih dahulu, untuk mengeringkannya bisa dengan proses penjemuran selama
7-14 hari, pembalikan dilakukan setiap 2-3 hari. Bila kadar air pada bawang
merah telah turun menjadi 85% berarti bawang sudah kering dan siap untuk
dipasarkan.
III. METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan tempat


Rencana pelaksanaan kegiatan PKL I dilaksanakan pada 24 Juli s.d 11
Agustus 2017 di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Provinsi Sumatera
Utara.

B. Materi kegiatan
1. Varietas Bawang Merah

9
Varietas bawang merah yang ditanam di Indonesia cukup banyak
macamnya, tetapi umurnya produksi varietas tersebut masih rendah(kurang dari
10 ton/ha).Beberapa hal yang membedakan varietas bawang merah satu dengan
yang lain biasnya didasrkan pada bentuk, ukuran, warna, kekenyalan, aroma umbi,
umur tanam, ketahanan terhadap penyakit serta hujan, dan lain-lain.
a) Bima Brebes
Varietas lokal asal Brebes ini sudah sudah bisa di panen pada umur 60 hari
setelah tanam. Jumlah produksinya tergolong tinggi, yakni mencapai 10 ton/ha
umbi kering dengan susut bobot umbi 22 % dari bobot panen basah. Daunnya
berwarna hijau, berbentuk silindris, dan berlubang. Umbinya berwarna merah
muda, berbentuk lonjong, dan bercincin kecil pada leher cakramnya. Bima Brebes
resisten terhadap penyakit busuk umbi.
(Bima Brebes)(Botrytis allii), tetapi peka terhadap penyakit busuk daun
(Phytophtora porii). Daerah penanamannya lebih cocok di dataran rendah.
b) Medan
Varietas ini banyak ditanam di daerah Samosir, Sumatera Utara. Umur
panennya lebih lama dari Bima Brebes, yakni 70 hari setelah tanam. Jumlah
produksi umbi rata-rata 7 ton/ha umbi kering. Susut bobot umbi tergolong tinggi,
yakni 25 % dari bobot panen basah. Varietas ini mudah berbunga. Bunganya
berwarna putih. daun berbentuk silindris dengan bagian tengah berlubang dan
berwarna hijau. Bentuk umbi bulat dengan ujung meruncing dan berwarna merah.
Satu rumpun terdiri 6-12 anakan. daerah penanamannya lebih fleksibel, dapat
ditanam di datara tinggi maupun rendah. Tanaman ini cukup resisten terhadap
penyait busuk umbi, tetapi peka terhadap penyakit busuk ujung daun.
c) Maja Cipanas
Varietas ini merupakan varietas local asal Cipanas, Cianjur. Umur panennya
60 hari setelah tanam dengan jumlah produksi mencapai 11 ton/ha umbi kering.
Susut bobot umbi kering tergolong besar, yakni 25% dari bobot panen basah.
Daunnya berwarna hijau tua, berbentuk silindris, dan berlubang. Umbi berwarna
merah tua, berbentuk bulat –gepeng, dan berkeriput. Jumlah anakan umbi 6-12 per
rumpun. Maja Cipanas cukup resisten terhadap penyakit busuk umbi, tetapi peka

10
terhadap penyakit busuk ujung daun. tanaman ini dapat ditanam di dataran tinggi
maupun rendah.
d) Keling
Varietas lokal ini berasal dari majalengka. Umbinya baru bisa dipanen pada
umur 70 hari setelah tanam. Jumlah produksi umbi rata-rata mencapai 8 ton/ha
umbi kering. Susut bobot umbi relatif rendah, yakni 15% dari bobot anen basah.
Daunnya berwarna hijau, berbentuk silindris, dan berlubang. Umbi berwarna
merah muda. berbentuk bulat-gepeng, dan berkeriput. dalam satu rumpun dapat 7-
13 anakan. Pertumbhan varietas keing akan lebih baik bila ditanam di dataran
rendah. Varietas ini cukup resisten terhadap penyakit busuk umbi, tetapi peka
terhadap penyakit busuk ujung daun.
e) Ampenan
Daerah asal varietas ini adalah Ampenan, Bali. Umbi dipanen pada umur 70
hari setelah tanam. Produksinya tidak jauh berbeda dengan varietas lainnya, yakni
antara 9-12 ton/ha umbi kering. Daunnya berwarna hijau, berbentuk silindris, dan
berlubang. Umbinya berwarna merah muda, berbentuk lonjong dengan jumlah
anakan dalam satu rumpun lebih dai 10 anakan. Varietas Ampenan resisten
terhdap penaykit busuk umbi, tetapi peka terhadap penaykit busuk ujung daun.
Selain itu, varietas ini sangat peka terhadap hujan, karena baik ditanam pada
musim kemarau.
f) Sumenep
Varietas lokal asal Sumenep. Madura ini mempunyai ciri yang menonjol
sehingga mudah dibedakan dari varietas lainnya. Ciri tersebut sebagai berikut.
Umbinya berwarna kuning pucat sampai merah muda kekuning-kuningan pucat
dan bergaris-garis halus. Sewaktu masih di lahan umbinya berwarna keputih-
putihan. Bentuk umbi bulat panjang. bawang ini banyak diolah menjadi bawang
goring karena hasilnya mempunyai kualitas baik, tahan kering, dan aromanya
sangat digemari.
Varietas Sumenep baru bisa dipanen pada umur 70 hari setelah tanam
dengan jumlah produksi tergolong tinggi, yakni rata-rata mencapai 12 ton/ha.
Daunnya berwarna hijau dengan bentuk yang lebih besar dibanding varietas lain

11
dan kaku. Dalam satu rumpun terdpat 5-8 anakan. Umbinya tidak tahan bila
disimpan lama. Varietas ini lebih peka terhadap penyakit busuk umbi.
g) Kuning
Varietas ini sudah bisa dipanen pada umur 70 hari setelah tanam. Jumlah
produksinya rata-rata 7 ton/ha umbi kering. Daun berwarna hijau tua, berbentuk
silindris, dan berlubang. Umbinya berwarna merah merona dan berbentuk bulat
besar. Varietas ini paling cocok ditanam pada musim kemarau.
h) Timor
Varietas ini berasl dari Tinor Timur. Umbinya berbentuk bulat memanjang
dan berwarna merah tua. Daunnya berwarna hijau tua, berbentuk silindris, dan
berlubang. Umur tanaman berkisar 60-70 hari dengan produksi rata-rata mencapai
9-12 ton/ha. Jumlah anakan dalam satu rumpun 6-12. Varietas ini cukup resisten
terhadap penyakit busuk umbi, tetapi peka terhadap penyakit busuk ujung daun.
i) Lampung
Varietas lokal asal Lampung ini mempunyai umur panen 60 hari dengan
jumlah produksi sedang, sekitar 8-10 ton. Umbinya berwarna merah tua dan
berbentuk bulat. Dalam satu rumpun terdapat 10-15 anakan.
j) Banteng
Varietas Banteng berasal dari daerah Tangerang. Umbinya berwarna merah
cemerlang, berbentuk bulat , dan dagingnya kompak. Bawang ini mempunyai
aroma yang harum, rasanya lebih manis, dan jika digoreng lebh renyah disbanding
varietas lainnya.

k) Varietas lokal lainnya


Masih terdapat beberapa varietas lokal lain yang ditanam dibeberapa daerah
di Indonesia, tetapi jumlahnya tidak terlalu besar. Diantaranya adalah varietas
gurgur, sri sakate, bali ijo, jaksana, ashali, betawi, dan jawa.
Varietas gurgur hamir sama dengan maja Cipanas. Hasil produksinya
sedang. Umbinya berwarna merah dan berbentuk bulat telur. Umur panennya
sekitar 60 hari. Umbi sri sakate berwarna ungu dan berbentuk bulat . Umur panen
varietas ini sekitar 60 hari.

12
Varietas lainnya seperti bali ijo, jaksana, dan jawa, mempunyai umur panen
lebih lama dari kedua varietas di tas, yakni sekitar 80 hari. Sedang varietas ashali
bisa dipanen pada umur yang lebih muda, yakni sekitar 50 hari setelah tanam.
Bawang bali ijo. Mempunyai umur panen yang lama, yakni 80 hari.
l) Varietas Impor
Varietas impor yang sudah ditanam di Indonesia adalah Bangkok, Filipina,
dan Australia. varietas ini umumnya memiliki sifat-sifat yang lebih unggul
dibanding varietas lokal. Beberapa keunggulan varietas bawang merah impor
yaitu :
 memiliki bentuk umbi yang bulat dan berukuran besar dengan warna merah
memikat.
 jumlah anakan umbi banyak,lebih dari 10 anakan.
 hasil produksinya tinggi, rata-rata mencapai 15 ton umbi kering per hektar.
 daya simpan lebih tinggi,serta
 nilai penyusutan dalam pemasaran (ekspor) lebih kecil, sekitar 10%
(varietas lokal mencapai 15%).
Bawang merah varietas impor dipanen tidak jauh berbeda dengan varietas
local, yaitu 60-70 hari setelah tanam. Akan tetapi, dalam budi dayanya perlu
penanganan yang lebih hati-hati karena tanaman masih memerlukan adaptasi
dengan kondisi ekologis disekitarnya.
Varietas bawang merah impor yang banyak ditanam di Indonesia terutama
di daerah Brebes dan Losari Cirebon, adalah Bangkok dan Filipina. Bibit kedua
varietas tersebut bisa didapatkan di dareh tersebut karena sudah dapat
dikembangbiakan sendiri.
2. Teknik Budidaya Bawang
2.1. Syarat Tumbuh
 Bawang merah tumbuh dengan di dataran rendah hingga dataran tinggi
pada sekitar 1000 dpl
 Hasil produksi terbaik pada dataran rendah dengan iklim 25-32 °C ,
dengan penyinaran 75%

 Persyaratan tanah : gembur, subur dan banyak mengandung bahan


organik
13
 Jenis tanah yang paling bagus yaitu lempung berpasir atau lempung
berdebu

 pH tanah 5-5 -6,5

 Drainase dan aerasi tanah diusahakan yang bagus

2.2 Pengolahan Tanah Kering


 Pupuk kandang disebarkan di lahan dengan dosis 0,5-1 ton/ 1000 m2
 Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)Dibuat bedengan dengan
lebar 120 -180 cm

 Diantara bedengan pertanaman dibuat saluran air (canal) dengan lebar 40-
50 cm dan kedalaman 50 cm.

 Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi Dolomit/kapur pertanian dosis +


1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu
biarkan 2 minggu.

 Untuk mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1


bungkus GLIO) dicampur 25-50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1
minggu lalu taburkan merata di atas bedengan.

2.3 Pupuk dasar


 Berikan pupuk : 2-4 kg Urea + 7-15 kg ZA + 15-25 kg SP-36 secara
merata diatas bedengan dan diaduk rata dengan tanah.
 Atau jika dipergunakan Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg/
1000 m2 dicampur rata dengan tanah di bedengan.

2.4 Pemilihan Bibit


Sebelum Anda menanam bibit, sebaiknya tanah sudah disiram terlebih
dahulu, kalau diperlukan buatlah atap yang bisa mengayomi bibit bawang merah
dan panas yang terik atau hujan.

14
Untuk syarat pemilihan bibit seperti berikut ini ;
 Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3-4 gram/umbi.
 Umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2-3 bulan dan umbi masih
dalam ikatan (umbi masih ada daunnya)
 Umbi bibit harus sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak
keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau)
 Atau anda bisa menguunakan bibit dari biji yang sudah terbukti bebas
penyakit layu dan bersertifikat dari deptan. Sebagai solusi dari mahalnya
bibit umbi untuk kebutuhan per hektarnya.
2.5 Masa Tanam
a. Jarak Tanam
 Pada Musim Kemarau, 15 x 15 cm, varietas Ilocos, Tadayung atau
Bangkok
 Pada Musim Hujan 20 x 15 cm varietas Tiron
b. Cara Tanam
 Umbi bibit direndam dulu dalam larutan NASA + air ( dosis 1 tutup/lt air )
 Taburkan GLIO secara merata pada umbi bibit yg telah direndam NASA

 Simpan selama 2 hari sebelum tanam

 Pada saat tanam, seluruh bagian umbi bibit yang telah siap tanam
dibenamkan ke dalam permukaan tanah. Untuk tiap lubang ditanam satu
buah umbi bibit.

2.6 Pemupukan
Dalam budidaya bawang merah kita menggunakan 2 bentuk pupuk ;
 Pupuk dasar yaitu pupuk kandang bisa sapi atau kambing 15-20 ton/ha
atau kotoran ayam 5-6 ton/ha atau kompos 2,5 ton/ha. Pupuk buatan juga
diperlukan TSP 150-200 kg/hektar. Langkah-langkah memberikan pupuk
dasar yaitu dengan menyebar dan mengaduk rata dengan tanah 1-3 hari
sebelum tanam.
 Pupuk susulan yaitu berupa urea 150kg/ha, Za 300 kg/ha, dan KCL
150/ha. Pemupukan susulan yang pertama dilakukan pada umur 10-15 hari

15
setelah tanam dan pemupukan susulan kedua yaitu pada umur 1 bulan
setelah tanam dengan 1/2 dosis.

2.7 Penyiraman dan Penyiangan


Perlu diingat bahwa bawang merah memerlukan banyak air, namun dia tidak
tahan terhadap genangan atau tanah yang becek. Penyiraman sebaiknya dilakukan
menggunakan gembor. Untuk tanaman berumur 0 -10 hari, penyiraman dilakukan
2 (dua) kali yakni pagi dan sore hari, sedangkan sesudah umur tersebut
penyiraman cukup dilakukan sekali sehari (sebaiknya dilakukan pada pagi hari.
Cara penyiraman lainnya yakni cara ”leb” (memasukkan air ke bedengan
hingga merata) digunakan di lahan persawahan, untuk lahan kering tetap dengan
gembor atau selang. Apabila digunakan cara ini (”leb”), sebaiknya dilakukan
setelah tanaman berumur lebih dari 10 hari. Pengairan secara ”leb” dapat
dilakukan setiap 3 -4 hari sekali. Penyiangan pada budidaya bawang merah
sebaiknya dilakukan 2 kali yakni pada saat tanaman berumur 10 -15 hari dan 28 –
35 hari (sebelum pemupukan susulan). Penyiangan dilakukan dengan mencabut
gulma di sekitar tanaman.
2.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama-hama penting pada budidaya bawang merah serta cara
pengendaliannya adalah sebagai berikut.
 Ulat daun bawang (Spodoptera exiqua). Gejala serangan : pada daun yang
terserang terlihat bercak putih transparan. Hal ini karena ulat menggerek
daun dan masuk ke dalamnya sehingga merusak jaringan daun sebelah
dalam sehingga kadang-kadang daun terkulai. Cara pengendalian : rotasi
tanaman, waktu tanam serempak, atau dengan pengendalian secara
kimiawi yaitu menggunakan Curacron 50 EC, Diasinon 60 EC, atau
Bayrusil 35 EC.
 Trips (Trips tabaci Lind.). Gejala serangan : terdapat bintik-bintik
keputihan pada helai daun yang diserang, yang akhirnya daun menjadi
kering. Serangan biasanya terjadi pada musim kemarau. Cara
pengendalian : mengatur waktu tanam yang tepat, atau secara kimiawi
yakni dengan penyemprotan Curacron 50 EC, Diasinon 60 EC, atau
Bayrusil 35 EC.

16
 Ulat tanah (Agrotis epsilon). Pengendalian dilakukan secara manual yakni
dengan mengumpulkan ulat ulat pada sore/senja hari di antara pertanaman
serta menjaga kebersihan areal pertanaman.

 Penyakit bercak ungu atau trotol (Alternaria porri). Gejala serangan : pada
daun yang terserang (umumnya daun tua) terdapat bercak keputih-putihan
dan agak mengendap, lama kelamaan berwarna ungu berbentuk oval,
keabu-abuan dan bertepung hitam. Serangan umumnya terjadi pada musim
hujan. Cara pengendalian : rotasi tanaman, melakukan penyemprotan
setelah hujan dengan air untuk mengurangi spora yang menempel pada
daun. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan penyemprotan
fungisida, antara lain Antracol 70 WP, Ditane M-45, Deconil 75 WP, atau
Difolatan 4 F.

 Nematoda akar (Ditylenchus dispaci). Gejala seranga : tanaman kerdil dan


tidk mampu membentuk umbi. Cara pengendalian : pemberian Furadan 3G
sebanyak 20-80 kg per hektar.

2.9 Panen dan PascaPanen


Panen dilakukan apabila tanaman telah berumur 65-75 hari setelah tanam.
Tanaman yang telah siap dipanen memiliki ciri-ciri :
 Tanaman telah cukup tua, dengan hampir 60-90% batang telah lemas dan
daun menguning
 Umbi lapis terlihat padat berisi dan sebagian tersembul di permukaan
tanah
 Warna kulit umbi mengkilat atau memerah
 Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman bersama daunnya dan
diusahakan agar tanah yang menempel pada umbi dibersihkan. Biarkan
umbi beberapa jam pada bedengan, kemudian diikat (1-1,5 kg/ikat)
 Umbi yang telah diikat dijemur dengan posisi daun berada di atas (selama
5-7 hari). Setelah daun kering, ikatan diperbesar dengan menyatukan 3-4
ikatan kecil menggunakan tali bambu. Selanjutnya ikatan dijemur kembali
dengan posisi umbi di atas (selama 2-3 hari),

17
 Bila umbi telah kering, umbi siap disimpan di gudang atau di para-para.
Atau dilakukan pengasapan agar tidak mudah busuk dan tahan lama.
3. Hama dan Penyakit Tanaman Bawang Merah

1. Layu Fusarium ( Fusarium oxysporum hanz )


Gejala Serangan :
Sasaran serangan adalah bagian dasar umbi lapis, daun bawang
menguning dan terpelintir layu (mboler) serta tanaman mudah dicabut. Umbi
yang terserang akan menampakkan dasar umbi yang putih karena massa
cendawan dan umbi membusuk dimulai dari dasar umbi. Apabila umbi
lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan berawal dari dasar
umbi meluas baik ke atas maupun samping. Seangan lebih lanjut
menyebabkan kematian , dimulai dari ujung daun kemudian menjalar ke
bagian bawah.

Morfologi dan siklus hidup :


Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa
tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual
yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya
cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapipatogen tersebut dapat tersebar
pula lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke
tempat lainnya. Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa
sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar
umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit,
penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban
tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut
(Anonim 2005).
Cara Pengendalian :
a. Secara Biologis
 Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agens hayati
Glioccladium spa tau Trichodherma pada setiap lubang tanam.

b. Secara teknis

18
 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang nya
tau tingkat keinangnya rendah ( tanaman palawija )
 Menggunakan benih yang bebas penyakit
 Drainase dijaga baik
 Memberi perlakuan sebelum ditanam dengan 100 gr fungisida per
100 kg umbi benih di daerah endemis.
 Melakukan penyiraman / sirat untuk pencucuian daun setelah hujan
reda
 Menjaga tanaman / umbi jangan sampai terluka akibat perlakuan
sewaktu pemeliharaan maupun panen.

2. Penyakit trotol atau bercak ungu (Purple blotch) Patogen: cendawan


Alternaria porri (Ell.) Cif.
Gejala Serangan :
Infeksi awal pada daun menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke
dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca
lembab, serangan berlanjut dengan cepat, bercak berkembang hingga
menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu dengan tepi
yang kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas
maupun bawah bercak.
Ujung daun mengering, sehingga daun patah. Permukaan bercak tersebut
akhirnya berwarna coklat kehitaman (Gambar 9). Serangan dapat berlanjut ke
umbi, yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna kuning lalu merah
kecoklatan. Semula umbi membusuk dan berair yang dimulai dari bagian leher,
kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan berwarna lebih gelap.
Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi untuk tanaman generasi berikutnya
jika digunakan sebagai bibit.
Morfologi dan siklus hidup :
Pada bagian yang berwarna ungu atau lebih gelap tersebut dapat ditemukan
konidiofor yang mampu berkecambah membentuk konidiospora. Proses sporulasi
sangat dibantu oleh kondisi cuaca yang lembab, mendung, hujan rintik-rintik
dengan kelembaban udara mencapai lebih dari 90%. Konidiospora (konidium)

19
berbentuk gada bersekat, membesar, dan tumpul di salah satu ujungnya,
sedangkan ujung lainnya menyempit dan memanjang. Konidia disebarluaskan
oleh angin dan jika konidia tersebut jatuh ke permukaan tanaman inang, konidium
berkecambah, membentuk miselium, lalu menginfeksi jaringan tanaman lewat
stomata atau luka pada epidermis.
Biasanya gejala visual awal akan terlihat 1-4 hari sejak inisiasi infeksi,
tergantung pada jumlah konidia yang berhasil menginfeksi dan kondisi cuaca
yang mendukung. Patogen mampu bertahan dari musim ke musim berikutnya
dalam bentuk miselia pada sisa-sisa tanaman inang dan segera membentuk
kondiofora dan konidia jika kondisi memungkinkan. Namun, konidia tersebut
tidak mampu bertahan hidup lebih lama jika jatuh di atas tanah. Oleh karena itu,
penyakit trotol adalah penyakit lahir (tular) udara dan lahir bibit (umbi). Kondisi
yang membantu tumbuh dan berkembangnya cendawan A. porri adalah cuaca
yang mendung, hujan rintik-rintik, kelembaban udara yang tinggi, suhu udara
sekitar 30-32 ºC,drainase lahan yang kurang baik dan pemupukan yang tidak
berimbang karena dosis N-nya terlalu tinggi (Anonim 2005).
Cara Pengendalian :
a. Secara Mekanik
 Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .
b. Secara Teknis
 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau
tingkat keinangannya rendah
 Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos
dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.
 Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram
dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada
daun
c. Secara Biologi
 Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati
Trichoderma pada setiap lubang tanam

d. Secara Kimiawi

20
 Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan
penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan
aktif klorotalonil, mankoseb, promineb, difenokanazol.

3. Penyakit otomatis atau antraknose (Antracnose)


Patogen : cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)
Gejala Serangan :
Di daerah Brebes dan sekitarnya, penyakit ini disebutpenyakit otomatis,
karena tanaman yang terinfeksi akan mati dengan cepat, mendadak, dan serentak.
Serangan awal ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun,
selanjutnya terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena
terkulai tepat pada bercak tersebut (Gambar 10). Jika infeksi berlanjut, maka
terbentuklah koloni konidia yang berwarna merah muda, yang kemudian berubah
menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya kehitam-hitaman. Dalam kondisi
kelembaban udara yang tinggi terutama pada musim penghujan, konidia
berkembang dengan cepat membentuk miselia yang tumbuh menjalar dari helaian
daun, masuk menembus sampai ke umbi, seterusnya menyebar di permukaan
tanah, berwarna putih, dan menginfeksi inang di sekitarnya. Umbi kemudian
membusuk, daun mengering dan sebaran serangan yang bersifat sporadis tersebut,
pada hamparan tanaman akan terlihat gejala botak-botak di beberapa tempat.

Morfologi dan siklus hidup :


Seperti halnya Alternaria, cendawan Colletotrichum termasuk ke dalam
golongan cendawan tak sempurna (fungi imperfekti). Hifa cendawan ini bersekat
tetapi tidak menghasilkan tingkatan seksual. Miselia membentuk badan buah
aservuli (lapisan stroma). Dari permukaan lapisan ini terbentuk konidiofora
yang rapat, tegak, transparan (hialin) yang berukuran 45 - 55 mikron.
Pada ujung konidiofora terbentuk konidia berbentuk oval, lurus atau sedikit
bengkok dengan ukuran panjang sekitar 15 mikron, lebar sekitar 5 mikron.
Konidia tersebar berkat bantuan angin dan atau hujan lebat dan jika jatuh pada
sasaran tanaman inang maka konidia akan berkecambah dengan membentuk
apresorium (hifa berbentuk tabung pendek yang jika kontak dengan epidermis,

21
bagian ujungnya akan melebar membentuk semacam sel bersudut, berdinding
tebal, dan berwarna coklat).
Pembentukan apresoria (haustoria) adalah inisiasi infeksi dan sangat
terangsang oleh kerentanan inang dan kondisi mikroklimat, seperti kelembaban
udara, temperatur udara, serta substrat yang cocok untuk cendawan tersebut.
Intensitas serangan berkurang pada kondisi yang relatif kering (musim kemarau),
sistem drainase lahan yang baik, dan pertanaman yang gulmanya terkendali
(Anonim 2005).
Cara pengendalian :
a. Secara Mekanik
 Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .
b. Secara Teknis
 Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan inang atau
tingkat keinangannya rendah
 Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos
dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.
 Menanam umbi dari kultivar toleran
 Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase
sebaik mungkin
 Mengadakan penyiraman pagi hari
 Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram
dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada
daun
c. Secara Biologi
 Menggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati
Trichoderma pada setiap lubang tanam.
d. Secara Kimiawi
 Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan
penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan yang berbahan
aktif karbendazim.

22
4. Penyakit embun bulu atau tepung palsu (Downy mildew) Patogen :
cendawan Peronospora destructor (Berk.) Casp
Gejala Serangan :
Pada kondisi yang lembab, berkabut atau curah hujantinggi, cendawan akan
membentuk masa spora yang sangat banyak, yang terlihat sebagai bulu-bulu halus
berwarna ungu (violet) yang menutupi daun bagian luar dan batang (umbi) Gejala
kelihatan lebih jelas jika daun basah terkena embun. Gejala akibat infeksi
cendawan ini dapat bersifat sistemik dan lokal. Jika infeksi terjadi pada awal
pertumbuhan tanaman, dan tanaman mampu bertahan hidup, maka pertumbuhan
tanaman terhambat dan daun berwarna hijau pucat (MacNab dkk. 1983). Bercak
infeksi pada daun mampu menyebar ke bawah hingga mencapai umbi lapis,
kemudian menjalar ke seluruh lapisan, Akibatnya, umbi menjadi berwarna coklat.
Serangan lanjut akan mengakibatkan umbi membusuk, tetapi lapisan luarnya
mengering dan berkerut, daun layu dan mengering, sering dijumpai anyaman
miselia yang berwarna hitam.

Morfologi dan siklus hidup :


Cendawan P. destructor adalah cendawan dari golongan Phycomycetes yang
hifanya tidak bersekat. Miselia dan oospora mampu bertahan baik pada sisa-sisa
tanaman inang maupun berkecambah dengan cepat dan menghasilkan massa spora
yang sangat banyak jumlahnya. Spora ini disebarluaskan oleh angin, dan
keberhasilan infeksinya sangat didukung oleh kondisi udara lembab dan suhu
malam hari yang relatif rendah. Oleh karena itu, penyakit ini bersifat tular udara,
tular bibit, maupun tular tanah, khususnya jika lahan basah dan drainasenya
buruk.
Cara Pengendalian
a. Secara Mekanik
Melakukan sanitasi dan pembakaran sisa - sisa tanaman yang sakit .
b. Secara Teknis
 Menggunakan benih yang berasal dari tanaman sehat, tidak kerapos
dan tidak terdapat luka pada kulit / terkelupas dan warna mengkilap.

23
 Menjaga lahan tidak tergenang air dengan membuat saluran drainase
sebaik mungkin
 Mengadakan penyiraman pagi hari
 Jika terjadi hujan pada siang hari , maka tanaman segera disiram
dengan air bersih untuk menghidari pathogen yang menempel pada
daun
c. Secara Biologi
 Mennggunakan pupuk organic dengan penambahan agen hayati
Trichoderma pada setiap lubang tanam.
d. Secara Kimiawi
 Apabila masih ditemukan gejala serangan dapat dilakukan
penyemprotan dengan fungisida efektif yang dianjurkan.
4. Sistem Pemasaran Bawang Merah

Pemasaran merupakan subsistem utama dalam agribisnis bawang merah.


Karena dari sisi petani, harga yang terbentuk dalam pasar menentukan
pendapatan, dan dari sisi konsumen mencerminkan kepuasan. Kurangnya campur
tangan dari pemerintah dalam pemasaran bawang merah dan lebih menekankan
produksi menyebabkan kinerja pemasaran menjadi buruk sehingga sistem
agribisnis tidak berjalan seimbang.
Terdapat beberapa jenis saluran pemasaran bawang merah. Pola yang
paling umum pemasaran dimulai dari petani/produsen yang menjual komoditas
tersebut ke pedagang pengumpul tingkat desa kemudian pedagang pengumpul
tingkat desa menjualnya lagi ke pedagang pengumpul tingkat
kecamatan/kabupaten dan kemudian di distribusikan ke pedagang besar/bandar.
Pedangang/Bandar akan mendistribusikannya ke pedagang luar daerah produksi,
pasar induk, pedagang antar pulau maupun eksportir.

Selain pola umum tersebut terdapat berbagai pola, dimana petani bisa
langsung menjual ke pedagang pengumpul kecamatan/kabupaten yang
menjualnya ke pedagang besar/pengecer setempat untuk dijual langsung ke
konsumen akhir. Tanpa melalui saluran pedagang besar, pedagang pengumpul
kecamatan dapat langsung menjual ke pedagang antar pulau.

24
C. Prosedur pelaksanaan
1. Tahapan Pelaksanaan :
 Survei calon lokasi PKL I
 Persyaratan calon lokasi PKL I sebagai berikut:
 Skala usaha mikro, kecil, menengah atau besar, minimal mengembangkan
salah satu subsistem agribisnis.
 Perusahaan agribisnis yang sehat secara ekonomis.

2. Pembekalan
 Pembekalan PKL I dimaksudkan agar mahasiswa dalam melaksanakan
PKL I dapat mewujutkan capaian pembelajaran yang ditetapkan.
Pembekalan diberikan kepada mahasiswa dan dilaksanakan di kampus
STPP. Pembekalan dimaksudkan untuk menginformasikan kepada
mahasiswa tentang gambaran lokasi PKL I yang telah ditetapkan,
pemberian materi PKL I, dan menyamakan persepsi pelaksanaan PKL I.
 Pembekalan diberikan oleh dosen yang kompetensinya relevan dengan
materi. Materi pembekalan meliputi :
 Teknik pengenalan organisasi/unit agribisnis dan bisnis inti dari unit usaha;
 Analisis masalah unit usaha;
 Teknik pemecahan masalah usaha;
 Penumbuhan jiwa wirausaha yang kreatif, inovatif, rasa percaya diri,
tangguh, dinamis, disiplin, dan dapat dipertanggungjawabkan;
 Perencanaan agribisnis/agribusiness plan.

3. Penyusunan proposal
Mahasiswa wajib menyusun proposal PKL I yang disusun berdasarkan hasil
survei calon lokasi, dan di bimbingan dosen pembimbing. Sistematika proposal
PKL sebagaimana disajikan pada form 1.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan PKL I di unit agribisnis sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan oleh ketua STPP, di bawah bimbingan dosen pembimbing internal dan
pembimbing eksternal.

5. Penyusunan laporan
Mahasiswa wajib menyusun laporan PKL I dengan bimbingan dosen.
Konsultasi mahasiswa kepada pembimbing internal dan eksternal di lakukan di
lokasi PKL dan di kampus STPP. Laporan PKL I dibuat rangkap 5 (lima),

25
diserahkan kepada pembimbing internal sebanyak 2 (dua) eksemplar. Diserahkan
jurusan dan pembimbing eksternal, masing-masing 1 (satu) eksemplar, dan arsip
mahasiswa 1 (satu) eksemplar.

6. Ujian
Mahasiswa wajib mengikuti ujian PKL I. Bahan ujian yang perlu
dipersiapkan mahasiswa yaitu portofolic kegiatan PKL I dan laporan PKL I yang
telah mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing internal. Ujian dibawah
dengan penyajian portofolic kegiatan PKL I dan mempresentasikan hasil PKL I,
selanjutnya dilakukan ujian secara lisan.

7. Penilaian
Penilaian PKL ditentukan secara proporsional, terdiri dari 4 (empat)
komponen, yaitu:
1. proposal :10%
2. praktik lapangan : 40%
3. laporan : 20%
4. ujian PKL : 30%
Nilai praktik lapangan diperoleh dari 20% pembimbing internal dan 80%
pembimbing eksternal. Nilai praktik lapangan terdiri atas kedisiplinan, kreatifitas,
aktifitas, kerjasama, dan tanggung jawab.

26

Anda mungkin juga menyukai