DISUSUN OLEH :
UNIVERSITAS BOSOWA
2024
BAB I
PENDAHULUAN
2. Bagi mahasiswa
Memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan informasi bagi
mahasiswa program studi teknik kimia tentang pemanfaatan limbah air
bekas cucian beras sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras
Kata “beras” adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam.
Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan
'lemma' (bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap proses hasil panen padi, gabah
ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas
dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu atau bahkan
hitam, yang disebut beras (Soejeti Tarwotjo, 2008) Beras adalah gabah yang bagian
kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas
dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).
Umumnya beras sosoh lebih disenangi daripada beras pecah kulit oleh
kebanyakan konsumen beras. Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah
persentase kecil konsumen. Sebagian alasan mengapa konsumen segan memakan nasi
dari beras pecah kulit karena teksturnya lebih kenyal atau keras. Beras pecah kulit
memerlukan penanakan selama sekitar 45 menit, sedangkan beras sosoh hanya 20
menit. Pemerintah India sudah menetapkan maksimal 3-4 % tingkat sosoh beras
untuk dikonsumsi (Haryadi, 2006).
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari :
Aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan
kulit,
Endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
Embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat
tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa
sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.
Ordo : Poales.
Genus : Oryza.
(Anonim,2009)
Gambar 2.1 Beras (sumber : https://hasjrat-yanmar.co.id/7-beras-putih-ini-jadi-
favorit-masyarakat-indonesia/)
Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi
yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah
gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras
(Haryadi,2006).
Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan
dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan
dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air,
viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,
melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak,
dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).
2.1.3 Kandungan Nutrisi Beras
Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering
beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari
berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras
teutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati
( Haryadi 2006). Secara umum kandungan amilosa pada beras adalah 18 %,
kandungan amilopektin 82 %, suhu gelatinisasi 61-78 C.
No
Komposisi Kimia 330 Kkal (1530 Kj)
.
1 Karbohidrat 79 g
2 Gula 0,12 g
3 Serat diet 1,3 g
4 Lemak 0,66 g
5 Protein 7,13 g
6 Kadar air 11.62 g
7 Tiamina (Vit. B1) 0.070 mg (5% AKG)
8 Riboflavin (Vit. B2) 0.049 mg (3% AKG)
9 Niasin (Vit. B3) 1.6 mg (11%AKG)
10 Asid pantotenik (B5) 1.014 mg (20%AKG)
11 Vitamin B6 0.164 mg (13%AKG)
12 Folik asid (Vit. B9) 8 μg (2%AKG)
13 Ferum 0.80 mg (6%AKG)
14 Fosforus 115 mg (16%AKG)
15 Kalium 115 mg (2%AKG)
16 Kalsium 28 mg (3%AKG)
17 Magnesium 25 mg (7%AKG)
18 Seng 1.09 mg (11%AKG)
1. Beras Putih
Beras putih merupakan salah satu biji-bijian yang baik untuk dikonsumsi
setiap hari. Rasanya enak, pulen, empuk, dan warnanya lebih bersih. Namun
beras putih tidak memberikan banyak manfaat bagi tubuh karena kandungan
nutrisinya seperti lemak, protein, serat, vitamin, zat besi banyak yang hilang
akibat proses penggilingan (Astawan, 2009).
2. Beras Ketan
Beras ketan mengandung pati yang sangat tinggi. Tidak hanya itu, beras
ketan terdiri dari amilopektin yang bersifat lengket, tidak mengembang
selama pemasakan, tidak banyak menyerap air, serta tetap lunak setelah
dingin (Astawan, 2009)
3. Beras Merah
Beras Merah umumnya merupakan beras tumbuk (pecah kulit) yang
dipisahkan bagian sekamnya saja. Proses ini hanya sedikit merusak
kandungan gizi beras. Sedangkan beras putih umumnya merupakan beras
giling yang bersih dari kulit ari (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
4. Beras Hitam
Sesuai namanya beras hitam tampak hitam ketika mentah, tetapi ketika
dimasak ternyata berwarna ungu tua kehitaman. Beras hitam memiliki
khasiat yang lebih baik dibandingkan beras merah atau beras warna lain
karena mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit,
memperbaiki kerusakan sel hati, antioksidan, dan mencegah anemia (Suardi
dan Ridwan, 2009).
5. Beras Organik
Beras organik merupakan beras yang didalamnya sudah tidak terdapat lagi
kandungan bahan kimia buatan dan tidak menggunakan bahan kimia buatan
dalam proses budi daya (Surdianto, 2015).
Saat ini mulai berkembang penelitian tentang pemanfaatan air cucian beras
sebagai bahan penelitian, seperti pemanfaatan air cucian beras sebagai bahan baku
pembuatan nata, pupuk pertumbuhan tanaman, bahan baku pembuatan bioethanol,
media pertumbuhan jamur dan masih banyak lagi. Oleh karena itu saat ini air cucian
beras sudah mulai dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang lebih bermanfaat
(Susilawati, 2016).
Mineral yang terkandung pada air cucian beras tersebut , secara umum memiliki
manfaat sebagai berikut :
1. Mangan (Mn) Berperan dalam beberapa sistem enzim, terutama enzim yang
terlibat dalam pengontrolan gula darah, metabolisme energi, dan hormon
tiroid. Mencegah epilepsi, mengurangi risiko serangan jantung secara
mendadak.
2. Fosfor (f) berfungsi kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi,
membantu absorpsi dan transportasi zat gizi , mengangkut zat gizi ke aliran
darah (proses fosforilasi), membantu fungsi vitamin dan mineral melakukan
fosforilasi dan mengatur keseimbangan asam basa.
3. Zat Besi (Fe) Berperan dalam mengatur molekul hemoglobin (sel - sel darah
merah). Sebagai transportasi oksigen (O₂) dari paru ke jaringan dan
transportasi CO₂ dari jaringan ke paru.
4. Nitrogen (N) berfungsi menjaga tekanan osmosis darah, menjaga
keseimbangan asam basa, berperan dalam absorpsi glukosa, berperan
menjaga tansmisi saraf dan otot.
5. Magnesium (Mg) berguna mengaktifkan enzim ; berperan dalam produksi
energi, formasi protein, dan replikasi sel, serta meningkatkan kelarutan
kalsium dalam enzim sehingga bisa mencegah terbentuknya batu ginjal,
batu empedu , dan batu saluran kemih .
6. Kalium (K) bersama natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh
dan fungsi jantung . Fungsi kalium lainnya adalah sebagai pengantar pesan
saraf ke otot, menurunkan tekanan darah, serta mengirimkan oksigen ke
otak. Kekurangan kalium menyebabkan stres fisik dan mental.
7. Kalsium (Ca) bermanfaat mengurangi insomnia, mendukung sistem saraf
dan kontraksi otot, serta mengatur detak jantung dan mencegah
penggumpalan darah. ( Almatsier , 2004).
2.3 Bioetanol
Bioetanol adalah bahan kimia berupa cairan berasal dari hasil fermentasi
karbohidrat (pati) dengan bantuan mikroorganisme. Karena pembuatannya
melibatkan proses biologis maka produk ethanol yang di hasilkan diberi nama
bioethanol. Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan bahan baku nabati.
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol saat ini yang
diproduksi umumnya berasaldari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang dibuat
dari gula (tebu, molases) atau pati- patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan
tersebut adalah bahan pangan (Prastowo, 2007).
2) Waktu reaksi
Waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan senyawa polimer semakin
lama akan semakin bagus karena karena proses hidrolisis semakin merata dan
luas kontak permukaan antara permukaan partikel dengan cairan semakin
sempurna. Namun umumnya ada waktu optimum yang jika sudah dilewati
menyebabkan hasilnya malah tidak optimum.
3) Temperatur.
Temperatur akan mempengaruhi kecepatan sebuah reaksi sebagaimana
tersebut pada persamaan Arhenius yaitu Energi aktivasi berbanding lurus
dengan temperature. Sehingga semakin tinggi temperature maka reaksi yang
terjadi semakin cepat. Salah satu metode hidrolisis dengan tanpa katalis dengan
menambah suhu proses hidrolisis itu sendiri.
4) Pengadukan
Semakin sempurnanya kontak antara antar partikel yang akan dipecahkan
dan bereaksi maka penggunaan pengaduk akan sangat mempengaruh kecepatan
reaksi. Menurut (Agra dkk, 1973) Untuk aliran kontinu maka dibuatkan agar
aliran fluida tersebut bergolak agar kontak antara partikel semakin baik.
2. Proses Netralisasi.
Tujuan dari proses ini yaitu agar pH yang dikondisikan pada proses
fermentasi sesuai dengan kondisi pertumbuhan dari bakteri tersebut (Desrosier,
1988).
3. Proses Fermentasi
Proses fermentasi yaitu proses pemecahan polimer dengan bantuan
mikroba baik secara aerob maupun anaerob sehingga menghasilkan berupa
alcohol, gas dan asam organik.
Proses fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Jenis mikroba
Hal yang harus diperhatikan dalam memilih mikroba yaitu
1. Mikroba bisa dengan cepat berkembang dalam lingkungan yang tepat
dengan cepat
2. Mempunyai kemampuan memecahkan senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana dan dapat dicerna dengan mudah serta menghasilkan
enzim dalam jumlah besar.
3. Mempunyai kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mikroba dan
memproduksi enzim maksimum (Desrosier, 1988).
b. PH ( Derjat keasaman)
PH tumbuh mikroba yang ideal adalah 4,5 (Prescott dan Dunn, 1959).
Secara umum pada saat proses fermentasi pH lingkungan mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan ada sebagian alcohol berobah menjadi asam
organik.
c. Temperatur.
Mikroba untuk berkembang biak harus disesuaikan dengan kondisi
optimum mikroorganisme tersebut tumbuh. Pada penelitian ini digunakan
mikroba Saccharomyces cerevisiae, yang tumbuh optimum pada suhu
25~30 ̊C, dan maksimum hidup pada suhu 35~47 ̊C. Temperatur lingkung
ini harus dikontrol agar menjaga pertumbuhan dan juga berdampak pada
perobahahn komposisi produk akhir (Fardiaz,1988).
d. Oksigen
Ketersediaan Oksigen bergantung pada jenis mikroba yang digunakan. Ada
yang aerob dan anaerob. Untuk jenis Aerob, kebutuhan akan Oksigen
sangat besar dan akan mempengaruhi Pertumbuhan mikroorganisme
tersebut. Menurut Gaman and Sherrington, 1992, Bakteri dikelompokkan
atas 4 type yaitu Aerob obligat yang berkembang jika oksigen tersedia
banyak, Aerob fakultatif dan anaerob fakultatif yang bisa berkembang pada
kondisi tersedia atau tidak tersedia oksigen, serta Anaerob obligat yang bisa
berkembang jika tidak ada oksigen.
e. Nutrisi
Agar mikroba hidup dan berkembang, memerlukan nutrisi yang umumnya
mengandung Carbon untuk menghasilkan enzim. Pada industry fermentasi
harus disediakan substrat yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya
efisien. (Thontowi, 2007).
4. Proses Destilasi.
Proses destilasi merupakan proses pemisahan komponen komponen yang
terdapat sebuah larutan. Proses ini dilakukan ketika didapati bioethanol yang
masih banyak kandungan air karena efek dari proses hidrolisi. Untuk itu pada
tahap ini dilakukan pemisahan berdasarkan perbedaan tekanan uap (perbedaan
titik didih) dari komponen etanol dan air dengan peralatan destilasi ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan :
- Air leri
- HCl
- NaOH
- Aquades
- Ragi
- Urea (nutrisi)
2) Proses Hidrolisis
Masukkan sampel pada tempat pemanas untuk dihidrolisis.
sampel dipanaskan hingga mencapai suhu 60°C.
3) Proses Netralisasi
Sampel hasil hidrolisis dinetralisasi dengan NaOH hingga pH berkisar 4-4,5.
4) Proses Fermentasi
Sampel difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan
variasi 5% w/v, 8 w/v dan 10% w/v.
Setelah itu tambahkan 2 gram urea sebagai nutrisi.
Sampel difermentasi selama 2 hari dan 4 hari pada suhu antara 25°C
hingga 30°C.
5) Proses Destilasi
Sampel yang telah difermentasi selanjutnya didistilasi hingga mendapatkan
hasil. Destilasi dilakukan sebanyak satu kali. Dengan menggunakan destilasi
sederhana selama 5-6 jam.
Oktavia, H. T. (2013). Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras sebagai Bahan Baku
Pembuatan Bioetanol Padat Secara Fermentasi oleh Saccharomyces
cerevisiae. Jurnal Teknik Lingkungan, 2(1), 1-8.
Visca, R., Dewi, M. N., Sinaga, M., & Nurcahyati, S. (2020). Optimasi Dosis Enzim
Glukoamilase dan Waktu Fermentasi dalam Produksi Bioetanol dari Air
Cucian Beras. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(3), 101-107.
Wusnah, W., Bahri, S., & Hartono, D. (2020). Proses pembuatan bioetanol dari kulit
pisang kepok (Musa acuminata BC) secara fermentasi. Jurnal Teknologi
Kimia Unimal, 8(1), 48-56.