Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH AIR CUCIAN BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU


PEMBUATAN BIOETHANOL MELALUI PROSES HIDROLISIS DAN
FERMENTASI

“Diajukan Dalam Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian”


Dosen Pengampu : Dr. Hamsina, S.T., M.Si

DISUSUN OLEH :

FEBRIYANTI NANNA SAMPE TONDOK (4521044007)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA

2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini 85% dari kebutuhan energi dunia berasal dari bahan bakar minyak.
Indonesia berupaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak. Salah satu
sumber energi alternatif yang dapat mensubsitusi transportasi minyak mentah
diperoleh dari biomassa berupa bahan bakar bioetanol.

Bioetanol merupakan suatu bentuk energi alternatif, karena dapat mengurangi


ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak dan sekaligus pemasok energi
nasional. Bioetanol dapat diperoleh dari fermentasi bahan-bahan yang mengandung
amilum,sukrosa, glukosa, maupun fruktosa (Anonim, 2008).

Beras merupakan kebutuhan pokok primer sebagian besar masyarakat


Indonesia. Sebelum dikonsumsi, beras dicuci dengan air dua sampai tiga kali. Air
bekas cucian beras ini (Air lira) dibuang dan menjadi limbah rumah tangga. Padahal
air bekas cucian beras masih mengandung kandungan yang dapat diolah menjadi
produk yang bermanfaat.

Biomassa termasuk beras dimanfaatkan untuk pengembangan bioetanol


menggantikan bahan bakar minyak. Karbohidrat merupakan komponen utama beras
yang terdiri dari 85–90% pati. Air cucian beras yang mengandung karbohidrat dapat
diubah menjadi etanol.

1.2 Rumusan Masalah

Berikut beberapa rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar


belakang diatas, antara lain yaitu:
1. Bagaimana kondisi optimum pembuatan bioetanol dari air bekas cucian
beras?
2. Bagaimana tingkat atau kadar maksimal etanol yang didapatkan dari
pembuatan bioetanol dari air bekas cucian beras?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penyusunan proposal


ini adalah:
1. Untuk memahami kondisi optimum dalam pembuatan bioetanol dari air
bekas cucian beras.

2. Untuk mengetahui tingkat atau kadar maksimal etanol yang didapatkan


dari pembuatan bioetanol dari air bekas cucian beras.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian diharapkan mampu mencakup tiga aspek yang berbeda yaitu :
1. Bagi Peneliti
Memberikan pemahaman mengenai kondisi optimum dalam pembuatan
bioetanol dari air bekas cucian beras.

2. Bagi mahasiswa
Memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan informasi bagi
mahasiswa program studi teknik kimia tentang pemanfaatan limbah air
bekas cucian beras sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.

3. Manfaat bagi masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas
sebagai sumber informasi bagaimana pemanfaatan limbah air bekas
cucian beras sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras
Kata “beras” adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam.
Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan
'lemma' (bagian yang menutupi). Pada salah satu tahap proses hasil panen padi, gabah
ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas
dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu atau bahkan
hitam, yang disebut beras (Soejeti Tarwotjo, 2008) Beras adalah gabah yang bagian
kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas
dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).

Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan


gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung
digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan terlebih dahulu. Pada penyosohan
beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak,
vitamin dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap keragaman mutu dan hasil penyosohan ialah
ukuran dan bentuk biji, ketebalan pembungkus kariopsis, ketahanan terhadap retakan
dan kelentingan, komposisi dan distribusi komponen beras ( Haryadi 2006).

Umumnya beras sosoh lebih disenangi daripada beras pecah kulit oleh
kebanyakan konsumen beras. Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah
persentase kecil konsumen. Sebagian alasan mengapa konsumen segan memakan nasi
dari beras pecah kulit karena teksturnya lebih kenyal atau keras. Beras pecah kulit
memerlukan penanakan selama sekitar 45 menit, sedangkan beras sosoh hanya 20
menit. Pemerintah India sudah menetapkan maksimal 3-4 % tingkat sosoh beras
untuk dikonsumsi (Haryadi, 2006).
Beras sendiri secara biologi adalah bagian biji padi yang terdiri dari :
 Aleuron, lapis terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan
kulit,
 Endosperma, tempat sebagian besar pati dan protein beras berada, dan
 Embrio, yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat
tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultur jaringan). Dalam bahasa
sehari-hari, embrio disebut sebagai mata beras.

2.1.1 Klasifikasi Beras

Klasifikasi beras dibagi menjadi 10 jenis diantaranya adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh).

Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji).

Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga).

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil).

Sub kelas : Commelinidae.

Ordo : Poales.

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Oryza.

Spesies : Oryza sativa

(Anonim,2009)
Gambar 2.1 Beras (sumber : https://hasjrat-yanmar.co.id/7-beras-putih-ini-jadi-
favorit-masyarakat-indonesia/)

2.1.2 Sifat Fisikokimia Beras

Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa nasi
yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah
gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras
(Haryadi,2006).

Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan
dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan
dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air,
viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,
melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak,
dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).
2.1.3 Kandungan Nutrisi Beras

Kandungan nutrisi beras merupakan sumber karbohidrat utama di dunia.


Karbohidrat merupakan penyusun terbanyak dari serealia. Karbohidrat tersebut terdiri
dari amilum (bagian utama), pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula bebas. Di
dalam beras pecah kulit terkandung 85-95 % pati, 2-2,5 % pentosan dan 0,6-1,1 %
gula. Di Indonesia beras dipakai sebagai sumber kalori sebanyak 60-80%. Bagian
gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%karbohidrat dan
kadar air 14%. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah
penggilingan yang kemudian disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat dan
7% protein. Penyusun-penyusun beras tersebut tidak tersebar merata pada seluruh
bagian beras. Senyawa-senyawa bukan pati terutama terdapat pada bagian lapisan
luar, yaitu pada aleuron dan lembaga (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering
beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari
berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras
teutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati
( Haryadi 2006). Secara umum kandungan amilosa pada beras adalah 18 %,
kandungan amilopektin 82 %, suhu gelatinisasi 61-78 C.

Tabel 2.1 Nilai Gizi Beras Per 100 g

No
Komposisi Kimia 330 Kkal (1530 Kj)
.
1 Karbohidrat 79 g
2 Gula 0,12 g
3 Serat diet 1,3 g
4 Lemak 0,66 g
5 Protein 7,13 g
6 Kadar air 11.62 g
7 Tiamina (Vit. B1) 0.070 mg (5% AKG)
8 Riboflavin (Vit. B2) 0.049 mg (3% AKG)
9 Niasin (Vit. B3) 1.6 mg (11%AKG)
10 Asid pantotenik (B5) 1.014 mg (20%AKG)
11 Vitamin B6 0.164 mg (13%AKG)
12 Folik asid (Vit. B9) 8 μg (2%AKG)
13 Ferum 0.80 mg (6%AKG)
14 Fosforus 115 mg (16%AKG)
15 Kalium 115 mg (2%AKG)
16 Kalsium 28 mg (3%AKG)
17 Magnesium 25 mg (7%AKG)
18 Seng 1.09 mg (11%AKG)

Sumber : Anonimc , 2009.

2.1.4 Macam dan Warna Beras


Beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah beras putih.
Dari beberapa jenis varietas, beras putih yang sering dikonsumsi masyarakat
Indonesia. Adapun jenis beras lain yang cukup sering dikonsumsi oleh sebagian
masyarakat. Berikut beberapa jenis beras yang banyak dikonsumsi menurut para ahli :

1. Beras Putih
Beras putih merupakan salah satu biji-bijian yang baik untuk dikonsumsi
setiap hari. Rasanya enak, pulen, empuk, dan warnanya lebih bersih. Namun
beras putih tidak memberikan banyak manfaat bagi tubuh karena kandungan
nutrisinya seperti lemak, protein, serat, vitamin, zat besi banyak yang hilang
akibat proses penggilingan (Astawan, 2009).
2. Beras Ketan
Beras ketan mengandung pati yang sangat tinggi. Tidak hanya itu, beras
ketan terdiri dari amilopektin yang bersifat lengket, tidak mengembang
selama pemasakan, tidak banyak menyerap air, serta tetap lunak setelah
dingin (Astawan, 2009)
3. Beras Merah
Beras Merah umumnya merupakan beras tumbuk (pecah kulit) yang
dipisahkan bagian sekamnya saja. Proses ini hanya sedikit merusak
kandungan gizi beras. Sedangkan beras putih umumnya merupakan beras
giling yang bersih dari kulit ari (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
4. Beras Hitam
Sesuai namanya beras hitam tampak hitam ketika mentah, tetapi ketika
dimasak ternyata berwarna ungu tua kehitaman. Beras hitam memiliki
khasiat yang lebih baik dibandingkan beras merah atau beras warna lain
karena mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit,
memperbaiki kerusakan sel hati, antioksidan, dan mencegah anemia (Suardi
dan Ridwan, 2009).
5. Beras Organik
Beras organik merupakan beras yang didalamnya sudah tidak terdapat lagi
kandungan bahan kimia buatan dan tidak menggunakan bahan kimia buatan
dalam proses budi daya (Surdianto, 2015).

2.2 Air Beras


Air cucian beras atau sering disebut leri merupakan air yang diperoleh dalam
proses pencucian beras. Air cucian beras tergolong mudah didapatkan karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan beras ( nasi ) sebagai makanan
pokok yang mengandung karbohidrat tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi.
Selama ini air cucian beras belum banyak dimanfaatkan dan biasanya hanya dibuang
begitu saja. Sebenarnya didalam air cucian beras masih mengandung senyawa
organik seperti karbohidrat dan vitamin seperti thiamin yang masih bisa dimanfaatkan
(Moeksin, 2015)

Saat ini mulai berkembang penelitian tentang pemanfaatan air cucian beras
sebagai bahan penelitian, seperti pemanfaatan air cucian beras sebagai bahan baku
pembuatan nata, pupuk pertumbuhan tanaman, bahan baku pembuatan bioethanol,
media pertumbuhan jamur dan masih banyak lagi. Oleh karena itu saat ini air cucian
beras sudah mulai dimanfaatkan untuk menghasilkan produk yang lebih bermanfaat
(Susilawati, 2016).

Gambar 2.2 Air Cucian Beras (sumber : SultraKini.com)

2.2.1 Kandungan Air Cucian Beras


Limbah air cucian beras yang banyak terdapat dihampir seluruh rumah
penduduk Indonesia memiliki kandungan nutrisi yang berlimpah, diantaranya
karbohidrat berupa pati 85-90 %, lemak, protein gluten, selulosa, hemiselulosa, gula
dan vitamin yang tinggi. Air cucian beras mengandung vitamin seperti niacin,
riboflavin, piridoksin dan thiamin, serta mineral seperti Ca, Mg dan Fe yang
diperlukan untuk pertumbuhan jamur (Astuti, 2013). Air cucian beras mengandung
beberapa unsur kimia seperti vitamin B1 Nitrogen, Fosfor, dan unsur hara lainnya
banyak terdapat pada pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Hidayatullah, 2012).
Kandungan beberapa unsur kimia air limbah cucian beras secara umum yang
disajiakan pada table berikut :

Tabel 2.2 Kandungan Air Beras

Komposisi Jumlah (%)


Karbohidrat 90
Protein 8,77
Lemak 1,09
Vitamin B1 70
Vitamin B3 90
Vitamin B6 50
Mangan (Mn) 50
Fosfor (f) 60
Zat Besi (Fe) 50
Nitrogen (N) 0,015
Magnesium (Mg) 14,525
Kalium (K) 0,02
Kalsium (Ca) 2,94

Sumber : (Wardiah, 2014)

Mineral yang terkandung pada air cucian beras tersebut , secara umum memiliki
manfaat sebagai berikut :

1. Mangan (Mn) Berperan dalam beberapa sistem enzim, terutama enzim yang
terlibat dalam pengontrolan gula darah, metabolisme energi, dan hormon
tiroid. Mencegah epilepsi, mengurangi risiko serangan jantung secara
mendadak.
2. Fosfor (f) berfungsi kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi,
membantu absorpsi dan transportasi zat gizi , mengangkut zat gizi ke aliran
darah (proses fosforilasi), membantu fungsi vitamin dan mineral melakukan
fosforilasi dan mengatur keseimbangan asam basa.
3. Zat Besi (Fe) Berperan dalam mengatur molekul hemoglobin (sel - sel darah
merah). Sebagai transportasi oksigen (O₂) dari paru ke jaringan dan
transportasi CO₂ dari jaringan ke paru.
4. Nitrogen (N) berfungsi menjaga tekanan osmosis darah, menjaga
keseimbangan asam basa, berperan dalam absorpsi glukosa, berperan
menjaga tansmisi saraf dan otot.
5. Magnesium (Mg) berguna mengaktifkan enzim ; berperan dalam produksi
energi, formasi protein, dan replikasi sel, serta meningkatkan kelarutan
kalsium dalam enzim sehingga bisa mencegah terbentuknya batu ginjal,
batu empedu , dan batu saluran kemih .
6. Kalium (K) bersama natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh
dan fungsi jantung . Fungsi kalium lainnya adalah sebagai pengantar pesan
saraf ke otot, menurunkan tekanan darah, serta mengirimkan oksigen ke
otak. Kekurangan kalium menyebabkan stres fisik dan mental.
7. Kalsium (Ca) bermanfaat mengurangi insomnia, mendukung sistem saraf
dan kontraksi otot, serta mengatur detak jantung dan mencegah
penggumpalan darah. ( Almatsier , 2004).

2.3 Bioetanol
Bioetanol adalah bahan kimia berupa cairan berasal dari hasil fermentasi
karbohidrat (pati) dengan bantuan mikroorganisme. Karena pembuatannya
melibatkan proses biologis maka produk ethanol yang di hasilkan diberi nama
bioethanol. Bioetanol adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan bahan baku nabati.

Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol saat ini yang
diproduksi umumnya berasaldari etanol generasi pertama, yaitu etanol yang dibuat
dari gula (tebu, molases) atau pati- patian (jagung, singkong, dll). Bahan-bahan
tersebut adalah bahan pangan (Prastowo, 2007).

Penggunaan energi yang terus meningkat tidak sebanding dengan produksi


bahan bakar, hal ini perlu diatasi dengan penggunaan energi alternatif. Salah satu
Energi alternatif yang banyak dikembangkan pada saat ini adalah bioetanol.
Keuntungan bahan bakar bioethanol adalah ketersediannya yang cukup dan bahan
bakar ini masuk dalam sumber daya energi yang dapat diperbaharui (Unrewable
Resources). Bioetanol sangat cocok dikembangkan di negara beriklim tropis yang
memiliki tumbuhan beraneka ragam yang mengandung karbohidrat dan sangat
berpotensi menghasilkan bioetanol. Bioetanol ini dapat digunakan sebagai bahan
bakar campuran pada bensin sehingga dapat meningkatkan kapasitas volume dari
bahan bakar itu sendiri. Hasil riset bioetanol mampu menaikan angka oktan bahan
bakar serta dapat menurunkan pencemaran lingkungan (Subagyo, dkk, 2020).

2.3.1 Klasifikasi Bioethanol


1. Klasifikasi berdasarkan bahan baku serta prosesnya :
a. Etanol nabati
Secara mikrobiologis menggunakan bahan baku berpati (jagung, ubi kayu
dan umbi umbian lainnya) serta bahan baku yang mengandung gula (molasses,
tebu, sweet sorghum, aren, dan jenis palem lainnya) dan bahan berserat
(onggok, jerami, sekam, tongkol jagung, baggas tebu serta kulit kakao dan
kopi).
b. Etanol sintesis
Secara sintesis menggunakan bahan baku antara lain minyak mentah, gas.
Saat ini produksi etanol sintesis kurang dari 5% dari total produk. Seperti telah
disebutkan di atas, klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh
bahan bakunya, yaitu sumber gula, sumber pati, dan sumber serat.

a) Bahan baku sumber gula


Substrat yang umum digunakan untuk bioetanol adalah yang berasal
dari gula tebu (molases) seperti halnya di Brasilia. Selain molasses, bahan
sumber gula lainnya yang dapat digunakan adalah nira aren, nira kelapa,
bit,nipah dan nira batang sorgum manis. Kelebihan dari bahan baku sumber
gula ini, yaitu dapat langsung dilakukan gula menjadi etanol, sehingga
proses menjadi lebih pendek dan sederhana.

b) Bahan baku sumber pati


Pada pembuatan bioetanol dengan bahan baku sumber pati, prosesnya
lebih panjang dibanding dengan bahan baku sumber gula. Pati diubah dulu
menjadi glukosa melalui hidrolisis asam ataupun enzimatik untuk
menghasilkan glukosa kemudian gula difermentasi untuk menghasilkan
etanol.

2.3.2 Tahap dan Proses Pembuatan Bioetanol


Proses pembuatan bioetanol terutama dari bahan baku yang mengandung pati
dapat dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
1. Tahap Hidrolisis
Proses hidrolisis yaitu proses pemecahan suatu senyawa dengan air.
Menurut (Aurand, 1973), proses hidrolisis dapat dikelompokkan menjadi 4
jenis yaitu:
a. Hidrolisis tanpa katalis, yaitu proses yang dilakukan pada temperatur yang
lebih tinggi pada kondisi normal tanpa adanya zat lainnya.
b. Hidrolisis asam. Berdasarkan observasi Khirchoff dan pendapat
Bronconnot bahwa penambahan asam pada proses hidolisis baik untuk pati
atau linen akan mempercepat proses hidriolisis tersebut untuk memecahkan
senyawa. Umumnya asam yang digunakan Asam sulfat ataupun asam
Chlorida.
c. Hidrolisis basa. Sama dengan hidrolisis asam namun ion Hidrosil (OHˉ)
yang mendorong pecepatan bereaksi dengan pati atau linen. Hidrolisis basa
yang sering digunakan ada 2 jenis yaitu basa dengan konsentrasi rendah dan
konsentrasi tinggi. Untuk basa konsentrasi tinggi umumnya menggunakan
soda kasutik dan tekanan yang tinggi.
d. Hidrolisis Enzim. Proses hidrolisis untuk memecahkan polimer menjadi
monomer-monomer dengan adanya enzim. Dengan adanya enzim akan
menurunkan energy aktivasi sehingga akan mempercepat proses pemecahan
polimer menjadi monomer-monomer.

Kecepatan proses hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :


1) Katalisator.

Menurut (Agra dkk,1973;Stout & Rydberg Jr.,1939.) bahwa penggunaan


katalisator pada proses hidrolisis akan mempercepat reaksinya seperti proses
hidrolisis pada pati yang menggunakan asam chloride. Penggunaaan katalisator
bisa berupa asam, basa ataupun enzim.

2) Waktu reaksi
Waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan senyawa polimer semakin
lama akan semakin bagus karena karena proses hidrolisis semakin merata dan
luas kontak permukaan antara permukaan partikel dengan cairan semakin
sempurna. Namun umumnya ada waktu optimum yang jika sudah dilewati
menyebabkan hasilnya malah tidak optimum.
3) Temperatur.
Temperatur akan mempengaruhi kecepatan sebuah reaksi sebagaimana
tersebut pada persamaan Arhenius yaitu Energi aktivasi berbanding lurus
dengan temperature. Sehingga semakin tinggi temperature maka reaksi yang
terjadi semakin cepat. Salah satu metode hidrolisis dengan tanpa katalis dengan
menambah suhu proses hidrolisis itu sendiri.

4) Pengadukan
Semakin sempurnanya kontak antara antar partikel yang akan dipecahkan
dan bereaksi maka penggunaan pengaduk akan sangat mempengaruh kecepatan
reaksi. Menurut (Agra dkk, 1973) Untuk aliran kontinu maka dibuatkan agar
aliran fluida tersebut bergolak agar kontak antara partikel semakin baik.

5) Derajat Keasaman (pH)


PH merupakan salah factor yang berpengaruh pada proses hidrolisis.
Menurut (Tjokroadikoesoemo,1986) proses hidrolisis yang menggunakan asam
akan mendapat pH yaitu 2 dan 3.

2. Proses Netralisasi.
Tujuan dari proses ini yaitu agar pH yang dikondisikan pada proses
fermentasi sesuai dengan kondisi pertumbuhan dari bakteri tersebut (Desrosier,
1988).

3. Proses Fermentasi
Proses fermentasi yaitu proses pemecahan polimer dengan bantuan
mikroba baik secara aerob maupun anaerob sehingga menghasilkan berupa
alcohol, gas dan asam organik.
Proses fermentasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Jenis mikroba
Hal yang harus diperhatikan dalam memilih mikroba yaitu
1. Mikroba bisa dengan cepat berkembang dalam lingkungan yang tepat
dengan cepat
2. Mempunyai kemampuan memecahkan senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana dan dapat dicerna dengan mudah serta menghasilkan
enzim dalam jumlah besar.
3. Mempunyai kondisi lingkungan untuk pertumbuhan mikroba dan
memproduksi enzim maksimum (Desrosier, 1988).

b. PH ( Derjat keasaman)
PH tumbuh mikroba yang ideal adalah 4,5 (Prescott dan Dunn, 1959).
Secara umum pada saat proses fermentasi pH lingkungan mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan ada sebagian alcohol berobah menjadi asam
organik.

c. Temperatur.
Mikroba untuk berkembang biak harus disesuaikan dengan kondisi
optimum mikroorganisme tersebut tumbuh. Pada penelitian ini digunakan
mikroba Saccharomyces cerevisiae, yang tumbuh optimum pada suhu
25~30 ̊C, dan maksimum hidup pada suhu 35~47 ̊C. Temperatur lingkung
ini harus dikontrol agar menjaga pertumbuhan dan juga berdampak pada
perobahahn komposisi produk akhir (Fardiaz,1988).

d. Oksigen
Ketersediaan Oksigen bergantung pada jenis mikroba yang digunakan. Ada
yang aerob dan anaerob. Untuk jenis Aerob, kebutuhan akan Oksigen
sangat besar dan akan mempengaruhi Pertumbuhan mikroorganisme
tersebut. Menurut Gaman and Sherrington, 1992, Bakteri dikelompokkan
atas 4 type yaitu Aerob obligat yang berkembang jika oksigen tersedia
banyak, Aerob fakultatif dan anaerob fakultatif yang bisa berkembang pada
kondisi tersedia atau tidak tersedia oksigen, serta Anaerob obligat yang bisa
berkembang jika tidak ada oksigen.

e. Nutrisi
Agar mikroba hidup dan berkembang, memerlukan nutrisi yang umumnya
mengandung Carbon untuk menghasilkan enzim. Pada industry fermentasi
harus disediakan substrat yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya
efisien. (Thontowi, 2007).

4. Proses Destilasi.
Proses destilasi merupakan proses pemisahan komponen komponen yang
terdapat sebuah larutan. Proses ini dilakukan ketika didapati bioethanol yang
masih banyak kandungan air karena efek dari proses hidrolisi. Untuk itu pada
tahap ini dilakukan pemisahan berdasarkan perbedaan tekanan uap (perbedaan
titik didih) dari komponen etanol dan air dengan peralatan destilasi ini.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan hampir dua minggu dan dilaksanakan pada tanggal 28
Desember 2023 sampai tanggal 09 Januari tahun 2024. Tempat pelaksanaan penelitian
baik itu pembuatan produk bioetanol maupun pelaksanaan uji kimia dilakukan di
Laboratorium Universitas Bosowa Makassar.

3.2 Alat dan Bahan


A. Alat
Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah :
- Labu ukur
- Labu leher tiga
- Thermometer
- Statif dan klem
- Erlenmeyer
- Labu destilasi
- Hot plate
- Tabung reaksi
- Botol fermentasi
- Selang
- Pipet tetes
- Beaker glass
- Pipet ukur
- Timbangan analitik
- Gelas ukur
- Density meter
- pH meter
- pH universal
- Batang pengaduk

B. Bahan
Pada penelitian ini bahan yang digunakan :
- Air leri
- HCl
- NaOH
- Aquades
- Ragi
- Urea (nutrisi)

3.3 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrolisis, fermentasi dan
distilasi. Yang mana pada proses hidrolisis dilakukan guna mengubah kadar pati
terlebih dahulu menjadi glukosa. Proses hidrolisis yang digunakan merupakan
hidrolisis asam yaitu pati dapat diubah menjadi glukosa dengan menambahkan
larutan asam. Larutan asam yang digunakan untuk hidrolisis yaitu asam klorida
(HCl). Selanjutnya proses fermentasi dengan menggunakan ragi. Sampel
difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan variasi 5% w/v, 8 w/v
dan 10% w/v.

3.4 Langkah Kerja


1) Persiapan bahan baku
 Air leri yang telah terkumpul diukur pH awalnya.
 Air leri sebanyak 1000 ml dimasukkan ke dalam labu ukur (1000 ml).
 Tambahkan larutan HCl 10 ml dengan konsentrasi 10% dan 20% hingga
mencapai kondisi pH 1-2, lalu aduk hingga homogen.

2) Proses Hidrolisis
 Masukkan sampel pada tempat pemanas untuk dihidrolisis.
 sampel dipanaskan hingga mencapai suhu 60°C.

3) Proses Netralisasi
Sampel hasil hidrolisis dinetralisasi dengan NaOH hingga pH berkisar 4-4,5.

4) Proses Fermentasi
 Sampel difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae dengan
variasi 5% w/v, 8 w/v dan 10% w/v.
 Setelah itu tambahkan 2 gram urea sebagai nutrisi.
 Sampel difermentasi selama 2 hari dan 4 hari pada suhu antara 25°C
hingga 30°C.

5) Proses Destilasi
Sampel yang telah difermentasi selanjutnya didistilasi hingga mendapatkan
hasil. Destilasi dilakukan sebanyak satu kali. Dengan menggunakan destilasi
sederhana selama 5-6 jam.

3.5 Pengujian Kadar Etanol


Dari proses destilasi dan dilakukan pengujian kadar etanol dengan
menggunakan alat density meter yang telah dikalibrasi.
DAFTAR PUSTAKA

In, F. T ., & Water, M. B. F. R. W. (2019). PENGARUH KONSENTRAT ASAM


KLORIDA, KOMPOSISI YEAST DAN WAKTU FERMENTASI DALAM
PEMBUATAN BIOETANOL DARI AIR LERI. Jurnal Ilmiah Teknik
Kimia, 3(2).

Oktavia, H. T. (2013). Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras sebagai Bahan Baku
Pembuatan Bioetanol Padat Secara Fermentasi oleh Saccharomyces
cerevisiae. Jurnal Teknik Lingkungan, 2(1), 1-8.

Sari, N. K. (2018). Pembuatan bioetanol dari rumput gajah dengan distilasi


batch. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 8(3), 94-103.

Visca, R., Dewi, M. N., Sinaga, M., & Nurcahyati, S. (2020). Optimasi Dosis Enzim
Glukoamilase dan Waktu Fermentasi dalam Produksi Bioetanol dari Air
Cucian Beras. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(3), 101-107.

Wusnah, W., Bahri, S., & Hartono, D. (2020). Proses pembuatan bioetanol dari kulit
pisang kepok (Musa acuminata BC) secara fermentasi. Jurnal Teknologi
Kimia Unimal, 8(1), 48-56.

Anda mungkin juga menyukai