Anda di halaman 1dari 11

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman pangan jenis biji-bijian.


Morfologi tanaman jagung terbagi atas beberapa bagian utama yaitu akar, batang,
daun, bunga, dan buah (tongkol). Tanaman jagung berakar serabut, memiliki
batang tegak dan tidak bercabang, serta terdiri atas beberapa ruas dan buku ruas.
Pada buku ruas akan muncul tunas yang akan berkembang menjadi tongkol
jagung. Tanaman jagung memiliki tinggi 60 – 300 cm tergantung dari varietasnya.
Daun pada tanaman jagung berbentuk memanjang dan mempunyai ciri bangun
pita (lingulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer). Bunga
jantan dan bunga betina pada tanaman jagung terpisah dalam satu tanaman
(monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman jagung, yaitu
berupa karangan bunga (inflorescence). Bunga betina berupa tongkol yang
tumbuh di antara batang dan pelepah daun (Aris, 2016).

Gambar 1. Tanaman Jagung (Sumber : Outlook Jagung, 2015)


Secara umum kedudukan taksonomi tanaman jagung adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdevision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Order : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.(USDA, 2014)

4
5

Jagung kaya akan komponen pangan fungsional yang diperlukan oleh tubuh,
seperti makronutrien, mineral, dan vitamin. Komponen dasar biji jagung secara
kimiawi terdiri atas karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, protein (USDA, 2016).
Tabel 1. Kandungan Gizi Jagung per 100 gram
Kandungan Gizi Jumlah
Air (g) 10,37
Energi (kkal) 365
Protein (g) 9,42
Lemak (g) 4,74
Karbohidrat (g) 74,26
Kalsium (mg) 7
Besi (mg) 2,71
Magnesium (mg) 127
Fosfor (mg) 210
Kalium (mg) 287
Thiamin (mg) 0,385
Riboflavin (mg) 0,201
Niasin (mg) 3,625
Sumber : United States Departement of Agriculture (2016)
Jagung merupakan tanaman pangan yang mengandung tinggi karbohidrat,
dimana kandungan karbohidrat utama yaitu pati sebesar 72-73%. Kandungan pati
jagung terdiri dari amilosa dan amilopektin, dengan rasio berkisar antara 25-30%
dan 70-75%. Komposisi amilosa dan amilopektin pada biji jagung berpengaruh
pada sifat sensori, terutama tekstur dan rasa. Semakin tinggi kandungan
amilopektin maka tekstur jagung semakin lunak, pulen, dan rasa lebih enak,
sehingga berpengaruh pada sifat amilografinya (Suarni, 2019).
Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang banyak
ditemukan di Indonesia. Jagung sendiri menduduki urutan ke dua pada komoditas
pangan utama setelah padi, yang ikut berperan dalam peningkatan perekonomian
dan pertanian di Indonesia (Panikkai, 2017). Tanaman jagung mempunyai fungsi
beranekaragam, diantaranya adalah sebagai bahan pangan (food), pakan (feed),
bahan bakar (fuel), dan bahan baku industri (fiber). Pemanfaatan tanaman jagung
di Indonesia lebih dari 58% digunakan untuk kebutuhan pakan ternak, sedangkan
untuk kebutuhan pangan hanya sekitar 30%, dan sisanya untuk kebutuhan industri
dan benih (Kementan, 2013). Namun pemanfaatan jagung dalam bidang pangan
saat ini juga sudah banyak dilakukan. Pembuatan pati dari jagung adalah salah
6

satu produk utama olahan jagung yang banyak dikembangkan sebagai bahan baku
untuk olahan pada bidang pangan.

2.2 Pati

Pati merupakan suatu bahan penyusun yang paling banyak terdapat di alam,
yang merupakan karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Pati banyak
disimpan pada umbi-umbian, biji-bijian, batang dan buah. Pati juga merupakan
zat gizi penting bagi tubuh manusia, dimana kebutuhan energi dalam tubuh
manusia hampir 80% merupakan karbohidrat. Bentuk, ukuran, struktur, dan
komposisi kimia pati dipengaruhi oleh jenis tanaman asal pati. Sifat pati
tergantung pada panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabangnya rantai
molekul. Pati tersusun paling sedikit terdiri dari tiga komponen utama yaitu
amilosa, amilopektin, dan material lain seperti protein dan lemak. Pada umumnya
pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% material lain
(Zulaidah, 2012).

Gambar 2. Struktur Amilosa (kiri), Struktur Amilopektin (kanan)


(Sumber : Zulaidah, 2012)
Pada pati, amilosa berperan memberi efek keras jika diaplikasikan pada suatu
olahan pangan. Hal ini berbeda dengan amilopektin, yang bersifat merangsang
terjadinya proses mekar (puffing) sehingga olahan pangan yang berasal dari pati
dengan amilopektin tinggi akan bersifat ringan, porus, garing, dan renyah
(Zulaidah, 2012). Sifat pati sangat berpengaruh dalam hal menentukan komposisi
produk akhir, sehingga dapat disesuaikan dengan jenis produk yang akan diolah.
Sehingga kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh nyata terhadap sifat sensori
pati, terutama tekstur dan rasa (Suarni, 2019).

2.3 Pati Termodifikasi (HMT/Head Moisture Treatment)

Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diganti melalui
suatu reaksi kimia atau dengan merubah struktur asalnya. Pati termodifikasi
7

merupakan pati yang diberi perlakuan tertentu dengan tujuan memperbaiki sifat
sebelumnya sehingga menghasilkan pati dengan sifat lebih baik (Zulaidah, 2012).
Pada modifikasi pati ada beberapa macam teknik, diantaranya yaitu kimia, fisik,
dan enzimatis. HMT (Head Moisture Treatment) merupakan salah satu jenis
teknik modifikasi fisik. Modifikasi pati secara fisik memiliki faktor yang
mempengaruhi yaitu suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pati. Prinsip dari
teknik HMT (Head Moisture Treatment) adalah menggunakan suhu panas, dengan
kondisi air dibawah 35%, dan dengan lama waktu tertentu. Pati termodifikasi
dengan metode HMT diketahui dapat memperbaiki karakteristik profil gelatinisasi
pati, yaitu dapat menurunkan viskositas tetapi menjadikan pati lebih stabil
terhadap proses pemanasan serta pengadukan. Metode HMT juga mampu
meningkatkan kandungan pati resisten dan meningkatkan kandungan pati yang
lambat dicerna sehingga mampu menurunkan indeks glikemik (Palupi, 2015).
Sifat pati modifikasi HMT dipengaruhi oleh beberapa aspek, diantaranya yaitu
aspek jenis bahan baku dan aspek pengolahan. Pada aspek jenis bahan baku
terdapat beberapa faktor yaitu sumber pati, kadar amilosa, serta tipe kristalisasi
pati. Pada aspek pengolahan, faktor yang mempengaruhi adalah suhu, kadar air,
dan pH. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu, bahwa modifikasi pati dengan
metode HMT dapat menyebabkan perubahan karakteristik fisik pati yaitu
perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, sehingga pati yang dihasilkan sesuai
jika diaplikasikan ke produk mie (Lestari, 2015).

2.4 Pati Jagung

Jagung merupakan salah satu sumber pati. Pada biji jagung mengandung pati
sebesar 72-73%. Pengolahan jagung menjadi pati merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan nilai tambah pada jagung. Pati sudah banyak dikembangkan
di Indonesia, seperti terlihat dari kebutuhan pati nasional yang berkisar antara 1,5-
2,0 juta ton. Hal ini menjadikan jagung sebagai salah satu sumber pati yang
mampu membantu pemenuhan kebutuhan pati di Indonesia. Pada pati susunan
paling sedikitnya terdiri dari tiga komponen utama, diantaranya yaitu amilosa,
amilopektin, dan bahan lain. Ketiga komponen tersebut sangat memberi pengaruh
terhadap sifat fungsional dan amilografi pada pati jagung. Komposisi amilosa dan
amilopektin pada jagung terkendali sesuai genetik (Suarni, 2015).
8

Pati jagung memiliki sifat yang sama seperti pada pati lainnya, yaitu dalam
bentuk alaminya memiliki kestabilan pada tekstur dengan baik dalam sistem
pangan. Namun pati jagung alami memiliki kestabilan yang rendah pada proses
pengadukan serta proses yang menggunakan suhu tinggi (panas), serta terbatas
dalam mengalami retrogradasi dan tidak mampu membentuk gel yang kaku
terkecuali dengan menggunakan konsentrasi tinggi. Pada penelitian Mangunsong
(2018) menunjukkan bahwa pembuatan mie dari pati jagung alami memiliki nilai
elongasi rendah sebesar 15%, jika dibandingkan mie dari pati jagung
termodifikasi dengan nilai elongasi sebesar 30%. Hal tersebut menunjukkan
perlunya dilakukan modifikasi pati untuk memperbaiki kekurangan pada pati
jagung alami. Pada pati jagung juga memiliki kandungan yang sudah berbeda
dengan tepung jagung. Hal ini dikarenakan pada proses pengolahan pati jagung
komposisinya sudah dipisahkan dan sebagian hilang saat proses pencucian, namun
pada tepung jagung komposisinya masih lengkap (Fitri, 2018).
Tabel 2. Perbandingan Sifat Pati Jagung dan Tepung Jagung
Parameter Pati Jagung Tepung Jagung
Kadar Air (%) 10,21 10,9
Kadar Protein (%) 0,56 5,8
Kadar Abu (%) 0,05 0,4
Kadar Lemak (%) 0,68 0,9
Karbohidrat (%) 88,5 82,0
Pati (%) 98,01 68,2
PH (5% suspensi) 5,18 -
Residu SO2 (Ppm) 9,21 -
Lolos ayakan 100 mesh (%) 99,81 -
Viskositas (Cps) 900 -
Serat (%) 7,9
Sumber : Fitri, 2018

2.5 Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

Rumput laut juga dikenal dengan nama seaweed merupakan komoditas hasil
laut yang melimpah di Indonesia. Rumput laut atau alga adalah tanaman laut yang
termasuk tanaman tingkat rendah, karena tidak memiliki perbedaan susunan
kerangka seperti akar, batang, dan daun, sehingga seluruh tubuhnya disebut
thallus. Berdasarkan kandungan pigmen pada thallus rumput laut terbagi atas
beberapa jenis yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Rhodophyceae (alga merah), dan
Phaeophyceae (alga coklat). Pada ketiga jenis rumput laut tersebut terdapat
9

kandungan senyawa kimia yang baik sehingga memiliki nilai ekonomis yang
penting. Rumput laut juga memiliki fungsi baik secara langsung maupun tidak
langsung, fungsi rumput laut secara langsung yaitu berfungsi menyediakan
makanan bagi ikan dan invertebrate terutama thallus yang masih muda. Fungsi
tidak langsung dari rumput laut yaitu sebagai bahan baku berbagai industri seperti
pada pangan, kosmetik, obat-obatan, pupuk, tekstil, dan industri lainnya
(Soenardjo, 2011).

Gambar 3. Rumput Laut Eucheuma cottonii (Sumber : Rochimin, 2014)


Rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah salah satu rumput laut penghasil
karaginan yang berupa senyawa polisakarida, yang biasa disebut sebagai
carragaenophtytes. Karaginan merupakan polisakarida yang berantai linear atau
lurus yang memiliki molekul galaktan dengan unit-unit utama berupa galaktosa,
dan mempunyai senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium,
magnesium, kalsium sulfat, dan galaktosa. Karaginan pada rumput laut
mengandung tinggi serat (dietary fiber), dimana serat yang terkandung merupakan
bagian dari serat gum yang merupakan serat larut dalam air. Karaginan mampu
terekstraksi dengan air panas yang mampu membentuk gel. Sifat pada
pembentukan gel rumput laut diperlukan untuk mendapatkan pasta yang baik,
karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang dapat menghasilkan florin
starch (Anggadiredja, 2011). Adapun taksonomi dari rumput laut jenis Eucheuma
cottonii adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
10

Spesies : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii) (Anggadiredja, 2011)


Ciri-ciri umum pada rumput laut jenis Eucheuma cottonii yaitu thallus
berbentuk silindris berujung runcing dan tumpul, permukaan licin, berwarna hijau
terang, hijau olive dan coklat kemerahan. Rumput laut Eucheuma cottonii
merupakan salah satu rumput laut yang mengandung kadar serat yang tinggi yaitu
berkisar 3%, kandungan serat yang tinggi sulit untuk dicerna sehingga mempu
memperlambat kekosongan lambung dan memperpanjang rasa kenyang (Kurnia,
2021). Hal itu menyebabkan pemanfaatan rumput laut saat ini banyak
dikembangkan, baik sebagai bahan baku bidang industri, bidang pangan, bidang
obat-obatan, dan kecantikan. Salah satu bentuk pemanfaatan rumput laut
Eucheuma cottonii pada bidang pangan yaitu sebagai bahan substitusi mie basah
untuk menambah nilai gizi didalamnya. Pada penelitian terdahulu diketahui
bahwa penambahan rumput laut Eucheuma cottonii sampai 40% ke dalam
pengolahan mie basah dapat meningkatkan total serat hingga mencapai 1,53%
(Lubis, 2013)
Tabel 3. Kandungan Gizi Rumput Laut per 100 gram
Komponen Nilai Nutrisi
Kadar Air (%) 13,90
Kadar Abu (%) 3,40
Protein (%) 2,60
Lemak (%) 0,40
Karbohidrat (%) 5,70
Serat Kasar (%) 0,90
Karaginan (%) 67,50
Vit. C (%) 12,00
Riboflavin (mg/100g) 2,70
Mineral (mg/100g) 22,39
Ca (ppm) 2,30
Cu (ppm) 2,70
Sumber : BPPT (2011)

2.6 Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan gandum.


Tepung terigu biasanya digunakan sebagai bahan baku berbagai macam olahan
pangan. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap tepung terigu sebagai salah
satu sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada tepung terigu yaitu sebesar
77% (Jannah, 2020). Tepung terigu juga termasuk salah satu bahan pangan yang
11

banyak di impor oleh negara Indonesia, karena kebutuhan tepung terigu yang
banyak dibutuhkan masyarakat. Industri makanan yang membutuhkan tepung
terigu sebagai bahan dasar semakin berkembang pesat di Indonesia, hal ini
menjadi salah satu alasan tingginya impor tepung terigu (Aryani, 2018).
Kandungan gizi dari tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Gizi Tepung Terigu per 100 gram
Komponen Jumlah
Energi 365 kal
Lemak 1,3 g
Protein 10,33 g
Karbohidrat 77,3 g
Serat 2,7 g
Fosfor 1,6 g
Besi 1,2 mg
Kalsium 16 g
Sumber : Direktorat Gizi (2018)

2.7 Mie Basah

Mie adalah salah satu makanan paling banyak diminati masyarakat Indonesia.
Produk mie yang ada di pasaran saat ini kebanyakan terbuat dari bahan dasar
tepung terigu. Mie biasa dijadikan sebagai makanan pokok sumber energi, karena
dalam mie terkandung tinggi karbohidrat (Rustandi, 2011). Berdasarkan cara
pengolahannya mie dibagi atas empat macam yaitu mie basah, mie kering, mie
instan, mie mentah. Pada mie basah, berdasarkan proses lanjutannya dibagi lagi
menjadi mie basah mentah, mie basah matang, mie basah kering. Mie basah
mentah memiliki kandungan air sebesar 35%. Mie basah matang mengandung
kadar air sebesar 52% karena melalui proses pengukusan.
Proses pembuatan mie membutuhkan berbagai macam bahan tambahan yang
masing-masing memiliki fungsi berbeda, diantaranya yaitu menambah volume,
memperbaiki mutu ataupun citarasa, serta warna pada mie (Rustandi, 2011).
Tahapan dalam pembuatan mie diantaranya yaitu pencampuran bahan baku yang
kemudian didiamkan dengan tujuan agar adonan mengembang, kemudian
pembentukan lembaran yang dilajutkan dengan pemotongan atau pencetakan, dan
pemasakan. Mie yang sekarang banyak beredar dipasaran banyak mengandung
karbohidrat, namun kurang memenuhi kebutuhan serat dan zat gizi lain yang
dibutuhkan oleh tubuh. Sehingga dalam pengolahan mie akan lebih baik jika
12

ditambahkan bahan pangan lain sebagai sumber nutrisi untuk melengkapi


kebutuhan gizi. Salah satu caranya yaitu dengan penambahan rumput laut, karena
diketahui bahwa rumput laut mampu menambah kadar serat pada mie basah yag
dihasilkan (Waqiah, 2019). Mie basah yang baik adalah mie yang secara kimiawi
sesuai dengan persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Standar Mutu mie basah
yaitu pada SNI 2987-2015.
Tabel 5. Syarat Mutu Mie Basah
Persyaratan
No. Kriteria Uji Satuan Mie Basah Mie Basah
Mentah Matang
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal
1.3 Warna - Normal Normal
1.4 Tekstur - Normal Normal,
2. Kadar Air Fraksi massa, Maks. 35 Maks. 65
%
3. Kadar Protein Fraksi Massa, Min. 9.0 Min. 6,0
(Nx6.25) %
4. Kadar abu tidak larut Fraksi Massa, Maks. 0,05 Maks 0,05
dalam asam %
5. Bahan Berbahaya
5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh Tidak
Ada Boleh
Ada
5.2 Asam borat (H3BO3) - Tidak Boleh Tidak
Ada Boleh
Ada
6. Cemaran Logam
6.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1,0 maks. 1,0
6.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2
6.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 maks. 40,0
6.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05 maks. 0,05
7 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5 maks. 0,5
8. Cemaran Mikroba
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106
8.2 Escherichia coli APM/g maks. 10 maks. 10
8.3 Salmonella sp. - negatif/25 g negatif/ 25
g
8.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
8.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103
8.6 Kapang Koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104
9 Deoksinivalenol µg/kg maks. 750 maks. 750
Sumber : SNI 01-2987-2015
13

2.7 Bahan Tambahan Pembuatan Mie Basah

2.7.1 Telur

Telur merupakan salah satu hasil pangan hewani yang dapat meningkatkan
nilai gizi makanan. Komposisi dari telur yaitu air (72,8 - 75,6)%, protein (12,8 –
13,4)%, dan lemak (10,5 – 11,8%). Telur tersusun atas 3 bagian utama yaitu kulit
telur, bagian cairan bening (albumen), dan bagian cairan yang berwarna kuning
yaitu (yolk). Dalam telur didapat gizi yang sempurna karena mengandung zat-zat
gizi yang baik dan mudah dicerna. Sehingga telur merupakan bahan pangan yang
sangat baik bagi pertumbuhan anak-anak atau siapapun yang memerlukan protein
dan mineral (Umar, 2017).

2.7.2 Air

Air adalah salah satu komponen yang penting pada pengolahan pangan, dimana
air memiliki peran dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa, dan umur
simpan pada makanan. Pada pegolahan mie, air juga termasuk bahan yang penting
dalam pembentukan adonan mie. Hal ini dikarenakan sifat adonan dan mutu mie
sangat ditentukan dari perbandingan air dan tepung (Hurriyah, 2019). Air
memiliki fungsi untuk melunakkan gluten pada tepung sehingga memudahkan
dalam pembentukan lembaran. Air juga berperan dalam melarutkan bahan-bahan
dalam pembuatan mie, serta membantu dalam proses gelatinisasi pati. Selain itu,
air juga berperan sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidart yang
akan mengalami pengembangan, melarutkan garam, serta memberi efek kenyal
pada gluten. Penggunaan air pada pengolahan mie biasanya sekitar 28-38% dari
total bahan, karena jika penggunaan air lebih dari 38% dapat mengakibatkan
adonan sangat lengket namun jika air kurang dari 28% makan dapat menjadikan
adonan rapuh dan sulit untuk dicetak (Amelia, 2018).

2.7.3 Garam

Garam juga termasuk dalam salah satu bahan utama dalam pembuatan mie.
Penambahan garam memberi pengaruh pada rasa, meningkatkan konsistensi
adonan yang berpengaruh pada fleksibilitas dan elastisitas, mampu mengikat air
sehingga dapat menurunkan resiko kerusakan pada mie, karena garam mampu
14

menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur pada makanan. Pada kondisi


tertentu penambahan garam dapat berfungsi mengawetkan karena kadar garam
yang tinggi mampu menghasilkan tekanan osmotik yang tinggi dan aktivitas air
yang rendah. Kondisi ini mengakibatkan kebanyakan mikroorganisme tidak dapat
bertahan hidup. Penambahan garam juga dapat menghambat aktivitas enzim
protease dan amilase sehingga menyebabkan adonan menjadi tidak lengket, tidak
mengembang secara berlebihan, dan mudah dalam pembentukan (Mariyani,
2011). Penambahan garam 1-3% akan meningkatkan kekuatan lembaran adonan
dan mampu mengurangi kelengketan (Kurniawan, 2014).

Anda mungkin juga menyukai