Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sarapan sangat penting peranannya dalam menentukan performa kerja dan
belajar seseorang. Mobilitas aktivitas masyarakat modern yang semakin tinggi
menuntut kepraktisan penyajian menu sarapan, baik dari segi pembuatan maupun
cara penyajiannya tanpa mengurangi pemenuhan kebutuhan tubuh akan gizi yang
diperlukan. Salah satu makanan sarapan yang menyediakan kepraktisan yaitu
flakes . Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam bentuk serpihan.
Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan serealia seperti
beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan
lain-lain (Marsetio, 2006). Awalnya, flakes dibuat dari biji jagung utuh yang dikenal
dengan nama corn flakes.

Pengembangan produk flakes yang kaya energi dan zat gizi dengan bahan
dasar pati biji alpukat penting dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi impor
gandum dan meningkatkan diversifikasi pangan masyarakat Indonesia (Jyothi et
al. 2009). Dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan pangan, maka
flakes dapat dibuat dari berbagai macam bahan baku.

Alpukat (Persea americana Mill) merupakan tanaman yang dapat tumbuh


subur didaerah tropis seperti Indonesia dan merupakan salah satu jenis buah yang
digemari masyarakat karena selain rasanya yang enak, buah alpukat juga kaya
antioksidan dan zat gizi seperti lemak yaitu 9,8g/100g daging buah.
(Afrianti,2010).

Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat mengandung
zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini memungkinkan biji alpukat
sebagai alternative sumber pati. Biji alpukat yang diolah menjadi pati, selain
bermanfaat mengurangi pencemaran lingkungan, juga dapat menciptakan peluang
usaha baru. Pati biji alpukat seelanjutnya dapat diolah menjadi berbagai hasil
olahan yang mempunyai nilai jual tinggi. (Winarti, dan Y. Purnomo, 2006)

Biji alpukat memiliki kandungan pati yang besar sehingga dapat dijadikan
dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk Flakes. Oleh karena, itu
makanan sarapan harus memiliki kandungan energi yang cukup dan cita rasa yang
enak.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah yang
akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji alpukat ?


2. Berapa jumlah substitusi tepung terigu dan tepung biji alpukat yang terbaik
dan disukai konsumen ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji alpukat.
2. Mendapatkan jumlah substitusi tepung terigu dan tepung biji alpukat yang
terbaik dan disukai konsumen.

1.4. Manfaat penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Menambah wawasan dan pengetahuan pada peneliti.
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pemanfaatan limbah
biji alpukat.
3. Dapat menjadi peluang ekonomi bagi masyarakat untuk mengelola biji
alpukat agar lebih bermanfaat.
4. Bagi pemerintah dapat memanfaatkan ketersediaan bahan baku dalam
memberikan dukungan terhadap peningkatan keanakaragaman pangan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Alpukat

Tanaman alpukat (Persea americana, Mill) merupakan tanaman yang berasal


dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang tersebar di
seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West Indian, tipe
Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian bawah kulit
dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena
kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002).

Buah alpukat kaya akan gizi dan komponen bioaktif yang bermanfaat bagi
kesehatan, baik daging buah, biji maupun kulitnya. Daging buah alpukat
mengandung karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin dan mineral(Arukwe dkk.,
2012).

Berikut ini adalah toksonomi tanaman alpukat :


Tabel 1. toksonomi tanaman alpukat

Klasifikasi Nama
Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Kelas Disotyledonrae
Bangsa Ranales
Keluarga Lauraceae
Marga Persea
Jenis Persea Americana Mill
Sumber: Dasuki, 1991

2.2 Kandungan Gizi Buah Alpukat

Pada buah alpukat mengandung banyak senyawa-senyawa yang penting


bagi tubuh manusia diantaranya :

Tabel 2. komponen kimiawi buah alpukat dalam 100 gram daging buah

Komponen Kadar
Energi buah (kal) 85-233
Air (%) 67,49-84,30
Protein (%) 0,27-1,7
Lemak (gr) 6,5-25,18
Karbohidrat (gr) 5,56-8
Abu (gr) 0,7-1,4
Vitamin (mg) :
A 0,13-0,51
B1 0,025-0,12
B2 0,13-0,23
B3 0,79-2,16
B0 0,45
C 2,3-7
D 0,01
E 3
K 0,008
Mineral (mg):
Ca 10
Fe 0,9
P 20
Sumber Kali, 1997
2.3 Biji Alpukat

Biji alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang hanya dapat
memyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal di dalam biji alpukat
mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal ini
memungkinkan biji alpukat sebagai salah satu sumber pati alternatif (Winarti dan
Purnomo.2006).

Menurut hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007)


menujukkan bahwa biji alpukat mengandung triterpenoid, kuinon, flavonoid,
Tanin, polifenol, saponin dan monoterpenoid dan seskuiter penoid. Beberapa
kandungan dalam biji alpukat memiliki manfaat sebagai antioksidan yang baik
bagi tubuh.

2.4 Komposisi kimia pada Biji Alpukat

Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan. Padahal biji alpukat memiliki banyak
kandungan yang dapat dimanfaatkan. Kandungan tersebut antara lain :

Tabel 3. Komposisi biji alpukat

Komponen Basis
Basah % Kering %
Kelembaban 50,58 0
Abu 1,34 2,70
Nitrogen 0,39 0,79
Protein 2,45 4,95
Gula terekdusi 1,60 3,24
Sukrosa 0,61 1,23
Total Gula 2,21 4,47
Pati 29,60 59,87
Pentosa 1,64 3,33
Arabinosa 2,04 4,12
Ekstra Eter 0,99 2,00
Dan Lain-lain 9,25 18,71
Sumber Verawati (2013)

Pati adalah polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat


simpanan dalam tumbuhan. Pati berupa butiran kecil dengan berbagai ukuran dan
bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Kadar pati yang tinggi dan
kadar air yang cukup rendah, dapat memudahkan untuk pembuatan pati dengan
kualitas gizi yang baik (Tabel 2.3).
Tabel 4. Komposisi kimia dan sifat-sifat pati biji alpukat

Komponen Jumlah %
Kadar Air 10,2
Kadar Pati 80,1
*Amilosa 43,3
*Amilopektin 37,7
Protein tn
Lemak tn
Serat Kasar 1,21
Rendemen Pati 21,3
Kehalusan Ganula Halus
Warna Putih Coklat
Sumber: Winarti dan Purnomo, (2006).
*Amilosa + amilopektin = pati ; tn = tidak dianalisa

2.5 Flakes
Flakes termasuk jenis kue kering, hanya komposisi bahannya lebih
sederhana. Flakes dengan formulasi sorgum (Sorghum spp.) dan jawawut (Setaria
italic) mengandung total polifenol (16-58 mg ekivalen asam galat /100 g),
menghasilkan aktivitas antioksidan yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
makanan fungsional (Itagi et al., 2012).
Flakes merupakan makanan sarapan siap saji yang berbentuk lembaran tipis,
berwarna kuning kecokelatan serta biasanya dikonsumsi dengan penambahan susu
sebagai menu sarapan (Hildayanti, 2012). Flakes yang saat ini beredar di pasaran
terbuat dari serealia yaitu, gandum yang terkenal dengan wheat atau oatflakes dan
jagung yang dikenal dengan corn flakes (Nurhidayanti et al., 2017). Flakes
merupakan makanan sereal siap santap yang pada proses pembuatannya
membutuhkan bahan karbohidrat pati tinggi. Pensubstitusian bahan karbohidrat
pati membantu kesempurnaan proses gelatinisasi, sehingga produk dapat
mengembang dan memudahkan pembuatan serpihan dari adonan (Purnamasari et
al., 2015).

Proses pembuatan flakes (serpihan) sebenarnya sederhana, antara lain


meliputi proses pemasakan bahan baku (bahan utama dan penunjang), proses
pembuatan flakes (pemipihan), kemudian pemanggangan pada suhu tinggi
(Hapsari, 1992). Flakes dibuat dengan campuran tepung dengan sedikit air dan
dipanaskan, kemudian digiling (roll) menjadi bentuk emping (flakes). Proses
tersebut menyebabkan karbohidrat mengalami proses gelatinisasi sehingga mudah
dicerna dan mudah dikembangkan menjadi tekstur yang diinginkan. Proses
gelatinisasi merupakan proses yang penting karena dapat menyebabkan
pengembangan produk dengan mudah dalam pembuatan lembaran adonan
(Muchtadi dkk., 1988).

Proses pemanggangan, suhu dan waktu pemanggangan berpengaruh


terhadap tingkat kematangan produk yang dihasilkan, semakin tinggi suhu dan
waktu yang digunakan maka tingkat kematangan produk akan semakin tinggi
(over back), sedangkan jika suhu dan waktu pemanggangan rendah maka tingkat
kematangan flakes akan rendah. Menurut Setiaji (2012), suhu yang biasa
digunakan pada pemanggangan flakes berkisar antara 130C-150C selama 15-30
menit. Proses pemanggangan sangat penting dalam pembentukan dan pemantapan
kualitas flakes yang dihasilkan. Pada saat pemanggangan terjadi proses browning
non enzimatis yang disebabkan oleh reaksi antara gugus amin pada protein dan
gula pereduksi pada karbohidrat. Proses pemanggangan, suhu dan waktu
pemanggangan berpengaruh terhadap tingkat kematangan produk yang dihasilkan,
semakin tinggi suhu dan waktu yang digunakan maka tingkat kematangan produk
akan semakin tinggi (over back), sedangkan jika suhu dan waktu pemanggangan
rendah maka tingkat kematangan flakes akan rendah.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian
Universitas Ekasakti. Penelitian Ini akan dilaksanakan pada bulan januari hingga
februari Tahun 2020.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah, biji
alpukat yang didapat dari berbagai tempat penjualan juice di Padang, tepung
alpukat, tepung terigu, gula pasir, susu, telur, margarine. Bahan yang digunakan
untuk analisis kimia terdiri dari : (1) kadar lemak adalah pelarut lemak, n-heksana,
(2) uji kadar protein adalah asam sulfat, H2SO4, HgO, K2SO4, 60 g NaOH, dan
asam destilat,(3) analisis kadar serat kasar adalah etanol, asam sulfat (H2SO4)
NaOH 1,25%, dan kalium sulfat (K2SO4) 10%. (spesifikasi bahan kimia dapat
dilihat dalam pembuatan flakes dapat dilihat pada lampiran 1).

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan, belnder, baskom,
pisau, loyang, pengaduk, kompor, cabinet dryer, panci pengukus, oven, ayakan,
nampan, mixer. (1) alat analisa kadar air adalah oven, gegep, cawan porselin,
erlenmeyer, timbangan, (2) alat analisa kadar karbohidrat adalah tabung reaksi,
pipet tetes, cawan petri, mortal, spatula, pembakar bunsen, dan kertas buram, (3)
analisa kadar lemak adalah soklet, pemanasan listrik, oven, timbangan, kertas
saring, labu lemak, desikator, (4) kadar protein adalah labu kjedahl 500 ml, alat
destilasi, buret 50 ml, pipet ukur 5 ml, erlenmeyer 50 ml dan lemari asam, (5)
analisa kadar serat kasar adalah penggilingan, timbangan analitik, erlenmeyer,
spatula, kertas saring, oven, desikator, dan alat ekstraksi soxhlet. (spesifikasi alat
dalam penelitian ini disajikan pada lampiran 2).

3.3 Metode Penelitian


3.3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Data yang
diperoleh dianalisis scara statistik dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan’s New
Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf nyata 5 %.
Perlakuan dalam penelitian ini adalah substitusi tepung biji alpukat adalah
sebagai berikut :
1. Perlakuan A = 10%
2. Perlakuan B = 20%
3. Perlakuan C = 30 %
4. Perlakuan D = 40%
5. Perlakuan E = 50 %

Model matematika dari rancangan yang digunakan menurut steel dan Torrie
(1991) adalah sebagai berikut :

Yij = µ + 𝝉 i + 𝜺ij

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan pada satuan percobaan substitusi tepung terigu dengan
tepung biji alpukat ke-i dan ulanagan ke-j
i = 1,2,3,4,5
j = 1,2,3
µ = nilai rata-rata umum
𝜏i = pengaruh substitusi tepung terigu dengan tepung biji alpukat ke –i
𝜀ij = pengaruh sisa pada satuan percobaan yang mendapat perbandingan
tepung terigu dengan tepung biji alpukat ke-i pada ulangan ke-j

3.3.2 Formulasi

Formulasi adalah hal yang sangat penting dalam pembuatan flakes, apabila
terjadi kesalahan dalam menentukan formulasi maka flakes bisa menjadi rusak
dan tidak disukai oleh konsumen. Dalam penelitian ini formulasi flakes dengan
subtitusi tepung biji alpukat dalam 500 g bahan utama (tepung terigu) dapat dilhat
pada tabel 6.

Tabel 6. formulasi subtitusi tepung biji alpukat dalam 100 gram bahan utama

Formulasi Satuan Perlakuan


A B C D E
Tepung terigu g 90 80 70 60 50
Tepung biji alpukat g 10 20 30 40 50
Susu g 15 15 15 15 15
Gula halus g 60 60 60 60 60
Telur g 10 10 10 10 10
Garam* g - - - - -
sumber : H.A. Adilla, et al. 2016
*sebagai bahan tambahan

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penyedian Bahan


Bahan utama adalah biji alpukat yang didapatkan dari berbagai tempat
penjualan juice, tepung terigu, gula pasir, susu, telur dan garam yang dibeli di
Pasar Raya Padang.

3.4.2 Pembuatan Tepung Biji Alpukat (dewi dan sulistyowati, 2013)

Biji alpukat dicuci dengan air bersih agar tak ada kotoran yang menempel.
Biji alpukat ditimbang beratnya. Biji alpukat yang sudah bersih dan ditimbang
dipotong kecil-kecil dan tipis. Setelah dipotong –potong direbus selama 10 menit.
Setelah direbus dikeringkan menggunakan cabinet dryer kurang lebih 8 jam
dengan suhu 60C. Setelah kering biji alpukat ditepungkan menggunakan blender.
Setelah halus diayak menggunakan mesh 80. Tepung biji alpukat siap digunakan.
Penyimpanan tepung disuhu kamar yang tak langsung terkena matahari.

3.4.3 Pembuatan flakes tepung biji alpukat (H.A. Adilla, et al. 2016)

Pada prinsipnya membuat berbagai jenis flakes caranya sama. Prosedur


umum yang dilakukan di mulai dari :

1. Mencampurkan telur, gula dan margarin yang dicairkan dengan mixer


sampai tercampur rata.
2. Menambahkan tepung terigu, tepung biji alpukat dan susu kedalam adonan
telur.
3. Uleni adonan sampai tercampur rata.
4. Pipihkan adonan dengan menggunakan roller , lalu cetak adonan dengan
cetakan kue.
5. Tata adonan yang tercetak pada loyang kemudian panggang selama 30
menit dengan suhu 100°C.

Diagram alir pembuatan flakes dapat dilihat pada lampiran 4.

3.5 Variabel Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi, uji organoleptik, kadar
air, kadar gula, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar serat kasar.

3.5.1 Penentuan Kadar Air Metode Oven (AOAC, 2005)


Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya air yang
terdapat disuatu bahan pangan. Pengukuran berat akibat menguapnya air dalam
bahan yang dikeringkan dalam oven bersuhu 100C-120C sampai diperoleh
berat yang tetap (prosedur kerja lampiran 5).
3.5.2 Penentuan Kadar Lemak Soxlet (AOAC 2005)

Analisis kadar lemak dengan menggunakan suhu 105C selama 30 menit sampai
berat konstan. Data dianalisis menggunakan perhitungan sederhana, berat lemak
didapatkan dari selisih labu lemak sebelum dan sesudah ekstraksi dibagi dengan
berat sampel (prosedur kerja pada lampiran 6).

3.5.3 Analisis Protein dengan Metode Kjedahl Mikro (AOAC 2005)

Penetapan kadar protein untuk menentukan kandungan protein dalam


bahan pangan. Pengukuran berdasarkan kadar nitrogen total yang ada dalam
sampel, protein dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara
protein terhadap nitrogen untuk sampel yang dianalisis. Penetapan kadar protein
berdasarkan oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi
ammonia. Selanjutnya ammonia bereaksi dengan kelebihan asam berbentuk
ammonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan ammonia diuapkan untuk
kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam
larutan dapat ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan HCL 0,02 N
(prosedur kerja pada lampiran 7).

3.5.4 Analisis Kadar Abu (AOAC 2005)

abu merupakan residu organik yang didapat dengan pengabuan atau memanaskan
pada suhu tinggi >450C atau pendekstruksian komponen0komponen organik
dengan asam kuat. Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa
mineral sebagai sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550C
(prosedur kerja pada lampiran 8).

3.5.5 Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

Penentuan kadar serat kasar untuk menentukan kandungan serat kasar


dalam bahan pangan (prosedur kerja pada lampiran 9).

3.5.6 Uji Organoleptik (Setyaningsih, Anton dan Maya, 2010)

Pengujian organoleptik dilakukan pada produk yang dihasilkan. Sampel


disajikan dalam bentuk seragam. Uji ini meliputi uji kesukaan terhadap tekstur,
aroma, warna dan rasa dilakukan oleh 30 panelis. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk yang dihasilkan. Uji yang
digunakan adalah uji skala hedonik yang mempunyai rentang dari amat sangat
suka tidak suka (skala numerik = 1) sampai dengan amat sangat suka (skala
numerik = 7). Hasil uji panelis selanjutnya ditabulasi dengan memasukkan angka-
angka penilaian panelis terhadap parameter yang telah diuji. Formulir uji
organoleptik flakes tepung biji alpukat pada lampiran 10.

Anda mungkin juga menyukai