Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) adalah tanaman yang sangat banyak ditemukan di
daerah tropis. Kelapa sangat popular di masyarakat karena memiliki banyak
manfaat bagi kehidupan manusia. Beragam manfaat tersebut diperoleh dari kayu,
daun, daging buah, air kelapa, sabut, dan tempurung (Muhammad dan Joko,
2012). Berikut klasifikasi beserta gambaran dari buah kelapa yang ditampilkan
pada Gambar 2.1 dibawah ini.
Klasifikasi dari kelapa adalah:
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Order : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera (Listianawati, 2009).

Gambar 2.1 Buah Kelapa


Buah kelapa terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp), tempurung
(endocarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Listianawati, 2009). Daging
buah kelapa merupakan sumber protein yang mudah dicerna. Selain itu buah
kelapa juga dapat digunakan dalam industri kopra. Buah kelapa pada bagian
daging buahnya memiliki banyak kandungan yang sangat bermanfaat untuk
mendukung kebutuhan nutrisi manusia, seperti yang tersaji pada Tabel 2.1
dibawah ini.

4
5

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa


Analisis (100 gr) Jumlah
Kalori 68 – 359 kal
Protein 1 – 3,4 gr
Lemak 0,9 – 34,7 gr
Karbohidrat 10 – 14 gr
Kalsium 17 – 21 mg
Fosfor 21 – 30 mg
Besi 1 – 2 mg
Thiamin 0,5 – 1 mg
Asam Askorbat 2 – 4 mg
Air 46,9 – 83,3 g
Sumber : Alamsyah, 2005
Pada Tabel 2.2 dapat dilihat komposisi kimia buah kelapa pada berbagai
tingkat kematangan, semakin tua umur buah kelapa maka kandungan lemaknya
semakin tinggi. Komposisi kimia daging buah kelapa ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain varietas, keadaan tempat tumbuh, umur tanaman,dan
umur buah. Umur buah merupakan faktor penting yang nyata mempengaruhi
komposisi kimia daging buah kelapa.
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa pada Berbagai Tingkat
Kematangan
Analisis
(dalam 100 gr) Buah Setengah
Buah Muda Buah Tua
Tua
Kalori 68, 0 kal 180,0 kal 359,0 kal
Protein 1,0 g 4,0 g 3,4 g
Lemak 0,9 g 13,0 g 34,7 g
Karbohidrat 14,0 g 10,0 g 14,0 g
Kalsium 17,0 mg 8,0 mg 21,0 mg
Fosfor 30,0 mg 35,0 mg 21,0 mg
Besi 1,0 mg 1,0 mg 2,0 mg
Thiamin 0,0 mg 0,5 mg 0,1 mg
Asam Askorbat 4,0 mg 4,0 mg 2,0 mg
Air 83,3 g 70,0 g 46,9 g
Bagian yang
53,0 g 53,0 g 53,0 g
dapat dimakan
Sumber : Thieme, 1968

Daging buah kelapa muda memiliki manfaat diantaranya dapat sangat


berpeluang untuk digunakan sebagai salah satu sumber bahan baku dalam proses
pembuatan makanan bayi yang memanfaatkan potensi nutrisi yang terkandung
6

didalamnya (Arwizet dkk, 2012). Berikut beberapa produk turunan dari buah
kelapa:

Sumber : Abidanish, 2009


Gambar 2.2 Pohon Industri Kelapa
Kelapa memiliki berbagai nama daerah. Secara umum, buah kelapa
dikenal sebagai coconut, orang Belanda menyebutnya kokosnoot, sedangkan
orang Prancis menyebutnya cocotier. Di Indonesia kelapa biasa disebut krambil
atau klapa (Jawa). (Warisno, 2003). Secara genetik kelapa typical, menghasilkan
bunga pertama pada umur 7-10 tahun setelah ditanam. Bunga betina tanaman
kelapa akan dibuahi 18-25 hari setelah bunga berkembang dan buah akan menjadi
masak setelah 12 bulan dihitung sejak pembuahan berlangsung (Anonim, 2005).
Berikut komposisi buah kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Buah Kelapa


Komponen Jumlah Berat (%)
Serabut 25 – 32
7

Tempurung 12 – 13,1
Daging Buah 28 – 34,9
Air Buah 19,2 - 25
Sumber : Palungkun, 2004

Daging buah kelapa adalah salah satu bagian yang sering digunakan oleh
masyarakat maupun industri. Dalam pemanfaatannya, daging buah kelapa dapat
diolah menjadi kopra kemudian diproses lebih lanjut menjadi minyak. Daging
buah kelapa dipergunakan juga dalam keadaan segar yaitu sebagai santan, kelapa
parut, maupun pembuatan minyak (Palungkun, 2004). Buah kelapa yang menjadi
bahan baku minyak disebut kopra. Dimana kandungan minyaknya berkisar antara
60-65 %. Sedang daging buah segar (muda) kandungan minyaknya sekitar 43%.
Kandungan asam lemak dari minyak kelapa adalah asam lemak jenuh yang
diperkirakan 91% terdiri dari Caproic, Caprylic, Capric, Lauric, Myristic,
Palmatic, Stearic, dan Arachidic, dan asam lemak tak jenuh sekitar 9% yang
terdiri dari oleat dan linoleat. (Warisno, 2003) Komposisi kimia daging buah
kelapa dapat dilihat Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komposisi Daging Buah Kelapa


Senyawa Daging
Air (g) 46
Kalori (kkal) 359
Protein (gr) 3,4
Lemak (mg) 34,7
Karbohidrat (gr) 14
Kalsium (mg) 21
Fosfor (mg) 21
Aktivitas 0,1
Thiamin (mg) 0,1
Asam askorbat 46,9
Sumber : Sutarmi, 2006
Daging buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari
pengolahan cara basah akan diperoleh hasil samping ampas kelapa. Sampai
saat ini pemanfaatannya masih terbatas untuk pakan ternak dan sebagian
8

dijadikan tempe bonkrek untuk makanan, di desa- desa Provinsi Jawa Timur
(Hutasoit, 1988). Produksi kelapa mencapai 15,2 milyar butir atau 28%
produksi kelapa dunia (Hengky Novarianto,2004). Untuk pengolahan minyak
kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa diperoleh ampas 19,50 kg (Rindengan
Barlina, 2004).
Untuk menghasilkan Virgin Coconut Oil (minyak kelapa murni) yang
berkualitas baik perlu mempertimbangkan berbagai faktor antara lain umur buah
kepala, karena kadar dan mutu minyak kelapa murni sangat ditentukan oleh
tingkat kematangan buah kelapa. Kadar minyak maksimal yaitu ± 60,3% akan
diperoleh setelah 11-12 bulan pembuahan, dan ditandai oleh tempurung yang
berwarna coklat kehitaman, tiga lubang tempat tumbuh bakal tanaman berwarna
hitam dan pada kulit ari berwarna kehitaman (Barlina, 2004). Buah yang terlalu
tua serta pada kondisi yang mulai berkecambah tidak dianjurkan untuk dibuat
minyak kelapa murni. buah kelapa yang sesuai untuk diolah menjadi VCO harus
berumur 12 bulan (Rindengan, B dan Novarianto, H. 2004).
Daging buah kelapa yang sudah masak dapat dijadikan kopra dan bahan
makanan, daging buah merupakan sumber protein yang penting dan mudah
dicerna. Kandungan protein yang tinggi akan sebanding dengan jumlah asam
amino esensial yang banyak, dimana enam dari delapan asam amino esensial
terdapat didalamnya. Kandungan minyak yang ada di dalam daging buah kelapa
akan naik dengan bertambahnya umur buah kelapa. Kadar air akan menurun
dengan bertambahnya umur buah kelapa (Somaatmadja, 1978). Pada Tabel 2.5
dapat dilihat komposisi asam amino dalam daging buah kelapa, dimana enam dari
delapan asam amino esensial terdapat didalamnya. Daging buah kelapa dalam
merupakan bahan baku dalam industri minyak kelapa dan dalam pengolahan lebih
lanjut minyak kelapa dalam dapat menghasilkan minyak goreng untuk konsumsi.
Pengalaman petani menunjukkan bahwa satu liter minyak kelapa ekivalen dengan
4-5 butir kelapa, dan satu ton kopra ekivalen dengan 350 – 400 biji kelapa.

Tabel 2.5 Komposisi Asam Amino dalam Protein Daging Buah Kelapa
Asam Amino Jumlah (%)
Lisin 5,80
Methionin 1,43
9

Fenilalanin 2,50
Triptofan 1,25
Valin 3,57
Leusin 5.96
Histidin 2,42
Tirosin 3,18
Cistin 1,44
Arginin 15,92
Prolin 5,54
Serin 1,76
Asam Aspartat 5,12
Asam Glutamat 19,07
Sumber: Thieme, 1968

2.2 Ampas Kelapa


Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging
buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah
akan diperoleh hasil samping ampas kelapa. Sampai saat ini pemanfaatannya
masih terbatas untuk pakan ternak dan sebagian dijadikan tempe bongkrek
untuk makanan. Berdasarkan hasil analisis ampas kelapa masih bernilai
tinggi bila dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan makanan yang
berprotein tinggi. Menurut Derrik (2005), protein kasar yang terkandung pada
ampas kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna
merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan ampas kelapa
sebagai bahan pakan.
Menurut Derrik (2005), protein kasar yang terkandung pada ampas
kelapa mencapai 23%, dan kandungan seratnya yang mudah dicerna
merupakan suatu keuntungan tersendiri untuk menjadikan ampas kelapa
sebagai bahan pakan. Salah satu cara untuk meningkatkan daya guna protein
dan nilai manfaat ampas kelapa yaitu dengan pendekatan bioteknologi melalui
fermentasi yang memanfaatkan bakteri kapang Aspergillus oryzae, bakteri
dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai gizi bahan pakan terutama kandungan
protein.
10

Gambar 2.3 Ampas Kelapa


Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa
diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menghaluskan daging ampas kelapa. Balasubramanian (1976), melaporkan
bahwa analisis ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat
yang terdiri atas: 61% galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan
Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa
mngandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar
air 6,2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al, (1997) pada tepung
ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah
sebagai berikut: kadar air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%, serat kasar
30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%.
Berdasarkan hasil analisis, kandungan gizi hasil samping ampas kelapa
masih bernilai tinggi bila dimanfaatkan sebagai makanan berkadar lemak rendah
yang cocok dikonsumsi oleh golongan konsumen yang kegemukan (obesitas),
beresiko tinggi terhadap kolesterol dan jantung koroner. Hasil samping ampas
kelapa mengandung selulosa cukup tinggi dapat berperan dalam proses fisiologi
tubuh. Selulosa merupakan serat pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-
enzim pencernaan. Serat pangan umumnya terdiri atas kompleks karbohidrat
dinding sel tumbuhan, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin juga
polisakarida intraseluler seperti gum dan muscilago yang tidak terhidrolisis oleh
enzim pencernaan manusia (Spiller, 2000). Serat Pangan telah ditunjukkan
memiliki peranan penting dalam pencegahan resiko karsinogenesis dan
arterosklerosis. Serat pangan ini juga mengontrol pelepasan glukosa seiring
waktu, membantu pengontrolan dan pengaturan diabetes melitus dan obesitas
11

(Trinidad t al., 2001). Serat pangan dalam jumlah yang cukup didalam makanan
sangat bagus untuk pencernaan yang baik dalam usus. Penambahan buah-buahan
dan sayuran kedalam diet reguler bagi penderita infark yang selamat,
menghasilkan suatu penurunan angka kematian dan timbul infark berikutnya.
Oleh karena itu, serat pangan sangat berperan dalam kesehatan dan kondisi
penyakit didalam berbagai kelompok populasi (Ramulu & Rao, 2003).

2.3 Tepung Ampas Kelapa


Tepung ampas kelapa dibuat secara langsung dari hasil samping ampas
kelapa. Pada proses pembuatan VCO dan pemisahan santan kelapa, tersisa hasil
samping atau limbah yang masih dapat dimanfaatkan yaitu ampas kelapa hasil
ekstraksi yang cukup banyak. Ampas tersebut dapat diproses menjadi tepung
ampas kelapa. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan cara
menghaluskan ampas kelapa yang telah dikeringkan. Tepung ampas kelapa dapat
dibuat dari kelapa parut kering yang dikeluarkan sebagian kandungan lemaknya
melalui proses pressing. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari proses ini selain
diperoleh tepung kelapa juga diperoleh minyak yang bemutu tinggi.

Gambar 2.4 Tepung Ampas Kelapa

Tepung adalah bahan baku utama pembuatan berbagai jenis makanan


(kue). Disamping sebagai sumber pati (gizi), tepung juga sebagai pembentuk
struktur. Sifat fisik tepung yang harus diperhatikan adalah harus berwarna putih ,
tidak menggumpal dan tidak lengket. Dikaitkan dengan sifat kimia daging buah
kelapa hibrida maka yang berperan pada sifat fisik tepung adalah kadar
galaktomanan dan fosfolipida. Sifat-sifat fisikokimia daging buah kelapa yang
mempengaruhi pengolahan kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan
12

tepung.
Tabel 2.6 Syarat Mutu Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan:
a. Bentuk - Serbuk
b. Bau - Normal (bebas dari bau asing)
c. Warna - Putih, khas terigu
Benda asing - Tidak ada
Serangga dalam semua - Tidak ada
bentuk stadia dan
potongan-potongannya
yang tampak
Kehalusan, lolos ayakan % Min 95
212 µm (mesh No.70)
(b/b)
Kadar Air (b/b) % Maks. 14,5
Kadar Abu (b/b) % Maks. 0,70
Kadar Protein (b/b) % Min. 7,0
Keasaman mg KOH/100 gr Maks 50
Falling number (atas detik Min. 300
dasar kadar air 14%)
Besi (Fe) mg/kg Min. 50
Seng (Zn) mg/kg Min. 30
Vitamin B1 (tiamin) mg/kg Min. 2,5
Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg Min. 4
Asam folat mg/kg Min. 2
Cemaran logam :
a. Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
b. Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05
c. Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
Cemaran Arsen mg/kg Maks. 0,50
Cemaran Mikroba
a. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1 x 106
b. E. coli APM/g Maks. 10
c. Kapang Koloni/g Maks. 1 x 104
d. Bacillus careus Koloni/g Maks. 1 x 104
Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) Tepung No 3751:2009

Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan


menggunakan proses pengeringan sebelum dan sesudah bahan tersebut
dihancurkan. Tepung mempunyai partikel padat yang berbentuk butiran halus atau
sangat halus yang didapatkan dengan cara penggilingan atau penghancuran.
Ampas kelapa merupakan hasil samping dari pembuatan santan. Dahulu
13

ampas kelapa hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, padahal dengan modal
yang relatif kecil ampas kelapa dapat diolah menjadi produk lainnya seperti
tepung. Seiring perkembangan teknologi, ampas kelapa tidak hanya dimanfaatkan
sebagai pakan ternak melainkan sebagai bahan pangan manusia. Ampas kelapa
kering atau bebas lemak mengandung 93% karbohidrat yang terdiri dari 61%
galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa (Balasubramanian, 1976).
Tepung ampas kelapa dibuat secara langsung dari hasil samping ampas
kelapa. Tepung ampas kelapa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam
industri makanan seperti roti, biskuit, dan sereal. Roti merupakan makanan yang
dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat karena praktis, mudah didapatkan,
mudah diolah, mudah disajikan dan memiliki harga yg relatif terjangkau.
Menurut Putri (2010) faktor yang mempengaruhi kualitas tepung ampas
kelapa adalah sebagai berikut :
1. Derajat Keputihan (Tingkat Keputihan)
Pada derajat atau tingkat keputihan ini dipengaruhi dari penentuan atau
pemilihan bahan baku, proses pembuatan, kualitas air (selama proses
pembuatan), tingkat kebersihan pada saat proses produksi, serta
pengemasan dan penyimpanan (sebaiknya ditempatkan di tempat yang
kedap udara dan bebas dari bau tak sedap atau bau menyengat lainnya.
2. Tingkat Kehalusan (Ukuran Mesh)
Proses pembuatan ampas kelapa secara manual mempunyai karakteristik
tekstur yang agak kasar karena menggunakan ayakan ukuran yang kurang
sesuai dibandingkan ayakan tepung pada umumnya, yaitu dibawah 40
mesh. Pada tingkat kehalusan tekstur tepung dapat ditentukan dari ukuran
ayakan dengan satuan ukuran mesh.

3. Kadar Air Tersisa


Tepung ampas kelapa pada umumnya memiliki kadar air yang tersisa
berkisar antara 7-15%. Pengeringan tepung pada sinar matahari
menghasilkan tingkat kekeringan yang rendah dibandingan dengan
pengeringan dengan menggunakan mesin (oven).
14

No. Komposisi Gizi Skim Kelapa a Ampas kelapa b Tepung Kelapa c Blondo d Air kelapa e
1. Kadar air 85,89 4,65 5,00 6,48 91,23
2. Lemak (%bk) 2,00 15,89 14,00 10,23 0,15
3. Protein (%bk) 35,00 4,11 7,60 21,6 0,29
4. Abu (%bk) 9,00 0,66 2,10 1,65 1,6
Karbohidrat
5. 55,00 79,34 71,00 17,02 -
(%bk)
Gula reduksi
6. 2,20 - - 32,40* 5,34*
(%bk)
7. Serat kasar (%bk) 0,20 30,58 17,00 17.10 -
Tabel 2.6 Komposisi Gizi dan Hasil Samping Kelapa
Sumber : a dan c, Hagenmaier (1980), b. Rindengan et al. (1977), d. Utari (1989), e. Grimwood
(1975) dan Thampan (1981)
bk = berat kering, *gula total

Kebutuhan serat bisa didapatkan menggunakan upaya alternatif yaitu salah


satunya dengan pemanfaatan ampas kelapa. Serat adalah zat non gizi, ada dua
jenis serat yaitu serat kasar dan serat pangan (Adi Nugraha, 2014). Serat kasar
ialah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia tertentu, yaitu asam sulfat (H2SO4) dan NaOH. sedangkan serat pangan
adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim
pencernaan (Muchtadi, 2001).
Menurut Joseph (2002) dan Gray (2006) berdasarkan sifat kelarutannya
serat pangan dapat dibedakan menjadi dua golongan:
1. Serat pangan yang larut dalam air (Soluble Dietary Fiber/ SDF), seperti
pektin, musilago dan gum. SDF diartikan sebagai serat pangan yang dapat
larut dalam air hangat atau panas (90°C).
2. Serat pangan yang tidak larut di dalam air panas atau air dingin (Insoluble
Dietary Fiber/ IDF) seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui
saluran pencernaan untuk proses pembuangan. Tanpa bantuan serat, fases dengan
kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami
kesukaran melalui usus.

Tabel 2.7 Kandungan Gizi Ampas Kelapa per 100 g


Parameter Kandungan
15

Protein 4,12 %
Lemak 12,0 %
Serat Kasar 37,1 %
Kadar Air 0,33 %
Sumber : (Yulvianti, 2015)

2.4 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi
produk tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba.
Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan.
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunalan sejak lama
sejak jaman kuno. Proses fermentasi memerlukan :
1. Mikroba sebagai inokulum.
2. Tempat atau wadah untuk menjamin proses fermentasi berlangsung
dengan optimal.
3. Substrat sebagai tempat tumbuh medium dan sumber nutrisi bagi mikroba.
(Nur, 2009)
Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak
spontan. Fermentasi spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme
dalam bentuk starter atau ragi dalam proses pembuatannya, sedangkan fermentasi
tidak spontan adalah yang ditambahkan starter atau ragi dalam proses
pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif merubah
bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan pada proses fermentasi
(Suprihatin, 2010).
Keuntungan proses fermentasi dengan memanfaatkan jasa mikroba
dibandingkan melalui proses kimiawi adalah selain prosesnya sangat spesifik,
suhu yang diperlukan relatif rendah dan tidak memerlukan katalisator logam yang
mempunyai sifat polutan (Bachruddin, 2014). Menurut Judoamidjojo dkk. (1989)
menyatakan bahwa beberapa langkah utama yang diperlukan dalam melakukan
suatu proses fermentasi diantaranya adalah :
1. Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
2. Seleksi media sesuai dengan tujuan.
16

3. Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh


mikroba yang tidak dikehendaki.

2.5 Aspergillus Niger


Aspergillus niger adalah salah satu mikroorganisme terpenting yang
digunakan dalam bioteknologi. Telah digunakan selama beberapa dekade untuk
menghasilkan enzim ekstraseluler (makanan) dan asam sitrat. Faktanya, asam
sitrat dan banyak enzim A. Niger dianggap aman secara umum oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Selain itu, A. Niger digunakan
untuk biotransformasi dan pengolahan limbah. Dalam beberapa dekade terakhir,
A. Niger telah dikembangkan sebagai inang transformasi penting untuk enzim
makanan yang mengekspresikan secara berlebihan.

Gambar 2.5 Aspergillus Niger

Nama A. Niger telah dilestarikan untuk alasan ekonomi dan pengambilan


informasi dan ada konsensus taksonomi berdasarkan data molekuler bahwa satu-
satunya spesies umum lain yang berkerabat dekat dengan A. Niger dalam seri
Aspergillus Nigri adalah A. Tubingensis. A. Niger, seperti jamur berfilamen
lainnya, harus dirawat dengan hati-hati untuk menghindari pembentukan debu
spora. Namun, dibandingkan dengan jamur berserabut lainnya, jamur ini tidak
menonjol sebagai masalah khusus yang berkaitan dengan alergi atau
mikopatologi. Beberapa kasus medis, mis. infeksi paru-paru, telah dilaporkan,
tetapi selalu pada pasien dengan gangguan sistem imun yang parah. Di daerah
tropis, infeksi telinga (otomycosis) memang terjadi karena invasi A. Niger pada
saluran telinga luar tetapi hal ini dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis pada
17

pelindung kulit. Strain A. Niger menghasilkan serangkaian metabolit sekunder,


tetapi hanya okratoksin A yang dapat dianggap sebagai mikotoksin dalam arti
sebenarnya. Hanya 3–10% dari strain yang diperiksa untuk produksi okratoksin A
telah dites positif dalam kondisi yang menguntungkan. Isolat baru dan yang tidak
diketahui harus diperiksa untuk produksi okratoksin A sebelum dikembangkan
sebagai organisme produksi. Disimpulkan, dengan batasan ini, bahwa A. Niger
adalah organisme produksi yang aman.
Aspergillus niger secara kultur tunggal sering digunakan dalam
pengolahan pakan karena kemampuannya dalam degradasi selulosa maupun pati
menjadi protein. A.niger tidak hanya menghasilkan enzim selulolitik, tetapi juga
enzim amilolitik seperti amylase dan glukoamilase (Ratanaphadit, et al., 2010).
Aspergillus niger juga menghasilkan enzim ß-glukosidase yang kuat dimana
enzim ini berperan untuk mempercepat konversi selobiosa manjadi glukosa
(Juhasz, et al., 2003).

2.6 Protein
Protein adalah zat makanan berupa asam-asam amino yang berfungsi
sebagai pembangun dan pengatur bagi tubuh. Protein mengandung unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
Molekul protein juga mengandung posfor, belerang serta beberapa protein
memiliki unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, 2009). Protein berasal
dari bahasa yunani yaitu proteos, artinya yang utama atau yang di dahulukan.
Protein ditemukan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802–1880).
Kata protein pertama kali diberikan oleh Gerardus Mulder yang
menganggap protein merupakan zat yang paling penting dari semua molekul
organik pada kehidupan. Protein (berasal dari kata “protos” dari bahasa Yunani
yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot
molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino
yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Bahan baku protein terdiri
dari molekul – molekul asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan unsur N
(Toha, 2001). Selain itu, juga dikenal istilah protein kasar yaitu nilai hasil bagi dari
total nitrogen ammonia dengan faktor 16% atau hasil kali dari total nitrogen
ammonia dengan faktor 6,25. Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein
18

mengandung nitrogen 16%. Protein mempunyai fungsi bagi tubuh ikan yaitu
sebagai berikut :
1. Membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan dan mengganti jaringan yang
rusak
2. Protein merupakan penyusun enzim dan hormon yang mengatur berbagai
proses metabolisme tubuh (Sahwan, 2002). Protein terdiri dari asam amino
yang berhubungan satu dengan yang lain oleh ikatan peptida. Asam amino
pada umumnya mempunyai rangka yang terdiri dari gugus asam
karboksilat dan gugus yang terikat secara kovalen pada atom pusat (karbon
alfa). Gugus lainnya pada karbon alfa adalah hidrogen dan gugus R yang
merupakan rantai samping asam amino (Wilbraham and Matta, 1992).
Tubuh akan mengubah protein dalam makanan menjadi protein yang sesuai
dengan kebutuhannya. Secara kimia ada dua proses dasar untuk sintesis protein
yaitu sintesis asam amino dan konjugasi asam amino yang sesuai untuk
membentuk masing-masing jenis protein pada setiap sel. Proses ini merupakan
pertumbuhan yang paling mendasar sebab tanpa adanya produksi protein secara
besar-besaran, maka pertumbuhan tidak mungkin terjadi. Jaringan hati merupakan
salah satu organ besar yang mempunyai sistem khusus untuk mengolah asam
amino dan menyimpan protein dalam jumlah besar.
Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino (20 jenis asam amino) yang
terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Dari dua puluh macam asam amino,
tubuh orang dewasa membutuhkan delapan jenis asam amino esensial yaitu lisin,
leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treonin, sedangkan untuk
anak-anak yang sedang tumbuh, ditambahkan dua jenis lagi yaitu histidin dan
arginin. Adapun contoh asam amino non esensial yaitu prolin, serin, tirosin, sistein,
glisin, asam glutamat, alanin, asam aspartat, aspargin, ornitin (Irianto dan Waluyo,
2004).
Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon
55%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, sulfur 1% dan kurang dari 1%
fosfor. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua
protein akan tetapi tidak terdapat pada karbohidrat dan lemak. Molekul protein
lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan
19

keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya (Almatsier, 1989).


Protein bagi tubuh berfungsi untuk perbaikan semua jaringan di dalam
tubuh termasuk darah, enzim, hormon, kulit, rambut, dan kuku. Protein
pembentukan hormon untuk pertumbuhan dan mengganti jaringan yang aus,
perkembangan seks dan metabolisme. Protein juga berguna untuk melindungi
supaya keseimbangan asam dan basa di dalam darah dan jaringan terpelihara,
selain itu juga mengatur keseimbangan air di dalam tubuh.
Protein mempunyai fungsi bermacam-macam bagi tubuh, yaitu sebagai
enzim, zat pengatur pergerakan, pertahanan tubuh, dan alat pengangkut. Sebagai
zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim
dan hormon. Proses metabolik (reaksi biokimiawi) diatur dan dilangsungkan atas
pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar terjadi
hubungan yang harmonis antara proses metabolisme yang satu dengan yang lain
(Sediaoetama, 2008).
Struktur protein mengacu pada susunan/urutan linier dari konstituen asam
amino yang secara kovalen dihubungkan melalui ikatan peptida. Susunan tersebut
merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari
berbagai protein dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan
tersier.

Gambar 2.6 Struktur Protein


Struktur sekunder protein adalah rantai polipeptida yang berlipat-lipat dan
merupakan bentuk tiga dimensi dengan cabang-cabang rantai polipeptidanya
tersusun saling berdekatan. Protein terbentuk oleh adanya ikatan hidrogen antar
asam amino dalam rantai sehingga strukturnya tidak lurus, melainkan bentuk zig
zag dengan gugus R mencuat ke atas dan ke bawah (Winarno, 1991).
20

2.7 Kadar Serat


Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry
fiber) dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah
pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat,
membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk
disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus
untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar
menjadi lebih lamban.
Pada masa lalu, serat makanan hanya dianggap sebagai sumber energi
yang tidak tersedia (non-available energi source) dan hanya dikenal mempunyai
efek pencahar perut. Namun berbagai penelitian telah melaporkan hubungan
antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit
diantaranya kanker usus besar, penyakit kadiovskular dan kegemukan (obesitas).
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah
serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan
pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar
serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH
3,25%).
Serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses
pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di
laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat
yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia
tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu serat kasar
merendahkn perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa,
50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa (Piliang dan Djojosoebagio,
2002).
Definisi terbaru tentang serat makanan yang dismpaikan oleh the
American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001) adalah merupakan bagian
yang dapat dimakan dari tanaman atau karbohidrat analog yang resisten terhadap
21

pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial
pada usus besar. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakharida,
oligosakharida, lignin dan bagian tanaman lainnya (AACC, 2001).
Beberapa karbohidrat tidak dapat dihidrolisa oleh enzim-enzim pencernaan
pada manusia. Sisa yang tidak dicerna ini dikenal dengan diet serat kasar yang
kemudian melewati saluran pencernaan dan dibuang dalam feses. Serat makanan
ini terdiri dari dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung 3 macam
polisakharida yaitu sellulosa, zat pectin dan hemisellulosa. Selain itu juga
mengandung zat yang bukan karbohidrat yakni lignin (Piliang dan Djojosoebagio,
2002).

2.8 Kadar Air


Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry
basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100
persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen
(Syarif dan Halid, 1993).
Kadar air merupakan pemegang peranan penting, kecuali temperatur maka
aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam proses pembusukan dan
ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya merupakan proses
mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara ketiganya.
Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana kini telah
diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu berlangsungnya proses
tersebut (Tabrani,1997).
Kadar air suatu bahan biasanya dinyatakan dalam persentase berat bahan
basah, misalnya dalam gram air untuk setiap 100 gr bahan disebut kadar air berat
basah. Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses
pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan
(Kusumah, dan Andarwulan, 1989).
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat 5
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
22

dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Air ada yang berbentuk bebas, ada pula yang terikat baik didalam matriks
bahan maupun didalam jaringannya. Air yang berbentuk bebas sangat mudah
menguap karena biasanya terdapat pada permukaan bahan pangan. Kadar air perlu
diukur untuk menentukan umur simpan suatu bahan pangan. Dengan demikian,
suatu produsen makanan olahan dapat langsung mengetahui umur simpan
produknya tanpa harus menunggu sampai produknya busuk.
Beberapa cara untuk menetapkan kadar air suatu bahan makanan misalnya
dengan metode pemanasan langsung dan dengan metode destilasi (Azeotroph).
Metode destilasi menggunakan pelarut yang tidak bercampur dalam air dan
mempunyai titik didih sedikit diatas titik didih air, sehingga ketika dilakukan
destilasi, air akan terkumpul dan jatuh dalam tabung Aufhauser. Hal ini dapat
terjadi karena berat jenis air lebih besar dari pada berat jenis pelarut.
Ketika semua air telah terdestilasi, volume air dapat dibaca pada skala
tabung Aufhauser. Pada percobaan ini kami menggunakan pelarut toluene dan
xylene. Penentuan kadar air bahan pangan. Penetapan kadar air bahan pangan
dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahannya. Pada
umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan sejumlah sampel
dalam oven pada suhu 105-110° C selama 3 jam atau hingga didapat berat yang 6
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air
yang diuapkan.
Penentuan kadar air untuk berbagai bahan berbeda-beda metodenya
tergantung pada sifat bahan. Misalnya:
1. Untuk bahan yang tidak tahan panas, berkadar gula tinggi, berminyak dan
lain-lain penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan oven
vakum dengan suhu rendah.
2. Untuk bahan yang mempunyai kadar air tinggi dan mengandung senyawa
volatil (mudah menguap) penentuan kadar air dilakukan dengan cara
destilasi dengan pelarut tertentu yang berat jenisnya lebih rendah daripada
23

berat jenis air. Untuk bahan cair yang berkadar gula tinggi, penentuan
kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan reflaktometer,dsb
(Winarno, 1997).
Kadar air dalam suatu bahan seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang
merah, dan susu termasuk juga tepung-tepungan. Metode yang digunakan adalah
oven pengering. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangakan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi
didalamnya. Prinsip dari metode oven pengering adalah bahwa air yang
terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan 7
pada suhu 105o C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan
sesudah dipanaskan adalah kadar air (Astuti, 2010).
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air
minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada
suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang
apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju
penambahan air kebahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan
seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan
higroskopis untuk menentukan kadar air keseimbangan (Henderson, 1952).
Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan ataupun sediaan yang
dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau
gravimetrik yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan , dimana nilai maksimal atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi (Dirjen POM, 2000).

Anda mungkin juga menyukai