Anda di halaman 1dari 33

Laporan PG3002 Laboratorium Teknik Pangan 2

Modul EPC : Ekstraksi Padat Cair


Kelompok PG.B2.2122.09
Haoking Suryanatmaja (14319009), Tiffany Chesia (14319032)
Program Studi Teknik Pangan ITB

Abstrak. Kelapa merupakan komoditas perkebunan yang populer di masyarakat. Kelapa


memiliki komposisi yang penting yaitu makromolekul berupa protein dan minyak atau sering
disebut lemak yang berperan penting bagi manusia. Salah satu pemanfaatan dari kelapa adalah
dengan melakukan ekstraksi protein dari tepung kelapa yang kaya minyak dan bebas minyak.
Pelarut yang digunakan adalah heksana untuk mengekstrak minyak sehingga menjadi tepung
kelapa bebas minyak dan pelarut NaOH digunakan untuk mengekstrak protein dengan variasi
nisbah pelarut (10,20, dan 30 gram NaOH / gram tepung). Dari percobaan yang dilakukan
diperoleh kadar minyak sebesar 13,1 % (w/w). Rendemen protein pada tepung kelapa bebas
minyak berturut-turut menggunakan pelarut NaOH 0,05 M sebanyak 10, 20 dan 30 gram adalah
0,4244%(w/w); 1,4949%(w/w) dan 2,2576%(w/w) sedangkan rendemen protein pada tepung
kelapa kaya minyak kaya minyak berturut-turut adalah 0,2785%(w/w); 1,3214%(w/w) dan
2,2474%(w/w).

Kata kunci: Tepung kelapa, protein, minyak, rendemen, ekstraksi

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, terutama di daerah
pantai dan pegunungan. Kelapa merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan
manusia. Setiap bagian dari tanaman kelapa mempunyai manfaat tersendiri mulai dari akar, batang,
buah, hingga air kelapa.
Buah kelapa sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan minyak, santan, dan minuman segar
(Suhono, 2010). Buah kelapa terdiri dari beberapa bagian, yaitu eksokarp, mesocarp, endocarp, daging
buah, air, dan testa (Mardiatmoko & Ariyanti, 2018). Bagian endosperm atau daging buah kelapa
umumnya digunakan dalam proses produksi tepung dan santan. Komposisi kimia daging buah kelapa
tua dalam 100 g bahan antara lain protein 3,4 g, lemak 34,7 g, karbohidrat 14 g dan kadar air 46,9%
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1981).
Tepung kelapa sebagai produk olahan kelapa, saat ini banyak dibutuhkan oleh industri makanan lokal
dan mancanegara (Tarigan et al.,2015). Tepung kelapa dapat diperoleh melalui proses pengeringan dan
penghalusan daging buah kelapa. Komposisi tepung kelapa terdiri atas air 4,85%, abu 0,61%, protein
16,98%, lemak 42,27%, karbohidrat 43,55%, serat pangan 33,02% dan mineral beberapa mineral
(Niftrelia, 2015). Kandungan minyak dan protein dari tepung kelapa yang tinggi dapat dipisahkan
dengan berbagai metode, contohnya ekstraksi. Beberapa peneliti membuktikan bahwa protein kelapa
mempunyai mutu yang cukup baik dengan asam amino yang relatif baik dan bernilai gizi tinggi
(Lanchance dan Molina, 1974). Protein dari tepung kelapa dapat dimanfaatkan pada pembuatan
konsentrat protein yang banyak dimanfaatkan pada industri pangan.
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari dan memahami prinsip, urutan proses, parameter kinerja
proses, serta fenomena yang terjadi di dalam proses ekstraksi padat cair pada tepung kelapa

1.3. Sasaran Percobaan


Sasaran dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan perolehan dan rendemen ekstrak minyak dari tepung kelapa dengan metode
Soxhlet untuk menghasilkan tepung kelapa bebas minyak.
2. Menentukan perolehan dan rendemen isolat protein kelapa hasil ekstraksi protein tepung kelapa
bebas minyak dengan pelarut air.
3. Menentukan pengaruh parameter ekstraksi (jumlah pelarut dan jenis tepung) terhadap
perolehan protein yang terlarut (terekstrak) dalam ekstrak kasar.
4. Menghitung neraca massa ekstraksi minyak dan protein dari tepung kelapa.

2. Kajian Teori
2.1. Kelapa
Kelapa atau Cocos nucifera L. merupakan tumbuhan berkeping satu yang termasuk dalam suku palem-
paleman. Tinggi tanaman kelapa dapat mencapai 20-25 meter dan dapat hidup selama 80-100 tahun
(Yulvianti et al., 2015). Tanaman kelapa merupakan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
karena seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Pohon kelapa
sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang,
daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari. Buah kelapa
terdiri dari beberapa bagian, yaitu eksokarp, mesocarp, endocarp, daging buah, air, dan testa
(Mardiatmoko & Ariyanti, 2018). Bagian endosperm atau daging buah kelapa umumnya digunakan
dalam proses produksi tepung dan santan. Gambar penampang buah kelapa dapat dilihat pada Gambar
2.1 berikut.

Gambar 2.1 Penampang buah kelapa (Sumber : Toreh, 2010)


Keterangan :
a. Kulit luar (epicarp)
b. Kulit tengah (mesocarp)
c. Kulit dalam (endocarp)
d. Kulit daging buah
e. Putih lembaga (endosperm)
f. air
g. lembaga

Komposisi kimia daging buah kelapa tua dalam 100 g bahan antara lain protein 3,4 g, lemak 34,7 g,
karbohidrat 14 g dan kadar air 46,9% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1981). Daging buah
kelapa dapat diolah menjadi beraneka ragam produk, seperti pada bagian kulit/testa dapat diolah
menjadi minyak kelapa atau coconut oil, untuk bagian yang diparut, daging kelapa dapat diolah menjadi
santan dan produk lain dari olahan parutan kelapa seperti tepung kelapa, minyak/lemak, manisan,
toasted coconut, coconut chip dan lain-lain. Hasil olahan dari pembuatan minyak kelapa menghasilkan
residu, yaitu ampas kelapa.
Tepung kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan cara menghaluskan daging ampas kelapa.
Komposisi tepung kelapa terdiri atas air 4,85%, abu 0,61%, protein 16,98%, lemak 42,27%, karbohidrat
43,55%, serat pangan 33,02% dan mineral beberapa mineral (Niftrelia, 2015). Tepung ampas kelapa
memiliki banyak kandungan nutrisi dibandingkan tepung jenis lainnya. Kandungan serat total dalam
tepung ampas kelapa sendiri terdiri dari 38,3% NDF, 24,2% ADF, 14% hemiselulosa dan 10,3%
selulosa (Yalegama dan Chavan, 2006). Tepung ampas kelapa memiliki kandungan 11 serat dan protein
cukup tinggi, bebas gluten serta kandungan karbohidrat digestible yang rendah (Kailaku et al., 2005).
Tepung ampas kelapa juga memiliki kandungan lemak tinggi. Kandungan lemak berasal dari asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Asam lemak rantai pendek yang
dihasilkan berupa asam butirat, asam asetat dan asam propionat. Kandungan asam butirat dalam tepung
ampas kelapa berfungsi dalam menghambat pembentukan tumor dengan meningkatkan diferensiasi sel
tumor (Kailaku et al., 2005)

2.1.1. Minyak
Minyak dan lemak merupakan campuran gliserida dengan susunan asam-asam lemak yang tidak sama.
Sifat–sifat fisik dan kimia trigliserida ditentukan oleh asam lemak penyusunnya, karena asam lemak
merupakan bagian terbesar berat molekul minyak. Minyak mempunyai arti sangat luas, yaitu senyawa
yang berbentuk cairan pekat pada suhu ruangan (25 0C) dan tidak larut dalam air. Berdasarkan
sumbernya, minyak dibagi menjadi dua macam, yaitu minyak bumi (mineral oils atau petroleum) dan
minyak dari makhluk hidup (lipida atau lipids). Adapun minyak dari makhluk hidup terbagi lagi
menjadi minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (animal oils).
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam golongan lipid, yaitu senyawa
organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,
misalnya senyawa - senyawa alkohol, benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut
dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut tersebut (Herlina, 2002).
Berdasarkan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan kedalam asam laurat yang mempunyai
karakteristik khas yaitu mengandung asam laurat (40-50%), asam lemak berantai C6 ,C8 dan C10 dalam
jumlah sedang dan jumlah asam lemak tak jenuh rendah. Sedangkan berat molekulnya berbeda-beda
untuk berbagai jenis asam lemak. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh. Asam laurat dalam
minyak kelapa mempunyai jumlah yang paling banyak, sehingga tahan terhadap ketengikan akibat
oksidasi. Selain itu terdapat juga kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak kelapa. Berikut dapat
dilihat komposisi asam lemak minyak kelapa pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Komposisi asam lemak minyak kelapa


(Sumber : Alamsyah, 2015)

2.1.2 Protein
Protein merupakan bahan yang paling reaktif di antara komponen-kompnen bahan pangan. Senyawa ini
dapat bereaksi dengan gula-gula pereduksi, lemak, dan produk oksidasi, polifenol dan komponen bahan
pangan lainnya. Interaksi ini Protein juga sangat sensitif terhadap temperatur dan dapat mengalami
denaturasi. Hal tersebut bisa diakibatkan pengaruh suhu, pH, dan logam berat. Derajat denaturasi atau
agregasi protein selama preparasi isolat adalah faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi
sifat fungsional seperti kelarutan, penyerapan air, dan viskositas.
Menurut Deman (1997), denaturasi adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan
ikatan kovalen. Proses ini bersifat khusus untuk protein dan biasanya proses ini terjadi seiring dengan
hilangnya aktivitas biologis dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi seperti
kelarutan. Denaturasi dapat didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang tidak
melibatkan perubahan dalam urutan asam amino. Rentang temperatur pada saat terjadi denaturasi dan
koagulasi sebagian besar protein pada 55-75°C.
Protein juga bersifat amfoter serta memiliki titik isolistrik dikarenakan memiliki gugus karboksil
sekaligus amina (Harold, 2001). Protein murni ataupun yang terdapat di dalam campuran dapat
ditentukan kadarnya dengan metode analisis kualitatif maupun kuantitatif. Metode kualitatif meliputi
Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitropsida, dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan
secara kuantitatif meliputi metode Kjaldehl, metodekromatografi (cara fraksionasi), metode titrasu
formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (biuret), metode spektrofotometri UV, dan
metode Bradford.

2.2. Ekstraksi Padat Cair


Ekstraksi adalah teknik umum yang digunakan dalam kimia organik untuk mengisolasi senyawa target.
Dalam proses ekstraksi, zat terlarut dipindahkan dari satu fase ke fase lain untuk memisahkannya dari
bahan awal atau pengotor yang tidak bereaksi. Klasifikasi proses ekstraksi dikelompokan berdasarkan
sistem operasi dan tipe fasa. Pada ekstraksi berdasarkan sistem operasi dibagi menjadi dua jenis yaitu
proses partaian dan proses kontinu, sedangkan pada ekstraksi yang dibagi berdasarkan tipe fasa dibagi
menjadi beberapa jenis seperti ekstraksi cair - cair, ekstraksi padat, ekstraksi cair -padat, dan larutan
superkritis.
Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut yang terkandung dalam suatu
padatan dengan cara mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (solvent). Pengontakan
mengakibatkan padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut terpisah dari padatan karena
larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padat cair terdapat dua fasa yaitu fasa overflow (ekstrak) dan fasa
underflow (rafinat/ampas). Fasa ekstrak merupakan fasa yang terdiri dari pelarut dan zat terlarut yang
ingin dipisahkan dari padatan. Sedangkan fasa rafinat merupakan padatan yang mengandung larutan
yang masih tertahan pada padatan.
Biasanya proses ekstraksi padat cair berlangsung dalam tiga tahap, pertama yaitu perubahan fase dari
zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut meresap masuk. Lalu kedua terjadi proses difusi pada
cairan dari dalam partikel padat menuju keluar. Terakhir ketiga perpindahan zat terlarut dari padatan ke
zat pelarut.

2.2.1 Metode Ekstraksi Minyak dengan Soxhlet


Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut menggunakan panas. Umumnya
metode ini dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi konstan dengan adanya
pendingin balik (kondensor). Pada metode ini, padatan disimpan dalam alat soxhlet dan dipanaskan,
sedangkan yang dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut terdinginkan dalam kondensor, kemudian
mengekstraksi padatan. Kelebihan metode soxhlet adalah proses ekstraksi berlangsung secara kontinu,
memerlukan waktu ekstraksi yang lebih sebentar dan jumlah pelarut yang lebih sedikit bila
dibandingkan dengan metode maserasi atau perkolasi. Kelemahan dari metode ini adalah dapat
menyebabkan rusaknya solut atau komponen lainnya yang tidak tahan panas karena pemanasan ekstrak
yang dilakukan secara terus menerus (Tiwari, et al., 2011).
Pengekstrakan minyak dari tepung kelapa dilakukan menggunakan pelarut organik yang bersifat non
polar seperti heksana dan aseton. Hal ini disebabkan oleh sifat minyak kelapa yang non polar sehingga
dengan menggunakan pelarut non polar maka minyak dari tepung kelapa dapat terikat. Proses
pengekstraksian minyak kelapa menggunakan alat berupa soxhlet dan akan menghasilkan produk
berupa tepung kelapa bebas minyak dan minyak kelapa.

2.2.2 Metode Ekstraksi Protein dengan Dispersi


Dispersi atau maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut diam atau dengan
adanya pengadukan pada suhu ruangan. Metoda ini dapat dilakukan dengan cara merendam bahan pada
pelarut dengan penambahan pengadukan. Kelebihan dari metode ini yaitu efektif untuk senyawa yang
tidak tahan panas (terdegradasi karena panas), peralatan yang digunakan relatif sederhana, murah, dan
mudah didapat. Namun metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu membutuhkan waktu
ekstraksi yang lama, pelarut dalam jumlah yang banyak, dan adanya kemungkinan bahwa senyawa
tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutannya yang rendah pada suhu ruang.
Protein dari tepung kelapa dapat dipisahkan dengan menggunakan ekstraksi padat cair dengan pelarut
air. Pelarut tersebut digunakan karena protein memiliki kelarutan yang baik dalam air. Namun, pada
proses esktraksi tambahan basa pada pelarut akan meningkatkan perolehan protein sehingga pada
umumnya dilakukan ekstraksi pada keadaan basa dengan penambahan NaOH.

2.3. Presipitasi Isoelektrik


Protein sering diisolasi menggunakan presipitasi atau pengendapan isoelektrik untuk dipisahkan dari
larutan. Isolasi protein pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap seperti ekstraksi protein dari medium
pengestrak, penghilangan bahan tidak larut dengan sentrifugasi, pengendapan, pencucian, dan
pengeringan isolat protein (Natarajan, 1980).
Menurut Cheptel dan Cuq (1985), pemilihan kondisi basa sebagai pH selama ekstraksi dilakukan karena
sebagian besar asam amino akan bermuatan negatif pada pH diatas pH isoelektriknya, muatan yang
sejenis cenderung nutuk tolak-menolak. Hal ini yang menyebabkan minimumnya interaksi antara residu
asam-asam amino yang berarti kelarutan protein akan meningkat. Oleh sebab itu, kelarutan protein lebih
besar pada suasana basa dibandingkan dengan suasana asam.
Berdasarkan penelitian Kabirullah dan Wills (1982), makin tinggi pH yang digunakan untuk
mengesktrak protein, makin besar pula protein yang terekstrak tetapi ada kemungkinan protein dapat
terhidrolisa kembali dan mengalami denaturasi.
Kemampuan ekstraksi protein diperngaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung,
umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan, serta suhu, pH, dan kekuatan ion medium
pengekstrak (Kinsella, 1979).
Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi protein total adalah pengendapan seluruh protein pada titik
isoelektriknya yaitu pH dimana seluruh protein memiliki kelarutan terendah sehingga protein akan
menggumpal. Pada titik isoelektrik, muatan total dari masing-masing asam amino dalam protein sama
dengan nol, artinya keseimbangan antara gugus bermuatan positif dengan gugus bermuatan negarif.
Interaksi elektrostatik antar asam amino akan maksimum karena muatan yang tidak sejenis cenderung
untuk tarik menarik. Fenomena ini diamati dengan terjadinya penggumpalan protein (Thanh dan
Shibasaki, 1976).

2.4. Metode Bradford


Terdapat berbagai metode dalam pengukuran protein terlarut. Salah metode yang dapat digunakan
adalah metode Bradford. Metode Bradford mempunya sensitivitas empat kali dibandingkan metode
lowry (Hadinoto, 2019).
Uji Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi protein total dengan secara kolorimetri dalam
suatu larutan. Metode ini memiliki reagen khusus yaitu reagen Bradford. Dalam uji Bradford
melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue (CBB) yang berikatan dengan protein dalam suatu
larutan yang bersifat asam sehingga memberikan warna (kebiruan). Warna biru yang dihasilkan pada
larutan kemudian akan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (Lambert‐Beer)
pada panjang gelombang 465‐595 nm (cahaya tampak). Kalibrasi spektrofotometer dilakukan dengan
menggunakan larutan standar protein (Bovine Serum Albumine).
Metode Bradford dapat mendeteksi adanya kadar protein menggunakan kurva standar. Absorbansi yang
diperoleh kemudian akan dialurkan kedalam bentuk kurva kalibrasi terhadap konsentrasinya. Kurva
kalibrasi bertujuan untuk mengetahui perbandingan pengaruh kadar analit dengan respon alat
(instrumen). Keuntungan dari metode ini adalah pereaksi yang digunakan sangat sederhana serta mudah
disiapkan.

3. Metodologi Percobaan
3.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ekstraksi padat cair (EPC) adalah cawan alumunium foil, falcon
tube, gelas kimia, gelas ukur berukuran 50 mL dan 250 mL, mikropipet, neraca analitik, orbital shaker,
oven, pH meter, pipet tetes, pipet volume, sentrifugator, soxhlet, spatula, dan spektrofotometer. Bahan
yang digunakan adalah aqua dm, Bovine Serume Albumine (BSA), HCL 1 M, heksana, NaOH 0,05 M,
reagen Bradford, dan tepung kelapa segar.

3.2. Skema Rangkaian Alat Percobaan


Skema dari rangkaian alat yang digunakan pada percobaan ini ditunjukan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Ekstraksi Soxhlet

3.3. Langkah Percobaan


3.3.1. Pengeringan Tepung Kelapa Segar dan Penentuan Kadar Air
Hal yang pertama dilakukan adalah persiapan sampel dengan mengeringkan tepung kelapa segar dengan
menggunakan oven pada temperatur 40°C selama semalaman sehingga menghasilkan tepung kelapa
kering. Kemudian, tepung kelapa dikeringkan kembali dengan oven pada temperatur 105°C selama 24
jam secara triplo untuk mengetahui kadar air dari tepung kelapa. Kadar air dari tepung kelapa dianalisa
dengan menghitung kadar air melalui berat sebelum dan sesudah pengeringan.

3.3.2. Ekstraksi Minyak dari Tepung Kelapa Kering


Selanjutnya adalah dengan melakukan ekstraksi minyak, dengan menyiapkan peralatan untuk ekstraksi
dengan metode soxhlet. Heksana sebanyak 300 ml dimasukkan kedalam labu tiga leher lalu dipanaskan
hingga 65-70°C. Tepung kelapa kering sebanyak 50 gram dimasukkan kedalam timbal untuk diekstraksi
sebanyak 3-4 siklus dan waktu setiap siklus dicatat. Proses ini akan menghasilkan tepung kelapa bebas
minyak dan juga ekstrak yg mengandung minyak. Kadar minyak yang terkandung dihitung dengan
menggunakan basis heksana dengan menghitung selisih berat campuran di labu tiga leher pada awal
dan akhir. Kadar minyak juga dapat dihitung dengan basis berat di timbal pada awal dan akhir. Setelah
itu, tepung kelapa bebas minyak dikeringkan dengan oven pada 80°C selama 1 jam pada kontainer
alumunium berpermukaan luas.

3.3.3. Ekstraksi Protein dari Tepung Kelapa Kering dan Tepung Kelapa Kering Bebas Minyak
Sampel tepung kelapa dan tepung kelapa bebas minyak disiapkan lalu dimasukkan ke falcon tube
kosong. Falcon tube yang akan digunakan ditimbang pada keadaan kosong kemudian tepung kelapa
sebanyak 1 gram diambil dan dimasukkan kedalam falcon tube 50 ml. Tepung kelapa akan diekstrak
dengan pelarut alkali yaitu larutan NaOH 0,05 M dengan menggunakan variasi rasio pelarut sebesar
10,20,dan 30 gram pelarut/gram padatan selama 30 menit pada suhu kamar. Kemudian, massa total
campuran dan falcon tube ditimbang.
Selanjutnya adalah dengan melakukan ekstraksi protein dengan orbital shaker pada kecepatan 150 rpm
pada temperatur kamar selama 30 menit. Setelah itu, campuran dipisahkan dengan sentrifugasi pada
temperatur kamar dengan kecepatan 6000 rpm selama 20 menit. Ekstrak kasar (supernatant) yang
terbentuk dituangkan sambil disaring ke dalam falcon tube 50 ml kosong lainnya. Massa total ditimbang
dan volume ekstrak diukur dengan skala pada falcon tube. Residu padatan yang tersisa kemudian
ditimbang massanya untuk menghitung retensi larutan dalam padatan. Selanjutnya, kadar air residu
diuji dengan mengeringkan residu pada oven bertemperatur 105°C selama 24 jam. Sampel ekstrak
diambil untuk menentukan kadar protein terlarut dalam ekstrak kasar. Ekstrak kasar protein kelapa
yang sudah diukur volume dan massanya, diturunkan pH-nya hingga mencapai titik isoelektrik untuk
mengendapkan (presipitasi) protein. Massa semua produk (presipitat, residu, ekstrak) yang dihasilkan
ditimbang dan dicatat.

3.3.4. Pengukuran Kadar Protein


Selanjutnya akan dilakukan pengukuran kadar protein dengan metode bradford. Pertama-tama, larutan
standar dibuat dengan cara mengencerkan Bovine Serum Albumine (BSA) dengan air untuk
mendapatkan beberapa konsentrasi. Setelah itu 0,1 ml larutan standar BSA dicampurkan dengan 1 mL
reagen bradford pada kuvet ukuran 1,5 ml dan dicampurkan hingga homogen. Larutan sampel juga akan
dibuat dengan cara mencampurkan sampel dengan reagen bradford sehingga volume total larutan pada
masing-masing tabung sebesar 1,1 mL. Kemudian larutan standar dan sampel diinkubasi pada suhu
ruangan selama 5 menit. Absorbansi larutan standar dan sampel diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 595 nm untuk mendapatkan kadar protein terlarut. Setelah itu, dibuat kurva
kalibrasi dengan mengalurkan absorbansi dan konsentrasi dari larutan standar. Absorbansi sampel dan
larutan standar kemudian dibandingkan sehingga didapatkan nilai konsentrasi protein dari sampel.
Protein dalam ekstrak kasar diendapkan secara isoelektrik pada pH 4,0 dengan menambahkan HCl atau
NaOH 1 M. Lalu campuran dibiarkan semalaman pada temperatur 4˚C. Campuran disentrifugasi pada
6000 rpm selama 20 menit pada temperatur kamar hingga diperoleh supernatant yang jernih. Total
protein dalam ekstrak dan protein terlarut (fraksi yang tidak terendapkan oleh sentrifugasi) ditentukan
menggunakan metode Bradford. Massa presipitat protein ditimbang dan dicatat. Persen protein yang
terpresipitasi dihitung sebagai perbandingan antara total protein dalam ekstrak dikurangi protein
terlarut, terhadap total protein dalam ekstrak kasar.

4. Hasil dan Diskusi


4.1. Analisis Kadar Air Tepung Kelapa
Tepung kelapa kering diperoleh dengan memanaskan tepung kelapa segar pada oven dengan suhu 40oC
selama semalaman. Pengeringan tepung kelapa dilakukan untuk mengurangi kadar air pada tepung
dengan menguapkan kandungan air pada tepung sehingga kandungan air pada tepung akan berkurang.
Pengurangan kadar air pada tepung akan meningkatkan efektivitas dari proses ekstraksi. Kadar air dari
tepung kelapa kering dan juga tepung kelapa segar diukur dengan membandingkan massa tepung
sebelum dan sesudah dipanaskan pada oven dengan 105 oC selama 24 jam. Hilang massa pada proses
pengeringan adalah kandungan air yang menguap dari tepung selama pemanasan. Dari percobaan yang
dilakukan diperoleh kadar air tepung kelapa segar dan tepung kelapa kering seperti yang tertera pada
Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Data Kadar Air Tepung Kelapa Segar dan Kering
Jenis tepung Kadar air (%-wb) Kadar air (%-db)
Tepung kelapa segar 1,493 1,526
Tepung kelapa kering 3,11 3,217

Dari hasil percobaan, didapatkan kadar air tepung kelapa segar lebih sedikit dari tepung kelapa kering.
Kelapa kering seharusnya memiliki kadar air yang lebih rendah dari tepung kelapa segar karena telah
melalui tahap pengeringan sebelumnya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada proses pengeringan
tepung kelapa kering menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu pada suhu 40oC. Temperatur
yang tidak terlalu tinggi mengakibatkan perubahan fasa air lambat dan mungkin saja air pada tepung
belum sempat menguap dan baru saja mencapai permukaan tepung. Sehingga pada saat dipanaskan
kembali, air pada permukaan tepung kelapa kering lebih cepat menguap dibandingkan kelapa segar
yang memiliki kandungan air masih pada bagian intinya.

4.2. Analisis Kadar Minyak dari Ekstraksi Tepung Kelapa


Setelah dilakukan pengurangan kadar air melalui proses pengeringan, selanjutnya dilakukan ekstraksi
minyak dengan menggunakan metode soxhlet. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi minyak
dari tepung kelapa adalah heksana. Hal ini karena heksana merupakan pelarut yang bersifat non polar
sehingga dapat berinteraksi dan melarutkan minyak yang bersifat non polar. Selain itu, heksana
memiliki titik didih yang rendah yaitu sekitar 65-70°C sehingga mudah diuapkan untuk melakukan
proses ekstraksi minyak kelapa ini.
Proses pengeringan tepung kelapa dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam tepung
kelapa dan membuka pori-pori dinding sel bahan sehingga memudahkan keluarnya minyak pada saat
diekstraksi. Pengurangan kadar air sebelum proses ekstraksi juga bertujuan untuk meningkatkan
rendemen hasil ekstraksi (Sahrial et al., 2018). Ekstraksi minyak menggunakan metode soxhlet ini
dilakukan selama 4 siklus. Suatu siklus ditandai dengan mengalirnya pelarut yang mengandung
lemak/minyak ke dalam labu tiga leher. Hal ini sangat dipengaruhi oleh volume labu dan tingkat
efektifitas dari proses ekstraksi sangat tergantung pada cepat lambatnya suatu siklus. Waktu yang
diperlukan untuk melalui masing-masing siklus dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1 Waktu ekstraksi minyak setiap siklus selama empat siklus ekstraksi

Hasil dari proses ektraksi ini adalah tepung kelapa bebas minyak pada timbel dan campuran heksana-
minyak pada labu tiga leher. Perhitungan kadar minyak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
basis heksana dan menggunakan basis tepung kelapa. Hal ini dilakukan karena keterbatasan alat yaitu
tidak adanya rotary evaporator untuk mengevaporasi pelarut heksana pada campuran minyak-heksana
dalam labu tiga leher.
Pada percobaan ini, perhitungan kadar minyak dilakukan dengan menggunakan basis tepung kelapa
yaitu dengan cara menghitung selisih dari massa tepung kelapa pada keadaan sebelum ekstraksi dan
massa tepung kelapa yang sudah mengalami ekstraksi minyak menggunakan metode soxhlet selama
empat siklus. Selisih massa tersebut merupakan minyak yang terekstrak dari tepung yang berada pada
labu tiga leher.
Kadar minyak dihitung dengan membagi massa minyak dengan massa tepung kelapa pada keadaan
awal. Asumsi yang digunakan adalah selama empat siklus tersebut tepung kelapa yang diperoleh pada
akhir ekstraksi merupakan tepung kelapa bebas minyak. Kadar minyak yang diperoleh sebesar 13.1%
(w/w). Sedangkan, kadar minyak yang tertulis pada kemasan tepung kelapa adalah sebesar 33% (w/w).
Terdapat perbedaan kandungan antara percobaan yang dilakukan dengan komposisi pada kemasan
produk karena beberapa faktor seperti pengeringan yang kurang sempurna sehingga masih ada kadar
air yang terdapat pada tepung kelapa yang dapat menghambat keluarnya minyak dari bahan dan juga
masih terdapat kandungan minyak pada tepung kelapa yang sebelumnya diasumsikan bebas minyak.
Kedua faktor ini yang dapat memberikan perbedaan antara perhitungan kadar minyak berdasarkan
percobaan dan kadar minyak pada kemasan produk tepung kelapa.

4.3. Analisis Kadar Protein dalam Supernatan dengan Metode Bradford


Kadar protein dalam supernatan 1 (ekstrak kasar yang diperoleh dari ekstraksi padat cair tepung kelapa)
dan supernatant 2 (ekstrak yang diperoleh dari proses presipitasi isoelektrik) dapat dianalisis dengan
menggunakan metode Bradford. Metode ini menggunakan larutan standar Bovine Serum Albumine
dengan berbagai variasi konsentrasi. Absorbansi dari tiap variasi konsentrasi larutan standar diukur
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 595 nm. Reagen Bradford ditambahkan
pada larutan sebagai indikator keberadaan protein. Kurva kalibrasi dibuat dari hasil pengukuran larutan
standar dan dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan sample pada nilai absorbansi
tertentu. Kurva kalibrasi yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Bradford Assay

Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh dari percobaan, didapatkan nilai faktor korelasi yaitu
0,6342. Namun dari kurva kalibrasi yang didapatkan, nilai R square persamaan garis yang didapat yaitu
sebesar 0,7997 yang menandakan linearisasi hasil pengukuran absorbansi terhadap konsentrasi kurang
disarankan. Pada umumnya, absorbansi yang terukur akan linear dengan konsentrasi dari larutan
standar. Namun pada percobaan yang dilakukan tidak didapatkan hasil yang linear. Hal ini mungkin
terjadi karena konsentrasi larutan standar tidak tepat atau pas. Pembuatan larutan standar dengan
konsentrasi yang diinginkan sulit dilakukan karena jumlah BSA yang dibutuhkan sangat kecil sehingga
saat pengukuran massa mungkin tidak tepat. Selain itu, kemungkinan kuvet yang digunakan tidak
benar-benar bening dan bersih juga dapat mempengaruhi hasil absorbansi yang didapatkan. Disamping
hal tersebut terlihat dari kurva yang dihasilkan, semakin tinggi konsentrasi larutan BSA maka semakin
tinggi pula absorbansinya. Dengan menggunakan faktor korelasi yang diperoleh dari kurva kalibrasi,
konsentrasi protein dari larutan supernatan 1 dan supernatan 2 didapatkan hasil seperti pada Gambar
4.3 dan Gambar 4.4 berikut.
1.2

1.15

1.1
Konsentrasi (mg/mL)

1.05 Tepung Kelapa


Segar
1
Tepung Kelapa
0.95 Bebas Minyak

0.9

0.85
10 20 30
Nisbah Pelarut terhadap Tepung (mg/mg)
Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi Protein Supernatan 1
1.16
1.14
1.12
1.1

Konsentrasi (mg/mL)
1.08
Tepung Kelapa
1.06
Segar
1.04
Tepung Kelapa
1.02
Bebas Minyak
1
0.98
0.96
10 20 30
Nisbah Pelarut terhadap Tepung (mg/mg)
Gambar 4.4 Grafik Konsentrasi Protein Supernatan 2

Dari Gambar 4.3, konsentrasi protein supernatant 1 untuk kedua jenis tepung memiliki nilai tertinggi
pada variasi nisbah tepung dengan pelarut 10 w/w. Pada percobaan diperoleh konsentrasi protein
tertinggi didapat pada variasi pelarut terkecil, seharusnya semakin banyak pelarut yang digunakan maka
akan semakin banyak protein yang dapat berkontak dengan pelarut sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi protein pada ekstrak. Namun jika melihat data konsentrasi protein pada tepung kelapa bebas
minyak, terjadi penurunan pada kenaikan nisbah pelarut terhadap tepung. Hal ini mungkin terjadi
karena pengocokan falcon tube yang kurang sempurna dikarenakan posisi peletakan pada orbital shaker
yang kurang pas atau waktu ekstraksi untuk setiap variasi yang tidak sama persis sehingga waktu kontak
pelarut dengan sample berbeda. Kemungkinan lain juga dapat terjadi pada saat pengukuran absorbansi
yang dilakukan yaitu kuvet yang tidak benar-benar bening sehingga menghasilkan pengukuran yang
kurang tepat, pengadukan larutan pada kuvet yang tidak benar-benar sempurna, atau pengambilan
jumlah larutan dengan mikropipet yang tidak seragam.

Selain itu, pada variasi jenis tepung yang digunakan dalam proses esktraksi, diperoleh konsentrasi
protein yang lebih tinggi pada ekstraksi tepung kelapa segar yang kaya akan minyak pada 2 variasi
nisbah pelarut. Namun pada variasi nisbah pelarut 20 w/w, diperoleh konsentrasi protein yang lebih
tinggi pada ekstraksi tepung bebas minyak. Menurut literatur, protein yang terkandung pada tepung
kelapa bebas minyak lebih sedikit dibandingkan tepung kelapa kaya minyak. Hal tersebut disebabkan
tepung bebas minyak telah mengalami proses ekstraksi minyak dengan pelarut sehingga kadar lemak
berkurang. Akan tetapi selama proses ekstraksi minyak, protein pembentuk emulsi lemak dapat ikut
terekstrak bersama lemak dan serat pangan menghasilkan tepung dengan kadar protein yang lebih
rendah. Selain itu, kadar protein yang rendah pada tepung kelapa bebas minyak juga dapat disebabkan
oleh denaturasi protein pada saat pemanasan dan pengeringan. Dari hasil percobaan yang didapatkan,
variasi nisbah pelarut 10 dan 30 w/w sesuai dengan literatur karena tepung kaya minyak menghasilkan
konsentrasi protein yang lebih tinggi.

Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4, dapat terlihat nilai konsentrasi protein yang berbeda pada
larutan supernatan 1 dan 2. Seharusnya nilai konsentrasi keduanya memiliki nilai yang sama,
dikarenakan pada percobaan tidak diperoleh endapan pada saat presipitasi isoelektrik protein isolat.
Sehingga dengan begitu tidak akan ada pengurangan pada kadar protein pada larutan supernatant 1 dan
2. Jika diperoleh endapan isolat protein, seharusnya konsentrasi protein pada supernatan 2 akan lebih
rendah dari superantan 1. Namun kenyataannya yang didapatkan adalah nilai konsentrasi supernatan 2
lebih tinggi dari supernatan 1. Hal ini dapat diakibatkan oleh pengukuran absorbansi yang tidak tepat
sehingga menghasilkan kadar konsentrasi yang tidak tepat juga.

4.4 Analisis Perolehan Protein Terekstrak dari Tepung Kelapa Kering dan Tepung Kelapa Kering
Bebas Minyak
Protein diekstrak dari tepung kelapa segar dan tepung kelapa kering dengan penambahan pelarut NaOH
0,05 M ke dalam falcon tube. Kemudian ekstraksi dilanjutkan dengan menggunakan orbital shaker dan
sentrifugator pada temperatur ruang. Suhu dan konsentrasi yang rendah diterapkan agar mencegah
protein rusak atau mengalami denaturasi yaitu kerusakan struktur protein.
Untuk melakukan ekstraksi protein, dilakukan dengan menggunakan NaOH karena protein memiliki
kelarutan tertinggi pada pH basa yaitu sekitar pH 9 yang nantinya akan diendapkan atau di presipitasi
pada pH isoelektriknya yaitu pH ketika kelarutan protein terendah. Hasil perolehan protein ekstrak dan
rendemen protein dari tepung kelapa kering dan tepung kelapa kering bebas minyak dapat dilihat pada
Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Perolehan dan rendemen protein terekstrak dari tepung kelapa kering kaya minyak dan
tepung kelapa kering bebas minyak
Rata-rata Perolehan Protein Ekstrak Rata-rata Rendemen Protein
(g protein ekstrak/g protein tepung) (%) (g protein ekstrak/g tepung) (%)
Jumlah
Pelarut (g/g) Tepung Kelapa Tepung Kelapa Tepung Kelapa Tepung Kelapa
Kering Bebas Kering Kaya Kering Bebas Kering Kaya
Minyak Minyak Minyak Minyak

10 12.8595 8.4388 0.4244 0.2785

20 45.2987 40.0424 1.4949 1.3214

30 68.4111 68.1044 2.2576 2.2474

Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa tepung kelapa kaya minyak menghasilkan perolehan protein ekstrak
dan rendemen protein yang lebih rendah dibanding tepung kelapa bebas minyak. Hal ini sesuai dengan
teori yaitu perolehan dan rendemen protein ekstrak dari tepung kelapa bebas minyak nilai yang lebih
besar. Hal ini terjadi karena minyak akan menghambat difusi protein untuk larut ke dalam pelarut
sehingga ketiadaan minyak akan memperbesar perolehan dan rendemen dari ekstrak protein.
Seiring dengan meningkatnya nisbah NaOH terhadap sampel, perolehan dan rendemen protein semakin
tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu semakin banyak pelarut yang digunakan maka kadar protein
yang terekstrak akan semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena ion OH¯ pada pelarut yang semakin
banyak akan H+ yang semakin banyak pula sehingga proses ekstraksi akan berjalan dengan lebih
maksimal.
Berdasarkan hasil percobaan, rendemen yang diperoleh sebesar berkisar antara 0.42 - 2.26% tergantung
dari nisbah pelarut yang digunakan. Hal ini berbeda dengan kadar protein yang tertulis pada kemasan
tepung kelapa sebesar 3.3%. Hal ini terjadi karena ada sebagian protein yang tidak terekstrak karena
pH yang kurang basa ataupun mengalami denaturasi ketika ekstraksi minyak dilakukan.

4.5 Analisis Perolehan Protein Terendapkan dari Ekstrak Kasar dan Rendemen Isolat Protein Kelapa
Ekstrak kasar atau supernatant 1 yang diperoleh dari ekstraksi padat cair dipresipitasi pada pH
isoelektrik protein yaitu pada pH 4 dengan cara menambahkan larutan HCL 1M dan NaOH 1M.
Penambahan larutan hingga mencapai pH 4 dilakukan agar protein pada supernatan 1 mengendap
sehingga diperoleh isolat protein. Pengendapan terjadi dikarenakan pada pH isoelektrik, protein
memiliki kelarutan terendah.
Pada percobaan yang dilakukan, tidak diperoleh presipitat pada supernatan 1 untuk semua variasi
sehingga tidak diperoleh isolat protein kelapa. Seharusnya karena pH larutan sudah dibuat pada pH
isoelektrik protein, protein pada larutan supernatan 1 dapat mengendap dan menghasilkan isolat protein.
Namun pada percobaan yang dilakukan mungkin saja pengukuran pH saat pembuatan larutan pada pH
isoelektrik tidak tepat sehingga larutan tidak benar-benar tepat pada pH 4. Selain itu, kemungkinan
rusaknya protein atau terjadinya denaturasi protein pada larutan memungkinkan pengendapan protein
tidak terjadi.

4.6 Analisis Retensi Larutan pada Residu Hasil Ekstraksi Protein Tepung Kelapa (hao)
Retensi larutan merupakan jumlah larutan yang tertahan pada residu. Makin besar retensi larutan artinya
makin banyak larutan umpan yang tertahan dalam residu padatan. Retensi yang besar tidak diinginkan
karena akan mengurangi jumlah protein yang terlarut sehingga akan mempengaruhi hasil proses
ekstraksi. Nilai retensi larutan yang besar menandakan bahwa proses ekstraksi protein tidak efektif.
Retensi dari percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.

Gambar 4.5 Retensi rata-rata ekstraksi protein tepung kelapa kaya minyak dan bebas minyak dengan
variasi nisbah pelarut

Berdasarkan gambar 4.5, dapat dilihat bahwa seiring peningkatan nisbah pelarut NaOH yang digunakan,
retensi yang diperoleh fluktuatif dan tidak terdapat tren yang berarti. Dapat diamati juga bahwa retensi
larutan pada tepung kelapa kering kaya minyak lebih kecil daripada tepung kelapa kering bebas minyak.
Hal ini terjadi karena kandungan minyak memenuhi padatan sehingga air sulit untuk menempati ruang
yang ada pada residu. Pada gambar juga dapat dilihat nilai tertinggi adalah 6.488 pada tepung kelapa
kering bebas minyak sehingga angka tersebut merupakan jumlah pelarut minimum agar protein dapat
terlarut bersama pelarut.

4.7 Neraca Massa Ekstraksi Tepung Kelapa


Dari percobaan yang telah dilakukan, neraca massa dari seluruh rangkaian proses percobaan dapat
terlihat pada Gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Neraca Massa Proses Ekstraksi Tepung Kelapa

Pada percobaan yang dilakukan, beberapa unit operasi seperti soxhletasi, sentrifugasi, pengeringan,
ekstraksi padat cair, dan presipitasi digunakan. Pembuatan neraca massa dilakukan untuk mengetahui
jumlah komponen yang masuk dan keluar pada setiap unit operasi sehingga dapat mengetahui
efektivitas dari proses yang dilakukan. Efektivitas dari proses dilihat dari nilai massa yang keluar dan
masuk pada suatu proses. Proses yang efektif adalah ketika massa yang masuk akan bernilai sama
dengan massa yang keluar.
Pada unit soxhletasi, massa yang masuk adalah heksana dan tepung kelapa kering sebagai umpan dan
yang keluar sebagai produk adalah tepung kelapa bebas minyak dan ekstrak yang terdiri dari heksana
dan minyak. Dari perhitungan neraca massa pada unit soxhletasi, terdapat massa yang hilang dari
sistem. Hal ini dapat terjadi dikarenakan terjadinya penguapan heksana yang tidak dapat dicegah saat
proses, seperti ketika menunggu alat soxhlet dingin untuk mengambil timbel dan juga saat penimbangan
massa tepung hasil ekstraksi yang tidak langsung dicatat.
Pada unit pengeringan, umpan yang masuk adalah tepung kelapa bebas minyak dan heksana yang
tertahan dalam tepung sedangkan produknya adalah heksana yang menguap dan juga tepung kelapa
bebas minyak. Dari hasil percobaan, diperoleh neraca massa yang sesuai dikarenakan tidak terdapat
penambahan dan juga pengurangan massa pada sistem pengeringan. Hal ini dikarenakan perhitungan
massa heksana yang menguap menggunakan selisih dari tepung kelapa kering bebas minyak setelah
dikeringkan dengan sebelum dikeringkan.
Pada unit ekstraksi padat cair, massa yang masuk adalah tepung kelapa bebas minyak dan pelarut alkali
(NaOH 0,05 M) sedangkan massa yang keluar adalah slurry (campuran tepung kelapa bebas minyak
dan larutan alkali) hasil ekstraksi. Dari hasil percobaan, tidak terdapat massa yang hilang pada proses
ekstraksi padat cair. Hal ini dikarenakan proses terjadi pada wadah yang sama dan tertutup sehingga
meminimalisirkan terjadinya pengurangan atau penambahan massa.
Pada unit sentrifugasi 1, massa yang masuk adalah slurry dan massa yang keluar adalah supernatant 1
yaitu ekstrak yang kaya protein dan presipitat 1 sebagai residu padatan. Berdasarkan hasil peneracaan,
massa yang hilang untuk setiap sampel berada pada rentang 1 hingga 5 gram. Hal ini dikarenakan pada
pengukuran dan pengambilan data setelah sentrifugasi dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kertas saring sehingga ada sebagian massa yang tertahan pada kertas saring tersebut.
Pada unit presipitasi isoelektrik, massa yang masuk adalah supernatant 1 dan pelarut HCl dan NaOH
yang ditambahkan untuk mengatur pH hingga mencapai pH isoelektrik. Sedangkan, massa totalnya
adalah campuran dari supernatant 1 dan pelarut yang ditambahkan. Terdapat perbedaan massa berkisar
0.3 hingga 4 gram akibat asumsi yang digunakan yaitu 1 mL sama dengan 20 tetes dan juga asumsi
densitas dari literatur yang digunakan.
Pada unit sentrifugasi 2, tidak dilakukan peneracaan massa karena tidak ada presipitat 2 yang
mengendap setelah didiamkan semalaman dan disentrifugasi. Seluruh data hasil perhitungan neraca
massa dapat dilihat pada lampiran pengolahan data.

5. Kesimpulan dan Saran


5.1. Kesimpulan
1. Kadar minyak yang diekstraksi dari tepung kelapa diperoleh sebesar 13,1%.
2. Pada percobaan yang dilakukan isolat protein tidak diperoleh dari tepung kelapa.
3. Semakin banyak jumlah pelarut maka perolehan dan rendemen protein yang terlarut dalam
ekstrak kasar lebih besar. Perolehan dan rendemen protein pada tepung bebas minyak lebih
besar dibandingkan dengan tepung kelapa kaya minyak.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan untuk perbaikan
percobaan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Penempatan alat lebih baik diletakkan pada satu ruangan yang sama sehingga mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk mobilisasi.
2. Alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan lebih baik disediakan khusus untuk modul EPC
untuk mengurangi waktu menunggu giliran penggunaan alat.
3. Hasil rafinat proses ekstraksi minyak lebih baik langsung ditimbang setelah dikeluarkan dari
soxhlet untuk mencegah terjadinya penguapan sebelum penimbangan massa.
4. Penguapan bahan yang dilakukan sebaiknya durasinya diperpanjang atau hingga konstan agar
memastikan kadar air yang terkandung sudah menguap.
6. Daftar Pustaka
Cheptel, J.C and J.L Cuq. 1985. Amino Acids, Peptides, and Proteins. Di dalam Zakaria, R.F. dan
Suciono. 1996. Isolasi dan Karakterisiasi Protein Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) dan
Kacang Tolo (Vigna unguiculata) Lokal serta Pengujian Sifat Antigeniknya Sebleum dan
Sesudah Fermentasi Asam Laktat. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Fateta-IPB Boor.
Vol VII, No 2 :1-8.
Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. Hal 103-113. ITB, Bandung.
Gun Mardiatmoko dan Mira Ariyanti. 2018. Produksi Tanaman Kelapa (Coco Nusifera. L). Ambon:
Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Hadinoto, S., Syukroni, I. 2019. Pengukuran Protein Terlarut Air Cucian Gelembung Renang dan Kulit
Ikan Tuna menggunakan Metode Bradford. Majalah Biam. Vol 15 (01): 15-20
Herlina, N., Ginting M.H.S. 2002. Lemak dan Minyak. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia
Universitas Sumatera Utara
Kabirullah, M. and R.B.H. Wills. 1982. Functional Properties of Sunflowers Protein Following Partial
Hydrolysis with Protease. Libensm-Wiss.
Kailaku, S.I., Mulyawanti, I., Dewandari, K.T. dan Alamsyah, A.N., 2005, Potensi Riset Kelapa di
Masa Depan Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pascapanen Untuk Pengembangan Industri
Berbasis Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Kinsella, J.E. 1979. Relationship Between Structure and Functional Properties of Food Proteins. Di
dalam Food Proteins. Edited by P.F.Fox and J.J. Condon. 1982. Applied Science Publishers,
London dan Newyork.
Lachance, P.A. and M.R. Molina. 1974. Nutritive value of a fiber-free coconut protein extract obtained
by an enzymic-chemical method. J. of Food Sci. 39: (581-584).
Natarajan, K.R. 1980. Peanuts Protein Ingredients, Preparation, Properties, and Food. Di dalam
Chiechester, O. O. (ed), Advances in Food Research. Vol 26 Academic Pres, New York,
London, Toronto, Sydney, San Francisco.
Niftrelia Sari Dewi. 2015. Diversifikasi Tepung Tapioka pada Pembuatan Flakes Diperkaya Serat
Pangan (Dietary Fiber) Tepung Ampas Kelapa. (Skripsi). Universitas Pakuan Bogor.
Suhono, Budi & Tim LIPI. 2010. Ensiklopedia Flora Jilid 1-7. Bogor: PT Kharisma Ilmu.
Tarigan, W. F., Sumardi., & Setiawan, W.A. 2015. Karakterisasi Enzim Selulase dari Bakteri Selulolitik
Bacillus sp (Skripsi, Prodi Biologi, Universitas Lampung). Diakses dari
http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/15915.
Thanh, V.H. dan K. Shibasaki. 1976. Mayor Protein of Soybean Seeds, A straight Forward
Fractionation and Their Characterization. Di dalam Zakaria, R.F. dan Suciono. 1996. Isolasi
dan Karakterisiasi Protein Kacang Merah (Phaseolus vulgaris) dan Kacang Tolo (Vigna
unguiculata) Lokal serta Pengujian Sifat Antigeniknya Sebleum dan Sesudah Fermentasi Asam
Laktat. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Fateta-IPB Boor. Vol VII, No 2 :1-8.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur G. & Kaur H.. 2011. Phytochemical Screening And Extraction:
A Review. International Pharmaceutica Sciencia. 1, 1. 98-106.
Toreh, A.A. 2010. Proses Pembuatan Tepung Kelapa. Jurnal Tekno Volume 07 No. 52 (11) : 1-12"
Yulvianti, Meri dkk. 2015. PEMANFAATAN AMPAS KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU
TEPUNG KELAPA TINGGI SERAT DENGAN METODE FREEZE DRYING. Jurnal
Integrasi Proses. Diakses dari : http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR

A.1 Data Kandungan Tepung Kelapa

Tabel A.1 Data proksimat tepung gandum dan kelapa (Makinde,2019)

Kandungan Gizi Tepung Kelapa


Nutrient content Coconut flour
Kadar Air (%) / Moisture content (%) 4.18
Kadar Abu (%) / Ash content (%) 1.97
Kadar Protein (%) / Protein content (%) 6.27
Kadar Lemak (%) / Fat content (%) 8.21
Kadar Serat kasar (%) / Crude fiber content (%) 8.53
Kadar Karbohidrat (%) / Carbohydrate content (%) 70.39

A.2 Data Kandungan Asam Amino Tepung Kelapa

Tabel A.2 Data kandungan asam amino tepung kelapa


(Sumber : Patil & Bejakul, 2018)
Asam amino (g/100 g protein) Tepung Kelapa FAO
Isoleusin 4,2 -
Leusin 7,4 7,0
Lisin 4,7 5,5
Metionin 1,8 3,5
Fenilalanin 5,1 6,0
Tirosin 1,8 -
Treonin 2,5 4,0
Triptofan - 1,0
Valin 5,4 5,0
Histidin 1,8 -
Asam aspartate 9,3 -
Prolin 3,6 -
Serin 22,4 -
Asam glutamate 5,3 -
Glisin 5,1 -
Alanin 4,8 -
Arginin 12,3 -
A.3 Sifat Fisik dan Kimia Heksana

Tabel A.3 Sifat Fisik dan Kimia Heksana


(Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hexane)

Sifat Keterangan
Wujud Cair
Warna Tidak
berwarna
Aroma Bau bensin
Berat molekul 86.18
(gram/mol)
Densitas (gram/mL) 0.659
Titik didih (°C) 68.7

A.4 Sifat Fisik dan Kimia HCL

Tabel A.4 Data sifat fisik dan kimia HCL


(Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Hydrochloric-acid)

Sifat Keterangan
Wujud Cair
Warna Tidak
berwarna
Aroma Bau tajam
Berat molekul 36.5
(gram/mol)
Densitas (gram/mL) 1.19
Titik didih (°C) 50.5

A.5 Sifat Fisik dan Kimia NaOH

Tabel A.5 Data sifat fisik dan kimia NaOH


(Sumber: https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/14798)

Sifat Keterangan
Wujud Bubuk padat
Warna Putih
Aroma Tidak
berbau
Berat molekul 39.997
(gram/mol)
Densitas (gram/mL) 2.13
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Penentuan Kadar Air


Kadar air dari tepung kelapa segar dan tepung kelapa kering ditentukan dengan mengeringkan
tepung pada 105C selama semalaman. Massa tepung sebelum dan sesudah pengeringan diukur
dan kadar air dihitung menggunakan persamaan berikut.

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑡𝑙ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛


𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (% 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙

Contoh perhitungan kadar air tepung kelapa segar menggunakan data dari Tabel D.2 adalah
sebagai berikut.

3,857 𝑔 − 3,848 𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (% 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) = × 100%
3,857 𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (% 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) = 0,82

B.2 Penentuan Rendemen Minyak Kelapa


Minyak diekstraksi dengan soxhlet menggunakan pelarut heksana. Perhitungan ini akan
menggunakan basis tepung kelapa. Massa tepung awal sebelum ekstraksi dan kemudian tepung
hasil esktraksi dikeringkan dan diukur kembali massanya. Perolehan minyak kelapa dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔) = 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙

Contoh perhitungan perolehan minyak kelapa menggunakan data dari Tabel D.4 adalah sebagai
berikut.

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔) = 50 𝑔 − 43.45 𝑔


𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔) = 6,55 𝑔

Dari data perolehan minyak menggunakan kedua basis perhitungan, kadar minyak kelapa dari
tepung kelapa kering dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.

𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (%) = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙

Contoh perhitungan perolehan minyak kelapa menggunakan data dari Tabel D.44 adalah
sebagai berikut.

6,55 𝑔
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (%) = × 100%
50 𝑔
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (%) = 13,1 %

B.3 Penentuan Rendemen Protein Terekstrak


Konsentrasi protein terekstrak diukur dari larutan supernatant 1 yang diperoleh dari proses
ekstraksi padat cair. Kadar protein dapat diukur dengan menggunakan metode Bradford untuk
mendapatkan nilai konsentrasi protein supernatan 1 pada nilai absorbansi tertentu. Kurva
kalibrasi dibuat dengan menggunakan larutan standar sehingga diperoleh persamaan yang
menghubungkan absorbansi dan konsentrasi. Jumlah protein terekstrak dihitung dengan
menggunakan data konsentrasi tersebut, sehingga didapatkan massa protein yang terekstrak.
Rendemen protein terekstrak dapat diperoleh dengan perhitungan menggunakan persamaan
sebagai berikut.
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (%) = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔

Contoh perhitungan dilakukan terhadap data pertama yang terlampir pada Tabel D.7

Persamaan kurva kalibrasi : y = 0,6342 x


dengan y = Absoransi dan x = konsentrasi (mg/mL)

Net absorbansi = 0,692


Faktor pengenceran =1

𝑚𝑔 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 ( )=
𝑚𝐿 𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛
𝑚𝑔 0,692
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 ( ) =
𝑚𝐿 0,6342
𝑚𝑔
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 ( ) = 1,0911 mg/mL
𝑚𝐿

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛


𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = 1,0911 𝑚𝑔/𝑚𝑙

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 × 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 1,0911 mg/ml × 5 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 = 5,4557 mg

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘


𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (%) = × 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔
5,4557 𝑚𝑔
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (%) = × 100%
50 𝑔
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 (%) = 0,5456%

B.4 Penentuan Retensi Larutan


Nilai retensi larutan didapatkan dari massa larutan yang tertahan pada residu. Massa air yang
tertahan didapatkan dari selisih massa residu sebelum dikeringkan dan setelah dikeringkan.
Perhitungan retensi pelarut dapat menggunakan persamaan berikut.

massa residu sebelum dikeringkan − massa residu setelah dikeringkan


Retensi pelarut =
massa residu setelah dikeringkan

Berikut contoh perhitungan dilakukan terhadap data pertama yang terlampir pada Tabel C.4

4,578 g − 0,683 g
Retensi pelarut =
0,683 g

Retensi pelarut = 5,699


LAMPIRAN C
DATA ANTARA

C.1 Data Kondisi Laboratorium

Tabel C.1 Kondisi Laboratorium


Waktu Hari ke-1 Waktu Hari ke-2
Temperatur Tekanan Temperatur Tekanan
(°C) (hPa) (°C) (hPa)
8:45 25 987 8:30 25 987
10:00 26 987 9:30 25 987
11:30 25 987 10 :30 25 987
13:00 26 987 11 :00 25 987
15:30 26 987 11 : 30 25 987
Rata-rata 25.6 987 Rata-rata 25 987
Standar Deviasi 0.5477225575 0 Standar Deviasi 0 0

C.2 Data Kadar Air Tepung Kelapa

Tabel C.2 Data Kadar Air Tepung Kelapa Segar yang dikeringkan pada 105°C Selama 24 jam

Massa tepung kelapa segar (g) Rata-rata Rata-rata


% Kadar % Kadar
Jenis kadar air kadar air
air (basis air (basis
Cawan Sebelum Setelah (basis (basis
basah) kering)
Pengeringan Pengeringan basah) kering)

Segar
3.857 3.848 0.82 0.827
K9-1

Segar
3.883 3.875 0.81 1.493 0.817 1.526
K9-2

Segar
3.914 3.885 2.85 2.934
K9-3

Tabel C.3 Data Kadar Air Tepung Kelapa Kering yang dikeringkan pada 105°C Selama 24 jam

Massa tepung kelapa segar (g) Rata-rata Rata-rata


% Kadar % Kadar
Jenis kadar air kadar air
air (basis air (basis
Cawan Sebelum Setelah (basis (basis
basah) kering)
Pengeringan Pengeringan basah) kering)

Kering
3.871 3.837 3.42 3.541
K9-1

Kering
3.911 3.872 3.92 3.11 4.08 3.217
K9-2

Kering
3.896 3.876 1.99 2.03
K9-3
C.3 Data Ekstraksi Minyak
Tabel C.4 Data hasil esktraksi
Massa tepung awal (g) 50
Massa tepung hasil ekstraksi yang telah di keringkan (g) 43.45
Massa minyak (g) 6.55
Kadar minyak (%) 13.1

C.4 Data Hasil Ekstraksi Protein Tepung Kelapa


Tabel C.5 Data Hasil Ekstraksi Protein Tepung Kelapa
Massa Massa Massa Massa Massa
Rasio Pelarut :
Jenis Residu Residu Residu air air Retensi
Tepung
Tepung basah Kering Kering hilang hilang larutan
(gram/gram)
(gram) (gram) (gram) (gram) (gram)
4.578 0.6834 3.8948
10 0.6916 4.1304 5.973
Tepung 5.066 0.6997 4.3659
Kelapa 4.823 0.8360 3.9868
Kering 20 0.7369 4.7809 6.488
Bebas 6.213 0.6377 5.5749
Minyak 3.957 0.6882 3.2686
30 0.6767 3.9508 5.839
5.298 0.6651 4.6330
4.888 1.0425 3.8450
10 0.8849 4.0391 4.565
Tepung 4.960 0.7272 4.2331
Kelapa 4.488 0.8752 3.6125
Kering 20 0.8688 3.9190 4.511
Kaya 5.088 0.8624 4.2254
Minyak 3.711 0.8115 2.8997
30 0.8329 3.4859 4.185
4.926 0.8543 4.0720

C.5 Data Kurva Kalibrasi Metode Bradford


Tabel C.6 Data Hasil Ekstraksi Protein Tepung Kelapa
Konsentrasi BSA Absorbansi Larutan Duplo (dengan Absorbansi Rata-
(mg/mL) blanko) rata
0 0 0
0
0.25 0.588 0.59315
0.5983
0.5 0.6284 0.6292
0.63
1 0.6532 0.6588
0.6644
1.4 0.6787 0.68125
0.6838
Gambar C.1 Kurva Kalibrasi Bradford Assay

C.6 Penentuan Kandungan Protein Supernatant


Tabel C.7 Data Penentuan Kandungan Protein Supernatant 1
Konsentrasi
Rasio Pelarut : Konsentrasi
Nomor Absorbansi Protein
Jenis Tepung Tepung rata-rata
Sampel rata-rata Supernatant 1
(gram/gram) (mg/mL)
(mg/mL)
BM.10.K09.2 0.692 1.0911
10 1.1519
Tepung BM.10.K10.2 0.76905 1.2126
Kelapa BM.20.K09.2 0.6166 0.9722
20 1.0251
Kering Bebas BM.20.K10.2 0.68365 1.0780
Minyak BM.30.K09.2 0.6495 1.0241
30 1.0262
BM.30.K10.2 0.65215 1.0283
KM.10.K09.2 0.6575 1.0367
10 1.1139
Tepung KM.10.K10.2 0.7554 1.1911
Kelapa KM.20.K09.2 0.6512 1.0268
20 1.0571
Kering Kaya KM.20.K10.2 0.68965 1.0874
Minyak KM.30.K09.2 0.6111 0.9636
30 0.9769
KM.30.K10.2 0.62795 0.9901
Tabel C.8 Data Penentuan Kandungan Protein Supernatant 2
Konsentrasi
Rasio Pelarut : Konsentrasi
Jenis Nomor Absorbansi Protein
Tepung rata-rata
Tepung Sampel rata-rata Supernatant [2]
(gram/gram) (mg/mL)
(mg/mL)
BM.10.K09.2 0.7070 1.115
10 1.121
Tepung BM.10.K10.2 0.7152 1.128
Kelapa BM.20.K09.2 0.6846 1.079
Kering 20 1.079
Bebas BM.20.K10.2 0.6846 1.079
Minyak BM.30.K09.2 0.7128 1.124
30 1.105
BM.30.K10.2 0.6884 1.085
KM.10.K09.2 0.7415 1.169
10 1.136
Tepung KM.10.K10.2 0.6998 1.103
Kelapa KM.20.K09.2 0.6792 1.071
20 1.083
Kering Kaya KM.20.K10.2 0.6945 1.095
Minyak KM.30.K09.2 0.6690 1.055
30 1.020
KM.30.K10.2 0.6248 0.985

C.7 Penentuan Perolehan dan Rendemen Protein Terekstrak


Tabel C.9 Perolehan dan rendemen protein terekstrak dari tepung kelapa kering kaya minyak dan
tepung kelapa kering bebas minyak
Rata-rata Perolehan Protein Ekstrak Rata-rata Rendemen Protein
(g protein ekstrak/g protein tepung) (%) (g protein ekstrak/g tepung) (%)
Jumlah
Pelarut (g/g) Tepung Kelapa Tepung Kelapa Tepung Kelapa Tepung Kelapa
Kering Bebas Kering Kaya Kering Bebas Kering Kaya
Minyak Minyak Minyak Minyak

10 12.8595 8.4388 0.4244 0.2785

20 45.2987 40.0424 1.4949 1.3214

30 68.4111 68.1044 2.2576 2.2474

C.9 Neraca Massa


Tabel C.10 Neraca Massa Ekstraksi Minyak
Massa Masuk (gram) Massa Keluar (gram)
Tepung Kelapa Pelarut Heksana + Tepung Kelapa Bebas Massa Hilang
Kering Heksana Minyak Minyak + Heksana (gram)
F1 F2 F3 F4
50 197.7 296.84 55.757 -104.897
Tabel C.11 Neraca Massa Pengeringan
Massa Masuk (gram) Massa Keluar (gram)
Tepung Kelapa Bebas Minyak + Tepung Kelapa Bebas Minyak Massa Hilang
Heksana Heksana Kering (gram)
F4 F7 F8
55.757 12.307 43.450 0.000

Tabel C.12 Neraca Massa Pencampuran


Massa Keluar
Massa Masuk (gram) (gram)
Tepung Pelarut
Rasio Pelarut : Tepung Kelapa (gram) Slurry (gram)
Jenis Tepung (gram/gram) F8 F9 F10
2.125 10 12.125
10 0.010 10 10.010
6.499 20 26.499
20 0.620 20 20.620
Tepung Kelapa Kering 1.171 30 31.171
Bebas Minyak 30 0.310 30 30.310
1.365 10 11.365
10 0.939 10 10.939
1.188 20 21.188
20 1.238 20 21.238
Tepung Kelapa Kering 1.412 30 31.412
Kaya Minyak 30 1.046 30 31.046
Tabel C.13 Neraca Massa Sentrifugasi 1
Massa Masuk
(gram) Massa Keluar (gram)
Rasio Rata- Rata-rata Rata-rata
Pelarut : rata Presipitat Presipitat Supernatant Supernatant Massa
Jenis Tepung Slurry Slurry 1 1 1 1 Hilang
Tepung (gram/gram) F10 F11 F12 (gram)
12.125 4.578 5.220 2
Tepung 10 10.010 11.067 5.066 4.822 2.586 3.903 2.359
Kelapa
26.499 4.823 18.533 3
Kering
Bebas 20 20.620 23.559 6.213 5.518 12.928 15.730 1.480
Minyak 31.171 3.957 21.822 5
30 30.310 30.741 5.298 4.627 21.756 21.789 3.256
11.365 4.888 3.260 3.217
Tepung 10 10.939 11.152 4.960 4.924 2.559 2.910 3.419
Kelapa
21.188 4.488 12.649 4.051
Kering
Kaya 20 21.238 21.213 5.088 4.788 12.980 12.815 3.171
Minyak 31.412 3.711 22.678 5.023
30 31.046 31.229 4.926 4.319 23.360 23.019 2.760

Tabel C.14 Neraca Massa Presipitasi Isoelektrik


Massa
Campuran
Massa masuk (gram) (gram)
Rasio Pelarut : Supernatant Pelarut Pelarut Supernatant 1 Perbedaan
Tepung 1 HCl NaOH + Pelarut Massa
Jenis Tepung (gram/gram) F12 F13 F12 + F13 (gram)
5.220 0.238 0.213 5.3000 0.3705
10 2.586 0.357 3.0885 4.2500 1.7811
Tepung 18.533 0.8925 0.852 19.1500 1.1273
Kelapa
20 12.928 0.8925 4.5795 14.4000 3.9995
Kering
Bebas 21.822 1.0115 1.5975 24.1000 0.3313
Minyak 30 21.756 0.8925 0.852 22.6500 0.8504
3.260 0.1785 0.5325 2.9000 1.0710
10 2.559 0.2975 4.047 4.6500 2.2535
12.649 0.595 0.426 13.2000 0.4701
Tepung
20 12.980 0.714 1.491 13.8000 1.3850
Kelapa
Kering Kaya 22.678 1.1305 0.3195 23.6000 0.5279
Minyak 30 23.360 1.19 0.7455 24.8500 0.4455
LAMPIRAN D
DATA MENTAH

D.1 Data Kondisi Laboratorium

Tabel D.1 Kondisi Laboratorium


Waktu Hari ke-1 Waktu Hari ke-2
Temperatur Tekanan Temperatur Tekanan
(°C) (hPa) (°C) (hPa)
8:45 25 987 8:30 25 987
10:00 26 987 9:30 25 987
11:30 25 987 10 :30 25 987
13:00 26 987 11 :00 25 987
15:30 26 987 11 : 30 25 987

D.2 Data Kadar Air Tepung Kelapa Segar dan Tepung Kelapa Kering

Tabel D.2 Data Massa Tepung Kelapa Segar dan Tepung Kelapa Kering Sebelum dan Sesudah
Pengeringan
Nomor Massa Massa cawan + tepung Nomor Massa Massa cawan + tepung
Cawan Cawan kelapa segar (g) Cawan Cawan kelapa kering (g)
Kosong Sebelum Setelah Kosong Sebelum Setelah
(g) pengeringan pengeringan (g) pengeringan pengeringan
Segar 2.857 3.857 3.848 Kering 2.871 3.871 3.837
K9-1 K9-1
Segar 2.883 3.883 3.875 Kering 2.911 3.911 3.872
K9-2 K9-2
Segar 2.914 3.914 3.885 Kering 2.896 3.896 3.876
K9-3 K9-3

D.3 Data Ekstraksi Minyak

Tabel D.3 Data Waktu Ekstraksi Minyak


Siklus Waktu (s)
1 238.74
2 222.25
3 91.15
4 110.42

Tabel D.4 Data hasil esktraksi


Massa heksana awal (g) 197.7
Massa labu 3 leher kosong (g) 93.16
Massa labu 3 leher + heksana + minyak (g) 390
Massa timbel + tepung setelah ekstraksi (g) 57.345
Massa tepung hasil ekstraksi yang telah di keringkan (g) 43.45
D.4 Data Ekstraksi Protein

Tabel D.5 Data Pre-sentrifugasi


Jenis Tepung Rasio Pelarut : PRE-SENTRIFUGASI
Tepung Nomor Massa Massa falcon Massa
(gram/gram) Falcon Tube falcon Tube tube [1] + Slurry
[1] [1] (gram) slurry (gram) (gram)
Tepung 10 BM.10.K09 12.375 24.500 12.125
Kelapa BM.10.K10 11.950 21.960 10.010
Kering Bebas 20 BM.20.K09 11.961 38.460 26.499
Minyak BM.20.K10 12.320 32.940 20.620
30 BM.30.K09 11.939 43.110 31.171
BM.30.K10 11.820 42.130 30.310
Tepung 10 KM.10.K09 12.005 23.370 11.365
Kelapa KM.10.K10 12.071 23.009 10.939
Kering 20 KM.20.K09 12.232 33.420 21.188
KM.20.K10 12.362 33.600 21.238
30 KM.30.K09 11.958 43.370 31.412
KM.30.K10 11.789 42.835 31.046

Tabel D.6 Data Pasca sentrifugasi


Jenis Rasio PASCA SENTRIFUGASI
Tepun Pelaru Nomor Massa Massa Massa Volume Massa Massa Massa Massa
g t: Falcon falcon falcon Supernata Superna tray tray + Presipita tray +
Tepun Tube [2] Tube tube [2] + nt 1 tant 1 (gram Presipit t1 Presipitat
g [2] Supernata (gram) (mL) ) at 1 sebelum 1 setelah
(gram (gram) nt 1 (gram) pengerin pengering
/gram (gram) gan an (gram)
) (gram)
Tepun 10 BM.10.K09. 12.090 17.310 5.220 5.000 2.900 7.478 4.578 3.583
g 2
Kelap BM.10.K10. 12.150 14.736 2.586 2.500 2.885 7.951 5.066 3.585
a 2
Kerin 20 BM.20.K09. 11.810 30.343 18.533 18.000 2.870 7.693 4.823 3.706
g 2
Bebas BM.20.K10. 12.100 25.028 12.928 11.500 2.961 9.173 6.213 3.598
Minya 2
k 30 BM.30.K09. 12.320 34.142 21.822 22.500 2.900 6.857 3.957 3.588
2
BM.30.K10. 11.670 33.426 21.756 21.500 2.901 8.199 5.298 3.566
2
Tepun 10 KM.10.K09. 11.910 15.170 3.260 2.500 2.850 7.738 4.888 3.893
g 2
Kelap KM.10.K10. 12.230 14.789 2.559 2.500 2.987 7.947 4.960 3.714
a 2
Kerin 20 KM.20.K09. 12.120 24.769 12.649 12.500 2.949 7.437 4.488 3.824
g 2
KM.20.K10. 11.980 24.960 12.980 12.500 2.935 8.023 5.088 3.798
2
30 KM.30.K09. 11.890 34.568 22.678 22.500 2.910 6.622 3.711 3.722
2
KM.30.K10. 12.120 35.480 23.360 23.500 2.882 7.808 4.926 3.736
2
Tabel D.7 Data Presipitasi dan Sentrifugasi 2
Jenis Rasio PRESIPITASI DAN SENTRIFUGASI 2
Tepung Pelarut : Nomor Massa Massa Massa Volume
Tepung Falcon Tube falcon falcon tube Supernatant 2 Supernatant 2
(gram/gram) [2] Tube [2] + (gram) (mL)
[2] supernatant
(gram) 2 (gram)
Tepung 10 BM.10.K09.2 12.090 17.076 4.986 5.000
Kelapa BM.10.K10.2 12.150 17.686 5.536 5.000
Kering 20 BM.20.K09.2 11.810 30.626 18.816 19.000
Bebas BM.20.K10.2 12.100 27.193 15.093 15.000
Minyak 30 BM.30.K09.2 12.320 34.676 22.356 22.500
BM.30.K10.2 11.670 35.126 23.456 23.000
Tepung 10 KM.10.K09.2 11.910 14.772 2.862 2.500
Kelapa KM.10.K10.2 12.230 17.080 4.850 4.000
Kering 20 KM.20.K09.2 12.120 24.701 12.581 12.500
KM.20.K10.2 11.980 25.721 13.741 13.000
30 KM.30.K09.2 11.890 34.150 22.260 22.500
KM.30.K10.2 12.120 35.993 23.873 25.000

D.5 Data Presipitasi Isoelektrik Protein


Tabel D.8 Data Presipitasi Isoelektrik Protein
Jenis Rasio Pelarut : Nomor Falcon pH Volume yang
Tepung Tepung tube [2] ditambahkan
(gram/gram) (tetes)
Sebelum Sesudah HCl NaOH
Tepung 10 BM.10.K09.2 11.36 4.07 4 2
Kelapa BM.10.K10.2 11.18 3.92 6 29
Kering
20 BM.20.K09.2 11.58 3.93 15 8
Bebas
Minyak BM.20.K10.2 11.81 4.1 15 43
30 BM.30.K09.2 11.58 3.93 17 15
BM.30.K10.2 11.88 4.09 15 8
Tepung 10 KM.10.K09.2 11.51 4.01 3 5
Kelapa KM.10.K10.2 11.66 3.98 5 38
Kering
20 KM.20.K09.2 11.61 4.06 10 4
Kaya
Minyak KM.20.K10.2 11.86 3.91 12 14
30 KM.30.K09.2 11.56 3.94 19 3
KM.30.K10.2 11.72 4 20 7
D.6 Pengukuran Jumlah Protein Terlarut dengan Metode Bradford
Tabel D.9 Data Penentuan Kurva Kalibrasi
Konsentrasi BSA (mg/mL) Absorbansi Larutan Duplo (dengan blanko)
0 0
0
0.25 0.588
0.5983
0.5 0.6284
0.63
1 0.6532
0.6644
1.4 0.6787
0.6838

Tabel D.10 Data Penentuan Kandungan Protein Terlarut dalam Supernatant 1


Jenis Tepung Rasio Pelarut : Nomor Absorbansi Absorbansi
Tepung Sampel Supernatant 1 Supernatant 1
(gram/gram) [Pengukuran 1] [Pengukuran 2]

Tepung 10 BM.10.K09.2 0.692 0.7037


Kelapa Kering BM.10.K10.2 0.7723 0.7658
Bebas Minyak
20 BM.20.K09.2 0.6166 0.6213
BM.20.K10.2 0.6878 0.6795
30 BM.30.K09.2 0.6495 0.6453
BM.30.K10.2 0.6571 0.6472
Tepung 10 KM.10.K09.2 0.6575 0.6498
Kelapa Kering KM.10.K10.2 0.756 0.7548
Kaya Minyak
20 KM.20.K09.2 0.6512 0.6549
KM.20.K10.2 0.6919 0.6874
30 KM.30.K09.2 0.6111 0.6175
KM.30.K10.2 0.627 0.6289
Tabel D.11 Data Penentuan Kandungan Protein Terlarut dalam Supernatant 2
Jenis Tepung Rasio Pelarut : Nomor Absorbansi Absorbansi
Tepung Sampel Supernatant 2 Supernatant 2
(gram/gram) [Pengukuran 1] [Pengukuran 2]

Tepung 10 BM.10.K09.2 0.7099 0.704


Kelapa Kering BM.10.K10.2 0.719 0.7114
Bebas Minyak
20 BM.20.K09.2 0.6882 0.681
BM.20.K10.2 0.6881 0.6811
30 BM.30.K09.2 0.7147 0.7108
BM.30.K10.2 0.6904 0.6864
Tepung 10 KM.10.K09.2 0.7454 0.7376
Kelapa Kering KM.10.K10.2 0.6997 0.6999
Kaya Minyak
20 KM.20.K09.2 0.6832 0.6751
KM.20.K10.2 0.6948 0.6942
30 KM.30.K09.2 0.6701 0.6678
KM.30.K10.2 0.6233 0.6263
LAMPIRAN E
DOKUMENTASI

Gambar E.1 Pengeringan tepung kelapa

Gambar E.2 Pengukuran Kadar air tepung kelapa


Gambar E.3 Ekstraksi Minyak dengan metode soxhlet

Gambar E.4 Proses ekstraksi protein dengan orbital shaker


Gambar E.5 Proses sentrifugasi

Gambar E.6 Proses pengukuran absorbansi


Gambar E.7 Hasil pengeringan residu 1

Gambar E.8 Hasil supernatant 2

Anda mungkin juga menyukai