Anda di halaman 1dari 11

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Alpukat


Alpukat merupakan jenis tanaman yang termasuk famili Lauraceae, genus
Parsea dan spesies americana. Alpukat merupakan salah satu tanaman holtikultura
yang dapat tumbuh di daerah agak kering dan juga daerah basah. Tanah yang
dikehendaki agar pohon alpukat dapat tumbuh dengan baik adalah tanah yang
gembur dan memungkinkan adanya aerasi atau peredaran udara dengan pH antara
5-6 (Rismunandar, 1986).
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-
1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan
Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan
kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi. Pada daerah
tropis seperti Indonesia, tanaman alpukat dapat tumbuh subur diatas dataran rendah
sampai dataran tinggi yang berketinggian 2.000 m diatas permukaan laut (dpl).
Menurut Rukmana (1997) tanaman alpukat secara sistematika diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub. Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Laurales
Family : Lauraceae
Genus : Persea
Species : Persea americana Mill
Rismunandar (1986), menyatakan bahwa musim berbunga alpukat
bergantung pada daerah dan jenis alpukat. Biasanya alpukat berbunga pada bulan
April-Agustus dan bulan Oktober-November. Alpukat berbuah pada bulan
Desember-Februari dan bulan Mei-Juli. Alpukat yang ditanam dari biji akan
berbuah pada umur 5-6 tahun sedangkan yang ditanam dengan okulasi berbuah
pada umur 3-4 tahun.

4
5

Pemanenan buah alpukat sebaiknya dilakukan pada saat yang tepat yaitu
pada saat buah sudah tua tetapi belum masak. Kematangan buah alpukat ini dapat
dilihat dari penampakan kulitnya. Bila masih mengkilap, maka buah masih belum
cukup waktu matang walaupun bentuknya sudah cukup besar. Ciri kedua adalah
bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring.
Sedangkan ciri yang terakhir adalah bila digoyang-goyangkan akan terdengar
goncangan biji, gejala ini menunjukkan buah sudah cukup matang. Sebaiknya perlu
diamati waktu bunga mekar 4-6 bulan kemudian, karena buah alpukat biasanya tua
setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar (Rismunandar, 1986).
Buah alpukat terdiri dari berbagai jenis berdasarkan klasifikasi varietas.
Berdasarkan sifat ekologis, buah alpukat terdiri dari 3 jenis keturunan/ras, yaitu ras
Meksiko, ras Guatemala, dan ras Hindia Barat (Chandra et al., 2013). Di Indonesia
varietas-varietas buah alpukat terdapat 4 varietas yaitu alpukat hijau panjang, hijau
bundar, alpukat merah panjang, merah bundar (Nazaruddin dan Muchlisah, 1994).
Hasil penelitian Arukwe et al. (2012) menunjukkan bahwa biji alpukat
memiliki komposisi proksimat yang baik seperti: kadar karbohidrat, kadar lemak,
kadar protein, kadar abu dan kadar serat. Adapun komposisi proksimat biji alpukat
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Proksimat Biji Alpukat (g/100g sampel kering)


Variabel Jumlah (gram)
Moisture 9,92±0,01
Lemak 16,54±2,10
Protein 17,94±1,40
Serat 3,10±0,18
Abu 2,40±0,19
Karbohidrat 48,11±4,13
Sumber : Arukwe et al. (2012)

Selain komposisi proksimat biji alpukat tersebut, biji alpukat mengandung


senyawa bioaktif pangan, beberapa di antaranya adalah tokoferol dan β-karoten.
6

Tokoferol dan β-karoten merupakan golongan antioksidan non polar yang berfungsi
menghambat proses oksidasi lemak dan mencegah stres oksidatif. Kandungan
senyawa bioaktif biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Senyawa Bioaktif Biji Alpukat (mg/100 g buah segar)


Senyawa Bioaktif Jumlah (mg)
Total Fenolik 704,0±130,0
Flavonoid 47,9±2,7
Karotenoid 0,966±0,164
Vitamin C 2,6±1,1
Vitamin E 4,82±1,42
Sumber: Vinha et al, (2010)

2.2. Minyak dan lemak


Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang
artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air. Sifat
kelarutan ini yang membedakan lipida dari golongan senyawa alam penting lain
seperti protein dan karbohidrat yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut
nonpolar (Hart, 1990).
Lemak merupakan bahan padat pada suhu ruang disebabkan kandungannya
yang tinggi akan asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap, sehingga
mempunyai titik lebur yang lebih tinggi, sedangkan minyak merupakan bahan cair
pada suhu ruang disebabkan tingginya kandungan asam lemak yang tidak jenuh,
yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya,
sehingga mempunyai titik lebur yang rendah (Winarno, 1992).
Menurut Rachimullah et al. (2009) minyak biji alpukat memiliki komposisi
asam lemak yang tersusun oleh 10 asam lemak dengan kandungan asam lemak
terbesar adalah asam oleat (C12H33COOH) yaitu 70,54% dan asam palmitat
(C15H31COOH) sebanyak 11,85%. Komposisi asam lemak pada minyak biji alpukat
dapat diihat pada Tabel 3.
7

Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak biji alpukat

Asam Lemak Total (%)

Asam Palmiat (C16:1) 11,85

Asam Palmitoleat (C16:1) 3,98

Asam Stearat (C18:0) 0,87

Asam Oleat (C18:1) 70,54

Asam Linoleat (C18:2) 9,45

Asam Linolenat (C18:3) 0,87

Asam Arachidik (C20:0) 0,50

Asam Eliosenik (C20:1) 0,39

Asam Bechenat (C22:0) 0,61

Asam Lignoserat (C24:0) 0,34

Sumber: Racimullah et al. (2009)

Minyak biji alpukat yang baru diekstrak biasanya berwarna kuning


kecoklatan dan berbau khas minyak biji alpukat. Karakteristik kimia minyak biji
alpukat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Kimia Minyak Biji Apukat


Karakteristik Jumlah
FFA 0,367%-0,82%
Bilangan Iodin (mg iodine/g) 246,840
Bilangan Asam (mg KOH/g) 42,664
Bilangan Ester 5,200
Bilangan Peroksida 241,640
Bilangan Saponifikasi (mg KOH/g) 3,3
Bahan yang tak tersabunkan 15,250 %
Sumber : Winarti dan Purnomo, (2006)
8

Minyak dan lemak selain terdiri dari asam lemak, juga mengandung
senyawa antioksidan. Antioksidan berdasarkan kelarutannya dapat digolongkan
menjadi dua yaitu: antioksidan larut dalam air (antioxidant water soluble) dan
antioksidan larut dalam lemak (antioxidant lipid soluble). Antioksidan yang larut
dalam lemak meliputi ubiqinon, protein plasma, glutation sulfhidril (GSH), asam
urat, karotenoid, retinoid, tokoferol dan flavonoid (Sies, 1993).

2.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen-komponen yang terpisah atau proses penarikan komponen atau
zat aktif (Harborne, 1987). Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
macam teknik, antara lain:
a. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbentuk silindris atau kerucut
(perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstaksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun
secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui
penyegaran bahan pelarut secara kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap
banyak (Voight,1995).
b. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia
yang dihaluskan sesuai dengan syarat (umumnya terpotong-terpotong atau
berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya
rendaman tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang
dikatalis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok. Secara teoritis pada suatu
maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut. Semakin besar
perbandingan simplisia terhadap cairan pengekstraksi, akan semakin banyak
hasil yang diperoleh. Kelebihan dari metode maserasi adalah biayanya yang
murah dan mudah untuk dilakukan. Maserasi termasuk metode ekstraksi dingin,
yaitu metode esktraksi tanpa pemanasan, sehingga metode ini hanya tergantung
oleh lamanya waktu kontak antara pelarut dengan sampel, dan kepolaran
pelarutnya. Semakin lama waktu kontak antara pelarut dengan sampel, maka
9

akan semakin banyak pula senyawa metabolit sekunder yang terekstrak (Voight,
1995).
c. Soxhletasi
Soxhletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan
dalam kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat
ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang
mengandung kantung diletakkan diantara labu penyulingan dengan pendingin
aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi
bahan pelarut yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik
melalui pipet yang berkodensasi didalamnya. Pelarut menetes keatas bahan yang
diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul
didalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis
dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi
melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya (Voight, 1995). Pada
penelitian Prasetyowati et al. (2010), ekstraksi minyak biji alpukat secara
soxhletasi menggunakan pelarut n-hexan dengan variasi volume pelarut 400 ml
dan waktu 2 jam menghasilkan rendemen sebesar 25,15%.
d. Destilasi uap
Destilasi uap merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan
terhadap suhu tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan.
Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri.
e. Ultrasonik
Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang
ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz.
Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik
adalah untuk mempercepat proses ekstraksi. Dengan penggunaan ultrasonik
proses ektraksi senyawa organik pada tanaman dan biji-bijian dengan
menggunakan pelarut organik dapat berlangsung lebih cepat.
10

2.4. Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
pelarut organik (mengandung karbon). Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah
dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan
(Sudarmadji et al., 1997).
Efektivitas ekstraksi dipengaruhi oleh tingkat kelarutan bahan dengan
pelarut. Suatu senyawa akan larut pada pelarut dengan tingkat kepolaran yang sama.
Tingkat kepolaran suatu pelarut dinyatakan dengan besarnya konstanta
dielektrikum. Konstanta dielektrikum dinyatakan sebagai gaya tolak menolak
antara dua partikel yang bermuatan listrik dalam suatu molekul. Semakin tinggi
kosntanta dielektrikumnya maka pelarut semakin bersifat polar. Besaran konstanta
dielektrum suatu pelarut ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Konstanta dielektrum pelarut organik

Jenis pelarut Konstanta Dielektrikum (D)

n- hexan 1,89
Petroleum 1,90
n-oktan 1,95
n-dekan 1,99
n-dodekan 2,01
n-toulen 2,38
Isopropil alkohol 2,50
Etanol 24,30
Metanol 33,60
asam formiat 58,50
Air 80.40
Sumber : Sudarmadji et al. (1997)
11

Menurut Guenther (1987) pelarut sangat mempengaruhi proses ekstraksi.


Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi faktor-faktor antara lain :
1. Selektivitas
Pelarut harus dapat melarutkan semua zat yang akan diekstrak dengan cepat dan
sempurna.
2. Pelarut harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah
diuapkan tanpa mengunakan suhu tinggi.
3. Pelarut bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain.
4. Pelarut harus mempunyai titik didih seragam, dan jika diuapkan tidak tertinggal
dalam produk.
5. Murah dan mudah didapat.
N-Hexan adalah suatu hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
CH3(CH2)4CH. Awalan "Hex" menunjukkan jumlah enam atom karbonnya,
sedangkan akhiran “ana” menunjukkan bahwa atom karbonnya dihubungkan oleh
ikatan tunggal. Umumnya n-hexan digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-
bijian seperti pada kacang-kacangan dan flax. Hal ini karena heksana tidak reaktif
dan inert dalam reaksi organik karena bersifat sangat non-polar, selain itu dalam
penggunan pelarut hexan tidak memerlukan tingkat pemanasan yang tinggi dan
memiliki daya ekstraksi yang tinggi, menjadikan heksana sebagai pelarut yang baik
untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian. Anon.a, 2015)
Isopropil alkohol diproduksi dengan mereaksikan air dan propena. Isopropil
alkohol tersedia dengan harga yang cukup murah. Seperti aseton, isopropil alkohol
tergolong ke dalam senyawa yang non polar, bersifat relatif non toxic dan mudah
menguap pada suhu ruang. Pelarut isopropil aliohol dalam sebuah penelitian baik
digunakan untuk mengekstrak minyak dari dedak padi dan kacang kedelai (Anon.b,
2015).
Petroleum Ether adalah bahan pelarut lipida non-polar yang paling banyak
digunakan dengan alasan harganya relatif murah, kurang berbahaya terhadap resiko
kebakaran dan ledakan, serta lebih efektif untuk lipida nonpolar (Darmasih, 1997).
Pada penelitian sebelumnya ekstaksi minyak biji alpukat dengan pelarut n-
hexan dalam waktu 2 jam menghasilkan rendemen 25,15% (Prasetyowati et al.,
2010). Sementara itu, penelitian Pramudono et al. (2008), menggunakan varian
12

pelarut n-hexan dan isopropil alkohol dan waktu ekstrasi 2 jam menghasilkan
minyak biji alpukat 18,69 dan 17,87%.

2.5. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang reaktif (Winarsi, 2007).
Fungsi antioksidan yaitu sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi radikal
bebas penyebab penyakit karsinogenik, kardiovaskuler, dan penuaan dalam tubuh
manusia (Surtanto, 2011). Antioksidan dalam pangan berperan penting untuk
mempertahankan mutu produk, mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi,
perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain yang diakibatkan oleh reaksi
oksidasi (Widjaya, 2003). Antioksidan yang dihasilkan tubuh manusia tidak cukup
untuk melawan radikal bebas, untuk itu tubuh memerlukan asupan antioksidan dari
luar (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Jenis antioksidan terdiri dari dua, yaitu antioksidan alami yang berasal dari
hasil ekstraksi bahan alami dan antioksidan buatan (sintetik) yang diperoleh dari
hasil sintesa reaksi kimia. Antioksidan alami antara lain turunan fenol, kumarin,
hidroksi sinamat, tokoferol, difenol, nonfenol, dan asam askorbat (Meronda, 2008).
Sedangkan yang termasuk dalam antioksidan sintetik yaitu butyl hidoksilanisol
(BHA) dan butyl hidoksittolluen (BHT) (Cahyani, 2006).
β-karoten merupakan salah satu provitamin A yang berperan sebagai
antioksidan dan dapat menurunkan resiko penyakit jantung dan kanker. β-karoten
sebagai antioksidan berfungsi untuk menstabilkan radikal berinti karbon dengan
cara inaktivasi oksigen singlet (Mumpuni, 2013). Buah yang mengandung β-
karoten yaitu apricot, wortel dan manga. Mengkonsumsi 50 mg β-karoten setiap
hari dalam menu makanan dapat mengurangi resiko terkena penyakit jantung
(Kosasih ea al., 2004).
Vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak. Vitamin E
dipercaya dapat mencegah berbagai macam penyakit seperti kanker, jantung
koroner, dan katarak. Sebagai antioksidan, vitamin E berperan sebagai pendonor
ion hidrogen yang mampu merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid) menjadi
13

radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam
lemak (Winarsi, 2007).
Menurut (Sayuti dan Yenrina, 2015) antioksidan berdasarkan mekanisme
reaksinya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Antioksidan Primer
Antioksidan primer merupakan antioksidan yang dapat mengehentikan
reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
Antioksian primer mengikuti mekanisme pemutusan rantai radikal, yaitu dengan
mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal,
sehingga menghasilkan produk yang stabil. Contoh antioksidan ini adalah
tokoferol, lesitin, fosfatida,sesamol, gosipol, dan asam askorbat.
b. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder merupakan antioksidan yang berfungsi
memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme
pemutusan rantai autooksidasi dengan mengubah radikal lipid ke benttuk lebih
stabil. Mekanisme kerja antioksidan sekunder yaitu dengan mengkelat
kontaminan logam prooksidan, menangkap oksigen, mengikat singlet oksigen
dan mengibahnya ke bentuk triplet oksegen, meregresi antioksidan utama.
Antioksidan sekunder diantaranya vitamin B, betakaroten, flavonoid.
Berbagai metode digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan produk
makanan, memberikan hasil yang bervariasi tergaantung pda keberadaan radikal
bebs tertentu yang digunakan sebagai reaktan. Metode DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil) secara luas digunakan untuk menguji kemampuan suatu antioksidan
dengan menggunakan DPPH yang bertindak sebagai radikal bebas dalam mencari
hidrogen, dan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada makanan. DPPH akan
bereaksi dengan antioksidan, reaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan warna
ungu menjadi kuning bening yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 517 nm (Simanjuntak et al., 2004). Penurunan
absorbansi menunjukkan adanya aktivitas antioksidan, absorbansi yang rendah
menunjukkan kemampuan mereduksi yang tinggi (Yang et al., 2000). Metode
carotene bleaching merupakan uji aktivitas antioksidan yang didasarkan pada
kekuatan sampel dalam mencegah terjadinya degradasi β-karoten. Prinsip metode
14

carotene bleaching adalah hilangnya warna kuning akibat dari reaksi karoten
dengan radikal bebas yang dibentuk oleh oksidasi emulsi asam linoleat, dimana
kecepatan pemucatan dapat diperlambat dengan adanya antioksidan (Kulisic et al.,
2003).

Anda mungkin juga menyukai