Anda di halaman 1dari 18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (elaeis quineensis jacq) merupakan


tumbuhan tropis yang termasuk tanaman tahunan dan habitat aslinya yang
aslinya adalah daerah semak belukar. Kelapa sawit yang suadah di
budidayakan terdiri dari dua jenis: E. Gueneensis dan oleifera. Jenis
pertama adalah yang pertama kali di budidayakan sebagai tanaman
komersial. Sementara E. oleifera belakangan ini mulai di budidayakan
untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik (Sibuea, 2011).
Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian bagian
utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang terdiri dari
epikaprium, mesokaprium, endosperm dan lembaga atau embrio (Fauzi,
2012).
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung bibit yang digunakan. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fasa matang, kandungan asam
lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok
dengan sendirinya.
Buah sawit teridiri dari tiga lapisan:
 Eksokarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin
 Mesokarp, serabut buah
 Endokarp, cangkang pelindung inti

Gambar 3.1. Buah Kelapa Sawit dan bagiannya


Sumber : Mora (2013).

10
Epikaprium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan
mesokaprium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak
dengan rendemen paling tinggi. Sementara itu, endokaprium merupakan
tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel
merupakan penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio
merupakan bakal tanaman.Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji
merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak berkualitas
tinggi.
Buah yang sudah masak akan berwarna merah kehitaman dan
tekstur daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung
minyak. Buah yang telah matang akan lepas dari tandan yang dikenal
dengan sebuatan membrondol. Keadaan ini digunakan sebagai tolak ukur
kematangan buah. Semakin banyak buah yang membrondol, maka buah
dinyatakan semakin matang.
Komposisi minyak yang berada dalam mesocarp CPO ( crude palm
oil) berbeda dengan minyak yang ada dalam endosperm matang PKO (palm
kernel oil) dan secara komersial biasanya di ekstrak secara terpisah karena
kandungan dan kegunaannya pun berbeda.
Perbedaannya terletak pada pigmen karotenoid yang ada dalam
minyak sawit segar dan kandungan asam lemak bebas. Asam lemak kaproat
dan asam kaprilat terdeteksi pada minyak inti sawit PKO, sedangkan pada
minyak sawit kasar CPO tidak terdeteksi (Soraya, 2013). Minyak sawit
kasar CPO memiliki keunggulan di bandingkan dengan minyak nabati
lainnya, yaitu tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu
menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah, sebagai
sumber energi yang baik, mengandung vitamin E dan karotenoid,
mengandung antioksidan alami (Fauzi, 2012).

11
3.2. Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini
karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh
dengan atom karbon lebih dari C8. Warna minyak di tentukan oleh adanya
pigmen yang di kandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan
beta karoten yang merupakan bahan vitamin A.

Tabel 3.1. Komponen dalam Minyak Kelapa Sawit

Komposisi Trigliserida Jumlah (%)


Dalam Minyak Kelapa Sawit.
Trigliserida

Tripalmitin 3 –5

Dipalmito – Stearine 1–3

Oleo – Miristopalmitin 0–5

Oleo – Dipalmitin 21 – 43

Oleo- Palmitostearine 10 – 11

Palmito – Diolein 32 – 48

Stearo – Diolein 0–6

Linoleo - Diolein 3 – 12

Sumber: Ketaren S (1986).

Minyak yang berasal dari kelapa sawit ini digunakan untuk bahan
pangan sebagai minyak goreng, margarin, shortening, butter dan
sebagainya. Selebihnya digunakan untuk pembuatan kosmetik, sabun, dan
lilin. Di kebutuhan akan semakin tinggi. Oleh karena itu perlu ditingkatkan
pendayagunaan kelapa sawit dan efisiensi pengolahan dari minyak sawit
mentah (Emma, 2003).

12
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit
(elaeis guineensis jacq). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari
serabut buah (pesicarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri
dari tiga lapis yaitu lapisan luar kulit buah yang disebut pesicarp, lapisan
sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut
endocarp. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%,
inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak
mengandung minyak. Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati
lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam, sedangkan
komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida
(Pasaribu, 2004).
Tabel 3.2. Menyajikan komposisi asam lemak dalam minyak kelapa sawit.

Asam Lemak Jumlah (%)

Asam Kaprilat -

Asam kaproat -

Asam Miristat 1,1 – 2,5

Asam Palmitat 40 – 46

Asam Stearat 3,6 – 4,7

Asam Oleat 30 – 45

Asam Laurat -

Asam Linoleat 7 – 11

Sumber: Ketaren S (1986).

13
3.3. Water Reserve Osmosa (RO)

Air Reserve Osmosa (RO) adalah air yang dihasillkan dari sistem
penyaringan yang dapat menyaring banyak molekul besar dan juga kumpulan
ion dari sebuah larutan, dengan menekan pada larutan yang berada di sisi
membrane seleksi atau lapisan penyaring. Proses Reserve Osmosa (RO) sudah
dilakukan dari tahun 1970. Air Reserve Osmosa (RO) adalah air yang sudah
tidak lagi memiliki kandungan mineral berat, dalam artian tidak ada lagi zat-
zat mineral yang memberatkan tubuh seperti layaknya air keran. Air Reserve
Osmosa (RO) sudah terbebas dari zat anorganik yang sulit diproses oleh
tubuh. Reserve Osmosa (RO) didapat setelah melakukan proses Reserve
Osmosa memiliki pH yang rendah. Sebetulnya tingkat pH sebuah larutan bisa
otomatis berubah ketika sudah bersinggungan dengan suatu zat.
Tabel 3.3. Spesifikasi Parameter Air RO
Parameter Reserve Osmosa (RO)
pH 6.5 – 8.5
TDS (ppm) 20 max
Counductivity ( µ mhos) 28.5 max
Cl2 (ppm) 0,3 max
Clarity Jernih
Sumber : WTP Plant PT. SMART, Tbk Belawan
Air Reserve Osmosa (RO) ini yang menjadi bahan baku utama dalam
proses penghasil steam di unit boiler PT. SMART, Tbk Belawan. Apabila air
Reserve Osmosa (RO) yang dihasilkan tidak sesuai dengan parameter yang
sudah ditentukan maka akan dilakukan pemeriksaan atau regenerasi pada alat
proses penghasil air Reserve Osmosa (RO). Apabila tidak dilakukan maka air
tersebut bisa menimbulkan scaling dan plugging pada boiler. Apabila
diinginkan mengolah air (feed water) hal yang bisa dirubah adalah kandungan
Ca, Cl dan Mg. Hal yang paling mudah adalah dengan melihat pH.

14
Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan proses reverse osmosis (RO)
dengan kondisi tertentu (ada pre treatment). Adapun pre-treatment yang perlu
dilakukan bila memakai air Reserve Osmosa (RO) umumnya menggunakan
water softener (adding chemical). Tetapi, akan lebih baik jika menggunakan
kombinasi RO dan Ultrafiltrasi sebagai pretreatment.
Perlu diwaspadai, bahwa penggunaan chemical dalam pretreatment
dapat menurunkan life time dari membrane RO (Case chemical yang terbawa
ke RO unit). RO cukup sensitif terhadap terjadinya scale yang menutup
membran, terkecuali sudah ditemukan membran yang tahan banting terhadap
kondisi air umpan. Pengunaan teknologi RO sebagai pre treatment untuk air
umpan boiler memang banyak dilakukan saat ini, tetapi dari pengalaman hal
tersebut biasa dilakukan bila kualitas dari air umpan masuk memiliki TDS
>500 ppm. Sedangkan bila air raw water hanya mengandung TDS 200 ppm
akan lebih baik menggunakan Demineralizer plant, baik dari capital cost
maupun operating cost nya.
Di buku-buku water treatment hand book, selalu dikatakan untuk
boiler medium pressure cukup dengan menggunakan softener yang intinya
hanya menurunkan kesadahan, padahal sesungguhnya deposit yang paling
ditakutkan selain scale oleh CaCO3 adalah deposit silika. Dari pengalaman,
memang dengan menggunakan demin plan. Dengan minimnya mineral dalam
air bisa dikatakan tidak lagi memerlukan chemical treatment lagi selain pH
adjuster.
3.4. Batu Bara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatu
baraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu
bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus
dan C240H90O4NS untuk antrasit.

15
Tabel 3.4. Analisa Kadar Batu Bara Jenis Lignite
Unsur Kadar
C 45,30 %
H2 4,10 %
O2 17,00 %
S 0,40 %
H2O 29,40 %

Sistem pembakaran pada pembangkitan listrik tenaga uap khususnya


pembangkit yang menggunakan bahan bakar batubara merupakan system
yang berfungsi memutus ikatan-ikatan hidrokarbon dari batubara untuk
menghasilkan heat atau energy panas dengan melibatkan oksigen dari udara
seperti pada persamaan kimia berikut.
C + O2 –> CO + energy panas
Karena di dalam batubara terdapat ikatan-ikatan kimia antara karbon,
hidrogen, nitrogen, dan sulfur maka pada proses pembakaran juga akan
timbul reaksi kimia antara oksigen dengan ikatan-ikatan kimia tersebut yang
ditunjukkan pada reaksi kimia sebagai berikut.
2H2 + O2 –> 2H2O
N2 + O2 –> NOX
S + O2 –> SO2
Selanjutnya SO2 bersamaan dengan H2O dan O2 yang berada di dalam boiler
bereaksi dan membentuk rantai kimia,
2SO2 + 2H2O + O2 –> 2H2SO4
Timbulnya asam nitrat HNOX dan asam sulfat sebagai hasil pembakaran
unsur Nitrogen (N) dan Sulfur (S) yang terbawa oleh batu bara dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan sehingga jumlahnya harus dibatasi
dan dimonitoring melalui perangkat yang disebut
dengan CEMS (Continuous Emission Monitoring System) berdasarkan
prosentase nilai yang telah ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup.

16
Kemudian apabila oksigen yang diberikan dalam proses pembakaran tidak
sesuai dengan jumlah batubara yang akan dibakar, maka ikatan kimia karbon
(C) akan terbakar secara tidak sempurna dan menjadi karbonmonoksida
seperti pada reaksi kimia berikut.
2C + O2 –> 2CO

3.5. Refinery Plant


Refineri merupakan proses pemurnian atau penjernihan, Proses ini
menggunakan bantuan Phosphoric acid dan Bleaching Earth pada proses
second Refineri digunakan asam sitrat (Citric Acid) sebagai pengikat logam
setelah melewati proses hidrogenasi. Refeneri terbagi lagi atas beberapa
tahapan proses yaitu degumming, bleaching, deodorasi.

1. Degumming
Tahap paling awal pada proses refinery minyak kelapa sawit
ialah proses degumming. Proses degumming adalah proses
penghilangan lendir atau gum yang ada dalam minyak kelapa sawit.
Gum ini merupakan senyawa organik non fat yang terkandung sebagai
impuritis didalam minyak kelapa sawit. Proses degumming dapat
dilakukan dengan air yang disebut dengan water degumming. Dengan
water degumming semua phospolipida yang hydratable dapat
dihilangkan. Selanjutnya diproses dengan menggunakan asam yang
disebut proses acid degumming. Dimana dengan cara ini sebagian
senyawa phospolipida yang non hydratable dapat dihilang kan. Selama
proses degumming juga dapat dihilangkan sebagian besar garam Ca dan
Mg, asam phospotida maupun garamnya.

2. Bleaching
Proses bleaching adalah proses pemucatan yang dilakukan
dengan tujuan untuk menghilangkan impuritis-impuritis berupa
senyawa-senayawa tidak tersabunkan dan senyawa-senyawa penyebab
warna yang ada pada minyak kelapa sawit. Proses bleaching pada

17
umumnya di industri menggunakan bleaching earth. Bleaching earth
atau tanah pemucat merupakan campuran dari tanah bentonit (fuller
earth), lempung aktif (activated clay), arang aktif (activated carbon).
Komposisi terbesar dari bleaching earth adalah tanah bentonit.
Tanah bentonit itu sendiri ada dua jenis yaitu Na-bentonit dan Ca-
bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan ion Na+ dan Ca2+ yang
cukup besar. Sifat dari tanah bentonit jenis ini adalah mengambang bila
terkena air dan membentuk suspensi. Sedangkan jenis lainnya adalah
Ca-bentonit yang memiliki kandungan Ca2+ dan Mg2+ lebih besar. Sifat
dari jenis ini adalah tidak menyerap air terlalu besar sehingga tidak
membentuk suspensi bila didispersikan didalam air. Jenis Ca-bentonit
inilah karena sifatnya itu banayak digunakan dalam proses
bleachin.Tahap-tahap yang dilakukam dalam proses bleaching adalah:
a. Penyerapan (Adsorbsi)
Pada tahap ini bleaching ear menyerap zat-zat penyebab
warna dan senyawa - senyawa tak tersabunkan. Suhu operasi
optimum pada tahap ini adalah 1200C
b. Penyaringan (Filtrasi)
Pemisahan bleaching earth yang telah menyerap impuritis-
impuritis yang ada didalam minyak kelapa sawit dengan minyak
kelapa sawit itu sendiri.

3. Deodorizing
Deodorizing bertujuan untuk menghilangkan impuritis pada
minyak kelapa sawit yang berupa asam lemak bebas. Tahap ini tidak
mesti dilakukan untuk setiap minyak kelapa sawit. Ada industri yang
tidak membutuhkan proses deodorizing dalam pre treatment minyak
kelapa sawit yang akan digunakan. Proses yang tidak membutuhkan
tahap deodorizing adalah proses hidrolisa.
Minyak kelapa sawit yang telah melewati tahap bleaching akan
meleawati suatu alat yang namanya deodoriser yang gunanaya untuk

18
memisahkan asam lemak bebas yang terkandung didalamnya. Minyak
kelapa sawit dipertemukan denagn steam pada suatu tabung dengan
aliran counter current. Steam masuk dari aliran bawah sedangkan
minyak dari atas tabung. Pertemuan minyak dan steam mengakibatkan
terjadinya perpindahan massa asam lemak bebas dari minyak ke steam.
Faktor yang sangat mempengaruhi proses deodorizing ini adalah
Tekanan uap, laju alir minyak, tinggi tabung,waktu sentuh.
Tahap akhir dari proses refinery adalah pada proses
deodorizing ini. Minyak kelapa sawit secara umum sudah dapat
digunakan dalam proses lanjutan. Yang disebut dengan proses hilir
seperti fraksinasi, hidrogenasi dan lain sebagainya. Untuk proses-
proses lanjutan yang lebih khusus diperlukan pre treatment tambahan
sesuai dengan standard proses yang digunakan masing-masing
industri. Pada beberapa pabrik pengolahan, proses refinery ini sering
dijadikan satu jalur proses dengan tahap pengolahan. Salah satu
contohnya adalah industri fraksinasi minyak kelapa sawit.
3.6. Fractionation Plant
Fraksinasi adalah metode fisik dengan menggunakan sifat
kristalisasi dari trigliserida untuk memisahkan campuran dari fraksi padat
(stearin) dan fraksi cair (olein) pada RBDPO hasil dari refinery.
Dalam pemisahan RBDPO menjadi fraksi olein dan fraksi stearin
dapat dilakukan dengan dua proses yaitu fraksinasi kering (viz dry / dry
fractionation) dan fraksinasi basah (detergent fractionation), umumnya
digunakan fraksinasi kering dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Proses fraksinasi pada PT. SMART Tbk dilakukan dengan dry
fractionation. Proses fraksinasi merupakan proses untuk melanjutkan
proses RBDPO dari refinery plant yang ditampung di storage tank
RBDPO. RBDPO kemudian di pompakan ke PHE (plat heat exchanger)
guna untuk memanaskan minyak sebelum masuk ke dalam crystallizer
suhu RBDPO disini berkisar 56oC-70oC. RBDPO yang telah melewati
pemanas akan masuk ke dalam crystallizer. Didalam crystallizer terdaapat

19
jacket dan coil sebagai wadah mengalirnya air untuk pendinginan.
Crystallizer dilengkapi dengan agigator yang berguna sebagai pengaduk.
Didalam crystallizer minyak RBDPO didinginkan secara bertahap agar
pembentukan kristal stearin sempurna. Digunakan air cooling tower dan air
chiller sebagai media pertukaran panas dengan minyak. RBDPO yang telah
didinginkan didalam crystallizer bersuhu sekitar 20oC-28oC. RBDPO yang
telah melalui proses di dalam crystallizer di pompakan menuju filter press.
RBDPO yang masuk kedalam filter press akan di press dengan bantuan
pompa hydraulic. Pada fikter press juga terjadi squeeze yaitu pemasukkan
udara kedalam membran guna untuk menekan cakei stearin. Tekanan
udara squeeze sebesar 3,8 Bar. Cake stearin akan tertinggal di permukaan
filter cloth sedangkan olein akan mengalir menuju tangki olein yang
selanjutnya akan disaring menggunakan filter bag kemudian dipanaskan
dan di alirkan ke storage tank olein. Stearin yang tertinggal di filter cloth
akan jatuh kedalam melting tank. Didalam melting tank terdapat coil yang
berisi steam dan air panass guna untuk mencairkan cake stearin. Pada
melting tank juga terdapat sirkulasi stearin yang telah mencair. Suhu
didalam melting tank sekitar 70oC. Stearin yang telah mencair di alirkan
menuju strainer lalu di pompakan menuju storage tank stearin.

3.7. Boiler
Boiler atau ketel uap atau Steam Generator adalah suatu alat
konversi energi yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi panas
hasil pembakaran bahan bakar menjadi energi potensial uap yang dapat
digunakan untuk berbagi keperluan. Hal ini terjadi dikarenakan adanya
perpindahan panas dari bahan bakar dan air yang terjadi di dalam tabung
yang tertutup rapat.
Boiler adalah sebuah wadah tertutup berisi air atau fluida lain untuk
dipanaskan. Sekalipun sebuah boiler tidak harus berfungsi untuk
mendidihkan fluida, namun kita lebih familiar dengan boiler yang
berfungsi untuk mendidihkan air sehingga memproduksi uap air. Sehingga

20
pada umumnya kita lebih memahami bahwa boiler adalah sebuah alat
untuk memproduksi uap air.
Prinsip kerja boiler sebenarnya cukup sederhana sama seperti pada
saat kita sedang mendidihkan air menggunakan panci. Proses pendidihan
air tersebut akan selalu diiringi proses perpindahan panas yang melibatkan
bahan bakar, udara, material wadah air, serta air itu sendiri. Proses
perpindahan panas ini mencakup tiga jenis perpindahan panas yang sudah
sangat kita kenal yakni konduksi, konveksi, dan radiasi.
Pada jenis boiler pipa api terjadi perpindahan panas dari gas panas
menuju air kemudian air berubah menjadi uap, hal ini dikarenakan gas
panas hasil pembakaran (flue gas) mengalir melalui pipa-pipa yang bagian
luarnya diselimuti air. Tipe boiler pipa api memiliki karakteristik
menghasilkan tekanan steam dan kapasitas yang rendah. Susunan pipa
dalam ketel ini dibuat pass per pass, tujuannya agar perpindahan panas dari
gas panas atau api ke air lebih efektif. Artinya, arahnya dapat bolak-balik
terhadap burnernya ketika gas panas melewati pipa-pipa dalam ketel.
3.8. Mutu Minyak
Tabel 3.5. Kriteria Minyak kelapa sawit mentah material dari proses
Refineri (CPO)
No Kriteria Satuan Persyaratan
A Warna - Jingga
Kemerahan
B Kadar Air dan % Fraksi Masa O,5 maks
Kotoran
C Asam Lemak Bebas % Fraksi Masa 0,5 maks
(sebagai Asam
Palmitat)
D Bilangan Yodium g yodium/100g 50 – 55

Sumber: SNI 01-2901-2006

21
Tabel 3.6. Kriteria Minyak Mentah Inti Sawit material dari proses Refineri
(PKO)
No. Kriteria Satuan Persyaratan
A Asam Lemak Bebas % (w/w) Maks 5,0
( Sebagai Asam Laurat)
B Kadar Air dan Kotoran % (w/w) Maks 0,005
C Asam Lemak Bebas % (w/w) Maks 0,45
(sebagai Asam Palmitat)

Sumber: SNI 0003-1987

Tabel 3.7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Sawit


Nama Rumus Komposisi
Asam Lemak Asam Lemak Asam Lemak
Laurat C12:0 0,2 %
Myristat C14:0 1,1 %
Palmitat C16:0 44,0 %
Stearat C18:0 4,5 %
Oleat C18:1 39,2 %
Linoleat C18:2 10,1 %
Lainnya - 0,9 %
Sumber: Iyung Pahan 2008

Dalam penentuan mutu produk yang dihasilkan yang berupa


minyak , ada beberapa parameter yang harus dipenuhi , parameter
tersebut terbagi atas 2 , yaitu:
1. Karakteristik Oil
a) IV (Iodine Value)
Iodine Value adalah suatu besaran untuk mengukur
derajat ketidak jenuhan dalam asam lemak. Ini dinyatakan
dengan jumlah gram iodine yang diserap oleh 100 g lemak.
Bilangan iodine tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh

22
dalam minyak. Lemak yang akan diperiksa dilarutkan dalam iso
oktan kemudian ditambahkan larutan Iodine berlebih, sisa
iodine yang tidak bereaksi dititrasi dengan Na. thiosulfat.
Spesifikasi > 50.

b) SFC (Solid Fat Content)


Nilai SFC ditentukan dengan mendeteksi sinyal NMR
dari komponen cair dan padat dalam sampel lemak, atau dengan
mendeteksi perubahan sinyal cairan karena dipindahkan oleh zat
padat. SFC adalah nilai empiris yang berasal dari perluasan
lemak sebagai sampel dingin yang dihangatkan. Dalam proses
mencair, bagian yang sebelumnya mengkristal dari sampel
menjadi cair. Karena molekul lemak dalam keadaan cair kurang
diatur secara efisien di ruang angkasa dibandingkan dengan area
kristal yang dikemas ketat, lemak cair akan menghasilkan
volume yang lebih banyak. Oleh karena itu, tingkat ekspansi
terkait dengan perubahan kandungan padat.
c) SMP (Slip Melting Point)
Slip Melting point (titik lebur) merupakan nilai yang
menyatakan ketahanan suatu padatan/kristal untuk mencair.
Nilai SMP ini berperan penting apabila suatu material
minyak/lemak akan di aplikasikan. Adapun yang
mempengaruhi nilai dari SMP ini sendiri adalah :
Nilai IV
Semakin tinggi nilai IV dari minyak maka kandungan
fraksi cair dari minyak tersebut semakin banyak dan kandungan
fraksi padatnya semakin sedikit. Akibatnya ketahanan dari
minyak/lemak yang mempunyai IV tinggi terhadap perubahan
bentuk ke fasa cair semakin rendah. Sehingga nilai SMP untuk
minyak IV tinggi adalah kecil (menuju nol). Sedangkan untuk
minyak/lemak yang ber IV rendah, maka kandungan minyak

23
tersebut lebih banyak fraksi padatnya. Akibatnya ketahanan
untuk mengalami perubahan bentuk menuju cair semakin baik
tinggi. Sehingga nilai SMP untuk minyak yang mempunyai IV
rendah adalah tinggi.
Titik lebur itu sendiri adalah suhu dimana sebuah kolom
yang berisi minyak/lemak, dengan panang tertentu akan naik
pada tabung kapiler terbuka dibawah kondisi tertentu.

d) FAC (Fatty Acid Content)


FAC merupakan nilai yang menunjukkan kandungan
asam lemak dan non asam lemak yang terkandung pada suatu
minyak/lemak. Prinsip yang digunakan dalam analisa ini adalah
dengan GC (Gas Chromatography).
2. Quality Oil
a) FFA (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu
penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang
menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kerusakan
minyak atau lemak dapat juga diakibatkan oleh proses oksidasi,
yaitu terjadinya kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
atau lemak, yang biasanya dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya, terurainya asam-
asam lemak disertai dengan hidroperoksida menjadi aldehid dan
keton serta asam-asam lemak bebas. Penentuan asam lemak
dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak
atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat
dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam
lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel. Semakin besar
angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak
bebas dalam sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak
bebas yang terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari

24
proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik.

b) PV (Peroxide Value)
Peroksida ialah hasil oksidasi pertama yang nontransient
dan terbentuk karena bertambahnya radikal aktif molekul
oksigen pada gugus metilen aktif pada rantai asam lemak yang
terdapat dalam minyak. Peroxide value adalah untuk
menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Proses
pembentukan peroksida dapat dipercepat oleh adanya cahaya,
suasana asam, kelembaban udara dan katalis (logam Fe,Co, Mn,
Ni dan Cr). Peroksida juga dapat mempercepat proses tmbulnya
bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan
pangan. Peroxide value pada minyak produksi untuk menilai
bilangan Peroxide dalam minyak dengan cara titrasi ion yodida
bebas dengan sodium thiosulfat.Nilai peroxide value pada CPO
tidak lebih dari 1 meq/kgl.

c) M & I (Moisture & Impurities)


Penentuan kadar air pada minyak produksi adalah untuk
menilai kandungan zat menguap dalam minyak, yaitu jumlah
zat/bahan yang menguap pada suhu 103°C, termasuk di
dalamnya air serta dinyatakan sebagai berkurangnya berat
apabila sampel dipanaskan pada suhu 103°C. NIlai moisture
content pada CPO tidak lebih dari 0,3%.
Kadar kotoran pada minyak produksi adalah untuk
menilai kadar kotoran dalam minyak yang berupa zat yang tidak
larut dalam pelarut organik yang telah ditentukan, kemudian
disaring dengan media penyaring dan dicuci dengan pelarut
tersebut, dikeringkan lalu ditimbang. Niali dirt content pada
CPO tidak lebih dari 0,03%.

25
d) DOBI (Determination of Deterioration of Bleachability Indeks)
Dobi adalah indeks daya pemucatan merupakan rasio
kandungan karoten dan produk oksidasi sekunder pada CPO.
Nilai Dobi yang rendah mengindikasikan meningkatnya
kandungan produk oksidasi sekunder (produk oksidasi dari
karotenoid yang dapat terjadi dari efek rantai asam lemak
teroksidasi). Nilai Dobi diukur dengan alat spektrofotometer
UV-Visible, kandungan karotene diukur pada absorbens 446 nm
sedangkan produk oksidasi sekunder pada absorbens 269 nm.
Nilai Dobi yang baik harus lebih dari 2,5.
e) Color
Komponen utama yang menyebabkan warna pada
minyak goreng adalah pigmen karoten sebagai penyumbang
warna kuning, antosianin sebagai penyumbang warna merah
dan klorofil sebagai penyumbang warna hijau. Pengukuran
warna pada Lovibond Tintometer ditentukan pada komposisi
warna merah dan kuning. Nilai colour meningkat baik karena
lama waktu pemanasan maupun karena kenaikan temperatur
pemanasan. Pemanasan pada minyak goreng menyebabkan
perubahan warna yang lebih gelap. Adanya kandungan logam
memperparah warna minyak goreng. Logam selain memicu
reaksi oksidasi lebih cepat juga mempunyai andil dalam
penggelapan minyak goreng.
Metode yang digunakan dalam penentuan warna adalah
dengan menggunakan pencocokan warna dari transmisi cahaya
melalui cairan minyak atau lemak pada batasan tertentu ke
warna dari sumber sinar yang sama, yang ditransmisikan
melalui standar glass. Prinsip yang digunakan adalah warna dari
sampel dibandingkan dengan suatu kombinasi warna merah,
kuning, dan biru dari standar warna. Adapun aturan untuk
penentuan warna pada minyak biasanya berdasarkan rumus 1:10

26
merah dan kuning untuk minyak turunan palmitat. Sedangkan
untuk minyak turunan laurat tidak terpaku aturan tersebut.

f) Cloud Point (CP)


Nilai CP merupakan nilai yang menyatakan kemampuan
minyak untuk tahan terhadap proses mengkabut (cloudy). Nilai
CP perlu diketahui dengan tujuan untuk mengetahui suhu
penyimpanan dari suatu minyak agar kualitas minyak tetap
terjaga terutama pada suhu dingin seperti di supermarket.
Adapun nilai CP ini dipengaruhi dari beberapa parameter, antara
lain :

1. Nilai IV
Semakin nilai IV pada suatu minyak tinggi maka
fraksi cair dalam minyak (olein) semakin banyak
sedangkan fraksi padat (stearin) sedikit. Akibatnya
kemapuan minyak pada suhu tertentu untuk memadat
(menggkabut) semakin susah dikarenakan fraksi padatnya
sedikit. Sebaliknya, jika IV minyak rendah maka fraksi cair
sedikit dan fraksi padat banyak, maka kemampuan minyak
untuk memadat semakin cepat, suhu tidak terlalu rendah.

2. Adanya moisture
Adanya moisture di dalam minyak juga akan
berpengaruh terhadap nilai CP. Diketahui bahwa moisture
(air) bersifat polar, sedangkan fraksi padat dalam minyak
(stearin) lebih bersifat polar dari pada olein. Akibatnya
apabila dalam minyak mengandung banyak moisture maka
akan mempolarisasi fraksi padat untuk semakin memadat,
sehingga nilai CP semakin rendah (menuju suhu 10 oC).

27

Anda mungkin juga menyukai