1. Tujuan Percobaan
- Agar dapat mengetahui cara pembuatan VCO secara fermentasi
dengan bantuan ragi.
- Agar dapat menjelaskan pengaruh jumlah penambahan ragi
terhadap VCO yang dihasilkan
- Agar dapat menentukan kadar asam lemak bebas dan air dari
VCO yang dihasilkan.
2. Perincian Kerja
- Membuat media starter dengan penambahan fermipan
- Membuat media fermentasi VCO
- Melakukan analisa terhadap VCO yang dihasilkan untuk
penentuan kadar asam lemak bebas dan air.
- Bahan:
a. Kelapa parut
b. Air kelapa
c. Fermipan
d. Aquadest
4. Dasar teori
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak pulau
dan merupakan negara produsen kelapa utama di dunia. Hampir di
semua propinsi di Indonesia dijumpai tanaman kelapa yang
pengusahaannya berupa perkebunan rakyat. Hal ini merupakan
peluang untuk pengembangan kelapa menjadi aneka produk yang
bermanfaat.
Pohon kelapa sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
karena hampir semua bagian kelapa dapat dimanfaatkan. Buah
kelapa yang terdiri atas sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa
tidak ada yang terbuang dan dapat dibuat untuk menghasilkan produk
industri, antara lain sabut kelapa dapat dibuat keset, sapu, dan
matras. Tempurung dapat dimanfaatkan untuk membuat karbon aktif
dan kerajinan tangan. Dari batang kelapa dapat dihasilkan bahan-
bahan bangunan baik untuk kerangka maupun untuk dinding serta
atap. Daun kelapa dapat diambil lidinya yang dapat dipakai sebagai
sapu, serta barangbarang anyaman.
Daging buah dapat dipakai sebagai bahan baku untuk
menghasilkan kopra, minyak kelapa, coconut cream, santan dan
parutan kering, sedangkan air kelapa dapat dipakai untuk membuat
cuka dan nata de coco. Santan adalah cairan yang diperoleh dengan
melakukan pemerasan terhadap daging buah kelapa parutan. Santan
merupakan bahan makanan yang dipergunakan untuk mengolah
berbagai masakan yang mengandung daging, ikan, ayam, dan untuk
pembuatan berbagai kuekue, es krim, gulagula. Selain itu, kelapa juga
menghasilkan produk olahan yang populer belakangan ini yaitu Virgin
Coconut Oil (VCO) yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
(Suhardiyono, 1993).
Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut
Oil (VCO) merupakan merupakan modifikasi proses pembuatan
minyak kelapa sehingga dihasilkan produk dengan kadar air dan
kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening, berbau
harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih
dari 12 bulan. Pembuatan minyak kelapa murni ini memiliki banyak
keunggulan yaitu tidak membutuhkan biaya yang mahal karena bahan
baku mudah didapat dengan harga yang murah, pengolahan yang
sederhana dan tidak terlalu rumit, serta penggunaan energi yang
minimal karena tidak menggunakan bahan bakar sehingga kandungan
kimia dan nutrisinya tetap terjaga terutama asam lemak dalam
minyak. Jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa atau sering
disebut dengan minyak goreng (minyak kelapa kopra) minyak kelapa
murni mempunyai kualitas yang lebih baik. Minyak kelapa kopra akan
berwarna kuning kecoklatan, berbau tidak harum dan mudah tengik
sehingga daya simpannya tidak bertahan lama (kurang dari dua
bulan). Dari segi ekonomi minyak kelapa murni mempunyai harga jual
yang lebih tinggi dibanding minyak kelapa kopra sehingga studi
pembuatan VCO perlu dikembangkan (anonim, 2009).VCO sangat
kaya dengan kandungan asam laurat (laurat acid) berkisar 5070 %. Di
dalam tubuh manusia asam laurat akan diubah menjadi monolaurin
yang bersifat antivirus, antibakteri dan antiprotozoa serta asamasam
lain seperti asam kaprilat, yang didalam tubuh manusia diubah
menjadi monocaprin yang bermanfaat untuk penyakit yang
disebabkan oleh virus HSV2 dan HIV1 dan bakteri neisseria
gonnorhoeae.
Virgin Coconut Oil juga tidak membebani kerja pankreas serta
dalam energi bagi penderita diabetes dan mengatasi masalah
kegemukan/obesitas. Oleh karena pemanfaatannya yang cukup luas,
maka dengan pembuatan minyak kelapa murni ini dapat menjadi salah
satu obat alternatif, selain itu juga dapat meningkatkan nilai ekonomi
(anonim, 2009).
Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan salah satu hasil pertanian
Indonesia yang cukup potensial. Hampir semua bagian dari tanaman
tersebut dapat dimanfaatkan. Banyak kegunaan yang dapat diperoleh
dari kelapa dan salah satu cara untuk memanfaatkan buah kelapa
adalah mengolahnya menjadi minyak makan atau minyak goreng.
Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa, yang
dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra
(Suhardiyono, 1995).
Kelapa (coconut) dikenal dengan berbagai sebutan seperti Nux
indica, al djanz al kindi, ganz ganz, nargil, narle, tenga, temuai dan
pohon kehidupan. Buah kelapa (cocos nucifera) termasuk famili
palmae dari genus cocos. Pohon kelapa mempunyai tinggi ratarata
12,3 meter dan sejak ditanam sampai berbuah hingga siap dipetik
pohon kelapa membutuhkan waktu 12 bulan (Suhardiyono, 1993).
Pada dasarnya dikenal dua varietas kelapa, yaitu varietas Nana
yang umum disebut kelapa genjah dan varietas Typica yang umum
disebut kelapa dalam. Kelapa genjah berdasarkan sifatnya dibagi 5
yaitu : kelapa gading, kelapa raja, kelapa puyuh, kelapa raja malabr,
kelapa hias. Kelapa dalam berdasarkan sifatnya dibagi 6 yaitu : kelapa
hijau, kelapa merah, kelapa manis, kelapa bali, kelapa kopyor, kelapa
lilin (Wahyuni, Mita, Ir., 2000). Buah kelapa terdiri dari bagianbagian
seperti:
- Epicarp (Kulit Luar)
Yaitu kulit bagian luar yang berwarna hijau, kuning, atau jingga
permukaannya licin, agak keras dan tebalnya 0,14 mm.
- Mesocarp (Sabut)
Yaitu kulit bagian tengah yang disebut serabut terdiri dari bagian
berserat tebalnya 3 5 mm.
- Endocarp (Tempurung)
Yaitu bagian yang berwarna putih dan lunak, sering disebut daging
kelapa yang tebalnya 8 10 mm.
- Air Kelapa
Yaitu bagian yang berasa manis, mengandung mineral 4%, gula 2%,
dan air.
Buah Kelapa
Satu pohon kelapa dapat berbuah mulai dari 10 hingga 13 kali
dalam setahun. Buah kelapa tumbuh dalam rumpun, bisa mencapai
12 buah per rumpun. Daging buah kelapa merupakan bagian yang
paling penting dari komoditi asal pohon kelapa. Daging buah
merupakan lapisan tebal berwarna putih. Bagian ini mengandung
berbagai zat gizi. Kandungan zat gizi tersebut beragam sesuai dengan
tingkat kematangan buah.
Selama perkembangannya, buah kelapa secara kontinyu
mengalami kenaikan berat. Ukuran berat maksimum tercapai pada
bulan ketujuh. Pada saat itulah jumlah air kelapa mencapai maksimal.
Setelah periode tersebut, air kelapa berkurang jumlahnya dan
daging kelapa mengalami penebalan. Penebalan daging mencapai
puncaknya pada bulan ke9. Di atas bulan ke10, kelapa dapat
dikatakan tua. Pada periode tersebut, kadar air semakin berkurang.
Itulah yang menyebabkan kelapa tua akan berbunyi jika dikocokkocok.
Buah kelapa tua terdiri dari empat komponen utama, yaitu: 35
persen sabut, 12 persen tempurung, 28 persen daging buah, dan 25
persen air kelapa. Daging buah tua merupakan bahan sumber minyak
nabati (kandungan minyak 30 persen).
Perbedaan mendasar antara daging buah kelapa muda dan tua
adalah kandungan minyaknya. Kelapa muda memiliki rasio kadar air
dan minyak yang besar. Kelapa disebut tua jika rasio kadar air dan
minyaknya optimum untuk menghasilkan santan dalam jumlah
terbanyak. Sebaliknya, bila buah kelapa terlalu tua, kadar airnya akan
semakin berkurang. Pada kondisi tersebut, hasil santan yang
diperoleh menjadi sedikit.
Kalori
68 kal 180 kal 359 kal
Protein 1 gr 4 gr 3,4 gr
Karbohidrat 14 gr 10 gr 14 gr
Kalsium 17 mg 10 mg 21 mg
Fosfor 30 mg 8 mg 21 mg
Besi 1 mg 1,3 mg 2 mg
Minyak Kelapa
Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan
ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya
paling besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya.
Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan
bilangan Iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke
dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak tersebut
berkisar antara 7,510,5.
Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada tabel 2.2.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa asam lemak jenuh minyak
kelapa kurang dari 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84 persen
trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen
trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4 persen trigliserida
dengan satu asam lemak jenuh.
Kekurangan
- Proses fermentasi lama karena membutuhkan waktu 24 jam.
5. Cara Kerja
- Membuat media starter dengan penambahan fermipan
a. Ditimbang kelapa parut sebanyak 100 gram
b. Ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml
c. Campuran kelapa dan aquadest diperas-peras hingga
membentuk santan
d. Disaring santan untuk memisahkannya dari ampas kelapa
e. Diukur santan dan air kelapa muda. Masing-masing dengan
perbandingan 3:7 dari volume total 100 ml
f. Baik santan dan air kelapa dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250 ml
g. Ditambahkan gula sebanyak 10 gram
h. Erlenmeyer ditutup menggunakan kapas yang dibalut kain
kasa, aluminium foil dan diisolasi menggunakan plester.
i. Dimasukkan erlenmeyer ke dalam autoklaf
j. Dioperasikan autoklaf dan ditunggu hingga selesai.
k. Didinginkan erlenmeyer.
l. Dibuka penutupnya lalu ditambahkan fermipan sebanyak 5%
m. Erlenmeyer ditutup kembali.
n. Terakhir, erlenmeyer dimasukkan ke dalam shaker. Dibiarkan
selama 24 jam.
6. Data pengamatan
- Pada saat pembuatan media starter
Kelas 2a 2b 2c
7. Perhitungan
Kelas 2a:
Penambahan Starter (%) Volume VCO (ml)
1 26
3 29
5 31
10 32
35
30
25
20
15
10
0
0 2 4 6 8 10 12
Kelas 2b:
Penambahan Starter (%) Volume VCO (ml)
1 14,5
3 21
5 17
10 24
30
25
20
15
10
0
0 2 4 6 8 10 12
Kelas 2c:
Penambahan Starter (%) Volume VCO (ml)
1 35
3 38
5 39
10 23,5
45
40
35
30
25
20
15
10
0
0 2 4 6 8 10 12
8. Pembahasan:
Pada praktikum kali ini kami mencoba untuk membuat Virgin
Coconut Oil (VCO) secara fermentasi. Dewasa ini VCO banyak
dimanfaatkan dalam dunia medis karena dipercaya mampu
menurunkan berat badan, menjaga stamina tubuh, mempercantik kulit
dan rambut, serta berbagai manfaat lainnya. VCO sendiri adalah
minyak kelapa murni atau minyak perawan yang berasal dari sari pati
kelapa, diproses secara higienis tanpa sentuhan api secara langsung
dan bahan kimia tambahan. Sehingga dilakukanlah pembuatan VCO
dengan menambahkan fermipan atau dengan kata lain memanfaatkan
mikroba Saccharomyces cerevisia. Cara ini digunakan karena
prosesnya tidak rumit, lebih hemat karena tidak menggunakan bahan
bakar, dan dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama.
Dalam praktikum ini sebenarnya yang ingin diketahui adalah
bagaimana pengaruh jumlah penambahan starter terhadap volume
VCO yang dihasilkan. Sehingga yang divariasikan adalah
penambahan starternya yakni, 1%, 3%, 5%, dan 10% dari volume
krim masing-masing. VCO yang dihasilkan dari praktikum yang
dilakukan kelas 2a adalah 26 ml, 29 ml, 31 ml, dan 32 ml. Hal ini
menunjukkan bahwa besar penambahan starter berpengaruh
terhadap volume rendemen VCO yang dihasilkan. Semakin banyak
starternya, semakin besar pula volume VCO nya. Namun, hasil yang
diperoleh kelas 2b, menunjukkan hasil yang tidak sama. Di mana
mereka mendapatkan VCO bervolume 14,5 ml; 21 ml; 17 ml; dan 24
ml. Volume VCO terlihat mengalami fluktuasi. Berbeda pula dengan
hasil yang kelas 2c dapatkan. Kami memperoleh VCO dengan volume
35 ml, 38 ml, 39 ml, dan 23,5 ml. Jika pada kelas 2a dan 2b,
mendapatkan volume VCO terbanyak setelah penambahan starter
10%, hasil serupa tak terjadi pada praktikum kami. Justru pada
penambahan starter 10% volume VCO yang kami dapat paling sedikit.
Data-data yang berbeda ini menyebabkan kami tak dapat
menjelaskan secara pasti bagaimana pengaruh penambahan starter
terhadap volume VCO yang dihasilkan. Hal ini mungkin saja terjadi
akibat perlakuan-perlakuan yang tak seragam. Seperti pada
penambahan fermipan untuk pembuatan starter, dimana kelas 2a dan
2c menambahkan sekitar 5 gram, sedangkan kelas 2b hanya kurang
lebih 3 gram. Berat kelapa parut yang dipakai juga berbeda. Kelas 2a
hanya sekitar 50 gram, sedangkan kelas 2a dan 2c memakai 100
gram. Juga pada pemakaian kelapa parut untuk pembuatan fementor.
Jika kelas 2a dan 2b hanya menggunakan sekitar 1 kg, lain halnya
dengan kelas 2c yang memakai 1,2 kg. Selain diakibatkan oleh
perlakuan yang tak seragam, data-data yang beragam ini mungkin
disebabkan pula oleh ketidaktelitian praktikan. Misalnya saja pada
saat penyaringan masih ada VCO yang tidak tersaring sehingga
hanya sejumlah kecil saja yang mampu dihasilkan. Juga ketika
pemisahan krim, dimana praktikan tidak jeli melihat lapisannya. Atau
mungkin alat-alat yang digunakan sebelumya tidaklah bersih.
Selanjutnya, pada VCO yang dihasilkan masing-masing kelas
melakukan analisa terhadapnya. Analisa ini berupa kadar asam lemak
bebas dan kadar air. Lagi-lagi terlihat perbedaan antara data-data
yang diambil dari lapangan. Kelas 2a memperoleh VCO dengan kadar
FFA sekitar 0,64%. Tidak jauh berbeda dengan hasil yang didapatkan
oleh kelas 2b yakni sekitar 0,67%. Sedangkan kelas 2c memiliki VCO
berkadar FFA 0,28% dan 0,32%. Jika dibandingkan dengan kadar FFA
yang terdapat dalam minyak kemasan, maka VCO milik kamilah yang
paling mendekati dengan sampel bandingan tersebut. Lagipula
menurut SNI 01-3741-2002 tentang standar mutu minyak, nilai
ambang batas untuk kadar asam lemak bebas hanya 0,3%. Sehingga
dapat dikatakan bahwa VCO yang diperoleh kelas 2c memiliki kualitas
yang baik. Hal ini dibuktikan pula dengan kadar airnya yang hanya
berkisar 0,3729%. Sesuai dengan standar SNI yang berambang batas
0,3% saja. Adapun kadar air yang terdapat dalam VCO kelas 2a dan
2b masing-masing adalah 2,1864% dan 2,5005%.
Dari data-data kelas 2a dan 2b menunjukkan VCO dengan
kualitas yang tidak terlalu baik. Hal ini disebabkan karena
ketidakcermatan pada saat praktikum. Misalnya saja pada saat
penyaringan bukan hanya ada VCO nya saja, namun terdapat pula air.
Ketika menitrasi titik end point telah tercapai tetapi praktk tidak jeli
melihat sehingga melewati dan terus melakukan titrasi. Juga mungkin
alat dan bahan telah terkontaminasi dengan zat atau mikroba yang
lain.
9. Kesimpulan
- Di antara berbagai macam metode dalam pembuatan VCO, kami
menggunakan metode fermentasi.
- Berdasarkan grafik pengamatan dari tiga kelas, diperoleh grafik
yang berbeda-beda sehingga tak dapat disimpulkan secara pasti
mengenai pengaruh penambahan starter terhadap volume VCO
yang dihasilkan.
- Kadar FFA dalam VCO yang kami dapat adalah 0,28% dan 0,32%.
Sedangkan kadar airnya sebesar 0,3729%. Sehingga diperoleh
VCO dengan kualitas yang baik.
10. Lampiran:
- Kelas 2a:
Menghitung kadar FFA dalam VCO
Volume NaOH X N X BM Asam Lemak Bebas
¿ X 100
Berat Sampel
1,6 ml X 0,1 N X 200
¿ X 100
5033,6 mg
¿ 0,64%
- Kelas 2b:
Menghitung kadar FFA dalam VCO
Volume NaOH X N X BM Asam Laurat
¿ X 100
Berat Sampel
1,7 ml X 0,1 N X 200
¿ X 100
5006,9m g
¿ 0,67%
- Kelas 2c:
Menghitung kadar FFA dalam VCO (simplo)
Volume NaOH X N X BM Asam Laurat
¿ X 100
Berat Sampel
0,7 ml X 0,1 N X 200
¿ X 100
5028,2m g
¿ 0,28%