Anda di halaman 1dari 13

Nama : Rolan Nopiansyah

NIM : 03031381722096
Shift : Rabu (08.00-12.10) WIB
Kelompok : 3 (Tiga)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembuatan minyak kelapa secara tradisional yang biasa dilakukan adalah
dengan cara merebus santan terus menerus hingga didapatkan minyak kelapa.
Minyak yang dihasilkan bermutu kurang baik, jika di uji mutunya akan mempunyai
angka peroksida dan asam lemak bebas yang tinggi, dan juga warna minyak kuning
kecokelatan sehingga minyak akan cepat menjadi tengik dalam dua bulan. Minyak
kelapa yang biasa dibuat melalui proses pemanasan ini dapat diubah menjadi
pembuatan minyak dari kelapa tanpa melalui proses pemanasan.
Salah satu pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan memancing
minyak dalam santan dengan minyak kelapa. Teknologi ini memanfaatkan reaksi
kimia sederhana dimana santan adalah campuran air dan minyak. Kedua senyawa
ini bisa bersatu karena adanya molekul protein yang mengelilingi molekul-molekul
minyak. Penggunaan teknik pemancingan dapat mempengaruhi molekul minyak
dalam santan yang ditarik oleh minyak umpan sampai akhirnya bersatu. Tarikan itu
membuat minyak terlepas dari air dan protein. Minyak yang dihasilkan adalah
minyak kelapa dengan kualitas tinggu yang disebut Virgin Coconut Oil (VCO).
Pada VCO kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat
dipertahankan dan minyak mempunyai warna lebih jernih. VCO memiliki nilai
komersial yang lebih tinggi karena memiliki banyak manfaat dan khasiat. Manfaat
dari penggunaan VCO adalah pada penggunaannya untuk bahan baku industri
pangan dan kosmetik, VCO juga digunakan untuk perawatan tubuh seperti pada
hand body lotion, dan dapat meningkatkan kemampuan metabolisme tubuh.
Ketersediaan bahan baku dalam pembuatan VCO dengan mudah dapat diperoleh.
Kelapa sebagai bahan baku utama sangat melimpah dan peralatan yang digunakan
cukup sederhana. Teknologi yang digunakan untuk pembuatan VCO juga sangat
sederhana dan mudah diterapkan dalam skala rumah tangga. Oleh karena itu,
penelitian akan VCO dalam sebuah skala kecil yaitu laboratorium dapat dilakukan
yang mana penelitian ini berguna sebagai bahan untuk pembelajaran.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh buah kelapa yang digunakan santannya untuk proses
pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)?
2. Bagaimana sifat-sifat minyak yang dihasilkan dari proses pembuatan
Virgin Coconut Oil (VCO)?
3. Bagaimana standar kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang baik?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh buah kelapa yang digunakan santannya untuk
proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).
2. Untuk mengetahui sifat-sifat minyak yang dihasilkan dari proses
pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).
3. Untuk mengetahui standar kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang baik.

1.4. Manfaat
1. Mampu mengetahui pengaruh buah kelapa yang digunakan santannya
untuk proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).
2. Mampu mengetahui sifat-sifat minyak yang dihasilkan dari proses
pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).
3. Mampu mengetahui standar kualitas Virgin Coconut Oil (VCO) yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk dalam genus cocos dan dapat tumbuh
dengan mudah di daerah tropis. Tanaman kelapa banyak ditemukan di daerah pantai
karena memerlukan kelembaban yang tinggi. Buah kelapa berbentuk bulat panjang
dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia. Komposisi buah kelapa terdiri
dari sabut 33 persen, tempurung 12 persen, daging buah 28 persen dan air 25 persen.
Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis dari tanaman palma yang mempunyai buah
berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa pada umumnya berdiri tegak dan tidak
bercabang, dan dapat tumbuh mencapai 10-14 meter lebih. Daunnya berpelepah,
panjangnya dapat mencapai 3-4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang
tiap helaiannya. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat
sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Pohon
kelapa yang sudah besar dan juga subur dapat menghasilkan 2-10 buah kelapa setiap
tangkainya yang dapat dimanfaatkan.
Kelapa diperkirakan dapat ditemukan di lebih dari 80 negara. Indonesia
merupakan negara agraris yang menempati posisi ketiga setelah Filipina dan India,
sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Tanaman kelapa termasuk famili
Palmae. Spesies kelapa menjadi tiga varietas yaitu typical nar, nana griff,
dan aurantica liy. Indonesia mempunyai beberapa jenis varietas typical nar, dan
juga aurantica liy. Kelapa jenis typical nar dikenal dengan nama kelapa dalam,
sedangkan varietas nana griff dikenal dengan kelapa genjah.
Kelapa dalam umumnya memiliki umur panjang (60-80 tahun), dan lambat
berbuah (baru berbuah pada umur 6-10 tahun), sedangkan kelapa genjah umurnya
lebih pendek (30-40 tahun), tetapi lebih cepat berbuah (berbuah pada umur 3-4
tahun). Rata-rata ukuran buah kelapa dalam (varietas typical nar.) lebih besar
daripada ukuran buah kelapa genjah (varietas nana griff.) dan daging buah kelapa
dalam umumnya lebih tebal. Daging buah kelapa mempunyai komposisi yang
berbeda pada berbagai tingkat kematangan. Penggolongan varietas kelapa pada
umumnya didasarkan perbedaan umur pohon mulai berbuah, bentuk dan ukuran
buah, warna buah, serta sifat-sifat khusus yang lain. Tanaman kelapa memiliki
multifungsi yang dapat meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Manfaat
yang dapat kita peroleh dari pohon kelapa sangat banyak, mulai dari batang, daun
dan buahnya, dengan demikian membudidayakan tanaman kelapa secara ekonomis
sangat menguntungkan dalam meningkatkan perekonomian.
Perkebunan tanaman kelapa yang ada di Indonesia sebagian besar
merupakan perkebunan rakyat (96,6%) sisanya milik negara (0,7%) dan swasta
(2,7%). Indonesia dilihat dari data tersebut sangat potensial sebagai penghasil
produk berbahan dasar kelapa, seperti produk kelapa, sabut, tempurung dan
sebagainya. Tetapi kenyataannya dari potensi produksi sebesar 15 milyar butir
kelapa per tahun, kelapa yang dimanfaatkan baru sekitar 7,5 milyar butir pertahu
atau sekitar 50% dari potensi produksi. Masih banyak potensi kelapa yang belum
dimanfaatkan karena berbagai kendala terutama teknologi, permodalan, dan daya
serap pasar yang belum merata. Tanaman kelapa selain sebagai salah satu sumber
minyak nabati, juga sebagai sumber pendapatan bagi keluarga petani, sebagai
sumber devisa negara, penyedia lapangan kerja, pemicu dan pemacu pertumbuhan
sentra-sentra ekonomi baru, serta sebagai pendorong tumbuh dan berkembangnya
industri hilir berbasis minyak kelapa dan produk ikatannya di Indonesia.
Manfaat batang pohon kelapa setelah berumur tertentu telah banyak dikenal
orang Indonesia, yaitu sebagai bahan bangunan, bahan untuk membuat perabotan
rumah tangga, jembatan darurat, kerangka perahu, kayu bakar, dan lainlain. Batang
pohon kelapa yang benar-benar tua dan kering mempunyai keistimewaan di
antaranya tahan terhadap sengatan rayap dan juga tahan terhadap kelembaban
tinggi, dengan demikian bahan bangunan ini tidak mudah keropos. Ditinjau dari
segi estetis setelah bahan diserut menampakkan permukaan dengan tekstur menarik
dan licin. Karakteristik ini cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat-
alat/perabotan rumah tangga. Sabut kelapa memiliki lapisan luar tipis dan licin
setebal 0,14 mm yang warnanya bervariasi dari hijau, kuning sampai jingga,
tergantung kematangan buah. Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang
menghubungkan satu serat dengan serat lainnya. Setiap butir kelapa mengandung
serat 525 gram (75% dari sabut), dan gabus (25% dari sabut).
Sabut kelapa yang telah dibuang gabusnya merupakan bahan alami yang
berharga mahal untuk pelapis jok dan kursi. Setiap orang mengetahui kualitas dari
serabut kelapa yang tua dan kering sehingga banyak dimanfaatkan untuk bahan
baku pembuatan berbagai peralatan sehingga meningkatkan niai tambah dari buah
kelapa. Kelapa yang dikupas bagian serabutnya, maka dijumpai bagian
pembungkus daging buah berupa lapisan yang sangat keras yang dinamakan
tempurung kelapa. Tempurung memiliki berat sekitar 15-20% dari berat
keseluruhan buah kelapa. Penggunaan tempurung sebagai bahan bakar dapat
dibakar secara langsung sebagai kayu bakar, atau diolah menjadi arang. Arang
batok kelapa dapat digunakan sebagai kayu bakar biasa atau diolah menjadi arang
aktif yang dapat diperlukan oleh berbagai industri pengolahan.
Arang batok kelapa memiliki nilai komersial yang cukup tinggi sehingga
dapat menambah penghasilan bagi petani kelapa di Indonesia. Nira adalah cairan
yang diperoleh dari tumbuhan yang mengandung gula pada konsentrasi 7,5 sampai
20%. Nira kelapa diperoleh dengan memotong bunga betina yang belum matang,
dan ujung bekas potongan akan menetes cairan nira yang mengandung gula. Nira
dapat dipanaskan untuk menguapkan airnya sehingga konsentrasi gula meningkat
dan kental, bila didinginkan cairan ini akan mengeras yang disebut gula kelapa.
Nira juga dapat dikemas sebagai minuman ringan.
2.2. Sifat Fisik dan Kimia Virgin Coconut Oil (VCO)
Sifat fisik dan sifat kimia minyak merupakan parameter yang sangat
berguna untuk menentukan cara penggunaan yang tepat dari minyak tersebut. Sifat-
sifat tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu tahapan dari suatu
rangkain pengolahan minyak dan mutu minyak. Sifat fisik minyak terdiri dari warna
titik didih minyak, titik lunak minyak, titik luncur minyak, berat jenis minyak,
indeks bias minyak, titik asap minyak, titik nyala minyak, titik api minyak, titik
cair, bau dan rasa. Sifat fisik diantaranya banyak sekali digunakan untuk
mengevaluasi minyak setelah melewati suatu proses pengolahan, misalnya
pemanasan. Minyak kelapa murni didalamnya terdapat sifat fisik yang perlu kita
ketahui sehingga dapat melakukan pengolahan dengan baik yang pertama adalah
warna, kemudian kekentalan, lalu titik cair dan titik asap serta indeks bias.
Sifat kimia yang paling penting adalah sifat hidrolisis dan teroksidasinya
yang masing-masing dapat ditentukan dengan mengukur bilangan asam dan
bilangan peroksidanya. Sifat kimia minyak yang lain nya adalah jenis dari asam
lemak yang ditentukan dari bilangan penyabunan dan sifat kejenuhannya dari
bilangan yodium tersebut. Proses pengolahan VCO dimaksudkan agar semua
senyawa-senyawa yang bermanfaat yang terdapat di dalam buah kelapa tersebut
tidak termutasi serta tidak akan terkontaminasi oleh bahan-bahan yang berbahaya
di kesehatan tubuh manusia. VCO mengandung 93% asam lemak jenuh tetapi 47%
sampai 53% presentasenya berupa minyak jenuh berantai sedang atau Medium
Chain Fatty Acid (MCFA). Keberadaan asam laurat menyebabkan VCO bersifat
lebih mudah dicerna dan terbakar serta tidak tersintesis dalam tubuh.
Monolaurin juga dapat menarik plasma dari membran bakteri sehingga
dapat bekerja sebagai antibiotik. Dibandingkan dengan minyak kelapa yang biasa,
atau sering juga disebut dengan minyak goreng (minyak kelapa dari kopra), minyak
kelapa murni mempunyai kualitas yang jauh lebih baik lagi. Minyak kelapa kopra
akan berwarna kuning kecoklatan-coklatan, berbau yang tidak harum atau wangi,
dan mudah tengik, sehingga daya simpannya tidak dapat bertahan lama (kurang dari
dua bulan), dari segi ekonomi minyak kelapa murni mempunyai harga jual yang
lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa kopra, sehingga penelitian
mengenai pembuatan VCO masih harus dikembangkan lagi.
VCO tidak bersifat seperti minyak sayur lain yang pada umumnya, minyak
jenis ini dapat mempertahankan struktur kimianya. Jadi VCO sama sekali tidak
mengandung asam lemak trans. Dari komponen asam lemaknya, minyak ini mirip
dengan air susu. Sifat fisik dari VCO antara lain warnanya yang bening, beraroma
harum, serta encer. Saat ini VCO telah diproduksi secara luas di berbagai negara.
Ada beberapa metode dalam proses pembuatan VCO, akan tetapi semuanya tetap
harus memenuhi standar kandungan air yang berada di dalam VCO yaitu harus
kurang dari 0,1%. Pada proses pembuatan VCO hal yang harus diperhatikan adalah
bahan yang digunakan sebagai bahan baku nya. Kelapa yang digunakan adalah
kelapa harus yang masih segar, karena kualitas kelapa yang digunakan akan sangat
berpengaruh pada kualitas yang dihasilkan oleh produk yaitu VCO.
2.3. Pengolahan Minyak Kelapa
Pengolahan minyak kelapa di tingkat petani ditandai oleh produktivitas
rendah dan tidak efisien, disebabkan kurangnya sumberdaya manusia dalam bidang
pengolahan hasil, rendahnya mutu, tampilan produk kurang menarik, pola
pengolahan berorientasi subsisten, sistem proses manual, jenis dan jumlah produk
terbatas, selain itu minimnya sarana dan prasarana pengolahan serta pemasaran.
pengembangan industri pertanian, seperti industri pengolahan kelapa, sebagian
besar menerapkan teknologi tingkat sedang, penanganan kurang efisien, fasilitas
terbatas, kurangnya tenaga terampil dan biaya produksi tinggi. Akibat sistem
tersebut produk yang dihasilkan tidak kompetitif.
Pengembangan industi kelapa dimasa mendatang perlu
mempertimbangkan prinsip pengolahan mudah dilakukan petani dan produk
memenuhi syarat mutu, diperlukan industri skala besar yang menggunakan
teknologi maju yang dioperasikan kontinu agar produk yang dihasilkan kompetitif,
terutama dipasaran ekspor, dan meningkatkan efisiensi pengolahan dan
pengembangan produk bernilai ekonomi cukup tinggi dan mempunyai pasaran luas.
Teknologi pengolahan minyak kelapa sangat beragam, mulai teknologi sederhana
pada skala rumah tangga sampai dengan teknologi maju pada industri pengolahan
minyak skala besar. Berbagai teknologi dan skala usaha pengolahan minyak kelapa
mempunyai persyaratan tertentu baik dari aspek teknis proses dan pengelolaannya.
Pengolahan minyak kelapa umumnya dikenal dua metode, yakni pengolahan cara
basah dan cara kering. Cara basah adalah pengolahan minyak yang melalui proses
pengolahan santan, sedangkan proses kering tanpa melalui pengolahan santan.
Berdasarkan kedua kelompok teknologi pengolahan ini dikembangkan
berbagai modifikasi dengan tujuan untuk menghasilkan minyak bermutu dan
efisiensi dalam pengolahan yang tinggi. Variasi teknologi pengolahan akan
mempengaruhi mutu produk minyak yang dihasilkan dan nilai ekonomi
pengolahan. Pemahaman akan teknologi pengolahan minyak kelapa, mutu produk
dan nilai ekonomi pengolahan akan dapat membantu petani dan stakeholder untuk
menentukan pilihan teknologi yang sesuai untuk menghasilkan minyak dengan
mutu tertentu dan juga secara ekonomi sangat menguntungkan serta praktis
dioperasionalkan. Teknologi pengolahan kelapa tradisional dapat dijumpai pada
pengolahan skala kecil atau usaha perajin, contoh pengolahan minyak klentik secara
manual. Teknologi inovatif dijumpai pada pengolahan skala menengah dengan
sistem proses sebagian secara mekanis, yakni pengolahan minyak kelapa semi
mekanis. Teknologi maju dijumpai pada industri pengolahan minyak kelapa kasar
dan minyak goreng yang prosesnya dipurifikasi.
Berdasarkan sistem pengolahan, pengolahan kelapa dapat dibagi dalam dua
sistem, yakni parsial dan terpadu. Pengolahan parsial adalah cara pengolahan
dengan memanfaatkan sebagian atau salah satu dari komponen hasil kelapa yang
terdiri dari sabut, tempurung, daging dan air kelapa dalam satu unit proses, seperti
pengolahan kopra, dan penyeratan sabut. Pengolahan terpadu adalah cara
pengolahan yang mendayagunakan seluruh komponen hasil kelapa pada beberapa
unit proses dalam satu unit pengolahan. Unit pengolahan kelapa terpadu dapat
menerapkan pengolahan dengan cara kering atau cara basah tergantung pada
produk yang akan dihasilkan dan nilai manfaatnya. Pengolahan kelapa terpadu akan
meningkatkan nilai tambah komoditas kelapa dan peningkatan harga kelapa butiran
yang akan diterima petani. Pengembangan pengolahan terpadu akan lebih
menguntungkan dibanding dengan pengolahan parsial antara lain peningkatan
efisiensi bahan baku, perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan petani, dan
pemantapan keterkaitan antar sektor industri, pertanian, jasa dan sektor lainnya.
Pengolahan minyak kelapa cara basah (Wet process) adalah cara
pengolahan minyak melalui proses santan terlebih dahulu. Santan yang diperoleh
difermentasi atau dimasak, disaring, diperoleh minyak kelapa, cara ini dikenal
dengan Kicthen method. Pengolahan minyak cara basah di tingkat petani kapasitas
olah rendah, tidak efisien dan minyak mudah tengik, karena pemasakan kurang
sempurna. Minyak kelapa yang diolah secara tradisional dengan cara basah dikenal
dengan nama minyak klentik. Minyak klentik umumnya berkadar air cukup tinggi
yakni 0.10 - 0.11% dan kadar asam lemak bebas 0.08 - 0.09%. Minyak tersebut jika
disimpan dalam wadah berbahan plastik atau botol yang transparan atau tembus
cahaya, selama satu bulan, kadar air dan asam lemak bebas masing-masing akan
meningkat menjadi 0.15 – 0.16% dan 0.12 - 0.13%.
Minyak klentik yang dihasilkan dengan cara tradisional sebaiknya tidak
disimpan lama atau segera dikonsumsi. Pada tahun 1971, dikembangkan
pengolahan minyak cara basah, dikenal dengan Agueous procces. Teknik
pengolahannya adalah daging kelapa diparut, ditambahkan air dengan
perbandingan 1:1, dipres dan diperoleh santan. Santan disentrifus, dan membentuk
tiga lapisan yakni krim (lapisan atas), skim (lapisan tengah) dan residu (lapisan
bawah). Diproses lanjut maka krim akan menghasilkan minyak, skim menghasilkan
cocopro syrop dan residu menghasilkan cocotein. Minyak yang dihasilkan bermutu
tinggi, dikategorikan minyak murni (Clear oil atau Natural oil) dan hasil ikutannya
tepung kelapa dan arang (Hagenmaier, 1977).
Lebih lanjut dilaporkan Hagenmaier bahwa pengolahan minyak dengan
Aqueous process akan menghasilkan beberapa jenis minyak kelapa, yakni Natural
oil atau Clear oil, yang ditandai dengan kadar asam lemak bebas sama dengan atau
kurang dari 0.05% (dihitung sebagai asam laurat), kadar air sama atau kurang dari
0.02-0.08 %, bau khas dan bening, dan Expelled oil, minyak yang dihasilkan dari
kulit ari yang merupakan residu atau hasil samping pada pengolahan minyak murni
(Natural oil). Expelled oil berkadar air 0.09-0.15 %, kadar asam lemak bebas 0.05%
dan berwarna kuning. Pengolahan minyak dengan cara agueous procces, kedua
jenis minyak Natural oil dan expelled oil ini diolah secara terpisah.
Pengolahan minyak dengan metode fermentasi saat ini sedang
dikembangkan, dengan menggunakan inokulum yang berasal dari fermentasi santan
terlebih dahulu. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 2 hari. Proses
pengolahan minyak dengan cara fermentasi akan meningkatkan rendemen hasil
minyak dibanding dengan proses fermentasi tanpa menggunakan inokulum atau
yang lazim pada pengolahan minyak klentik. Selain itu pada proses pemasakan
minyak membutuhkan energi panas relatif sedikit dibanding dengan pengolahan
minyak cara basah. Penelitian ini tidak dilaporkan mutu minyak kelapa yang
dihasilkan. Pengolahan minyak cara kering dirintis oleh Hiller tahun 1963 dengan
metode pengolahannya sebagai berikut yaitu butiran kelapa dimasak, sehingga
terpisah daging kelapa dari tempurung. Daging kelapa dicacah, dikeringkan secara
vakum dan daging kelapa yang kering dipres.
Produk yang dihasilkan terdiri dari minyak dan tepung kelapa putih.
Pengolahan minyak cara kering skala kecil yang dikembangkan di Sri Lanka
dengan metode Intermediate Moisture Content (IMC), cara kerjanya sebagai
berikut: kelapa diparut dan dikeringkan dengan sinar matahari, sampai kadar air 11-
12%, kemudian dipres dengan pengepres semi mekanis sistem skru. Efisiensi
ektraksi sekitar 61%, minyak tidak berwarna, aroma khas, kadar air 0.1%, kadar
asam lemak bebas 0.1%, hasil samping adalah bungkil putih. Minyak yang
dihasilkan dengan metode IMC dikategorikan minyak klentik. Kelemahan metode
IMC adalah kapasitas olah rendah 200 butir/hari.
Teknologi ini, lebih sesuai pada daerah dengan upah tenaga kerja rendah
dan terdapat industri pengolahan bungkil putih. Teknologi pengolahan cara kering
yang menggunakan bahan baku kopra telah berkembang secara luas sampai
sekarang dalam industri pengolahan minyak skala besar. Minyak kelapa kasar yang
dihasilkan dari kopra umumnya tidak layak dikonsumsi langsung, karena kadar
asam lemak bebas tinggi, warna coklat tua dan bau tengik. Perbaikan mutu minyak
kopra menjadi minyak goreng layak konsumsi, telah dikembangkan sistem
penjernihan dan deodorisasi, yang berfungsi menghilangkan bau menyengat,
merubah warna minyak menjadi kuning muda atau tidak berwarna dan menurunkan
kadar asam lemak bebas yang ada didalamnya.
pendekatan yang patut dipertimbangkan dalam pengembangan produk
minyak kelapa masa depan antara lain penggunaan teknologi tepat guna,
partisipatif, pemasaran dan kelembagaan. Teknologi tepat guna adalah inovasi
teknologi yang memenuhi kriteria secara teknis teknologi dapat diterapkan oleh
pengguna, memberi nilai tambah dan insentif yang memadai, dapat diterima oleh
pengguna, dan teknologi ramah lingkungan. Menciptakan teknologi tepat guna atau
teknologi inovatif tidaklah mudah, namun kedepan harus mampu dilakukan,
sehingga keberlanjutan penerapan teknologi lebih terjamin. Pendekatan partisipatif
adalah memberdayakan masyarakat agar mampu mendukung pembangunan
sumber daya manusia secara berkelanjutan. Mengembangkan pendekatan
partisipatif berarti melaksanakan pendidikan masyarakat, pemerintah berperan
sebagai fasilitator untuk saling belajar, membagi pengetahuan dan pengalaman.
2.4. Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipid. Suatu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipid (termasuk
minyak dan lemak) adalah kelarutannya dalam pelarut organik (pelarut non polar)
dan sebaliknya ketidaklarutannya dalam pelarut air dan pelarut polar lainnya.
Trigliserida merupakan kelompok lipid yang terdapat paling banyak dalam jaringan
hewan dan tanaman. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Lemak diartikan sebagai
trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat, sedangkan
minyak adalah trigliserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Metode-metode
analisis senyawa-senyawa lemak, resin, dan sebagainya biasanya terdiri atas
penentuan sejumlah bilangan-bilangan fisika dan kimia yang umumnya dikenal
sebagai suatu konstanta meskipun dalam batas-batas tertentu. Lemak yang secara
alami banyak mengandung berbagai asam lemak yang meliputi asam lemak dengan
jumlah atom karbon 2-40 tetapi yang paling dominan adalah C18 dan C20.
Asam lemak adalah asam monokarboksilat rantai lurus tanpa cabang yang
mengandung atom karbon genap mulai dari C-4, tetapi yang paling banyak adalah
C-16 dan C-18. Asam lemak dapat dikelompokkan berdasarkan panjang rantai, ada
tidaknya ikatan rangkap dan isomer trans-cis. Asam lemak berdasarkan panjang
rantai meliputi asam lemak rantai pendek yang mengandung jumlah atom karbon
C-4 sampai C-8, asam lemak rantai sedang mengandung atom karbon C-10 dan C-
12, dan asam lemak rantai panjang mengandung jumlah atom karbon C-14 atau
lebih. Berdasarkan jumlah ikatan rangkap asam lemak terdiri dari asam lemak jenuh
dapat dibagi tiga golongan, asam lemak jenuh karena tidak mempunyai ikatan
rangkap, asam lemak tak jenuh tunggal hanya memiliki satu ikatan rangkap dan
asam lemak tak jenuh jamak memiliki lebih dari satu ikatan rangkap.
Uji kualitas minyak kelapa murni secara organoleptik meliputi warna, bau
dan rasa. Jika tidak terlihat warna lain atau kuning pucat maka hasilnya dinyatakan
normal. Bau minyak kelapa murni yang alamiah dan normal dianggap berbau
tengik. Bau tengik timbul karena proses oksidasi berkepanjangan. Jika tercium bau
minyak kelapa segar dan tengik maka hasilnya dinyatakan normal. Rasa serik
ditenggorokan yang timbul pada saat mengonsumsi minyak kelapa murni adalah
normal. Semua gejala normal dan bukan minyak kelapa murninya rusak. Hasilnya
dinyatakan normal bila rasa khas minyak kelapanya. Kadar air adalah jumlah dalam
persen bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu dan waktu tertentu, Jika
dalam minyak terdapat air, maka akan mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat
menyebabkan kerusakan rasa dan bau tengik pada minyak. Kadar air makanan
terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya air terikat secara lemah, air teradsorbsi
pada permukaan makromolekul seperti protein, pektin, pati dan selulosa.

2.4. Standar Kualitas VCO


Mutu atau kualitas dari suatu bahan pangan adalah parameter yang
membedakan antara produk yang mempunyai kualitas baik, serta merupakan suatu
yang pasti untuk menilai tingkat kepercayaan dari bahan tersebut baik oleh
produsen maupun oleh konsumen. Mutu dari suatu bahan yang baik secara
keseluruhan harus di tentukan tidak hanya menganalisa komponen-komponen
tersebut. Seiring dengan makin meningkatnya dari permintaan maka semakin
banyak orang yang terjun ke bisnis VCO.
Terdapat jenis produk mentawai VCO, natural virgin, arbaa kifika, dan virgin
oil. Belum ada asosiasi serta perhatian yang cukup dari pemerintah terhadap minyak
kelapa murni ini sehingga standar mutu produk pun berbeda-beda. Seharusnya,
menurut standar internasional, kandungan asam laurat di minyak kelapa murni ini
minimal 25%. Jika kandungannya kurang dari 25%, minyak ini relatif tidak
berkhasiat. Standar acuan yang digunakan menentukan kualitas dari VCO adalah
berdasarkan standar Asian Pacific Coconut Community (APCC).
Menurut standar mutu yang ditetapkan oleh Asian Pacific Coconut
Community, VCO yang berkualitas sangat tinggi mengandung asam kaproat sebesar
(0,4% sampai 0,6%), asam kaprilat (5% sampai 10%), asam kaprat (4,5% sampai
8%), asam laurat (40% sampai 43%), asam miristat (16% sampai 21%), asam
palmitat (7,5% sampai 10%), asam stearat (2% sampai 4%), asam oleat (5% sampai
10%), asam linoleat (1% sampai 2,5%), dan asam linolenat (0,1% sampai 0,5%).
VCO memilki nilai free fatty acid (FFA), yang rendah dibandingkan dengan
kandungan free fatty acid (FFA) minyak kelapa.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1. Beker gelas atau Erlenmeyer
2. Inkubator
3. Pengaduk
3.1.2. Bahan
1. Enzim Papain atau Bromelin
2. Santan 200 ml

3.2. Prosedur Percobaan


1. Buat Larutan Enzim (5 gram, 10 gram, 15 gram) dan masukkan kedalam
santan sambal diaduk secara perlahan. Kemudian diamkan dan masukan
kedalam inkubator selama 24 jam. Sehingga santan mengeluarkan
minyaknya. Amati perubahan yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai