Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia negara tropis dengan banyaknya pulau adalah negara produsen
kelapa utama di dunia. Hal ini terjadi karena kelapa umumnya tumbuh di kawasan
pantai. Hampir pada semua provinsi di Indonesia dapat dijumpai tanaman kelapa
baik itu tumbuh sendiri ataupun berupa perkebunan rakyat. Kelapa sering disebut
sebagai pohon kehidupan karena sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di
seluruh dunia. Hampir semua bagian kelapa memberikan manfaat Beberapa jenis
produk kelapa antara lain santan, gula, air kelapa, lidi, janur, dan daging kelapa.
Daging buah kelapa dapat diolah menjadi santan yang diperoleh dengan
melakukan pemerasan terhadap daging buah kelapa parut. Santan dapat kita olah
menjadi campuran untuk digunakan pada berbagai masakan. Produk dari santan
kelapa yang sedang populer belakangan ini yaitu Virgin Coconut Oil (VCO) yang
sangat bermanfaat dalam kehidupan manusia. Proses pada pembuatan VCO tidak
membutuhkan biaya yang mahal karena bahan bakunya mudah didapat dengan
harga yang murah dan juga proses pengolahannya yang sederhana. VCO memiliki
kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan minyak kelapa biasa.
VCO mengandung asam lemak jenuh rantai sedang dan pendek yang
tinggi, sehingga sifat istimewa inilah yang membuat minyak kelapa menjadi lebih
baik dari minyak goreng lainnya. Asam lemak jenuh rantai sedang pada VCO
tidak menimbulkan penyakit karena mudah diserap oleh tubuh dan cepat diubah
menjadi energi. VCO dalam pencernaan manusia tidak membebani kerja pankreas
sehingga tidak menyebabkan terjadinya diabetes dan tidak memperburuk kondisi
penderita diabetes. Manfaat asam lemak jenuh dalam VCO yaitu memberi zat gizi
dan melindungi tubuh dari penyakit menular ataupun penyakit degeneratif. VCO
relatif tahan terhadap panas, cahaya, dan oksidasi sehingga memiliki daya simpan
yang lama. Maka dari itu karena VCO memiliki banyak sekali manfaat, dilakukan
percobaan pembuatan VCO dengan metode pengenziman dengan enzim papain
dari buah pepaya dan juga metode pengasaman dengan buah jeruk nipis.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh penambahan jeruk nipis pada VCO?
2. Bagaimana pengaruh getah pepaya pada pembuatan VCO?
3. Bagaimana karakteristik VCO yang dihasilkan?

1.3. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui pengaruh penambahan jeruk nipis pada VCO.
2. Menganalisa pengaruh getah pepaya pada pembuatan VCO.
3. Mempelajari karakteristik VCO yang dihasilkan.

1.4. Manfaat Percobaan


1. Dapat mengetahui pengaruh penambahan jeruk nipis pada VCO.
2. Dapat menganalisa pengaruh getah pepaya pada pembuatan VCO.
3. Dapat mempelajari karakteristik VCO yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip Pembuatan Minyak Kelapa Murni


Pembuatan minyak kelapa murni (VCO) tidak sesulit yang dibayangkan.
Teknologi pembuatan VCO telah dilakukan oleh nenek moyang kita secara turun-
temurun, tapi pembuatan dengan cara tradisional perlu dibenahi agar kualitas dari
VCO yang dihasilkan lebih baik. Teknologi yang diterapkan sangat sederhana dan
bahan bakunya tersedia melimpah di Indonesia. Oleh karena itu pembuatan VCO
sangat memungkinkan diterapkan oleh petani di pedesaan (Salsabila, 2016).
Kandungan kimia paling utama dalam sebutir kelapa yaitu air, protein,
dan lemak. Ketiga senyawa tersebut adalah jenis emulsi dengan protein sebagai
emulgatornya. Emulsi merupakan cairan yang terbentuk karena campuran dua zat
atau lebih yang sama. Zat yang satu terdapat dalam keadaan terpisah secara halus
atau merata di dalam zat yang lain, sementara yang dimaksud dengan emulgator
adalah zat yang berfungsi untuk memperkuat emulsi tersebut. Protein dari ikatan
tersebut lalu akan mengikat butir-butir minyak kelapa dengan suatu lapisan tipis
sehingga butir-butir minyak tidak akan bisa bergabung, demikian juga dengan air.
Emulsi tersebut tidak akan pernah pecah karena masih ada tegangan muka protein
air yang lebih kecil daripada protein minyak. VCO baru bisa keluar jika ikatan
emulsi tersebut dirusak, ada beberapa cara untuk merusak emulsi tersebut yaitu
diantaranya dengan metode tradisional, penggaraman, dan pengasaman (Sari dan
Andayani, 2009). Masing-masing dari cara tersebut memiliki kelebihan dan juga
kekurangan, namun secara umum teknologi tersebut sangatlah aplikatif.
2.1.1. Pembuatan Minyak Kelapa Murni Metode Tradisional
Pembuatan VCO secara tradisional sudah sejak lama dipraktikkan oleh
ibu-ibu di pedesaan. VCO yang dihasilkan digunakan untuk minyak goreng. VCO
yang dijadikan minyak goreng lebih dikenal dengan nama minyak kelentik atau
minyak krengseng. Pembuatan minyak kelapa ini merupakan upaya pemanfaatan
buah kelapa yang dipanen dari kebunnya sendiri. Kelapa yang dipakai biasanya
yang sudah dipanen dan hanya mampu bertahan selama 1-2 bulan. Buah kelapa

3
4

yang didiamkan lebih dari 1-2 bulan akan membusuk, ataupun tumbuh menjadi
anakan baru. Mahalnya harga minyak goreng baik yang berbahan baku kelapa,
kelapa sawit, jagung, atau kedelai di pasaran juga jadi alasan pengolahan VCO.
Minyak kelapa umumnya diproduksi dalam jumlah sedikit 20-25 butir
kelapa dalam sekali produksi dan menghasilkan sekitar 2-3 liter minyak kelapa,
tergantung dari kualitas kelapa yang digunakan dan juga proses pembuatannya.
Frekuensi pembuatannya pun relatif cukup lama, biasanya sampai minyak goreng
tersebut habis. Produksi minyak kelapa dengan jumlah sedikit juga disebabkan
karena daya simpan minyak kelapa goreng tidak bisa terlalu lama, hanya sekitar 1-
2 bulan yang disebabkan oleh adanya proses pemanasan. Suhu saat pemanasan
mencapai 80°C, pada saat proses pemanasannya berlangsung banyak kandungan
antioksidan yang menguap dan hampir semua jenis protein mengalami denaturasi.
Salsabila, (2016) menyatakan bahwa, proses pembuatan minyak kelapa
murni dengan cara tradisional sangat mudah untuk diterapkan oleh petani yang di
pedesaan karena peralatan yang digunakannya sangat sederhana dan teknologi
prosesnya pun cenderung mudah. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
VCO secara tradisional yaitu daging buah kelapa. Sementara bahan tambahan
pada proses pembuatan VCO secara tradisional tidak diperlukan. Kualitas bahan
yang digunakan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas VCO yang dihasilkan.
Kualitas dari VCO juga dipengaruhi dengan bagaimana proses produksi. Kualitas
bahan yang digunakan berpengaruh terhadap rendemen VCO yang dihasilkan.
Baiknya mutu kelapa yang digunakan, maka hasil rendemennya semakin tinggi.
Metode pembuatan VCO secara tradisional terdiri dari persiapan alat dan
bahan, pembelahan kelapa, pemarutan kelapa, pemerasan kelapa menjadi santan
kelapa, pemanasan kelapa hingga menjadi minyak dan pengemasan minyak VCO.
Kualitas VCO yang dihasilkan diuji melalu cara menilai angka penyabunan dan
bilangan asam dari VCO. Produksi minyak kelapa metode tradisional dalam satu
hari oleh Hasibuan dkk. (2018), dilakukan sebanyak tiga kali tahapan produksi.
Maluku menjadi salah satu daerah yang memproduksi VCO secara
tradisional. Cara tradisional masih dilakukan karena lebih mudah dan tidak
memerlukan banyak biaya. Harga pasaran minyak kelapa yang diolah secara
5

modern lebih mahal dijadikan alasan karena buah kelapa yang bertumpuk dapat
dimanfaatkan karena sulit dipasarkan pada saat musim panen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi minyak kelapa pada umumnya adalah pH, konsentrasi
inokulum, temperatur, bahan baku kelapa, dan lamanya proses pengolahan.
Pengolahan secara tradisional kerap kali dianggap kurang efektif dan
dialihkan dengan pengolahan metode fermentasi. Hasil pengolahan dengan cara
fermentasi mendapatkan kondisi yang lebih optimal dan jumlah serta kualitas
minyak kelapa juga menjadi lebih optimal. Minyak kelapa secara fermentasi juga
lebih banyak dan warnanya lebih jernih (Yurnaliza, 2007). Minyak kelapa juga
dapat diolah dengan cara pengasaman sebagai pengganti metode tradisional.
Kelebihannya terlihat dari warnanya yang lebih bening dan daya simpannya yang
lebih lama, mencapai 10 tahun. Proses pembuatannya tidak membutuhkan tenaga
tambahan dan biaya pengolahannya tidak terlalu mahal, selain cara fermentasi ada
metode pemanasan, penggaraman, kombinasi, metode basah, dan kering.
2.1.2. Pembuatan Minyak Kelapa Murni Metode Penggaraman
Metode pengaraman prosesnya tanpa pemanasan seperti pada pembuatan
minyak tradisional, sehingga minyak yang diperoleh bisa tahan lama, lebih dari
satu tahun karena prosesnya tanpa pemanasan. Langkah yang dilakukan untuk
mengganggu kestabilan di santan adalah pemanasan, pengasaman, pemancingan,
penggaraman, dan metode fermentasi. Pemakaian garam CaCO 3 sebagai metode
penggaraman membuat emulsifier untuk emulsi air dalam minyak. Proses dengan
menambah garam calsium ke dalam santan membuat sistem emulsi menjadi rusak,
maka dapat dihasilkan minyak dari santan kelapa (Susilowati, 2009).
Metode pembuatan minyak kelapa dengan cara penggaraman dilakukan
dengan menambahkan larutan garam pada krim santan yang telah diperoleh dari
tahap awal pembuatan minyak. Garam digunakan yaitu sebagai perusak kestabilan
emulsi. Metode penggaraman dilakukan dengan tujuan untuk pemecahan sistem
emulsi santan dengan pengaturan ke larutan protein di dalam garam. Protein yang
terdapat di dalam santan akan larut karena adanya penambahan garam. Kelarutan
protein akan turun seiring dengan peningkatan di konsentrasi garam, lalu terjadi
pemisahan antara cairan minyak dengan air (Sari dan Andayani, 2009)
6

Prinsip dari cara penggaraman ini adalah dengan menambahkan garam-


garam tertentu ke dalam krim santan, sehingga krim santan dapat mengeluarkan
banyak minyak dan protein setelah beberapa waktu. Metode penggaraman ini
meliputi proses tanpa pemanasan seperti pembuatan tradisional. Kelemahan dalam
pembuatan VCO menggunakan cara penggaraman ini adalah dapat menimbulkan
pencemaran pH limbah dari pengaraman yang cukup tinggi (Susilowati, 2009).
2.1.3. Pembuatan Minyak Kelapa Murni Metode Pengasaman
Proses pembuatan VCO dengan metode pengasaman dari jeruk nipis
dilakukan dengan cara jeruk nipis disiapkan sebanyak 6 kg. Buah jeruk nipis diiris
menjadi empat bagian menggunakan pisau kemudian diperas dan air jeruk nipis
disaring. Air jeruk nipis dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer steril sebanyak
3.050 mL, lalu perasan jeruk nipis digunakan dalam metode pengasaman dalam
pembuatan VCO. Daging buah kelapa yang telah dipisahkan dengan kulitnya
kemudian digiling sehingga dihasilkan kelapa parut. Kelapa parut ditambahkan air
lalu diperas sehingga dihasilkan santan. Santan diambil dan dibagi menjadi 1.000
mL sebanyak 15 unit percobaan. Santan ditambahkan cairan jeruk nipis sesuai
sebanyak 0%, 2%, 4%, 6%, dan 8% dari santan sambil diaduk selama 5 menit,
kemudian didiamkan selama 12 jam. Minyak murni yang akan dihasilkan disaring
dengan menggunakan kertas saring dan ditampung dalam wadah yang telah
disiapkan untuk dianalisis rendemen, kadar air, kadar asam lemak bebas, angka
asam, bilangan penyabunan, dan sensoris produk minyak (Ayu dkk, 2016).
Metode pengasaman ini dilakukan dengan penambahan asam ke dalam
santan kelapa yaitu dengan tujuan untuk memecah protein atau denaturasi protein
sehingga VCO keluar dari proteinnya. Asam yang ditambahkan akan memutuskan
ikatan lemak dengan protein dalam santan sehingga minyak dapat dipisahkan.
Asam akan mengakibatkan kondisi menjadi asam sekitar pH 4,5. Protein pada
keadaan tersebut akan berada pada titik isoelektrik, sehingga protein akan mudah
terpecah. Titik isoelektrik yaitu ketika pH suatu makromolekul bermuatan nol
diakibatkan karena bertambahnya proton atau kehilangan muatan karena reaksi
asam basa. Muatan akan hilang secara sebagaian atau keseluruhan selama proses
ionisasi pada titik isoelektrik terjadi (Aprilasani dan Adiwarna, 2014).
7

Perusakan atau denaturasi protein santan dengan cara pengasaman pada


prinsipnya adalah karena terbentuknya ion zwitter pada kondisi isoelektronik, ion
terbentuk karena molekul memiliki muatan yang berlawanan pada masing-masing
ujungnya. Protein dalam santan kelapa mengandung gugus NH2 yang memiliki
muatan positif dan juga gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Asam yang
ditambahkan hingga pH 4,3-4,5 akan mempengaruhi proses terbentuknya minyak
sehingga lebih banyak mengeluarkan minyak melalui pemecahan emulsi protein.
Nilai pH yang berada pada kondisi di bawah titik isoelektrik maka muatan partikel
koloid akan bermuatan positif. Nilai pH yang berada di atas titik isoelektrik maka
muatan koloid akan berubah menjadi netral ataupun menjadi negatif. Perbedaan
muatan tersebut akan membuat santan memiliki tiga lapisan yaitu lapisan protein,
minyak, dan air. Air dari reaksi hidrolisis pemecahan emulsi (Susanto, 2013).
Metode pengasaman dapat dioptimalkan dari bantuan proses pemanasan
dan pengadukan. Pemanasan dapat dilakukan di panas matahari melalui sebuah
solar heater sehingga biaya dan energi yang dikeluarkan lebih sedikit (Rahardjo
dan Firdaus, 2019). Pengadukan pada metode pengasaman akan mengakibatkan
hilangnya kestabilan protein dalam santan sehingga kelarutan berkurang. Lapisan
dalam protein yang bersifat hidrofobik akan keluar dan bagian luar yang bersifat
hidrofilik masuk ke dalam sehingga protein akan terkoagulasi dan mengendap.
Protein yang terkoagulasi dan mengendap akan membuat lapisan minyak dan air
terpisah. Waktu pengadukan yang semakin lama maka kandungan air akan jadi
semakin besar sehingga densitas semakin besar, bilangan asam semakin besar, dan
penyabunan semakin kecil (Aprilasani dan Adiwarna, 2014). Waktu di inkubasi
VCO dengan metode pengasaman dapat berpengaruh pada hasil yang didapat.
Waktu inkubasi yang semakin lama akan menyebabkan semakin banyak protein
yang terurai sehingga volume minyak akan semakin besar (Miskah, 2008).
Penambahan asam berupa asam asetat dalam proses produksi VCO dapat
mempengaruhi rendemen yang diperoleh. Penambahan asam asetat sebesar 1-2%
akan dapat menghasilkan rendemen VCO yang paling besar sehingga diduga pada
kondisi penambahan asam asetat 1-2% dapat menyebabkan kondisi mencapai pH
isoelektrik yaitu mencapai pH 4,5. Konsentrasi asam asetat yang semakin besar
8

maka semakin mempercepat proses denaturasi protein menjadi minyak tetapi tetap
perlu menjaga pH agar berada di titik isoelektrik (Aprilasani dan Adiwarna,
2014). Metode pengasaman pada produksi VCO menggunakan asam jawa akan
menghasilkan VCO yang memiliki rasa tidak tengik dan volume minyak yang
lebih tinggi dibandingkan menggunakan metode lainnya. Fraksi tidak tersabunkan
yang dihasilkan oleh metode pengasaman memiliki rata-rata sekitar 0,518% yang
jauh lebih kecil dibandingkan hasil dari metode pemanasan. Hasil fraksi tidak
tersabunkan pada metode pemanasan adalah 0,786% (Susanto, 2013).
Bilangan iodium VCO yang dihasilkan dari metode pengasaman cukup
untuk memenuhi syarat standar mutu VCO. Bilangan iodium yaitu bilangan yang
menunjukkan derajat ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak. Iodium akan
mengadisi ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh sehingga nilai bilangan
tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Pengasaman akan
menyebabkan reaksi hidrogenasi. Kondisi yang terlalu asam pada saat produksi
VCO maka jumlah asam lemak tidak jenuh akan semakin menurun.
Bilangan peroksida VCO yang dihasilkan dari metode pengasaman relatif
lebih kecil daripada hasil metode pamanasan. Bilangan peroksida VOC dari hasil
metode pemanasan relatif lebih tinggi karena beberapa senyawa komponen dapat
rusak selama di pemanasan dan berinteraksi dengan oksigen yang ada. Metode
pengasaman yang tidak menggunakan pemanasan tidak akan merusak senyawa
komponen tersebut. Penggunaan pengasaman di dalam proses pengolahan VCO
dapat menghasilkan asam lemak bebas yang tinggi. Nilai bilangan peroksida yang
terlalu besar maka semakin kuat proses oksidasi yang terjadi pada produk minyak
kelapa sehingga dapat menyebabkan VCO memiliki bau tengik (Susanto, 2012).
Warna VCO yang dihasilkan dari metode pengasaman akan lebih jernih
dibandingkan VCO yang dihasilkan dengan metode fermentasi. Warna di minyak
yang terbentuk dalam metode pengasaman VCO disebabkan karena tidak adanya
pemanasan. Hidrolisis dan oksidasi komponen karbohidrat, protein, dan minyak
selama proses pemanasan akan dapat mempengaruhi warna di minyak. Metode
pengasaman yang tidak membutuhkan pemanasan membuat warna VCO yang
dihasilkan akan lebih jernih bila dibandingkan metode lainnya sehingga nilai jual
VCO dari metode pengasaman akan lebih tinggi (Saputra dkk, 2019).
9

2.2. Kegunaan Minyak Kelapa Murni


VCO memiliki banyak manfaat terutama dalam bidang kesehatan yaitu
diantaranya merupakan antibakteri, antivirus, antijamur, dan antiprotozoa alamiah.
Asam laurat di dalam tubuh akan diubah menjadi monolaurin dan asam kaprat
menjadi monokaprin. Keduanya bersifat antivirus, antibakteri, antijamur, dan juga
antiprotozoa. Struktur membran asam lemak jenuh VCO menyerupai membran
lemak dari virus atau bakteri serta ukuran molekul VCO kecil maka VCO mudah
masuk ke dalam membran dan juga menghancurkan mikroorganisme.
Standarisasi produk minyak VCO merupakan tahap analisis baku dan
terpadu yang bertujuan untuk menjamin produk minyak VCO yang berkualitas,
berkhasiat. VCO memiliki komposisi senyawa yang berkhasiat seperti kandungan
asam-asam lemaknya. Penentuan khasiat berguna meningkatkan kemanfaatan dari
VCO. Hasil dari analisis Gas Chromatography dan Mass Spectroscopy (GC-MS)
menunjukkan adanya 9 jenis asam lemak yang terkandung dalam minyak VCO
(Asy’ari dan Cahyono, 2006). Komponen utama VCO terdiri dari sekitar 90% dan
asam lemak tak jenuh sekitar 10%. VCO mengandung 92% lemak jenuh, 6%
lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli bersifat tidak jenuh (Price, 2004).
Kemampuan minyak VCO sebagai antivirus dapat mengatasi beberapa
jenis penyakit diakibatkan pengembangbiakan virus di dalam tubuh manusia bila
dikonsumsi secara teratur. Penyakit-penyakit yang berasal dari virus namun belum
ditemukan obat yang tepat seperti flu burung, penyakit AIDS, hepatitis, dan jenis
penyakit dari virus lainnya dapat ditangkal dengan mengonsumsi VCO. VCO juga
dapat mengatasi masalah kegemukan, menyuburkan rambut hingga penyakit yang
tergolong berat seperti kanker prostat, jantung, dan darah tinggi serta diabetes.
VCO sangat kaya dengan kandungan asam laurat yang berkisar 50-70 %.
Asam laurat dalam tubuh manusia akan diubah menjadi monolaurin yang bersifat
antivirus, antibakteri dan antiprotozoa serta asam-asam lain seperti asam kaprilat,
yang didalam tubuh manusia diubah menjadi monocaprin yang bermanfaat untuk
penyakit yang disebabkan oleh virus HSV-2 dan HIV-1 dan bakteri neisseria
gonnorhoeae. VCO juga tidak membebani kerja pankreas serta dalam energi bagi
penderita penyakit diabetes dan dapat mengatasi pada masalah kegemukan atau
10

obesitas. Pemanfaatan VCO yang cukup luas menghasilkan minyak yang dapat
menjadi salah satu obat alternatif, selain itu dapat meningkatkan nilai ekonomis.
VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi
oleh tubuh sehingga dapat mencegah penimbunan di dalam tubuh. Kandungan
antioksidan yang ada di dalam VCO juga sangat tinggi seperti senyawa tokoferol
dan betakaroten. Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan juga
untuk menjaga vitalitas pada tubuh manusia (Setiaji dan Prayugo, 2006).
VCO memiliki beberapa keunggulan yaitu kandungan asam laurat yang
tinggi. Asam laurat dalam tubuh bersifat antibiotik dan dapat meningkatkan daya
tahan tubuh manusia terhadap penyakit dan juga akan dapat mempercepat proses
penyembuhan penyakit. Uji antibakteri VCO terhadap bakteri E. coli dilakukan
dalam laboratorium untuk memperkuat analisis karena VCO sangat bermanfaat
sebagai antibiotik alami. VCO tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri E.
coli secara in-vitro karena sifat antimikroba pada VCO ada di dalam senyawa
monogliserida dan asam lemak bebas. Uji coba dilakukan dengan penambahan
seng yang dipercaya mampu menekan pertumbuhan bakteri pemicu keputihan.
Pertumbuhan bakteri keputihan dapat ditekan hampir 50% (Widiyanti, 2015).
VCO dapat juga digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Efek
termogenik dari minyak kelapa tidak hanya terjadi setelah mengonsumsi minyak
tersebut. Efek termogenik akan terasa sampa 24 jam setelah mengonsumsinya.
Metabolismme tubuh akan meningkat dan tetap tinggi selama 24 jam setelah
mengonsumsi minyak kelapa. Tubuh akan memiliki energi yang lebih tinggi dan
laju pembakaran kalori di dalam tubuh berlangsung lebih cepat dan minyak kelapa
dianggap dapat mengurangi kegemukan. Minyak kelapa memberikan energi yang
bertahan lebih lama, berbeda dengan kafein dalam minuman suplemen (Sukartin
dan Sitanggan, 2005). Minyak kelapa juga dimanfaatkan untuk memuluskan kulit,
melebatkan rambut, dan mengatasi persoalan pada kulit kepala bayi.
Kanker merupakan pembunuh yang nomor dua setelah penyakit jantung.
Pencegahan yang bisa dilakukan adalah mengonsumsi makanan sehat, olahraga
teratur, istirahat cukup, menghindari stress, dan mengurangi resiko munculnya
radikal bebas. Minyak kelapa yang dikonsumsi secara teratur akan meningkatkan
11

kekebalan tubuh. Minyak kelapa tidak hanya memungkinkan sel darah putih
berfungsi lebih efisien dalam melawan kanker, tetapi juga berperan aktif dalam
membunuh sel-sel kanker karena mempunyai sifat antikarsinogenik.

2.3. Santan
Santan adalah cairan berwarna putih yang diperoleh dari pengepresan
atau pemerasan daging kelapa segar dengan penambahan air. Pengolahan santan
menjadi minyak kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis dan
ukuran buah kelapa, cara dan tahap pemerasan serta faktor-faktor lainnya. Santan
didiamkan akan terpisah menjadi dua fase yaitu fase skim yang jernih bagian
bawah dan fase krim yang berwarna putih susu dibagian atas (Winarno, 1980).
Santan kelapa dapat diperoleh dengan memeras campuran parutan kelapa
dengan air. Banyaknya air santan yang dapat diperoleh sangat tergantung kepada
banyaknya air yang ditambahkan pada saat pembuatan santan. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa pemerasan parutan kelapa tanpa air diperoleh emulsi
minyak dalam air yang mengandung minyak sekitar 41-44%, air sekitar 46%, zat
padat bebas lemak sekitar 10%, dan protein sekitar 4,8 (Qazuini, 1993).

2.4. Jeruk Nipis


Tanaman jeruk nipis merupakan pohon yang berukuran kecil. Buahnya
berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit menguncup dan berdiameter 3-6
cm dengan kulit yang cukup tebal. Jeruk nipis berwarna hijau saat masih muda,
semakin tua warna buahnya semakin hijau muda atau kekuningan. Rasa buahnya
asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan.
Akar tunggangnya berbentuk bulat dan berwarna putih yang kekuningan.
Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak
atsiri yang merupakan suatu substansi alami yang telah kita kenal memiliki efek
sebagai antibakteri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari
genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, seskuiterpen alifatik, turunan
hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik (Hariana, 2007). Senyawa
asam yang terdapat pada buah jeruk nipis dapat menurunkan pH krim santan,
Jeruk nipis mengandung asam sitrat 7-7,6 % dalam 100 gram. Asam sitrat dapat
membantu pada proses pembuatan minyak kelapa, karena ketika air jeruk nipis
12

bereaksi dengan krim santan maka akan lebih mempercepat proses pemisahan
antara fase minyak dan airnya. Berdasarkan pada penelitian Suastuti (2009) dalam
pembuatan minyak kelapa sebelum fermentasi nilai pH krim santan 6,25 dan
setelah fermentasi menjadi pH 4,25, sedangkan penelitian David (1989) pH 4,25
kondisi krim santan berada pada keadaan isoelektrik. Protein kehilangan sifatnya
sebagai emulsifier sehingga terjadi pemisahan minyak dengan airnya.
Senyawa asam yang dapat menghidrolisis senyawa protein adalah asam
sitrat. Proses hidrolisis dapat menggunakan cairan bersifat asam, salah satunya
adalah cairan jeruk nipis. Penggunaan cairan jeruk nipis dalam pembuatan VCO
belum banyak di teliti. Solusi dari permasalahan tersebut yaitu perlu diadakan
penelitian untuk mendapatkan konsentrasi cairan jeruk nipis yang optimal untuk
VCO dengan karakteristik fisikokimia dan sensoris yang baik (Miskah, 2008).
Jeruk nipis mengandung senyawa kimia yang bemanfaat, seperti asam
sitrat, asam amino, minyak atsiri, damar, glikosida, asam sitrun, lemak, kalsium,
fosfor, besi, belerang vitamin B1. Tanaman jeruk nipis merupakan tanaman pohon
yang berukuran kecil. Jeruk nipis berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit
menguncup dan berdiameter 3-6 cm dengan kulit yang cukup tebal. Rasa buahnya
asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan.
Akar tunggangnya berbentuk bulat berwarna putih kekuningan. Senyawa asam
yang terdapat pada buah jeruk nipis dapat menurunkan pH krim santan. Asam
sitrat begruna untuk membantu pada proses pembuatan minyak kelapa, karena
ketika air jeruk nipis bereaksi dengan krim santan maka akan lebih mempercepat
proses pemisahan antara fase minyak dan fase airnya (Deman, 1997).
Pembuatan VCO dengan metode pengasaman dengan jeruk nipis dengan
menggunakan alat dan bahan di kondisi higienis untuk meminimalisir cemaran
mikroba pada produk yang akan dihasilkan. Alat dicuci sebelum digunakan, lalu
disemprot alkohol dan dikeringkan dengan lap bersih. Tahapan proses pembuatan
dari VCO yaitu kelapa dikupas, dibelah, dan air kelapa dapat ditampung untuk
digunakan untuk bahan baku pembuatan nata de coco. Daging kelapa dipisahkan
dari bagian tempurung kemudian diparut oleh mesin pemarut. Santan diperoleh
dengan memeras parutan kelapa yang telah ditambahkan air sebelumnya.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1. Beker gelas atau erlenmeyer
2. Inkubator
3. Pengaduk
3.1.2. Bahan
1. Enzim papain atau bromelin
2. Santan 200 mL

3.2. Prosedur Percobaan


1. Larutan enzim (5 gram, 10 gram, 15 gram) dibuat lalu dimasukkan ke
dalam santan sambil diaduk secara perlahan.
2. Campuran didiamkan dan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24
jam, sehingga minyak dikeluarkan oleh santan.
3. Perubahan yang terjadi diamati.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Pembuatan VCO Sebelum Inkubasi
Parameter
Sampel
Warna Tekstur Bau

Putih susu Kental Santan segar

Enzim papain dari pepaya

Putih susu Kental Santan segar

Pengempuk daging

Putih susu Kental Santan segar

Jeruk nipis

14
15

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Pembuatan VCO Sesudah Inkubasi


Parameter
Sampel
Warna Tekstur Bau

Terbentuk dua
lapisan, Blondo lapisan
blondo atas tidak padat,
berwarna VCO tidak Tengik
putih di atas terlihat, dan air
dan air keruh di bawah
Enzim papain dari di bawah
pepaya
Terbentuk tiga
lapisan,
blondo putih
Blondo padat,
di atas, VCO
VCO cair, dan Tengik
kuning di
air di bawah
tengah, dan
air keruh di
Pengempuk daging bawah

Blondo tidak
padat menyebar
Putih susu Tengik
dan air keruh
cair

Jeruk nipis
16
17
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1. Metode pengasaman pada percobaan VCO ini yaitu dengan penambahan
jeruk nipis.
2. Jeruk nipis dapat memutuskan ikatan lemak dengan protein dalam santan
sehingga minyak dapat dipisahkan.
3. Metode pengenziman pada percobaan VCO ini yaitu dengan enzim
papain dari getah pepaya.
4. Penambahan pepaya dapat merusak ikatan lipoprotein sehingga minyak
yang diikat oleh ikatan tersebut akan keluar dan menggumpal.
5. VCO yang di hasilkan rata-rata memiliki bau tengik dan VCO nya tidak
terlihat.

5.2. Saran
1. Pepaya yang digunakan sebaiknya pepaya yang baru diambil dari pohon
agar getahnya masih cair dan tidak mengeras.
2. Santan yang digunakan sebaiknya santan yang masih segar dengan
kandungan air yang sedikit.
3. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan VCO harus dijaga
kesterilannya agar produk yang dihasilkan baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Aprilasani, Z. dan Adiwarna. 2014. Pengaruh Lama Waktu Pengadukan dengan


Variasi Penambahan Asam Asetat dalam Pembuatan Virgin Coconut Oil
(VCO) dari Buah Kelapa. Jurnal Konversi. 3(1): 1-12.
Asy’ari, M. dan Cahyono, B. 2006. Pra-Standarisasi: Produksi dan Analisis
Minyak Virgin Coconut Oil (VCO). Jurnal Kimia dan Sains. 9(3): 74-80.
Ayu, S., Rahim, A., dan Made U. 2016. Karakteristik Fisiokimia dan Sensoris
Virgin Coconut Oil pada Berbagai Konsentrasi Cairan Jeruk Nipis.
Jurnal Pengolahan Pangan. 3(2): 43-49.
David P, S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia. Surabaya: Airlangga.
Deman, M. J. 1997. Kimia Makanan. Bandung: ITB Press.
Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hasibuan, C. F., Rahmiati, dan Nasution, J. 2018. Pembuatan Virgin Coconut Oil
(VCO) dengan Menggunakan Cara Tradisional. Jurnal Pengabdian
Masyarakat. 1(3): 128-132.
Miskah, S. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Inkubasi pada Pembuatan VCO
dengan Metoda Enzimatis Pengasaman. Jurnal Teknik Kimia. 15(1): 19-
24.
Price, M. 2004. Terapi Minyak Kelapa. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Qazuini. M. 1993. Proses Pembentukan Bau Pada Minyak Kelapa. Yogyakarta:
Liberty.
Rahardjo, Y. P. dan Firdaus, J. 2019. Accelerate of Virgin Coconut Oil Extraction
Using Acidification Methods In Solar Heater. The 3rd International
Symposium on Agricultural and Biosystem Engineering: 1-6. Makassar,
6-8 Agustus: Departemen Teknologi Pertanian Universitas Hasanudin.
Salsabila, M. 2016. Pembuatan Minyak Kelapa dengan Pengasaman (Jeruk Nipis)
dan Penetralan dengan NaHCO3 Beserta Uji Kualitasnya. Skripsi. Jurusan
Kimia. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Saputra, E. F., Yuniarti, I., dan Imamsyah, R. A. S. 2019. An Effort to Increase
the Potential of Virgin Coconut Oil with Pendawa Technique. Annual
Conference on Industrial and System Engineering (ACISE) 2019: 1-6.
Semarang, 23-24 April: Departemen Teknik Industri Universitas
Diponegoro.
Sari, P. E., dan Andayani. 2009. Pembuatan Minyak Kelapa Murni (Virgin
Coconut Oil) dengan Metode Penggaraman. Skripsi. Jurusan Teknik
Kimia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Setiaji, B. dan Prayugo, S. 2006. Membuat VCO (Virgin Coconut Oil) Berkualitas
Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia.
Suastuti, A. D. 2009. Kadar Air dan Bilangan Asam dari Minyak Kelapa yang
Dibuat dengan Cara Tradisional dan Fermentasi. Jurnal Kimia. 3(2): 69-
74
Sukartin, J. K. dan Sitanggang, M. 2005. Gempur Penyakit dengan VCO. Banten:
Agromedia Pustaka.
Susanto, T. 2012. Kajian Metode Pengasaman dalam Proses Produksi Minyak
Kelapa Ditinjau dari Mutu Produk dan Komposisi Asam Amino Blondo.
Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 23(2): 124-130.
Susanto, T. 2013. Perbandingan Mutu Minyak Kelapa Yang Diproses Melalui
Pengasaman dan Pemanasan Sesuai SNI 2902-2011. Jurnal Hasil
Penelitian Industri. 26(1): 1-10.
Susilowati, 2009. Pembuatan Virgin Coconat Oil dengan Metode Penggaraman.
Jurnal Teknik Kimia. 3(2): 246-251.
Widiyanti, R. A. 2015. Pemanfaatan Kelapa Menjadi VCO (Virgin Coconut Oil)
Sebagai Antibiotik Kesehatan dalam Upaya Mendukung Visi Indonesia
Sehat 2015. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi 2015.
Malang. 21 Maret 2015. 577-584.
Winarno, F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Yurnaliza. 2007. Pengaruh Variasi pH dan Konsentrasi Inokulum pada Produksi
Minyak Kelapa Secara Fermentasi. Jurnal Biologi Sumatera. 2(1): 4-6.

Anda mungkin juga menyukai