NIM : 03031281722065
Shift/Kelompok : Jumat Siang (13.00-16.20)/III
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
Proses isolasi senyawa kitin dari limbah kulit udang dilakukan dengan
menggunakan metode Hong (Salami, 1998), meliputi deproteinasi, demineralisasi
dan dekolorisasi. Proses demineralisasi yaitu pencampuran limbah kulit udang
dengan larutan HCl 1 N dalam ekstraktor, terjadi reaksi yang cukup signifikan.
Selanjutnya terbentuk banyak buih dan juga gelembung-gelembung udara dengan
volume yang cukup besar dan hal ini berlangsung selama kurang lebih 5-10 menit.
Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di permukaan larutan.
Crude kitin hasil tahap demineralisasi dibilas dengan air secara berlebih
untuk menghilangkan sisa HCl yang masih terdapat pada kitin, agar kitin tidak
rusak ketika akan direaksikan dengan basa kuat NaOH pada tahap deproteinasi,
yang diakibatkan oleh perubahan pH yang cukup ekstrim. Terbentuknya gas CO 2
dalam produksi merupakan indikator berlangsungnya reaksi HCl dengan garam
mineral yang terdapat di limbah kulit udang. Selama proses demineralisasi,
senyawa kalsium akan bereaksi dengan HCl yang larut di air (Bastaman, 1989).
Protein, lemak, fosfor, magnesium dan besi turut terbuang dalam proses ini.
Menurut Marganov (2003), bahwa proses demineralisasi bertujuan untuk
menghilangkan garam-garam anorganik atau kandungan mineral yang ada pada
kulit udang. Kandungan mineral utamanya adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam
jumlah kecil, mineral yang terkandung di dalam kulit udang ini lebih mudah
dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik.
2.2.3. Proses Dekolorisasi
Kitin setelah melewati proses deproteinisasi, kemudian memasuki tahap
dekolorisasi yang bertujuan untuk penghilangan warna yang terkandung dalam
kitin, yaitu red-orange astaxanthin, suatu jenis karotenoid. Proses ini dilakukan
dengan mencampurkan kitin hasil deproteinisasi dan larutan natrium hipoklorit
dengan konsentrasi 0,315% di ekstraktor dan berlangsung selama 60 menit.
2.2.4. Proses Deasetilasi
Proses pembuatan kitosan, yaitu dengan cara penghilangan gugus asetil (-
COCH3) (deasetilasi) dari kitin yang dilakukan dengan menggunakan larutan
NaOH pekat (50%) dengan perbandingan 1:20 selama satu jam pada suhu 120-
140oC (Suptijah dkk, 1992). Suhu yang tinggi (140oC) dan konsentrasi NaOH
7
yang tinggi (50%) berkaitan dengan ikatan kuat antara atom nitrogen pada gugus
amin dengan gugus asetil. Banyaknya gugus asetil yang hilang dari polimer kitin,
maka akan semakin meningkatkan interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari
kitosan (Ornum, 1992). Terjadi reaksi antara NaOH dengan gugus N-asetil pada
kitin (rantai C-2) yang akan menghasilkan Na-asetat dan substitusi gugus asetil
dengan gugus amina (-NH2) yang terjadi selama berlangsungnya proses ini.
Isolasi senyawa kitosan diperoleh dengan melakukan proses reaksi yaitu
deasetilasi pada kitin. Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetil (-
NHCOCH3) pada kitin menjadi gugus amina (-NH2) dengan penambahan basa
kuat seperti NaOH. Reaksi deasetilasi kitin pada dasarnya adalah suatu reaksi
hidrolisis amida dari α-(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa. Konsentrasi ion
OH- sangat berpengaruh terhadap proses pelepasan gugus asetil dari gugus
asetamida kitin. Menurut Azhar dkk. (2010), menyatakan semakin kuat suatu basa
semakin besar konsentrasi OH- di larutannya dapat meningkatkan kekuatan basa
mempengaruhi proses deasetilasi gugus asetil dari gugus asetamida kitin.
Pembuatan kitosan dalam penelitian biasanya dilakukan dengan mengikuti metode
Knorr (dalam Salami 1998) dengan menambahkan NaOH 60% perbandingan 20:1
(v/b) dan kemudian dimasukkan ke dalam ekstraktor pada suhu 80 - 100 oC selama
satu jam. Rendemen yang diperoleh pada tahapan ini sebesar 63%.
menyatakan kitosan memiliki tiga tipe gugus fungsi yang reaktif, yaitu sebuah
gugus amino, gugus hidroksil primer dan gugus sekunder pada posisi C-2, C-3
dan C-6 secara berurutan. Menurut Knorr (1982) bobot molekul kitosan sekitar
1,036 x 105 dalton. Berat molekul kitosan tergantung dari degradasi yang terjadi
pada saat proses pembuatan kitosan. Kumar (2000) menambahkan bahwa sifat dan
kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi yang
beragam tergantung dari sumber dan metode isolasinya itu sendiri.
Kitosan dapat larut dalam beberapa larutan asam organik tetapi tidak
larut dalam pelarut organik. Kitosan tidak larut dalam air, larutan basa kuat dan
larutan yang mengandung konsentrasi ion hidrogen di atas pH 6,5, tetapi kitosan
dapat larut dalam asam hidroklorat dan asam nitrat pada konsentrasi 0,15-1,1%
dan tidak larut pada konsentrasi asam 10%. Kitosan juga tidak larut dalam asam
sulfur tapi larut sebagian pada asam ortofosfat dengan konsentrasi 0,5% (Ornum,
1992). Pelarut kitosan yang umum adalah asam asetat konsentrasi 1-2%.
Mutu kitosan yang diperdagangkan secara komersial tergantung pada
penggunaannya, misalnya pada penanganan limbah diperlukan kitosan dengan
kemurnian yang rendah, untuk obat-obatan diperlukan kitosan kemurnian yang
tinggi. Mutu kitosan dipengaruhi beberapa parameter yaitu kadar air, kadar abu,
kelarutan, derajat deastilasi, viskositas, dan bobot molekul (Suptijah dkk. 1992).
kandungan nitrogen lebih dari 7%. Kelompok kitin dan kitosan yang ada di alam
merupakan senyawa yang tidak dapat dibatasi dengan stoikiometri secara pasti.
Pemanfaatan kitosan sangat banyak diantaranya yaitu untuk pengawet makanan
pengganti formalin dan boraks, pengolahan limbah, obat pelangsing, kosmetik,
dan lain sebagainya. Kitosan mempunyai gugus aktif yang akan berikatan dengan
mikroba sehingga kitosan juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
Satu hal yang sangat melegakan adalah kitosan sama sekali tidak berefek
buruk. Saat ini, kitosan telah diproduksi secara industri di negara-negara maju
terutama Jepang dan Amerika Serikat dan mengalami peningkatan yang cukup
tajam. Kitosan ini merupakan bahan yang sumbernya melimpah dan dapat
diperbaharui, maka pada situasi yang terjadi sekarang yaitu pengurangan sumber-
sumber alam yang berkelanjutan serta perkembangan bioteknologi yang demikian
pesat menjadikan pemanfaatan sumber daya alam alternatif seperti limbah kulit
udang merupakan hal yang sangat diperlukan sekarang ini (Ornum, 1992).
Penggunaan kitosan untuk menghambat aktivitas mikrobia pada ikan nila
segar telah diuji efektivitasnya (Mahatmanti, 2001). Kitosan pada penelitiannya
yang digunakan sebagai anti mikrobia ikan nila disintesis dari cangkang udang
windu. Populasi cangkang udang yang digunakan untuk penelitian ini merupakan
cangkang udang windu yang berasal dari Tempat Pelelangan Ikan Tambak Lorok
Semarang. Populasi ikan segar yang digunakan adalah ikan nila hidup yang
langsung berasal dari tambak di Juwana Pati. Kitin dan juga Kitosan kemudian
disintesis dari cangkang udang windu dengan menggunakan metode Hong.
Kitin dan kitosan yang berhasil disintesis lalu dikarakteristikkan hasilnya
meliputi pengujian kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, dan derajat deasetilasi.
Kitosan setelah dikarakteristik, digunakan sebagai anti mikrobia ikan nila segar.
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2% dengan konsentrasi kitosan bervariasi
1%, 1,5%, dan 2%, sebagai kontrol digunakan larutan asam asetat 2% dan
akuades. Lama waktu penyimpanan ikan nila bervariasi 0 jam, 2 jam, 4 jam, 6
jam, 8 jam, 10 jam, 12 jam, dan 14 jam. Hasil menunjukkan bahwa kitin mem-
punyai kadar air 2,5%, kadar abu 7,78%, kadar nitrogen 5,6%, dan derajat
deasetilasi 67,64%. Kitosan mempunyai kadar air 3,75%, kadar abu 8,75%, kadar
11
nitrogen 8,26%, dan derajat deasetilasi 81,11%. Hasil uji mikroba larutan kitosan
terhadap ikan nila segar menunjukkan perlakuan dengan larutan kitosan 1% pada
ikan nila selama 10 jam adalah kondisi paling optimum (Mahatmanti, 2001).
larutan ammonium sulfat. Ion sulfat yang kaya elektron dapat memprotonasi
gugus amina pada kitosan sehingga terbentuk ikatan elektrostatik, yang akan
bereaksi dengan gugus reaktif zat warna dengan waktu kesetimbangan lebih cepat
karena gugus amina telah mengalami protonasi permanen oleh sulfat.
Adsorpsi kitosan sulfat terhadap Remazol Yellow FG 6 dipengaruhi oleh
kondisi larutan yang meliputi konsentrasi larutan, pH larutan dan lamanya waktu
kontak. Variasi konsentrasi, pH dan waktu kontak dilakukan untuk mengetahui
kondisi optimum adsorpsi. Ikatan yang terjadi antara zat warna dan adsorben
dapat berupa ikatan kovalen yaitu gugus vinil zat warna dengan amina sulfat,
ikatan ionik yaitu gugus amina sulfat dengan sulfat zat warna, ikatan hidrogen
gugus vinil dengan OH kitosan atau gaya Van der Waals (Isminingsih, 1978).
Interaksi antara zat warna dengan kitosan sulfat akan dominan dengan
interaksi elektrostatik pada suasana asam antara gugus amina dan gugus sulfat dari
zat warna, karena dalam asam gugus NH3+ akan stabil sedang zat warna dalam air
akan membentuk gugus reaktif sulfat. Desorpsi kitosan sulfat dengan akuadest
dilakukan pada kondisi optimum dan dapat dipakai untuk mengetahui jenis dan
isoterm adsorpsi yang terjadi. Saat desorpsi, ikatan yang lemah akan dapat
dilepaskan kembali mengikuti persamaan isoterm adsorpsi Freundlich, sedangkan
untuk ikatan kimia yang kuat tidak dapat dilepas kembali mengikuti persamaan
isoterm adsorbsi Langmuir (Nasution dan Citorekso, 1999).
Identifikasi gugus fungsi pada kitin, kitosan, dan kitosan sulfat memakai
analisa FTIR. Banyaknya sulfat yang menempel pada kitosan dianalisis dengan
turbidimetri. Besarnya nilai adsorpsi Remazol Yellow FG 6 oleh kitosan sulfat
dianalisis dengan spektroskopi Uv-Vis. Karakterisasi sifat fisika kitosan diperoleh
dengan analisis kadar air dan kadar mineral dengan pemanasan dan penimbangan,
berat molekul dengan viskometer Ostwald dan derajat deasetilasi dengan
spektroskopi FTIR. Adsorpsi Remazol Yellow FG 6 oleh kitosan sulfat memakai
metode Batch. Kitosan sulfat yang diperoleh dikarakterisasi kadar air, kadar abu
dan penentuan gugus fungsi dengan spektra FTIR. Kadar air dan kadar abu
kitosan sulfat yang diperoleh setelah di analisa dengan spektra FTIR, masing-
masing adalah sebesar 1,49% dan 93,51 %. Banyaknya sulfat yang menempel
pada kitosan dihitung dengan turbidimetri didapatkan sebesar 6,46 mg/g.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.2. Bahan
1. Kulit udang
2. HCl
3. NaOH
4. Aquadest
13
14