NIM : 03031281722065
Shift/Kelompok : Jumat Siang (13.00-16.20) WIB/III
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
liofilisasi, serta dari ragi tempe yang terbuat dari pulungan beras bentuk bundar
pipih atau bulatan-bulatan kecil yang mengandung miselia dan spora jamur tempe.
Inokulasi tempe juga dapat disiapkan dengan cara menempatkan potongan daun
dalam bungkusan tempe yang sedang mengalami fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Inokulum kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan
asam fitat menjadi zat fosfor dan inositol. Terurainya asam fitat membuat mineral
menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh (Anastasia dan Athiya, 2014).
2.1.3. Inokulum pada Kompos
Kompos adalah hasil penguraian antara bahan organik yang dilakukan
oleh sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan aerob atau anaerob dengan hasil
akhir berupa humus. Kompos yang baik dihasilkan dalam waktu cukup lama.
Penambahan inokulum digunakan untuk mempercepat proses pengomposan dan
meningkatkan kualitas kompos, karena mikroorganisme yang diinokulasikan akan
memperkaya unsur hara kandungan kompos. Inokulum yang digunakan biasanya
berupa fungi ataupun bakteri. Tumpukan kompos dapat mendatangkan mikroba
dekomposer dan nitrogen dengan penambahan inokulum. Inokulum tersebut dapat
mempengaruhi tumpukan kompos melalui suatu cara yaitu inokulasi strain mikroba,
yang efektif dalam menghancurkan bahan organik serta dapat meningkatkan kadar
nitrogen yang merupakan makanan tambahan mikroba tersebut (Gusmaryana, 2018).
Inokulan fungi unggul yang ditambahkan dalam kompos berperan dalam
memecah selulosa supaya waktu pembuatan kompos lebih pendek. Pengomposan
membutuhkan banyak mikroorganisme yang berperan, sehingga inokulum sangat
membantu dalam pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Menurut Suwahyono
(2014) yang menyatakan bahwa pembuatan kompos umumnya membutuhkan
waktu sekitar 2-3 bulan, tetapi dengan menambahkan mikroba sebagai aktivator
dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu tergantung bahan organik yang digunakan.
2.1.4. Inokulum Kapang pada Kecap
Penggunaan kultur murni untuk proses fermentasi kecap telah menjadi
metode standar dalam pembuatan kecap. Kultur murni yang umum digunakan
ialah penambahan inokulum kapang dalam proses fermentasi kecap. Penggunaan
starter atau inokulum kapang yang telah diseleksi dengan perbandingan yang
6
tepat sangat penting karena dapat membantu meningkatkkan mutu kualitas kecap,
mempersingkat waktu pada proses fermentasi kecap dan menghilangkan resiko
kontaminasi oleh mikroorganisme penghasil senyawa beracun (Noviyanthi, 2003).
Kapang yang mempengaruhi dalam proses fermentasi kecap adalah jenis
kapang Aspergillus oryzae dan Rhizopus oligosporus. Kapang jenis Aspergillus
oryzae memiliki kemampuan untuk menghasilkan zat enzim protease, peptidase,
amilase, dan lipase. Keseluruhan enzim tersebut digunakan di proses fermentasi
kecap untuk menghidrolisis kacang kedelai sehingga menghasilkan peptida dan
asam amino bebas. Kapang jenis Rhizopus oligosporus akan memproduksi enzim
protease yang dapat mencerna protein kedelai di dalam proses fermentasi tempe.
Kapang jenis tersebut dapat menggunakan xilosa, glukosa, galaktosa, selobiosa,
dan pati sebagai media pertumbuhannya ketika fermentasi kedelai menjadi kecap.
2.1.5. Inokulum Khamir pada Wine
Wine merupakan jenis minuman hasil fermentasi dari buah anggur yang
mengandung gula jenis gukosa dan fruktosa. Proses fermentasi wine dilakukan
dengan bantuan mikroorganisme yaitu inokulum khamir. Khamir mempunyai
selektivitas tinggi dan mudah penanganannya dibandingkan dengan jenis bakteri.
Jenis khamir yang digunakan adalah Sacharomyces cerevisiae karena mempunyai
daya konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi. Khamir yang digunakan
pada fermentasi wine berukuran lebih besar dan lebih oval dibandingkan dengan
sel khamir untuk fermentasi bir. Pemecahan struktu gula pada pembuatan wine
menjadi alkohol dan karbon dioksida diakibatkan oleh aktivitas enzim hidrolase
dan enzim invertase yang dihasilkan oleh sel khamir (Pawignya dkk, 2010).
Fermentasi buah anggur dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam
perasan sari buah anggur. Kosentrasi yang rendah akan merangsang aktivitas dan
petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat
pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur
yang akan difermentasi harus sebanyak 2-5% karena dapat memperpendek fase
adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari
4% yang berguna untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak
atau mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang
7
dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must atau sari buah anggur.
Must yang dijadikan sebagai bahan untuk media starter harus sudah dilakukan
sterilisasi sehingga dapat diinokulasikan dengan khamir (Pawignya dkk, 2010).
2.1.6. Inokulum pada Tape
Inokulum tape atau sering disebut ragi tape biasanya digunakan dalam
pembuatan tape yang selanjutnya akan difermentasi. Ragi tape merupakan kultur
starter kering yang dibuat dari campuran tepung beras, rempah-rempah dan air
atau jus tebu serta ekstraknya. Ragi tape mengandung bakteri asam laktat, antara
lain Pediococcus pentosaceus, Enterococcus faecium, Weissella confusa, L.
curvatus dan Weissella paramesenteroides yang mampu membentuk asam laktat
dari senyawa laktosa, selain itu juga terdapat kapang Amylomyces rouxii, Mucor
sp, Rhizopus sp serta khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis
malanga, Pichia burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis. Asam
laktat pada ragi tape mampu bersaing dengan bakteri lain dalam proses fermentasi
alami karena memiliki ketahanan terhadap pH yang tinggi (Sinurat dkk, 2018).
Inokulum tape adalah sumber utama dari mikroorganisme aktif dalam
adonan fermentasi dan bertanggung jawab untuk kualitas organoleptik produk
tape singkong. Mikroorganisme yang biasanya digunakan adalah Saccharomyces
cerevisiae yang memiliki fungsi untuk mengubah karbohidrat yang berbentuk pati
menjadi gula dan alkohol. Proses tersebut juga menyebabkan tekstur tape menjadi
lunak dan empuk. Mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies
yang bersifat fermentatif kuat namun dengan adanya oksigen, Saccharomyces
cerevisiae juga dapat melakukan respirasi dengan mengoksidasi gula di dalam
singkong menjadi karbon dioksida dan air. Alkohol oleh enzim alkoholase pada
fermentasi tape lebih lanjut dapat diubah menjadi asam asetat, asam piruvat dan
asam laktat. Terbentuknya asam asetat, asam piruvat dan asam laktat karena
adanya bakteri Acetobacter yang terdapat dalam ragi (Dirayati dkk, 2017).
Jenis ragi tape yang digunakan dapat mempengaruhi kadar etanol yang
dihasilkan, tinggi rendahnya alkohol yang dihasilkan setelah proses fermentasi
berhubungan dengan jumlah khamir yang ada. Dosis ragi yang diberikan juga
dapat mempengaruhi hasil fermentasi tape. Dosis ragi yang berbeda menunjukkan
8
kadar etanol yang berbeda pula. Dosis ragi yang semakin tinggi akan membuat
kadar etanol yang akan dihasilkan juga semakin tinggi. Pemberian dosis ragi yang
semakin banyak akan menghasilkan khamir yang semakin banyak pula. Khamir
tersebut yang berperan aktif dalam proses fermentasi glukosa menjadi etanol.
dkk, 2012). Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna cokelat dan
beraroma harum, serta menumpuk di pembuluh xylem dan floem untuk mencegah
meluasnya luka ke jaringan yang lain. Vaksin tersebut pada dasarnya membuat
luka tanaman tetap terbuka sehingga memicu produksi resin dari jaringan kayu.
Metode inokulasi atau penyuntikan dilakukan bervariasi dari besarnya
lubang yang dibuat. Pembuatan lubang dan jarak pengeboran harus diperhitungkan
sehingga pohon tersebut dapat bertahan dari terpaan angin dan tidak roboh. Proses
kinerja penyakit yang berlangsung lama akan menghasilkan kadar gaharu yang
semakin tinggi. Pembentukan gaharu juga dipengaruhi oleh kandungan resin atau
damar. Kandungan senyawa resin atau damar merupakan salah satu parameter
dalam pengklasifikasian kualitas gaharu. Kandungan resin merupakan persyaratan
pokok yang harus dipenuhi dalam penentuan kualitas gaharu, karena resin tersebut
menunjukkan ada tidaknya kandungan gaharu di dalam kayu gaharu. Kandungan
resin yang semakin tinggi di dalam kayu gaharu akan menghasilkan kualitas yang
semakin tinggi pula (Wiriadinata, 2010). Berdasarkan proses pembentukan gaharu
tersebut, saat ini gaharu dapat dihasilkan dengan metode rekayasa buatan, yaitu
dengan melakukan penyuntikan menggunakan mikroorganisme berupa jamur.
Cairan inokulum di dalam pohon dibiarkan selama lebih dari 18 bulan.
Dampak inokulasi tersebut antara lain tegak pohon meranggas, mengelupas, dan
hanya menyisakan karas gaharu berkualitas siap panen. Tanda dari hasil inokulasi
mulai maksimal adalah ketika daun gaharu sudah menguning dan tidak mengering
50%, serta ranting-ranting tanaman yang mulai tampak mengering dan berjatuhan.
Proses tersebut biasanya terjadi 1,5-2 tahun setelah tahap penyuntikan tergantung
diameter batang, semakin besar diameter batang maka proses akan semakin lama.
Jenis-jenis inokulan yang digunakan dalam inokulasi gaharu antara lain
inducer, jamur fusarium serta bioinducer. Inducer adalah istilah yang sering
digunakan untuk penginokulasi gaharu yang berperan sebagai inokulan berbahan
kimia dan berbentuk cairan. Kelebihan inokulan inducer yaitu sebagai inokulan
yang mempunyai tingkat keberhasilan tinggi, serta gubal gaharu yang dihasilkan
akan lebih besar dan panjang. Kelemahan inokulan inducer yaitu memiliki tingkat
keropos yang tinggi pada pohon gaharu tersebut (Suhendra dkk, 2012).
10
13
DAFTAR PUSTAKA