Anda di halaman 1dari 7

Nama : Tian Amalda Sabrina

NIM : 03031281722065

PEMBUATAN YOGHURT DENGAN DUA STARTER BAKTERI ASAM


LAKTAT

Anggraini dan Ardyati (2017), menyatakan bahwa probiotik merupakan


mikroba hidup yang dapat hidup atau berkembang di dalam usus dan juga dapat
menguntungkan bagi inangnya, baik secara langsung maupun secara tidak lang-
sung melalui hasil metabolitnya. Probiotik dapat berupa bakteri, jamur atau ragi.
Tidak semua bakteri baik dapat dijadikan sebagai probiotik, salah satu bakteri
yang berperan sebagai probiotik adalah Bakteri Asam Laktat (BAL).
Fermentasi susu menjadi yoghurt pada umumnya dilakukan dengan ban-
tuan starter berupa BAL, diantaranya yaitu S. salivarius, S. thermophillus, L.
delbrueckii, L. bulgaricus, L. acidophilus, L. casei, dan L. bifidus (Helferich dan
Westhoff, 1980). Starter pada yoghurt berupa BAL yang ditumbuhkan dalam susu
akan menyebabkan terbentuknya beberapa senyawa yang memberi aroma dan rasa
pada yoghurt yaitu asam-asam non volatile seperti asam laktat, asam pirufat, asam
oksalat. Asam-asam volatile yaitu asam formiat, asam asetat, dan asam propionat.
Senyawa karbonil seperti asetaldehid, diasetil, dan aseton (Malaka,2007).

1. Starter BAL
Susu fermentasi merupakan produk susu yang dihasilkan dari proses
fermentasi, dengan bahan baku susu yang telah diolah, dengan ataupun tanpa
penambahan komposisi susu tersebut, oleh aktivitas mikroorganisme spesifik, dan
dengan ada penurunan pH atau tanpa adanya koagulasi. Starter mikroorganisme
harus dalam keadaan hidup, aktif dan banyak dalam produk. Apabila produk
mengalami pemanasan setelah fermentasi maka mikroorganisme tersebut tidaklah
aktif. Jenis mikroorganisme yang dipergunakan sebagai starter merupakan BAL,
yang pada proses fermentasinya akan merombak laktosa menjadi asam laktat,
disamping membentuk komponen flavor yang selanjutnya pH menjadi menurun
(Chairunnisa dkk, 2006). BAL dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan sifat
fermentasinya, yaitu BAL homofermentatif dan juga BAL heterofermentatif. BAL
homofermentatif hanya menghasilkan asam laktat. BAL heterofermentatif selain
menghasilkan asam laktat juga menghasilkan CO2, asam asetat, dan ethanol.
Berbagai kombinasi kultur starter asam laktat dan bersifat probiotik
menghasilkan produk olahan susu fermentasi yang spesifik dengan potensi nutrisi
dan manfaat kesehatan. Kultur starter merupakan hal terpenting dalam pembuatan
suatu produk susu fermentasi, jumlah dosis kultur starter yang diinokulasikan
akan berpengaruh pada saat hasil akhir produk susu fermentasi yang dibuat.
Kosikowski (1982) menggolongkan bakteri yang aktif di dalam fermentasi susu
yaitu L. cremoris tumbuh pada suhu 20˚C dan menghasilkan 0,1-0,3 % asam
tertitrasi (TA). S. lactis dan S. cremoris dapat tumbuh pada suhu 25˚C dan
menghasilkan 0,9-1,0 % TA. S. duran (S. faecium) tumbuh pada suhu 30˚C, dan S.
thermophilus tumbuh pada suhu 43-45˚C dan menghasilkan 0,9-1,0 % TA. L.
casei tumbuh pada suhu 37-45˚C dan menghasilkan 1,2-2,0 % TA, L. bulgaricus
tumbuh pada suhu 43-46˚C dan menghasilkan sebesar 2,0-4,0 % TA.
S. thermophilus merupakan bakteri termofilik yang dapat tumbuh pada
suhu 45°C. Perbedaan suhu tersebut membedakan bakteri ini dari spesies
Streptococci lainnya. Menurut Antarini (2011) S. thermophilus tidak termasuk ke
dalam golongan bakteri probiotik karena tidak dapat hidup dalam usus manusia.
Karakteristik S. thermophilus antara lain berbentuk bulat yang membentuk rantai,
gram positif, katalase negatif, dapat mereduksi litmus milk, tidak toleran terhadap
konsentrasi garam yang lebih besar dari 6,5%, tidak berspora, bersifat termodurik,
tidak dapat tumbuh pada suhu 10°C, dan menyukai suasana mendekati netral
dengan pH optimum untuk pertumbuhan 6,5 (Helferich dan Westhoff, 1980).
S. thermophilus merupakan pasangan L. bulgaricus dalam pembuatan
yoghurt secara tradisional. Bakteri ini bukan mikroflora alami dari usus manusia
dan tidak tergolong bakteri probiotik karena hanya mampu bertahan selama
sekitar dua jam setelah masuk ke dalam usus bersama dengan yoghurt yang
diminum (Tirtasujana, 1998). S. thermophilus merupakan BAL homofermentatif.
S. thermophilus merupakan satu-satunya spesies bakteri dalam genus Streptococci
yang dapat menghasilkan enzim laktase (Chaitow dan Trener, 1990).
L. casei subsp. rhamnossus subsp. atau dikenal dengan L. rhamnosus,
merupakan salah satu strain dari L. casei. L. rhamnosus bersifat fakultatif
heterofermentatif, selain itu ada dua poin penting yang membedakan bakteri ini
dengan kelompok Lactobacillus sp lainnya, antara lain L. rhamnosus tumbuh
dengan cepat pada susu dan memiliki kemampuan memproduksi polisakarida
ekstraselular. Bakteri ini merupakan salah satu bakteri yang mampu bertahan
hidup dalam saluran pencernaan manusia (Ahrne dkk, 1995), beberapa individu
bakteri ini mampu bertahan hidup selama satu sampai dua minggu setelah
konsumsi. Manfaat positif L. rhamnosus antara lain menghambat pertumbuhan
bakteri jahat, meningkatkan sistem kekebalan, menunjukkan aktivitas antitumor,
dan bakteri ini stabil pada rentang pH dan suhu yang cukup luas. Uji in vitro, L.
rhamnosus memiliki aktivitas antimikroba untuk melawan kelompok bakteri yang
patogen seperti Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Esherichia coli, Shigella
flexneri, Yersinia enterocolitica, dan Enterobacter cloacae (Jacobsen dkk, 1999).
L. bulgaricus seperti halnya dengan bakteri termofilik lainnya memiliki
suhu optimum pertumbuhan pada suhu 45˚C. L. bulgaricus memiliki karakteristik
yaitu gram positif, berukuran 0,5-0,8 µm x 2,0-9,0 µm, dan berbentuk batang
tumpul, bersifat homofermentatif, dengan menghasilkan asam laktat mencapai
level 1.7 - 2. 1 % di dalam susu, tidak berspora, dan non-motil. Berbeda dengan S.
thermophilus, bakteri L. bulgaricus bersifat toleran terhadap asam, selain itu L.
bulgaricus dapat memetabolisme laktosa, fruktosa, dan glukosa. L. bulgaricus
tidak termasuk bakteri probiotik, karena tidak dapat bertahan hidup dalam saluran
pencernaan manusia. L. bulgaricus pembuatan yoghurt berperan dalam penurunan
pH sampai sekitar 4.0. Bakteri ini juga memberi kontribusi di flavour yoghurt
memproduksi asam laktat, asetaldehid, asam asetat, dan diasetil (Agrawal, 2005).

2. Pembuatan Yoghurt dengan Dua Starter BAL


Kombinasi kultur starter yang biasa digunakan pada pembuatan yoghurt
di antaranya adalah L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua bakteri tersebut
dapat tumbuh bersama-sama secara simbiosis dan akan menghasilkan asam lebih
banyak dari pada digunakan hanya salah satu saja. Kombinasi kultur starter L.
bulgaricus dan S. thermophilus digunakan karena kedua bakteri tersebut dapat
saling mendukung pertumbuhan. L. bulgaricus membantu memperpanjang fase
logaritmik S. thermophilus dengan membebaskan peptida kasein susu yang meru-
pakan perangsang pertumbuhan S. thermophilus (Mitchel & Sandine, 1984).
Pemecahan laktosa menjadi asam laktat dan asam format yang dihasilkan
oleh S. thermophillus menurunkan pH dan membuat suasana menjadi asam
sehingga L. bulgaricus dapat tumbuh dengan baik (Helferich & Westhoff, 1980).
Kombinasi komposisi dua starter tersebut harus dioptimalkan sehingga diperoleh
yoghurt dengan mutu yang sesuai standar nasional Indonesia dan diterima oleh
konsumen dari segi tampilan, bau dan rasa. Pada pembuatan yoghurt, komposisi
bakteri yang berperan pada proses fermentasi berdampak pada mutu yoghurt.
Rahman dkk. (2019) membuat yoghurt dengan kombinasi dua starter
yaitu bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus, bertujuan untuk mengetahui
komposisi optimal bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus pada yoghurt
terfortifikasi buah lakum sebagai antibakteri pada E. coli. Penelitian dilakukan
dengan cara memvariasikan komposisi bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus
pada yoghurt buah lakum. Analisis terhadap yoghurt buah lakum dilakukan
dengan pengujian stabilitas keasaman, pH, kadar antosianin dan aktivitas daya
hambat terhadap bakteri E.coli. Hasil penelitian menunjukan bahwa yoghurt buah
lakum dengan kombinasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 (v/v) memberikan
stabilitas yang baik selama penyimpanan dengan nilai keasaman yang meningkat
dan pH yang menurun. Kadar antosianin dalam yoghurt selama penyimpanan
mengalami penurunan dan pada yoghurt plain (tanpa penambahan ekstrak buah
lakum) dengan kombinasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1 (v/v) memiliki
daya hambat terhadap bakteri E. coli dengan nilai yang paling tinggi.
Nilai pH yoghurt yang dihasilkan pada hari ke-0, pH berkisar antara
3,65-4,02. Hari ke-28, pH yoghurt berkisar antara 3,53-4,83. Terdapat perbedaan
yang signifikan antara variasi komposisi bakteri terhadap pH yoghurt. Yoghurt
dengan perbandingan kombinasi L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1, pH
yoghurt mengalami penurunan sampai hari ke-14 dan mulai terlihat kenaikan pH
pada hari ke-21. Penurunan pH dapat disebabkan banyaknya L. bulgaricus yang
terdapat di yoghurt. L. bulgaricus memetabolisme laktosa menjadi asam laktat.
Asam laktat (C3H6O3) mudah terdisosiasi menjadi ion H+ dan 2-
Hydroxypropanoate anion (CH3CHOHCOO-). Faktor lain yang mempengaruhi
penurunan pH saat penyimpanan karena penambahan ekstrak lakum. Kandungan
laktosa dari ekstrak lakum akan diubah oleh L. bulgaricus menjadi asam laktat
yang berakibat dengan turunnya nilai pH yoghurt (Umela, 2017). Terjadi kenaikan
nilai pH yang disebabkan adanya basa alami oleh aktivitas proteolitik yang terjadi
dalam yoghurt pada penyimpanan yoghurt di hari ke-28 (Chandan, 2014).
Keasaman atau total asam tertitrasi adalah jumlah asam yang dihitung
sebagai asam laktat. Meningkatnya nilai asam terjadi seiring dengan menurunnya
nilai pH. Keasaman yoghurt yang dibuat pada penelitian ini telah sesuai dengan
standar SNI yaitu 0,7-0,8%. Variasi komposisi bakteri akan berpengaruh secara
signifikan terhadap keasaman. Pada yoghurt tanpa ekstrak, kadar keasaman paling
tinggi ada pada komposisi L. bulgaricus dan S. thermophilus 2:1. Hal ini karena
sifat bakteri yang homofermentatif pada proses fermentasi akan menghasilkan
asam laktat yang dapat mempengaruhi penurunan pH sehingga menyebabkan
peningkatan keasaman pada yoghurt. Asam laktat atau (C 3H6O3) mudah
terdisosiasi menjadi ion H+ dan CH3CHOHCOO- (Sah dkk, 2016).
Peningkatan keasaman juga terjadi pada yoghurt dengan tambahan
ekstrak buah lakum. Hal ini karena dengan adanya ekstrak yang mengandung
laktosa, maka bakteri asam laktat juga akan mengubah laktosa menjadi asam
laktat yang meningkatkan keasaman. Hasil ini sejalan dengan penelitian Jung dkk.
(2016) yang menyatakan bahwa dengan penambahan ekstrak pada yoghurt dengan
starter kombinasi, maka keasaman yoghurt meningkat. Lamanya penyimpanan
juga berpengaruh signifikan terhadap keasaman karena selama penyimpanan
masih terjadi proses fermentasi meskipun lambat sehingga viabilitas BAL.
Pengujian daya hambat formula yoghurt dengan dua starter terhadap
bakteri E. coli dilakukan dengan menggunakan metode sumuran. Daya hambat
yang terbesar dan memberikan perbedaan signifikan adalah formula yoghurt 2:1
tanpa ekstrak lakum. Menurut Akpinar dkk. (2011), adanya metabolit yang
dihasilkan oleh bakteri asam L. bulgaricus, seperti asam laktat, hidrogen
peroksida dan bakteriosin, diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
patogen. Jumlah L. bulgaricus yang banyak juga menyebabkan pH menjadi asam,
sedangkan bakteri E. coli tidak tahan terhadap suasana asam. Hal ini dapat dilihat
bahwa naiknya daya hambat bakteri sejalan dengan turunnya nilai pH.
DAFTAR PUSTAKA

Ahrne S., Johansson M. L., dan Molin. G. 1995. Intestinal Passage of


Lactobacillus rhamnosus DSM 6594 After Oral Administration in
Fermented Milk. Netherlands Milk and Dairy Journal. 49(12): 201-206.
Agrawal, R. 2005. Probiotics: an Emerging Food Supplement with Health
Benefits. Journal of Food Biotechnology. 19(2): 227-246.
Akpinar, A., Yerlikaya, A., dan Kilic, S. 2011. Antimicrobial Activity and
Antibiotic Resistance of Lactobacillus delrubeckii ssp. bulgaricus and
Streptococcus termophilus strain Isolated from Turkish Homemade
Yogurts. African Journal of Microbiology Research. 5(6): 675-682.
Anggraini, A. A. dan Ardyati, T. 2017. Pengaruh Kombinasi Starter Bakteri Asam
Laktat pada Pembuatan Keju Kedelai (Soy Cheese). Jurnal Biotropika.
5(3): 83-85.
Antarini, A. A. N. 2011. Sinbiotik, antara Prebiotik dan Probiotik. Jurnal Ilmu
Gizi. 2(2): 148-155.
Chairunnisa, H., Balia, R. L., dan Utama G. L. 2006. Penggunaan Starter BAL
pada Produk Susu Fermentasi Lifihomi. Jurnal Ilmu Ternak. 6(2): 102-
107.
Chaitow, L. dan Trener, N. 1990. Probiotics. London: Thorsons.
Chandan, R. C. dan Shahani, K. M. 1993. Yogurt Dairy Science and Technology
Handbook 2 Product Manufacturing. USA: VCH Pub. Inc.
Helferich, W. And Westhoff, D. 1980. All About Yoghurt. New Jersey: Prentice
Hall Inc Englewood Cliffs.
Jacobsen, C. N., dkk. 1999. Screening of Probiotic Activities of Forty Seven
Strains of Lactobacillus spp. by In Vitro Techniques and Evaluation of
the Colonization Ability of Five Selected Strains in Humans. Applied and
Enviromental Microbiology Journal. 65(20): 4949-5956.
Jung, J., dkk. 2016. Physicochemical Characteristics and Antioxidant Capacity in
Yogurt Fortified with Red Ginseng Extract. Korean Journal for Food
Science of Animal Resources. 36(3): 412-420.
Kosikowski, F. 1982. Cheese and Fermented Milks Food 3rd edition. New York:
FV Associates
Malaka, R. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Mitchel, L. R. dan Sandine, W. E. 1984. Associative Growth and Differential
Enumeration of S. thermopilus and L. bulgaricus. Journal Food
Potection. 47: 245-248.
Rahman, I. R., Nurkhasanah, dan Kumalasari, I. 2019. Optimasi Komposisi
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus pada Yogurt
Terfortifikasi Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin) sebagai
Antibakteri terhadap Escherichia coli. Pharmaceutical Sciences and
Research Journal. 6(2): 99-106.
Sah, B. N. P., dkk. (2016). Physicochemical, Textural, and Rheological Properties
of Probiotic Yogurt Fortified with Fibre Rich Pineapple Peel Powder
during Refrigerated Storage. LWT Food Science and Technology Journal.
65(2): 978-986.
Tirtasujana, D. R. 1998. Aktivitas Antimikroba Susu yang Difermentasi
Menggunakan Kultur Campuran Bifidobakteria dan BAL. Skripsi.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Umela, S. 2017. Variasi Konsentrasi Starter Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus terhadap Karakteristik Yoghurt Jagung
Pulut. Journal of Argitech. Science. 1(2): 1-7.

Anda mungkin juga menyukai