Anda di halaman 1dari 41

Dasar teori :

Bioteknologi adalah pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah yang menggunakan makhluk hidup


untuk menghasilkan produk dan jasa guna kepentingan manusia. ilmu-ilmu pendukung dalam
bioteknologi meliputi mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi sel, teknik kimia, dan
enzimologi. Dalam bioteknologi biasanya digunakan mikroorganisme atau bagian-bagiannya
untuk meningkatkan nilai tambah suatu bahan. Bioteknologi dapat digolongkan menjadi
bioteknologi konvensional/tradisional dan modern. Bioteknologi konvensional merupakan
bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi alkohol, asam asetat,
gula, atau bahan makanan. Salah satu contoh penerapan bioteknologi konvensional adalah
dalam pembuatan Yoghurt. Bakteri yang digunakan sebagai starter khusus merupakan kultur
bakteri asam laktat yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Kedua
bakteri itu mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma
dan citarasa. Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat di dalam air susu. Laktosa
tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Kadar laktosa di dalam air susu adalah
4,60% dan ditemukan dalam keadaan larut. Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu
glukosa dan galaktosa. Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. L. bulgaricus
lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan pada
pembentukan citarasa. Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri spesifik ke dalam susu di
bawah temperatur dan kondisi lingkungan yang dikontrol. Bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophlillus merombak gula susu alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa.
Keasaman yang meningkat menyebabkan protein untuk membuat susu menjadi menggumpal.
Campuran atau kombinasi dari Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
sering digunakan pada beberapa macam produksi yoghurt. Walaupun kedua mikroorganisme
tersebut dapat digunakan secara terpisah, namun penggunaan keduanya dalam kultur starter
yoghurt secara bersama-sama terbukti telah bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja
kedua bakteri tersebut. Selain menyebabkan tingkat produksi asam yang lebih tinggi,
Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan karbondioksida.
Format dan karbondioksida yang dihasilkan ini menstimulasi pertumbuhan Lactobasillus
bulgaricus. Disamping itu, aktivitas proteolitik dari Lactobasillus bulgaricus ternyata juga
menghasilkan peptide dan asam amino yang digunakan oleh Streptococcus thermophilus.

Selain itu beberapa zat hasil fermentasi mikroorganisme yang berperan dalam menentukan
rasa produk adalah asam laktat, asetaldehida, asam asetat dan diasetil. Intinya adalah jenis
dan jumlah mikroorganisme dalam starter yang digunakan sangat berperan dalam
pembentukan dan formasi rasa serta tekstur yoghurt. Selain tentunya lama fermentasi dan
suhu lingkungan.

Bakteri yang terdapat dalam susu fermentasi adalah bakteri probiotik yang dapat
memproduksi asam laktat. Asam laktat yang dihasilkannya ini mampu melakukan
metabolisme kolesterol yang berasal dari makanan menjadi bentuk sterol yang tidak dapat
diserap oleh usus. Karenanya yoghurt dapat menurunkan kolesterol. Manfaat lain dari
yoghurt adalah mencegah hipertensi dan penyakit jantung koroner.Bakteri dari yoghurt dapat
hidup di dalam usus dan bersimbiosis dengan mikroflora lainnya. Adanya bakteri yang
menguntungkan dalam usus memberikan kondisi yang dapat mencegah pertumbuhan
mikroba patogen. Manfaatnya, berbagai penyakit akibat infeksi atau keracunan mikroba dapat
dihindari akibat terhambatnya pertumbuhan mikroba patogen. Kerja mikroflora dari yoghurt
akan menghasilkan suatu lapisan protein di sepanjang saluran pencernaan. Manfaatnya
berbagai senyawa karsinogenik penyebab kanker di dalam saluran cerna dapat dihambat
penyerapannya dan dikeluarkan melalui feses. Berdasarkan Standar Nasioal Indonesia (SNI)
untuk yoghurt yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional tahun 1992 dengan nomor
SNI 01-2981-1992 yoghurt dengan kualitas yang baik memiliki total asam laktat sekitar 0,5 2,0 persen dan kadar air maksimal 88 persen. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang
sebaiknya dicapai oleh yoghurt menurut Edwin (2002) adalah 4,5.Sedangkan dilihat dari uji
organoleptik yang meliputi uji aroma/bau yoghurt, rasa yoghurt dan tekstur yoghurt dalam
SNI 01-2981-1992 juga disebutkan bahwa kriteria yoghurt dengan kualitas yang baik yaitu
memiliki aroma normal/khas yoghurt, rasa khas/asam yoghurt dan tekstur cairan kental/semi
padat.Kerja bakteri asam laktat memfermentasikan susu ternyata meningkatkan kandungan
gizi yoghurt. Khususnya vitamin B-kompleks, di antaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2
(riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan
biotin. Sederet vitamin tersebut membantu meningkatkan kesehatan sistem reproduksi,
kekebalan tubuh, dan ketajaman fungsi berpikir. Dengan rajin minum yoghurt, terutama yang
murni/polos, dapat merangsang tubuh mempercepat proses peremajaan sel.
Alat dan Bahan
Alat
1. Alat pemanas
2. Gelas kimia
3. Sendok
4. Toples
Bahan
1. Susu full cream
2. Starter yoghurt
3. Aluminium foil
Prosedur Kerja
1. Memasukkan susu full cream ke dalam gelas kimia sebanyak 500 ml.
2. Memanaskan susu full cream sebanyak 500 ml pada alat pemanas sambil
diaduk agar tidak terjadi penggumpalan dan susu jangan sampai mendidih.

3. Mendinginkan susu yang telah dipanaskan dan menutupnya dengan


aluminium foil agar tidak terjadi kontaminasi.
4. Memasukkan starter yoghurt sebanyak 150 ml kedalam susu yang telah
dingin, kemudian mengaduknya agar tercampur rata.
5. Memasukkan campuran ke dalam toples dan tutup hingga rapat.
6. Menginkubasi campuran yang telah dimasukkan ke dalam toples selama 24
jam pada suhu 37o C di dalam inkubator.
Hasil dan pembahasan :
Yoghurt adalah salah satu upaya agar susu bisa lebih awet. Yoghurt disukai
karena rasa segar, tekstur, dan aromanya yang khas. Citarasa yoghurt itu
disebabkan timbulnya asam laktat, asam asetat, karbonil, asetaldehida, aseton,
asetoin, diasetil, dan lain-lain. Produk bioteknologi berupa yoghurt kelompok
kami memiliki tekstur yang sudah cukup kental, warna putih susu, dengan
citarasa dan aroma khas yoghurt. Dapat dikatakan bahwa yoghurt yang kami
buat berhasil. Tekstur yang kental ini diperoleh dari fermentasi asam laktat
melalui aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus, dimana mikroorganisme ini dalam produk akhir harus hidup aktif
dan berlimpah. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus mengurai laktosa (gula
susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. L.
bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus
lebih berperan pada pembentukan citarasa.
Campuran atau kombinasi dari Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus sering digunakan pada beberapa macam produksi yoghurt.
Walaupun kedua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara terpisah,
namun penggunaan keduanya dalam kultur starter yoghurt secara bersamasama terbukti telah bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri
tersebut. Selain menyebabkan tingkat produksi asam yang lebih tinggi,
Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan
karbondioksida.
Format dan karbondioksida yang dihasilkan ini menstimulasi pertumbuhan
Lactobasillus bulgaricus. Disamping itu, aktivitas proteolitik dari Lactobasillus
bulgaricus ternyata juga menghasilkan peptide dan asam amino yang digunakan
oleh Streptococcus thermophilus. Seperti diketahui pula, dalam proses
pembuatan yoghurt, susu menggumpal disebabkan oleh derajat keasaman yang
turun. Streptococcus thermophilus berperan dahulu untuk menurunkan pH
sampai sekitar 5,0 dan baru kemudian disusul Lactobasillus bulgaricus
menurunkan lagi sampai mencapai 4,0. Selain itu beberapa zat hasil fermentasi
mikroorganisme yang berperan dalam menentukan rasa produk adalah asam
laktat, asetaldehida, asam asetat dan diasetil. Intinya adalah jenis dan jumlah
mikroorganisme dalam starter yang digunakan sangat berperan dalam
pembentukan dan formasi rasa serta tekstur yoghurt. Selain tentunya lama
fermentasi dan suhu lingkungan.
Fermentasi adalah proses yang berlangsung dalam keadaan anaerob, dimana
dalam proses ini tidak melibatkan serangkaian transfer elektron yang dikatalisis
oleh enzim yang terdapat dalam membran sel.
Pada umumnya pemecahan karbohidrat berlangsung melalui suatu degradasi
dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat. Selain
menghasilkan asam piruvat sebagai produk akhir juga dihasilkan 2 molekul

NHDH yang harus dioksidasi. Tergantung pada tipe mikroorganisemenya asam


piruvat (CH3COCOOH) dimetabolismekan lebih lanjut untuk menghasilkan produk
akhir fermentasi. Produk akhir fermentasi tersebut dapat digunakan untuk
mengidentifikasi mikroba yaitu dengan cara melihat hasil-hasilnya dari
pemecahan glukosa (Winarno dan Fardiaz, 1994; Priani, 2003). Bakteri L.
bulgaricus & S. thermophilus menghasilkan produk akhir fermentasi berupa
asam laktat sehingga keduanya sering disebut bakteri asam laktat (lactic acid
bacteria).
Secara singkat pemecahan glukosa oleh bakteri asam laktat dapat dituliskan
sebagai berikut:

Dalam percobaan kali ini, produk bioteknologi yang kami buat berupa yoghurt
kami ujikan organoleptiknya pada teman-teman di kelas kami. Dan kami
memperoleh penilaian sebagai berikut :
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Juniasmita Parsandi 4,5 4,5 4,5 5
2 Gek mas 4 4 4 4
3 Slamet 4 4 4 4
4 Mery 4 4 4 4
5 Astri 4 4 4 4
6 Yuli 4,17 3,95 4,25 3,75
7 Dayu 4 4 4 4
8 Ratna 4 4 4 4
Keterangan :
Penilaian dalam skala 1 5
Simpulan :
Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa hasil produk
Bioteknologi berupa Yoghurt yang kami buat berhasil. Terlihat dari uji
organoleptiknya berupa warna, tekstur, aroma dan rasa yoghurt yang kami
ujikan pada teman-teman di kelas kami. Yoghurt merupakan produk olahan susu
yang difermentasikan oleh bakteri asam laktat (Streptococcus thermophilus dan
Lactobasillus bulgaricus).

Daftar pustaka
Anonim.2009.Bioteknologi.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/bioteknologi-3/ (diakses tanggal 1 juni 2012)
Anonim. inilah_manfaat_yoghurt .http://kosmo.vivanews.com/news/read/88016inilah_manfaat_yoghurt (diakses tanggal 1 juni 2012)
Munawar,Taufik M. 2009. Bakteri pada yoghurt.
http://muhtaufikmunawar.blogspot.com/2009/01/bakteri-pada -yoghurt.html
(diakses tanggal 1 juni 2012)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Proses Pembuatan Tempe

Pada kunjungan ini, akan melakukan pembuatan tempe dengan bahan dasar
kacang kedelai. Proses pembuatan diawali dengan perendam kedelai selama 1-2
jam. Perendaman ini bertujuan untuk melunakkan biji agar mudah terlepas dari kulitnya.

Proses selanjutnya yaitu dilakukan perebusan pada kacang kedelai. Sebelum perebusan
kedelai yang direndam ditiriskan. Setelah itu, kedelai dimasukkan ke dalam tong besar tempat
untuk merebus yang dibawahnya terdapat api yang membara. Perebusan ini membutuhkan
waktu 2-4 jam tergantung kematangan kedelai. Pada perebusan kedelai jangan terlalu lunak
karena jika sudah menjadi tempe, maka tempe akan masam bahkan bias busuk. Setelah
perebusan selesai dengan bau khas kedelai akan muncul lender-lendir.
Kemudian kedelai yang sudah direbus ditiriskan kembali. Selanjutnya kedelai hasil tirisan
dimasukkan kembali ke dalam tong perebusan untuk dicampur kembali dengan obat lendir
untuk tempe. Obat tersebut yang membuat tempe lebih enak rasanya. Pross ini membutuhkan
waktu selama 1 malam. Namun proses ini tidak membutuhkan bara api, hanya perendaman
saja dengan obat lendir. Agar obat menyerap proses ini membutuhkan waktu yang lama.
Setelah melalui proses selama semalam kedelai diangkat dari tong yang didalamnya sudah
terdapat lendir. Sebelum melakukan pengangkatan pastikan kedelai pada kondisi sudah
dingin dan benar-benar menyerap obat tadi. Jika diangkat pada kondisi panas akan
berpengaruh pada temped an akan menjadi masam dan bahkan bias menjadi busuk.
Kemudian kedelai ditiriskan di rinjing bertujuan agar lendir hilang. Setelah itu kedelai
dibersihkan dari lendir dan kotoran. Pencucian membutuhkan air yang lumayan banyak.
Setelah dicuci kedelai dibelah menjadi dua bagian dengan cara digilas. Penggilasan dilakukan
dengan cara diinjak-injak. Pada pembuatan tempe yang sudah modern sudah menggunakan
alat yang modern juga. Pada penggilasan yang modern sudah menggunakan alat sendiri.
Kedelai dicuci sampai bersih sambil digilas. Sebelum penggilasan kaki dicuci bersih dengan
antiseptic agar tidak ada kuman. Setelah pencucian selesai dan dirasa kedelai sudah terbelah
menjadi dua dan sudah bersih, kedelai ditiriskan lagi selama 1 jam agar kedelai tidak basah
saat pemberian ragi.
Setelah penirisan selesai, kemudian kedelai dicampur dengan ragi. Kemudian sesudah
pemberian ragi selesai selanjutnya kedelai dibungkus dengan plastik atau daun pisang.
Sebelum pembungkusan dimulai plastik harus dilubangi dengan besi runcing agar proses
fermentasi bisa berlangsung. Proses fermentasi juga membutuhkan oksigen. Tujuan dari
pelubangan adalah agar oksigen masuk ke dalam plastik yang sudah terisi tempe yang
dicampur ragi. Setelah proses pembungkusan selesai, tempe disusun rapi di atas tempat yang
terbuat dari bambu. Seperti pada gambar di bawah ini :

Proses selanjutnya yaitu tempe disusun di atas bambu seperti gambar di atas agar kondisinya
panas. Setelah sekitar 12 jam tempe diangkat. Kemudian di tunggu sampai menjadi tempe.

4.2.2 Profil Industri


Pada kunjungan ini, akan melakukan kunjungan ke industri tempe. Pada kali ini saya
melakukan kunjungan ke Sekampung Lampung Timur. Industri ini termasuk industry
rumahan. Pemilik industry ini adalah Bapak Fitrah dan Ibu Anis yang memiliki seorang anak
yang bernama Naura. Industri ini bertempat di Desa Karyamukti Kecamatan Sekampung
Lampung Timur. Bapak Fitrah memulai membuat tempe sejak umur 15 tahun ikut ayahnya
yang kebetulan memiliki industry tempe juga. Keahlian itu diwariskan kepada Bapak Fitrah.
Dirasa sudah mampu, akhirnya Bapak Fitrah membuka usaha sendiri setelah menikah. Awal
mula berusaha Bapak Fitrah dan istrinya bertempat di Desa Mekar Mukti Sekampung
Lampung Timur selama 3 tahun. Di Desa itu Bapak Fitrah cukup berhasil dengan usahanya.
Dirasa ingin membuka usaha yang lebih besar akhirnya Bapak Fitrah berpindah ke Desa
Karyamukti untuk memulai usaha lagi sampai sekarang sudah berjalan selama 4 tahun.
4.2.3 Ragi atau Inokulum
Inokulasi dilakukan dengan penambahan inokulum, yaitu ragi tempe atau laru. Inokulum
dapat berupa kapang yang tumbuh dan dikeringkan pada daun waru atau
daun jati (disebut usar; digunakan secara tradisional), spora kapang tempe dalam medium
tepung (terigu, beras, atau tapioka; banyak dijual di pasaran), ataupun kulturR.
oligosporus murni (umum digunakan oleh pembuat tempe di luar Indonesia). Inokulasi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) penebaran inokulum pada permukaan kacang kedelai
yang sudah dingin dan dikeringkan, lalu dicampur merata sebelum pembungkusan; atau (2)
inokulum dapat dicampurkan langsung pada saat perendaman, dibiarkan beberapa lama, lalu
dikeringkan (Astawan, 2003).Ragi tempe merupakan bibit jamur yang akan digunakan dalam
pembuatan tempe. Ragi yang disimpan terlalu lama akan mengurangi keaktifannya, karena
itu pada pembuatan tempe sebaiknya digunakan ragi yang belum lama disimpan agar dalam
pembuatan tempe tidak mengalami kegagalan. Mikroba yang berperan dalam proses
pembuatan tempe adalah Rhizopus oligosporus.
Pada kunjungan ini ragi yang digunakan yaitu terbuat dari media jagung yang dibuat tepung
kemudian dicampur ragi asli. Pencampuran in bertujuan agar penggunaan ragi dapat
diminimalisir dengan pencampuran tepung jagung ini. Proses pemberian ragi pada saat
kedelai sudah ditiriskan dari air dan dijamin bersih dari kotoran. Dalam memberikan ragi
jangan terlalu banyak atau tidak sesuai ukuran kare na tempe nantinya bias busuk dan tidak
enak. Takaran untuk pemberian ragi yaitu 1 sendok makan untuk sepuluh kilogram.
4.2.4 Produksi
Setiap industri apapun pasti memiliki hasil produksi maupun itu untung dan rugi. Dalam
melakukan usahanya Bapak Fitrah tentunya tidak mau rugi, dengan strategi yang mumpuni
Bapak Fitrah mampu untung setiap produksinya. Setiap pembuatan tempe Bapak Fitrah
memproduksi 50 kg kacang kedelai. Harga kedelai sekarang mencapai Rp.840.000,- per 100
kg. Untuk plastik yang digunakan bapak Fitrah ada dua macam yaitu ukuran kecil 11x13
yang dijual per tempenya Rp.400,- kepada pembeli atau diwarung-warung, dan ukuran
sedang 11x15 yang dijual per tempenya Rp.800,- ditiap warung juga. Untuk biaya plastik
bapak Fitrah mengeluarkan biaya sekitar Rp.50.000,-. Jika ada pembeli yang dating
kerumahnya harganya yang kecil Rp.500,- dan yang sedang Rp.1000,-. Untuk raginya bapak
Fitrah Membelinya perbungkus Rp.10.000,- dan kemudian dicampur tepung jagung. Untuk
mengelem plastik bapak Fitrah menggunakan lilin yang harga per batangnya Rp.1.000 .
Dalam setiap produksi bapak Fitrah mampu menghasilkan 2800 bungkus setiap 50 kg kacang
kedelai dengan ukuran kecil 2000 bungkus dan ukuran sedang 800 bungkus. Dengan modal
hanya sekitar Rp1.000.000,- bapak Fitrah bisa maraih keuntungan mencapai Rp.900.000,lebih jika semuanya disetorkan ke warung. Namun jika pembeli langsung dating ke rumah
herga lain lagi dan keuntungan akan lebih banyak lagi. Bapak Fitrah menjual hasil produksi
tempenya dengan cara menyetorkan tiap-tiap warung atau pembeli yang sudah menjadi

langganan khususnya di Karyamukti. Namun bapak Fitrah juga sering mengalami kerugian
akibat tikus yang menggrogoti tempe sehingga tempe tidak jadi atau busuk, akibatnya tidak
bias dijual.Dalam sekali penjualan tempe tidak pasti habis. Oleh karena itu, jika tempe tidak
habis aan dijual ke pasar setiap sela dan minggu. Jangkauan tempe bapak Fitrah sudah
melalui empat desa yaitu Karyamukti, Mekarmukti, Purwodadi Mekar, dan kadang Trimukti.
4.2.5 Proses Farmentasi Tempe
Suhu inkubasi selama proses fermentasi tempe berkisar antara 250C-300C, dengan
kelembaban relatif (RH) 70%-85% dan waktu inkubasi selama 24-48 jam. Lama fermentasi
(4.2048) yang cukup memberi pengaruh langsung terhadap kualitas tempe, apabila waktu
fermentasinya kurang maka tempe yang terbentuk strukturnya tidak padat, warnanya tidak
putih keabu-abuan dan tidak berbau khas tempe. Hasil analisis terhadap 83 responden
menunjukkan bahwa 39.8% menyatakan sangat setuju lama fermentasi berpengaruh terhadap
kualitas tempe, 41.0% setuju, dan 19.3% menyatakan ragu-ragu. Lama fermentasi juga
berkorelasi sangat nyata (signifikan) dengan suhu fermentasi (0.417), pematusan air dan
pendinginan (0.367), bahan pembukus plastik (0.280) dan ruang fermentasi (0.341)
(Shurtleff,1979).
Suhu fermentasi (0.433) member pengaruh langsung terhadap lama fermentasi, keduanya
berhubungan secara kausal (sebabakibat), sebab suhu fermentasi meningkat,karena waktu
fermentasi yang semakin lama. Lama fermentasi berbanding lurus dengan suhu fermentasi.
Lama fermentasi yang optimum supaya dicapai suhu yang optimum untuk proses fermentasi
adalah selama 24-48 jam, dengan waktu inkubasi sebesar itu akan dicapai suhu fermentasi
sebesar 250C-300C. Faktor lain yang memberi pengaruh langsung terhadap lama fermentasi
adalah perebusan kedelai ke 1 (0.474) dan ke 2 (-0.368), secara umum tujuan perebusan
adalah untuk memudahkan hidrasi air ke dalam biji kedelai dan membuat beberapa senyawa
kompleks berantai panjang seperti protein dan karbohidrat berubah menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana dengan rantai yang lebih pendek sehingga menjadi nutrisi
yang mudah larut (soluble nutrients) serta menginaktifkan mikroorganisme yang tidak
dikehendaki selama proses fermentasi. Perebusan juga membuat senyawatrypsin
inhibitor terdenaturasi, senyawa ini dalam keadaaan aktif bisa menjadi faktor anti nutrisi
(anti-nutritional factor). Pada proses perebusan ke 2, disamping dilakukan pemanasan juga
dilakukan pendinginan dengan meniupkan udara sehingga kedelai menjadi kering angin
(drained and dried ) (Shurtleff,1979).
Penurunan pH biji kedelai tidak menghambat pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan 39 yang bersifat pembusuk. Proses
fermentasi selama perendaman yang dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari
aspek gizi, apabila asam yang dibentuk dari gula stakhiosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari
kondisi asam dalam biji adalah menghambat kenaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya
aktivitas proteolitik jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH
dalam biji. Pada pH di atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau
kematian jamur tempe. Dalam biji kedelai terdapat komponen yang stabil terhadap
pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus oligosporus, dan
juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk menghilangkan komponen tersebut.
Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang
dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu
tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam
( Hidayat, 2008). Proses fermentasi dilakukan dengan inokulum 1%. Campuran kedelai dan
inokulum yang homogen dituang dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 30oC selama
48 jam.
4.2.6 Kondisi Udara Selama Proses Produksi

Pada proses produksi kondisi udara sangat menentukan hasil dari tempe. Pada proses
fermentasi kondisi yang diharapkan yaitu cukup panas atau hangat karena fermentasi
berlangsung menghasilkan karbondioksida dan dalam saat itu tempe ditandai dengan
berkeringat. Pada musim kemarau proses pemberian ragi lebih sedikit dibandingkan dengan
waktu musim penghujan. Jika dibandingkan musim kemarau, musim hujan lebih banyak
pemberian ragi karena kondisi udara atau kelembaban saat itu dingin dan membutuh kan
banyak ragi untuk berfermentasi. Proses fermentasi membutuhkan panas. Oleh karena itu
kelembaban yang diharapkan pada pembuatan tempe yaitu kelembaban relatif (RH) 70%85%.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Tempe sangat tergantung dari hasil fermentasi jenis bahan utama/ substratnya yaitu kedelai,
macam mikroba yang aktif dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan
dan metabolisme mikroba tersebut
Tempe kedelai di Indonesia merupakan jenis makanan hasil proses fermentasi yang sangat
digemari dan diketahui sebagai makanan yang bergizi tinggi.
Kapang dari jenis Rhizopus terutama R. Oryzae dan R. Oligosporus merupakan organisme
terpenting yang memegang peran utama dalam fermentasi tempe.
R.oligosporus tidak dapat memecah polipeptida, tetapi hanya bisa memecah karbohidrat
R.oligosporus dalam aktivitasnya cenderung tidak menimbulkan perubahan warna.
5.2 Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik akan
tetapi pratikan masih mengharapkan bimbingan yang lebih lagi dari para asisten. Dengan
adanya keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat
menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya. Munkin lebih ditingkatkan
lagi cara membimbingnya kepada para pratikan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. dan Mita W.1991.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Jakarta : Akademika Pressindo. Hal. 94-96.
Hermana and S.W. Roejito. 1971. Pembuatan Inokulum Tempe dan Kajian
Aktivitasnya Selama Penyimpanan. Penelitian Gizi dan Makanan 1: 52 60.
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http://ptp2007.files.wordpress.com/
2008/03/fermentasi-tempe.pdf. (Diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 13:00 WIB).

Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI
Press. Jakarta.
Novi Dewi Sartika. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak metanol
tempe segar dan tempe "Busuk" Kota Malang terhadap radikal bebas DPPH (1,1 difenil-2-pikrilhidrazil). Skripsi. Universitas Negeri Malang
Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja. 1985. Budidaya Kedelai. C.V.
Pustaka Buana. Bandung. Hal 13-15.
Sarwono, B. 1982. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Hal. 10-15.
Snyder, H.E. and W. Know, T. 1987. Soyhean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
Shurtleff,W. and A.Aoyagi 1979, The Book of Tempeh, Harper and Row
Publisher, New York.
Smith, A. K and J. Circle, S. 1978. Soybears Chemistry and Technology. The AVI
Pub. Company Inc. westport connecticut.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan.
PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa
bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus
oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi
ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe.
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akanserat
pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe
mempunyai
nilai
obat,
seperti: antibiotika untuk
menyembuhkan infeksi danantioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan
biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponenkomponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda
dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Manfaat tempe :
Mengandung serat tinggi.
Mudah dicerna oleh semua kelompok umur, dari bayi sampai usia lanjut.
Pengolahan kedelai menjadi tempe menurunkan kadar raffinosa dan stakiosa, yang memicu
timbulnya gejala flatulensi.
Mengandung delapan macam asam amino esensial dan asam lemak tidak jenuh.
Sumber antioksidan yang mengandung isoflavon aglikon sebagai pencegah kanker.
Sumber antibiotik, zat antibakteri yang memperkecil peluang infeksi.
Hipokolesterolemik, menurunkan lipid atau lemak dalam darah.
Sumber vitamin B.
Mengandung vitamin B12. Vitamin tersebut umumnya terdapat dalam produk hewani tapi
tidak dijumpai pada makanan nabati, seperti sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.

Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai (Agus Krisno.blog.wordpress.com)
Tekstur kompak juga disebabkan oleh miselia jamur yang menghubungkan biji-biji
kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama fermentasi, tetapi
umumnyaRhizopus sp yang paling dominan. Selama proses fermentasi, ampas tahu akan
mengalami perubahan baik fisik maupun kimianya.
Selama proses fermentasi, terjadi peningkatan nitrogen terlarut yang mempengaruhi
peningkatan pH pula. Nilai pH untuk tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Ampas
tahu yang telah difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Hasil dari tempe
ampas tahu atau tempe gembus pada percobaan kami terlihat baik dan bersih. Ini
disebabkan tempe tersebut diproses secara steril.
Tahapan Proses Pembuatan Tempe
Penghilangan kotoran, sortasi, dan penghilangan kulit
Biji kedelai harus bersih, bebas dari campuran batu kerikil, atau bijian lain, tidak rusak dan
bentuknya seragam. Kulit biji kedelai harus dihilangkan untuk memudahkan pertumbuhan
jamur. Penghilangan kulit biji dapat dilakukan secara kering atau basah. Cara kering lebih
efisien, yaitu dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 104 o C selama 10 menit atau dengan
pengeringan sinar matahari selama 1-2 jam. Selanjutnya penghilangan kulit dilakukan
dengan alat Burr Mill. Biji kedelai tanpa kulit dalam keadaan kering dapat disimpan lama.
Penghilangan biji secara basah dapat dilakukan setelah biji mengalami hidrasi yaitu setelah
perebusan atau perendaman. Biji yang telah mengalami hidrasi lebih mudah dipisahkan dari
bagian kulitnya, tetapi dengan cara basah tidak dapat disimpan lama
Perendaman atau pre fermentasi
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga kadar air biji naik
sebesar kira-kira dua kali kadar air semula, yaitu mencapai 62-65 %. Proses perendaman
memberi kesempatan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat sehingga terjadi penurunan
pH dalam biji menjadi sekitar 4,5 5,3. Penurunan biji kedelai tidak menghambat
pertumbuhan jamur tempe, tetapi dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri
kontaminan yang bersifat pembusuk. Proses fermentasi selama perendaman yang
dilakukan bakteri mempunyai arti penting ditinjau dari aspek gizi, apabila asam yang
dibentuk dari gula stakhijosa dan rafinosa. Keuntungan lain dari kondisi asam dalam biji
adalah menghambat penaikan pH sampai di atas 7,0 karena adanya aktivitas proteolitik
jamur dapat membebaskan amonia sehingga dapat meningkatkan pH dalam biji. Pada pH di
atas 7,0 dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan atau kematian jamur tempe.
Hessseltine, et.al (1963), mendapatkan bahwa dalam biji kedelaiterdapat komponen yang
stabil terhadap pemanasan dan larut dalam air bersifat menghambat pertumbuhan Rhizopus
oligosporus, dan juga dapat menghambat aktivitas enzim proteolitik dari jamur tersebut.
Penemuan ini menunjukkan bahwa perendaman dan pencucian sangat penting untuk
menghilangkan komponen tersebut.

Proses hidrasi terjadi selama perendaman dan perebusan biji. Makin tinggi suhu yang
dipergunakan makin cepat proses hidrasinya, tetapi bila perendaman dilakukan pada suhu
tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri sehingga tidak terbentuk asam.
Proses Perebusan
Proses pemanasan atau perebusan biji setelah perendaman bertujuan untuk membunuh
bakteri-bakteri kontaminan, mengaktifkan senyawa tripsin inhibitor, membantu
membebaskan senyawa-senyawa dalam biji yang diperlukan untuk pertumbuhan
jamur (Hidayat, dkk. 2006).
Penirisan dan Penggilingan
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji, mengeringkan
permukaan biji dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan
jamur, air yang berlebihan dalam biji dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan
jamur dan menstimulasi pertumbuhan bakteri-bakteri kontaminan, sehingga menyebabkan
pembusukan.
Inokulasi
Inokulasi pada pembuatan tempe dapat dilakukan dengan mempergunakan beberapa
bentuk inokulan (Hidayat, dkk. 2006) yaitu :
1. Usar, dibuat dari daun waru (Hibiscus tiliaceus) atau jati (Tectona grandis) merupakan
media pembawa spora jamur. Usar ini banyak dipergunakan di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
2. Tempe yang telah dikeringkan secara penyinaran matahari atau kering beku.
3. Sisa spora dan miselia dari wadah atau kemasan tempe.
4. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dibuat bulat seperti ragi roti.
5. Spora Rhizopus oligiosporus yang dicampurkan dengan air.
6. Isolat Rhizopus oligosporus dari agar miring untuk pembuatan tempe skala laboratorium.
7. Ragi tempe yang dibuat dari tepung beras yang dicampurkan dengan jamur tempe yang
ditumbuhkan pada medium dan dikeringkan.
Pengemasan
Kemasan yang dipergunakan untuk fermentasi tempe secara tradisional yaitu daun pisang,
jati, waru atau bambu, selanjutnya dikembangkan penggunaan kemasan plastik yang diberi
lubang. Secara laboratorium kemasan yang dipergunakan adalah nampan stainless stell
dengan berbagai ukuran yang dilengkapi dengan lubang-lubang kecil.
Inkubasi atau Fermentasi
Inkubasi dilakukan pada suhu 25o-37o C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses
fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai.
Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban,
kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).
Proses fermentasi tempe dapat dibedakan atas tiga fase yaitu :
a. Fase pertumbuhan cepat (0-30 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah asam lemak
bebas, penaikan suhu, pertumbuhan jamur cepat, terlihat dengan terbentuknya miselia pada
permukaan biji makin lama makin lebat, sehingga menunjukkan masa yang lebih kompak.

b. Fase transisi (30-50 jam fermentasi) merupakan fase optimal fermentasi tempe dan siap
untuk dipasarkan. Pada fase ini terjadi penurunan suhu, jumlah asam lemak yang
dibebaskan dan pertumbuhan jamur hampir tetap atau bertambah sedikit, flavor spesifik
tempe optimal, dan tekstur lebih kompak.
c. Fase pembusukan atau fermentasi lanjut (50-90 jam fermentasi) terjadi penaikan jumlah
bakteri dan jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur menurun dan pada kadar air
tertentu pertumbuhan jamur terhenti, terjadi perubahan flavor karena degradasi protein
lanjut sehingga terbentuk amonia.
Dalam pertumbuhannya Rhizopus akan menggunakan Oksigen dan menghasilkan
CO2 yang akan menghambat beberapa organisme perusak. Adanya spora dan hifa juga
akan menghambat pertumbuhan kapang yang lain. Jamur tempe juga menghasilkan
antibiotikayang dapat menghambat pertumbuhan banyak mikrobia.

BAB VI
KESIMPULAN
Pembuatan tempe memanfaatkan jamur Rhizopus orizae
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe ampas tahu
antara lain suhu, banyaknya ragi yang diberikan, semakin banyk ragi yang diberikan maka
tempe akan cepat jadi, namun akan lebih cepat busuk, kandungan air waktu diperas harus
benar-benar berkurang sampai kering, serta kesterilan alat dan bahan

DAFTAR PUSTAKA
http://moeluzie.blogspot.com/2012/06/laporan-fermentasi-pembuatan-tempe.html
http://neogalih.blogspot.com/2011/04/laporan-bioteknologi-pembuatan-tempe.html
http://ulfika-fuady.blogspot.com/2012/03/laporan-praktikum-membuat-tempe.html
http://sababjalal.wordpress.com/2011/11/03/contoh-makalah-cara-pembuatan-tempe/
http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/2009/04/28/tahapan-proses-pembuatan-tempe/

Laporan Praktikum Bioteknologi


Proses Pembuatan Nata de Coco
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Biologimu.com Bioteknolologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang membahas
tentang pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa
yang dapat bermanfaat bai kehidupan. Agen hayati yang umumnya digunaka adalah jamur mikro
dan bakteri. Beberapa bakteri memiliki peranan bagi kehidupan, baik peranan yang
menguntungkan

maupun

yang

merugikan.

Bakteri

yang

menguntungkan

umumnya

dibudidayakan oleh masyarakat, misalnya bakteri Acetobacter xylinum yang mampu mengubah
air kelapa menjadi jalinan serat putih yang disebut nata de coco. Pembuatan nata dari air kelapa
yang merupakan limbah makanan haruslah yang mengandung glukosa cukup bagi pertumbuhan
bakteri yang kelak akan mengubahnya menjadi serat yang layak dikonsumsi. Pada praktikum
kali ini digunakan air kelapa tua sebagai bahan baku dan hasilnya di pasaran dikenal sebagai
nata de coco.

Nata de coco adalah makanan yang banyak mengandung serat selulosa kadar tinggi yang
bermanfaat bagi kelancaran pencernaan kita. Makanan ini berbentuk padat, kokoh, kuat, putih,
transparan, dan kenyal dengan rasa mirip kolang-kaling. Produk ini banyak digunakan sebagai
pencampur es krim, coktail buah, sirup, dan makanan ringan lainnya. Kandungan kalorinya yang

rendah, sangat tepat dikonsumsi sebagai makanan diet. Penambahan vitamin dan mineral akan
mempertinggi nilai gizi nata de coco. Nata de coco merupakan jenis makanan hasil fermentasi
oleh bakteri Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dalam pertumbuhan dan aktivitasnya
membentuk nata memerlukan suatu media yang tepat memiliki kandungan komponenkomponen yang dibutuhkan sehingga produksi nata yang dihasilkan dapat secara optimal.
Komponen media nata yang dibutuhkan sebagai syarat media nata antara lain memiliki sumber
karbon dapat berupa gula, sumber nitrogen dapat berupa penambahan urea atau ZA, mineral
dan vitamin yang mendukung pertumbuhan bakteri acetobacter xylinum. Pada fermentasi nata
kondisi lingkungan juga sangat berpengaruh karena bakteri acetobacter xylinum memiliki kondisi
optimum lingkungannya untuk tumbuh baik itu suhu, pH, cahaya, oksigen dan lain-lainnya.
Pada praktikum kali ini bahan utama yang digunakan adalah air kelapa. Air kelapa merupakan
salah satu limbah yang bermanfaat dari bagian buah kelapa. Tapi sangat disayangkan
kebanyakan dari masyarakat kurang mengenal apa manfaat dari air kelapa ini. Padahal air
kelapa sangat banyak manfaatnya slah satunya adalah diolah menjadi nata de coco. Harga
bahan baku ini relatif sangat murah dan kadang-kadangpun tidak ada harganya atau diberikn
secara Cuma-Cuma. Selain itu di indonesia sangat kaya akan kelapa sehingga apabila limbah
air kelapa ini tidak dimanfaatkan akan sangat rugi karena hasil yang di dapat dari produksi air
kelapa yang diolah menjadi nata de coco ini lumayan memuaskan kalau dilihat dari segi
ekonominya.
Air kelapa mempunyai potensi yang baik untuk di buat minuman fermentasi karena kandungan
zat gizinya yang kaya dan relatif lengkap, sehingga sesuai untuk pertumbuhan mikroba.
Komposisi gizi air kelapa tergantung pada umur kelapa dan variertasnya. Air kelapa per 100 ml
mengandung sejumlah zat gizi, yaitu protein 0,2 g, lemak 0,2 g, gula 3,8 g, vitamin C 1,0 mg,
asam amino, dan hormon pertumbuhan. Jenis gula yang terkandung glukosa, fruktosa, sukrosa,
dan sorbitol (Astawan, 2004).
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah :
1.

Untuk mengetahui cara pembuatan nata de coco

2.

Untuk mengetahui cara pembuatan starter nata de coco

Bab II
Tinjauan Pustaka
Nata adalah produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum pada substrat yang
mengandung gula. Bakteri tersebut menyukai kondisi asam dan memerlukan nitrogen untuk
stimulasi aktifitasnya. Glukosa substrat sebagian akan digunakan bakteri untuk aktifitas
metabolisme dan sebagian lagi diuraikan menjadi suatu polisakarida yang dikenal dengan
extracelluler selulose berbentuk gel. Polisakarida inilah yang dinamakan nata (Suarsini 2010).

Nata de coco merupakan jenis makanan yang diperoleh melalui fermentasi Acetobacter xylinum.
Makanan ini berbentuk padat, putih, transparan dan kenyal seperti kolang-kaling. Produk ini
biasanya dijual dalam bentuk nata di dalam syrup atau dalam jelly. Selain itu nata de coo juga
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk audio (Jumadi, 2015).
Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang saat ini mulai populer dan
digemari, sehingga permintaan pasar akan produk ini semakin meningkat. Hal ini merupakan
suatu peluang usaha yang sangat baik untuk dikembangkan khususnya pengolahan limbah air
kelapa sebagai media atau bahan baku pembuatan nata de coco (Wowor, Mufida, dan Rahman,
2007).
Nata de coco adalah hidangan penutup yang terlihat seperti jely, berwarna putih hingga bening
dan bertekstur kenyal. Makanan ini dihasilkan dari fermentasi air kelapa, dan mulanya dibuat di
Filipina. Nata de coco, dalam bahasa Spanyol berarti krim kelapa". Krim yang dimaksudkan
adalah santan kelapa. Penamaan nata de coco dalam bahasa Spanyol karena Philipina pernah
menjadi koloni Spanyol. Nata de coco adalah hasil olahan air kelapa. Kandungan gula dalam air
kelapa mengalami fermentasi berkat bantuan bakteri Acetobacter Xylinum. Ai r kelapa sendiri
mengandung mineral dan vitamin yang bermanfaat bagi tubuh. Nata de Coco mempunyai
banyak nilai gizi (Kristianingrum, 2004).
Sebetulnya, nata de coco dapat diusahakan bukan hanya dari air kelapa, tetapi juga dari
berbagai jenis bahan yang mengandung gula, protein, dan mineral. Seperti misalnya sari buah
buahan, sari kedelai, dan bahkan air gula. Oleh sebab itu, nama nata dapat bermacammacam
sesuai dengan bahan yang digunakan. Namun, diantara beberapa jenis bahan yang dapat
digunakan, air kelapa merupakan bahan yang paling ekonomis, mengingat air kelapa hanyalah
bersifat sebagai limbah dari buah kelapa. (Wowor, Mufida, dan Rahman, 2007).
Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter xylinum dalam sari buah yang mengandung
glukosa yang kemudian diubah menjadi asam asetat dan benang-benang selulosa. Lamakelamaan akan terbentuk suatu massa yang kokoh dan mencapai ketebalan beberapa
sentimeter. Selulosa yang dikeluarkan ke dalam media itu berupa benang-benang yang
bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi
lapisan nata. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam
air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang
terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang
dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang
tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang
akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan (Purnomo, 2012).
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai
pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter xylinum

mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase
pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju
kematian, dan fase kematian. Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak
langsung

tumbuh

melainkan

beradaptasi

terlebih

dahulu.

Pad

fase

terjadi

aktivitas

metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan


adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan
pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase
eksponensial

dicapai

antara

1-5

hari.

Pada

fase

ini

bakteri

mengeluarkan

enzim

ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa


(matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam
membentuk nata (Susilawati, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi,
sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara
(oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida
dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber
nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteriAcetobacter xylinum
dapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu
ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 31 0 C. bakteri ini sangat
memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup
untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi
(Purnomo, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata de coco per
100 gram nata mengandung 80% air, 20 gram karbohidrat, 146 kalori ,20 gram lemak, 12 mg
kalsium, 2 mg fosfor dan 0,5 mg ferrum (besi). Sedangkan kandungan gizi 100 gram nata de
coco yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67 7% air, 12 mg kalsium, 0,2% lemak, 2 mg fosfor, ,
5 mg zat besi dan 0,01 mg (Kristianingrum, 2004).

Bab III
Metode Praktikum
A. Waktu dan Tempat
Hari / Tanggal : Jumat , 22 Mei 2015
Waktu : Pukul 07.30 s.d. 15.00 WITA
Tempat : Laboratorium Biologi Lantai II Barat FMIPA UNM
B. Alat dan Bahan
a). Alat

1.

Panci

2.

Kompor

3.

Botol steril

4.

Saringan

5.

Gelas ukur 1000 ml

b). Bahan
1.

Alkohol 70 %

2.

Air kelapa 5 L

3.

25 ml asam asetat glasial

4.

5 gr gula

5.

Starter (bakter Acetobacter xylinum)

6.

250 gr ZA

7.

Alumunium foil

8.

Kapas

9.

Tissu

10.

Kertas koran

11.

Tali

C. Cara Kerja
1.

Menyiapkan seluruh alat dan bahan yang digunakan

2.

Menyaring air kelapa sebanyak 5 L ke dalam panci

3.

Memasak air kelapa tersebut menggunakan api kompor gas

4.

Membuang busa yang keluar dari rebusan kelapa sampai bersih

5.

Memasukkan ZA dan gula sesaat sebelum air kelapa tersebut

mendidih, saat suhu rebusan air kelapa sekitar 90oC


6.

Membiarkan larutan campuran air kelapa, ZA, dan gula tersebut di atas

kompor, hingga mendidih dengan suhu 100oC dengan durasi waktu sekitar 510 menit.
7.

Menuangkan 750 ml air kelapa hasil rebusan tadi ke dalam wadah dan

menutupnya dengan menggunakan kertas koran dan tali. Wadah, tali, dan
koran telah disterilkan sebelumnya menggunakan alkohol 70%.
8.

Mendinginkan larutan air kelapa yang ditutup tadi kurang lebih selama

2 jam.
9.

Menuangkan sisa larutan air kelapa tadi ke dalam botol steril

ditambahkan 5 ml starter Acetobacter xylinum. Larutan ini nantinya akan


dijadikan starter.
10.

Mengambil starter bakteri Acetobacter xylinum sebanyak 35 ml.

11.

Memasukkan starter tersbut ke dalam wadah yang telah didiamkan

tadi.
12.

Menginkubasi wadah tersebut selama 7 hari.

13.

Sedangkan untuk pembuatan starter.

Bab IV
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil pengamatan
1. Pembuatan Starter
Starter Nata de Coco kelompok 3

Starter Nata de Coco kelompok 4

2. Pembuatan Nata de Coco


Nata de Coco yang diap di inkubasi

Hasil nata setelah inkubasi klp 3

Hasil nata setelah inkubasi klp 4

B. Pembahasan
1. Pembuatan Starter Nata de Coco
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka pembuatan starter Nata de Coco pada
kelompok kami tidak berhasil dilakukan. Dimana starter yang dibuat tidak menunjukkan adanya
penggumpalan pada bagian permukaan cairan. Ada banyak factor yang dapat dmempengaruhi
hal tersebut. Pertama bisa saja disebabkan karena kurang sterilnya wadah yang digunakan
sehingga menyebabkan terjaadinya kontaminasi pada starter yang dibuat. Kedua keadaan
wadah yang terlalu tertutup sehingga mungkinkan proses metabolisme yang dillakukan oleh
bakteri terganggu dalam artian kurang suplay oksigen. Dan ketiga bisa saja starter yang
digunakan kurang baik atau sudah lama.
Agar bakteri Acetobacter xilynum dapat bekerja dengan baik, yaitu mengubah glukosa menjadi
selulose atau dalam pembentukan lapisan nata maka yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
nata de coco yaitu kondisi peralatan serta ruangan yang cukup steril. Apabila kondisi ruangan
kurang steril sehingga memungkinkan sirkulasi udara berjalan seperti biasa maka peluang untuk
terjadinya kontaminasi pada nata yang diproduksi cukup besar, begitu pula jika peralatan yang
digunakan kurang steril maka juga dapat menimbulkan kontaminasi (kerusakan pada lapisan
nata yang diproduksi) (Anonim1,2012).
2. Pembuatan Nata de Coco
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, maka pembuatan Nata de Coco pada kelompok kami
tidak berhasil dilakukan. Sama dengan pembuatan starter, cairan yang dibuat tidak menunjukkan
adanya penggumpalan pada bagian permukaan cairan. Hal ini disebabkan karena bahan yang

digunakan dengan starter sama. Penyebabnya diperkirakan karena kurang sterilnya wadah yang
digunakan sehingga menyebabkan terjaadinya kontaminasi pada starter yang dibuat. Atau
bahan bahan yang digunakan komposisinya tidak bagus dan keadaan wadah yang terlalu
tertutup sehingga mungkin mempengaruhi pertumbuhan bakterinya.
Starter nata adalah bakteri Acetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata
jika

ditumbuhkan

dalam

air

kelapa

yang

sudah

diperkaya

dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Bakteri ini sangat memerlukan
oksigen. Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan
keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99%). Asam asetat
dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang
diinginkan yaitu pH 4,5 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam
organik dan anorganik lain bisa digunakan (Anonim, 2012).
Adapun klasifikasi dari Acetobacter xylinum adalah:
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Alpha Proteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Familia : Psedomonadaceae
Genus : Acetobacter
Species : Acetobacter xylinum

Bab V
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1.

Nata de coco adalah suatu krim yang berasal dari air kelapa yang

mengandung glukosa dan serat, serta nitrogen yang difermentasi oleh bakteri
Acetobacter xilynum. Penambahan gula pada proses pembuatan nata adalah
sebagai sumber karbon dan glukosa untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum,
sedangkan proses penambahan ZA pada proses pembuatan nata adalah
sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum.
2.

Proses pembuatan starter nata de coco menggunakan starter yang

telah ada sebelumnya dengan menambahkan air kelapa baru sebagai medium
yang diperbaharui.
B. Saran
1.

Sebaiknya pada praktikum, praktikan harus benar memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi agar proses fermentasi


nata de coco tersebut dapat memberikan hasil yang optimum.

2.

Sebaiknya pada praktikum pembuatan nata de coco ini, asisten

menjelaskan faktor-faktor yang biasa menjadi penghambat pada proses


pembuatan

nata

de

coco

pada

pengalaman

membimbing

mereka

sebelumnya, sehingga segala hambatan yang memungkinkan terjadi dapat


dihindari.
Daftar Pustaka
Astawan M. 20 Feb 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 78)
Jumadi, Oslan dkk. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Jurusan Biologi FMIPA UNM.
Makassar.
Kristianingrum, Susila. 2004. Penyuluhan Pembuatan Nata de Coco sebagai Upaya
Pemberdayaan Ibu Rumah Tanga melalui Home Industri. Jurusan Pendidikan Kimia UNY,
Yogyakarta. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/susila-kristianingrumdra-msi/5.pdf
Purnomo, Bambang, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB.
Bengkulu
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata
De coco. Malang. FMIPA UM.
Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium
mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor.
Wowor, Liana Y, Mufida Muis, dan Rahman Arinong. 2007. Analisis Usaha Pembuatan Nata De
Coco Dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N yang Berbeda. Jurnal Agrisistem
Desember 2007 Vol 3 No. 2. http://www.stppgowa.ac.id/DataDownloadCentrePap/datajurnal-agrisistem-stpp-

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di setiap tempat di bumi ini, udara, tanah, dan air selalu dijumpai mikroorganisme.
Mereka mempunyai peranan yang sangat besar dalam merombak bahan organik maupun
anorganik. Peranan-peranan mikroorganisme tersebut secara langsung maupun tidak langsung
dapat merugikan dan dapat menguntungkan manusia. Peranan-peranan yang merugikan akan
kita kendalikan ke arah yang lebih kecil, sedangkan peranan-peranan yang menguntungkan
kita kembangkan ke arah yang lebih besar.

Peranan mikroorganisme yang menguntungkan di bidang pertanian kita kembangkan


dalam teknologi industri pertanian, yang biasanya dalam bentuk wirausaha penyediaan energi
tersedia yang dapat berupa pangan (makanan dan minuman) tradisional, saprodi pertanian
samapai mikrobioenergi. Beberapa contoh yaitu pembuatan tempe, kecap, tauco, tape, MSG
(industri protein sel tunggal), anggur (wine), yogurt, nata, keju, pupuk organik, biogas, dan
lain-lain.
Nata dihasilakan dari fermentasi cairan oleh bakteri Acetobacter xylinum yang terlibat
seperti jeli, berwarna putih hingga bening dan bertekstur kenyal. Nata mulanya dibuat di
Filipina dari air kelapa yang dikenal dengan nama Nata de coco dalam bahasa Spanyol
berarti krim kelapa. Penamaan nata de coco dalam bahasa Spanyol karena Filipina pernah
menjadi koloni Spanyol. Nata tidak hanya dihasilkan dari fermentasi air kelapa saja, tetapi
dapat dibuat dari berbagai cairan komoditi pertanian lain, misalnya nata yang dibuat dari
cairan buah nanas disebut Nata de pina, dari cairan kedelai disebut Nata de soya dan
lain-lain sering secara kaprah semuanya disebut Nata de coco, meskipun pada saat ini nata
yang paling banyak beredar di pasaran adalah nata yang berbahan baku air kelapa.
1.2 TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mampu membuat sendiri nata (nata de coco, nata de pina, nata de soya)
Agar mahasiswa mampu memanfaatkan limbah secara mikrobiologis untuk dijadikan bahan
bernilai ekonomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin sebagai natare yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat dari air
kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, atau sari buah (nanas, melon,
pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan lain-lain). Nata yang dibuat dari air kelapa disebut
nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air kelapa atau sari kelapa. Nata
de coco pertama kali berasal dari Filipina. (Sutarminingsih, 2004).
Nata De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa
selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang
melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Pada
prinsipnya untuk menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan
media yang dapat mendukung aktivitasAcetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa
ekstra-seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco. (http://inacofood.wordpress.com)
Bibit nata adalah bakteriAcetobacter xylinum yang akan dapat membentuk serat nata
jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbondan nitrogen melalui
proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim
yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik

yang tumbuh pada air kelapa tersebut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa
yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Nata_de_coco).
Acetobacter xylinumdapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal
bila pH nya 4,3, sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteriAcetobacter xylinum pada
suhu 28 31 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Asam asetat atau asam cuka
digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang
baik adalah asam asetat glacial (99,8 %). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat
digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 5,5
dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organik dan anorganik lain
bisa
digunakan.(http://id.wikipedia.org/wiki/Nata_de_coco).
Seperti halnya pembuatan beberapa makanan atau minuman hasil fermentasi,
pembuatan nata juga memerlukan bibit. Bibit tape biasa disebut ragi, bibit tempe disebut usar,
dan bibit nata de coco disebut starter. Bibit nata de coco merupakan suspensi selAcetobacter
xylinum. Untuk dapat membuat bibit nata de coco seseorang perlu mengetahui sifat-sifat dari
bakteri ini.Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang
mempunyai panjang 2 mikron dan lebar micron, dengan permukaan dinding yang berlendir.
Bakteri ini biasa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat imotil dan dengan
pewarnaan Gram menunjukkan Gram negatif.( http://bioindustri.blogspot.com).
Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih
muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk
lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada
medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan
mudah
diambil
dengan
jarum
oase.(
http://bioindustri.blogspot.com).
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak
membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan
H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk
mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut
membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat
fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur,
dan
ketersediaan
oksigen.
(http://bioindustri.blogspot.com).
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel
didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup.
BakteriAcetobacter xylinummengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi,
fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase
pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian. Apabila bakteri dipindah ke
media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pad
fase terjadi aktivitas metabolismedan pembesaran sel, meskipun belum mengalami

pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase
pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini
berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini
bakteri mengeluarkan enzim ektraselulerpolimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun
polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu
strain Acetobacter xylinumdalam membentuk nata. (http://bioindustri.blogspot.com).
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat
metabolik yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah
tua. Pada fase in pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak
disbanding jumlah sel mati. Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang
tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju
kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi harbi, maka
bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami
kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.
(http://bioindustri.blogspot.com).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan
adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur,
dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari
monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah
gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri
Acetobacter xylinumdapat tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH
nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteriAcetobacter xylinum pada suhu 28
31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu
ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang
dapat mengakibatkan kontaminasi. (http://bioindustri.blogspot.com)

BAB III
BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Bahan dan Alat
Bahan
: stater nata mengandung Acetobacter xylinum, air kelapa atau bahan lain,
gula
pasir, asam cuka dapur, asam asetat glasial, urea, ZA
Alat
: kompor, panci untuk merebus media (air kelapa), gelas ukur
besar,pengaduk,
saringan air kelapa/ ayakan tepung, nampan/ wadah untuk
fermentasi, kain
putih/ kertas koran untuk penutup, tali pengikat/rafia, timbangan
3.2 Prosedur Kerja
Air kelapa 7 liter disaring dengan menggunakan kain saring bersih.
Sambil dipanaskan, air kelapa ditambah sukrosa (gula pasir) sebanyak 70 gr, dan urea 17,5 gr,
diaduk hingga homogeny dan air kelapa mendidih.
Substrat ini didinginkan, kemudian ditambah asam asetat glacial (asam cuka) sebanyak 70 ml.
Substrat disterilkan dengan cara dimasukkan dalam autoclave pada suhu 121C, tekanan 1 atm,
selama 10 menit (atau didihkan selama 20 menit).
Substrat didinginkan hingga suhu 40C kemudian dimasukkan pada nampan atau baskom steril
dengan permukaan yang lebar, dengan kedalaman substrat kira-kira 3 cm.
Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10% (v/v).
Substrat kemudian diaduk rata dan ditutup dengan menggunakan kain basa (boleh
menggunakan kertas koran).
Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakkan pada tempat dan ruang yang bersih,
terhindar dari debu dan goyangan.
Inkubasi dilakukan selama 10-15 hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh
digoyang-goyang.
Pada umur 10-15 hari nata dapat dipanen dan diolah sesuai selera.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Bahan
Baku

Cairan Awal
Lama PeramWarna
(mL)

Tekstur

Tebal
Lapisan
(cm)

Sisa
Cairan
(mL)

Air
Kelapa

800 mL

7 hari

Putih

Halus

0,5 cm

4 mL

4.2 Pembahasan
Hari

Kondisi Nata

Keterangan

Proses pembuatan nata de coco (air kelapa)

Masih biasa

Kondisi nata belum ada perubahan-perubahan, hal itu terlihat


pada saat pengamatan tidak terjadi perubahan

Masih biasa

Sudah mulai ada perubahan

Ada perubahan

Warna semakin pekat yang pada awalnya putih kemudian berubah Ada perubahan
menjadi kuning dan mengeluarkan bau yang tidak sedap

Selain warna yang berubah, bau yang tidak sedap, juga terdapat
gumpalan di atas air kelapa tersebut dan di bagian dasarnya

Ada perubahan

Setelah beberapa hari, tidak terbentuk lapisan nata, warnanya


semakin pekat, baunya juga semakin tidak sedap, hal ini
membuktikan bahwa nata pada air kelapa tidak berhasil. Hal itu
disebabkan oleh adanya bakteri yang tumbuh atau kondisi yang
tidak memungkinkan untuk bakteri Acetobacter xylinum untuk
hidup

Tidak terjadi atau


tidak terbentuk
lapisan nata

Pada praktikum kali ini, yaitu nata de coco menggunakan bakteri. Bakteri yang
berperan dalam pembuatan nata de coco ini adalah bakteri Acetobaacter
xylinum. Acetobacter xylinummemproduksi selulosa ekstra-seluler atau yang kemudian
disebut nata de coco. Bahan dasar dari praktikum kali ini adalah air kelapa dan
bakteri Acetobacter xylinum. Pada hari pertama dilakukan pembuatan nata de coco. Pada hari
kedua dilakukan pengamatan terhadap nata de coco. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada
perubahan terhadap nata de coco yang diamati. Pada hari kedua, sudah mulai terlihat
perubahan. Pada hari selanjutnya nata de coco mulai terlihat berbeda, mulai dari warna yang
mulai menguning serta bau mulai tidak sedap. Pada hari berikutnya terdapat gumpalan di atas
air kelapa tersebut dan pada bagian dasarnya. Setelah beberapa hari kemudian dilakukan
pengamatan lagi terhadap nata de coco, yang dihasilkan pengamatan yaitu tidak terbentuk
lapisan nata, warnanya semakin pekat, baunya juga semakin tidak sedap, hal ini
membuktikan bahwa nata pada air kelapa tidak berhasil. Hal itu disebabkan oleh adanya
bakteri yang tumbuh atau kondisi yang tidak memungkinkan untuk bakteriAcetobacter
xylinum untuk
hidup.
Dari hasil pengamatan, diperoleh keterangan sebagai berikut, dalam pembuatan nata
de coco kali ini menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Selain itu bahan baku utama
dalam pembuatan nata de coco ini adalah air kelapa. Bakteri Acetobacter xylinum dapat

tumbuh pada pH 3,5 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3, sedangkan suhu
ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 31 C.
Bakteri Acetobacter xylinumini akan dapat membentuk serat nata jika ditumbuhkan dalam air
kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogenmelalui proses yang terkontrol.
Nata de Coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang
mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang termasuk
bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak
dipelajari
adalahAcetobacter
xylinum.
Bakteri Acetobacter
xylinum termasuk
genus Acetobacter. BakteriAcetobacter xylinum bersifat Gram negatif, aerob, berbentuk
batang
pendek
atau
kokus.
(http://www.smallcrab.com)
Dari hasil pengamatan yang kami lakukan terhadap pembuatan nata de coco yang
kami lakukan ada yang mengalami kegagalan. Kami/saya beranggapan bahwa
ketidakberhasilan dalam pembuatan nata de coco kali ini dikarenakan beberapa hal, seperti
suhu yang tidak optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Selain itu sewaktu
pembuatan nata de coco tersebut para praktikan banyak berbicara sehingga memungkinkan
dalam pembuatan nata de coco tersebut terkontaminasi oleh bakteri yang lain. Sehingga dari
situlah pembuatan nata de coco tersebut tidak berhasil.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum tentang pembuatan Nata de coco, maka didapatkan kesimpulan bahwa :
Untuk membuat nata dari air kelapa tidaklah hal yang terlalu sulit jika kita mengikuti langkah
yang ada dengan baik dan benar.
Pembuatan nata ini bisa menjadi salah satu bisnis yang menjanjikan, mengingat bahan baku
yang digunakan adalah bahan yang mudah di dapat dan tersedia banyak di lingkungan kita
ini.
5.2

Saran

Pembuatan Nata de coco dari air kelapa sebaiknya diambil dari air kelapa sejak tiga hari
sebelum praktikum dilaksanakan.

Untuk mendapatkan hasil nata de coco yang baik, sebaiknya gula pasir, ZA, dan urea diukur
dengan baik, tergantung air kelapa yang akan kita buat menjadi nata de coco sehingga ukuran
bahan dapat diperkirakan sebelum mencampurnya.
Air kelapa yang akan dimasukkan bibit, sebaiknya kita gunakan perbandingan antara bibit yang
akan kita masukkan dengan air kelapa agar saat dipanen, nata tidak menjadi cair.
Saat proses inkubasi pada suhu kamar, ruang yang bersih sangat mempengaruhi hasil dari nata
de coco agar terhindar dari debu dan mikroorganisme lain, serta hindari goyangan saat
melakukan proses inkubasi

Daftar Pustaka
http://inacofood.wordpress.com (diakses pada hari Minggu, 7 April 2013, pukul 15.24 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Nata_de_coco (diakses pada hari Minggu, 7 April 2013, pukul
15.24 WIB)
http://bioindustri.blogspot.com/2008/05/kemampuan-bakteri-acetobacter-xylinum.html
(diakses pada hari Minggu, 7 April 2013, pukul 15.24 WIB)
http://www.smallcrab.com/others/448-membuat-nata-de-coco (diakses pada hari Minggu, 7
April 2013, pukul 15.24 WIB)
Purnomo, Bambang, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB.
Bengkulu.
Sutarminingsih, 2004.http://www.natadecocoindonesia.com (diakses pada hari Minggu, 7
April 2013, pukul 15.24 WIB)
Waluyo, L.2005. Mikrobiologi Umum.cet. kedua. UMM Press. Malang.
Bawang Putih

Gambar 4. Bawang Putih


Menurut Syamsiah dan Fajudin (2003) dalam Betrisna (2010), klasifikasi bawang putih
adalah :
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Spermatophytapada

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Liliales

Suku

: Liliaceae

Marga

: Allium

Jenis

: Allium sativum
Bawang putih banyak digunakan sebagai bumbu masak atau penyedap masakan karena

mempunyai bau yang khas, merangsang. Bau khas tersebut disebabkan karena adanya minyak asturi
(Allicin). Allicin ini mengandung zat-zat pembuluh terhadap kuman serta jamur. Unsur-unsur yang
terkandung dalam bawang putih antara lain: S, Fe, Cu dan F serta senyawa lemak, protein,
karbohidrat. Bawang putih berguna sebagai bahan pengawet yang mempunyai bau dan rasa khas
yang sangat kuat merangsang hidung. Umbi bawang putih mengandung minyak yang kaya akan
sulfur yaitu methyl allyl disulfide yang mengandung zat allicin yang berfungsi sebagai bakteriostatik.
Selain

zat-zat

tersebut

diatas

umbi

bawang

putih

mengandung

vitamin

A,

dan

C (Triyana , 2007).
Menurut kartasaputra (1992), Kandungan zat-zat pada umbi bawang putih yaitu :
a. Minyak atsiri antara 0,1 % sampai 0,5 % yang berisi cellpropisdisulfida dan senyawa sulfur organic
lainnya.
b. Alin ( tidak berbau) yang pada hidroksida dan menimbulkan bau bawang dengan dosis sekitar 24
gram-8
iritasia.

gram

dapat

digunakan

sebagai

obat

antiseptika,

anti

sparmodite

dan

anti

Kunyit

Gambar 12. Kunyit


Klasifikasi kunyit menurut plantamor (2011) adalah :
Kingdom

: Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta


Super Divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Llipsida

Sub Kelas

: Commilinidae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Curcuma

Spesies

: Curcuma langa L.
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan salah satu tanaman obat potensial penghasil

kurkumin. Selain sebagai bahan baku dapat juga dipakai sebagai bumbu dan zat pewarna alami.
Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikolagen menurunkan tekanan darah dan lain-lain.
Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dariminyak atsiri, kurkumin, resin, oleoresin ,
desmeteksi kurkumin dan bediesmetoksilerkumin, clamar, lemak, gum, protein, kalsium, fosfor, dan
besi ( Raharjo dan Rostiana ( 2004) dalam Kristina et al., 2011).
Anti Bakteri dan Mekanismenya
Menurut Majid (2009) anti bakteri adalah senyawa-senyawa kimia alami kadar rendah dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu bahan anti bakteri adalah antibiotik. Antimikroba dapat
berupa senyawa kimia sintetik atau produk alami. Anti mikroba sintetik dapat dihasilkan dengan
membuat suatu senyawa yang sifatnya mirip dengan aslinya yang dibuat secara besar-besaran
sedangkan yang alami didapatkan langsung dari organisme yang menghasilkan senyawa tersebut
dengan melakukan proses pengekstrakan.
Menurut Effionora (1990) dalam Majid (2009), berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotik
dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu menghambat proses sintesis dinding sel. Tekanan osmotik
dalam sel mikroba lebih tinggi dari pada di luar sel, sehingga kerusakan dinding sel mikroba akan
menyebaakan terjadinya lisis yang merupakan dasar dari efek bakterisidal terhadap mikroba yang
peka.
Menurut Mazni (2008), antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang dapat digunakan
untuk menghambat atau membunuh mikroba yang menyebabkan interaksi pada manusia. Kadar

mineral yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing
masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
2.3

Faktor Yang Berpengaruh Dalam Penggunaan Rempah-Rempah


Sebagian besar rempah-rempah mempunyai daya guna ganda, yaitu untuk meningkatkan

aroma dan cita rasa produk yang dihasilkan serta digunakan untuk bahan dasar obat-obat tradisional.
Rempah-rempah yang digunakan dalam kegiatan pengolahan makanan sehari-hari dengan
konsentrasi biasa tidak dapat mengawetkan makanan tetapi pada konsentrasi tersebut rempahrempah dapat membantu bahan-bahan lain yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada
makanan. Efek penghambat pertumbuhan mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas.
Setiap jenis senyawa antimikroba mempunyai kemampuan penghambat yang khas untuk satu jenis
mikroba tertentu.
Rempah-rempah mengandung berbagai senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antibakteri
dan anti kapang. Akibatnya produk memiliki daya awet yang tinggi. Tujuan pemakaian rempahrempah adalah membangkitkan selera makan, bahan pengawet yang bersifat antimikroba dan
antioksidan (Astawan, 2010).
Menurut Chrisna dan Nanan (2005), tanaman rempah dan obat sudah lama dikenal banyak
mengandung senyawa pito kimia yang bermanfaat dalam pencegahan maupun pengobatan penyakit
komponen fito kimia dan pangan fungsional dikenal berhubungan berbagai penyakit jantung dan
tekanan dengan penyakit lainya seperti keropos tulang, fungsi usus besar, dan abnormal dan athritis.
2.4

Kelebihan Dan Kekurangan Menggunakan Rempah-Rempah


Menurut Astawan (2010), setiap jenis rempah memiliki cita rasa, warna, aroma dan

penampakan yang berbeda-beda. Sehingga kombinasinya satu sama lain akan memberikan sensasi
baru, yang dapat meningkatkan selera, daya terima dan identitas tersendiri kepada setiap produk
yang dihasilkan. Secara alami rempah-rempah mengandung berbagai macam komponen aktif yang
sangat besar perannya dalm penciptaan cita rasa suatu produk. Rempah mengandung zat
antioksidan, antibakteri, anti kapang, anti khamir, antiaseptik, anti kanker, dan antibiotik, yang
kesemuanya itu sangat besar perannya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Menurut

Wirakarta

Kusumah

dan

Sugiyono

(2003),

penggunaan

rempah-rempah dalam bentuk utuh (segar atau bening) mempunyai kelemahan antara lain mutunya
sulit distandarisasi, resiko kontaminasi dan kerusakan tinggi, berat dan volumenya tinggi serta masih
mengandung serat dan komponen lain yang sebenarnya tidak terlalu dikehendaki.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh disarankan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai optimasi komposisi antimikroba yang optimum dari rempah-rempah. Dengan
demikian bumbu-bumbu campuran rempah-rempah tersebut dapat memberikan hambatan yang
maksimum terhadap bakteri patogen dan perusak makanan (Rahayu, 2000).
2.5

Metode Maserasi
Tinggi rendahnya randemen yang di dapat juga bias dipengaruhi oleh metode ektraksi yang

dipakai. Dimana dalam ektraksi zat warna alami ini menggunakan metode maserasi. Kelebihan dari
metode maserasi pada ekstraksi zat warna alami yaitu zat warna yang mengandung gugus gugus
yang tidak stabil ( mudah menguap seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap karena
berlangsung pada kondisi dingin (Suarsa et al., 2011).

Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa terpenoid anti bakteri dari herba meniran
(Phyllanthus niruri Linn) dengan metode kromatografi gus- spektroskopi massa, ekstraksi senyawa ini
dilakukan dengan cara yaitu maserasi dengan pelarut methanol dan soluble dengan pelarut n-heksan
(Gunawan et al., 2008).
2.6

Metode Cakram
Aktivitas antibakteri diuji dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas dan dengan

metode pengenceran agar. Metode difusi agar dilakukan dengan cara mencampur sebanyak 50 ml
masing-masing suspense Bakteri ke dalam 15 ml media agar yang telah dicairkan dalam cawan petri
dan kemudian dibiarkan menjadi padat. Cakram kertas dengan diameter 6 mm diletakkan pada
permukaan media padat. Dibiarkan selama 3 menit pada suhu kamar sebelum dimasukkan ke
incubator 370 C (Adryana, et al,, 2009).
Menurut Hatmanti et al., (2009) Biakkan bakteri patogen ditumbuhkan dalam media cair dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian di sebarkan menggunakan
cutton bud. Hasil (-) ditunjukkan tidak ada zona hambatan. Hasil yang positif ditunjukkan adanya zona
hambatan. biakan bakteri konekolat penghambat tumbukan dalam media cair dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu kamar. Kemudian 0,05 ml biakan.
2.7

Bakteri E. coli dan Bakteri S. aureus

2.7.1

E. coli
Escherichia coli adalah bagian umum dari mikroba normal anaerob fakultatif dalam saluran

usus manusia dan hewan berdarah panas. E. coli ini jarang menimbulkan penyakit kecuali dalam
host immune

compromised

atau

jika

hambatan

pencernaan

normal

dilanggar.

Namun

beberaopastrain diperoleh spesifik virulen tertentu yang memungkinkan mereka untuk menyebabkan
spectrum yang luas dan penyakit termasuk penyakit diare, infeksi saluran kencing, asepsios dan
meringtis ( Doyle dan Buchat, 2007).
Deteksi E. coli 0

157

:H 7 pada produk makanan melibatkan percobaan selektif. Percobaan

selektif dilakukan untuk mendorong pertumbuhan pathogen target dan menghambat pertumbuhan
organisme. Percobaan pada umumnya menggunkaan sampel produk makanan ( 25 g ) dengan kaldu
selektif yang homogen. Makanan homogenal ini diinkubasi selama 18-24 jam. Untuk meningkatkan
pathogen sedangkan organism lain terhambur (lynne, 2003).
2.7.2

Staphylococcus aureus
Staphylococcus racun mkanan (SFP) merusakan salah satu peneyebab paling umum

gastroenteritis

seluruh

dunia.

Ini

hasil

dari

mengkonsumsi

satu

atau

lebih

enterotoksin staphylococcus (Ses). Pada Staphylococcus dalam makanan yang terkontaminasi. Para
agen etilogi dan SFP merupakan anggota dari genusstaphylococcus. Terutama staphylococcus
aureus. Bentuk keracunan makanan dianggap suatu bahan yang tidak meneybabkan infeksi dari
pertumbuhan bakteri dalam host ( Doyle dan Bauchat, 2007).
Staphylococcus aureus adalah penyebab paling umum infeksi paling umum nokosomial
dilaporkan oleh system surveilans nosokomial nasional antara tahun 1990-1996. Penyebab utama
pneumonia nosokomial dan infeksi tempat bedah dari kedua adalah infeksi aliran darah
nokisomial. S. aureus juga menyebabkan infeksi komunitas (Misalnya : Osteomielitis dan Arthitic
septic, infeksi kulit, endokanditis, dan meningitis) (Ruban et al., 1999)

3.
3.1

METODOLOGI

Alat dan Fungsi


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum Mikrobiologi Pangan Ikani dengan materi Pengaruh

Rempah-Rempah Terhadap Pertumbuhan Mikroba Pada Produk Perikanan adalah :


-

Tabung Reaksi

: untuk tempat melakukan pengenceran bertingkat

Rak Tabung Reaksi

: untuk meletakkan tabung reaksi

Pisau

: untuk memotong rempah-rempah

Timbangan digital

: untuk menimbang sampel dengan ketelitian 0,01

dan larutan Nafis 0,9%

gram
-

Sprayer

: untuk tempat alkohol 70%

Cawan petri

: untuk tempat pengujian pengaruh rempah


terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan
E. coli.

Talenan

: sebagai alat memotong sampel.

Beaker glass 250 ml : sebagai wadah alkohol pada saat perendaman


Triangle.
-

Spatula

: untuk membantu menghomogenkan sampel.

Inkubator

: untuk inkubasi pada suhu 55 0 C

Mortar

: untuk menghaluskan sampel

Kompor gas

: untuk sumber panas saat sterilisasi

Bunsen

: untuk pengkondisian aseptis dan penanaman


langsung

Autoklaf

: untuk sterilisasi alat pada suhu 1210C selama

15-20menit tekanan 1 atm (0,15 mpa)


-

Nampan

: untuk tempat sampel sementara

Talenan

: sebagai alat saat memotong dan menyayat

sampel
-

Panci

: untuk memasak air dalam media.

Crushable tank

: untuk membantu mengambil cawan petri setelah

Baskom

: untuk tempat sampel saat dicuci

Erlenmeyer 250 ml

: sebagai tempat larutan PCA

Water bath

: untuk menginkubasi media pada suhu yang

sterilisasi

Ditentukan dan tempat maserasi pada suhu


80 0 C.
Saringan

: untuk menyaring larutan rempah-rempah saat

proses pengekstrasian.
-

Jangka Sorong

Bunsen

: mengukur zona bening.


: pengkondisian aseptis.
4.

Kel

Rempah
-rempah

1
2

B. putih
Jahe

Bakteri
target gram
(+)
S. Aureus
S. Aureus

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Pala
Jinten
Lengkuas
Kayu manis
Kluwek
Cengkeh
Cabai
B. Merah
Kunyit
Lada

S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus
S. Aureus

PEMBAHASAN

Ulangan
B

8,8
6,1

7,9
-

Rata-rata Bakteri
zona
target
hambat gram (-)
6,13
7,67 E. coli
4,1
5,1
E. coli

10,2
7,3
10,9
9,1
0,57
10,6
4,1
4,05
7,1
3,4

9,9
6,8
7,9
6,6
7,55
3,1

9,2
6,8
6,8
7,6
4,6
3,8

9,8
6,96
10,9
7,93
0,57
8,27
4,1
5,4
7,1
3,43

E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli
E. coli

7,2
6,1

6,2
5,5

5,1,5
5,1

Rata-rata
zona
hambat
6,3
5,56

10,7
5,2
11,6
6,1
0,6
9,1
6,6
7,55
12,15
-

9,1
5,15
5,3
9,7
8,3
6,95
11,12
-

9,2
5,1
5,1
10,6
4,7
4,2
6,9
4,7

9,5
5,15
11,6
5,5
0,6
9,8
6,8
6,23
10,09
4,7

Ulangan
B

4.1
Data Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh pada praktikum materi Pengaruh Rempah-Rempah terhadap
Pertumbuhan Mikroba adalah sebagai berikut :
Tabel 5. Data hasil pengamatan
4.2

Analisa Prosedur
Pada praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh rempah-rempah
terhadap pertumbuhan mikroba adalah disterilisasi alat-alat seperti tabung reaksi, cawan petri, pipet,
serologis 1 ml. sterilisasi dilakukan menggunakan autoklaf suhu 121 0C tekanan 1 atm selam 15 menit.
Sterilisasi ini bertujuan untuk membebaskan alat-alat dari kontaminasi mikroorganisme. Menurut
Fardiaz (1992), sterilisasi adalah suatu cara untuk menghancurkan seluruh mikroorganisme dengan
suhu tinggi, yaitu 1210C selam 15 menit.

Kemudian, setelah sterilisasi dilakukan pembuatan media TSA. Jumlah TSA yang dibutuhkan
dapat dihitung dengan rumus :
Gram TSA =

ml Aquadest =cawan x 20

=
= 3,2 gram

= 4 x 20 ml
=80ml Untuk

membuat 4 cawan dibutuhkan gram TSA sebanayak 3,2 gram yang diperoleh dari penimbangan
dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 0,01 gram.
Selanjutnya media TSA dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan diberi aquades sebanyak 80
ml dan di homogenkan dengan spatula. Menurut straka dan stokes (1959), komposisi TSA (tripton soy
agar) minimal agar PH7, K2HPO4, 7,0 gram, KH2PO4 3 gram, sodium sitrat. 2H2O 0,1 gram, MgS04,
7H20 0,1 gram, (NH4)2 SO4 1gram, glukosa 2 gram dan agr 15 gram, dilarutkan dalam 1 liter air.
Kemudian dihomogenkan agar media TSA dan air dapat tercampur. Kemudian, mulut Erlenmeyer
disumbat kapas dan dibungkus Koran. Kemudian di rebus didalam air mendidih selama 15 menit agar
media benar-benar homogen. Setelah diremus, media TSA juga di sterilisasi dalam autoklaf pada
suhu 121 C tekanan 1 atm selama 15 menit. Ditunggu hingga hangat kuku kemudian dituang ke
cawan petri. Ditunggu hingga mengejel, lalu cawan petri media TSA dibungkus Koran dan diincase
selama 24 jam.
Langkah selanjutnya adalah preparasi rempah-rempah. Pertama, rempah-rempah ditimbangg
sebanyak 20 gram menggunakan timbangan digital ketelitian 0,01 gram. Rempah-rempah ini sudah
dalam keadaan halus. Setelah itu diukur air sebanyak 60 ml menggunakan gelas ukur 100 ml.
kemudian setelah itu air dipanaskan hingga mendidih dengan suhu 80C dan kemudian di
maserasi. Dipanaskan pada suhu 80C Karena untuk menghomogenkan dan menjaga keaseptisan
dari rempah-rempah. Menurut indraswari (2008), maserasi merupakan cara penyaringan yang
sederhana. Maserasi dilakukan dengan caraa merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat
aktif dan zat aktif akan larut. Perbandingan air dan rempah pada saat proses ekstraksi dengan
menggunakan perbandingan 1:3 dalam beaker glass dengan pengadukan mengggunakan spatula.
Perbandingan ini bertujuan untuk melarutkan zat sehinnga didapat hasil maksimal. Jika terlalu banyak
air maka zat biotik akan ikut terbuang. Hasil dari perendaman di inkubasi dalam waterbath selama 24
jam, hasil dari perendaman disaring dengan menggunakan saringan dengan tujuan untuk
mendapatkan filtrate dari rempah-rempah, sehingga zat bioaktif yang terdapat di dalam rempahrempah dapat tercampur dengan pelarut sehingga dapat menjadi penghambat pertumbuhan bakteri
S.aures dan E.coli
Selanjutnya dilakukan preparasi kertas cakram. Kertas cakram (blankdisk) digunakan untuk
mengetahui zona hambat dari suatu rempah-rempah yang akan digunakan. Pada proses ini, filtrat
disiapkan dan dimasukkan kedalam beaker glass. Kemudian direndam kertas cakram hingga
jenuh. Kertas cakram yang digunakan sebanyak 3. Kertas cakram direndam hingga jenuh. Ini
bertujuan agar kertas cakram dapat benar-benar menyerap filtrate dari rempah-rempah sehingga
dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kemudian kertas cakram diambil menggunakan pinset
steril.
Kemudian, diambil cawaan petri yang sudah di inkuubasi di dalam incase. Diambil bakteri
target s.aureus dan e.coli diratakan pada media TSA dengan cara digoreskan pada media dan
dilakukan sebanyak 3 kali dan cawan diputar searah jarum jam. Alat yang digunakan untuk

menggores pada media adalah cotton swap. Cawan petri digoreskan sampel (bakteri target)
sebanyak 3 kali menggunakan cotton swap bertujuan untuk meratakan bakteri agar benar-benar
tersebar secara merata pada permukaan cawan. Media TSA dibiarkan kering, lalu diambil kertas
cakram menggunakan pinset steril. Tujuan digunakan pinset steril agar kertas cakram tidak
terkontaminasi oleh lingkungan luar. Sebelum diberi blankdisk cawan petri dibalik dan dibagi menjadi
3 bagian yaitu A,B dan C. ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas rempah pada setiap kuadran.
Setelah itu kertas cakram dicelupkan kedalam filtrate rempah-rempah sampai terlihat jenuh. Namun,
ketika akan memindahkan kertas cakram dari filtrate rempah ke media TSA, jangan sampai menetes
karena itu akan merusak media TSA dan bakteri tidak hidup pada media yang terkena rempah. Saat
peletakan blankdisk ke media harus berhati-hati agar media tidak rusak dan mempengaruhi zona
hambat.
Lalu pada proses preparasi bakteri target. Pertama-tama s.aureus dan e.coli diambil dari stok
dalam cyrayotube dengan menggunakan jarum ose. Setelah itu digoreskan secara spiral pada
medium agar miring (TSA). Kemudian diinkubasi didalam incase selama 24 jam pada suhu 37C. Ini
bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan bakteri. Kemudian diambil bakteri target dengan jarum
loop. Setelah itu dimasukkan bakteri target ke dalam nafis 0,9% kemudian divorlex agar homogen.
Kemudian dicocokkan dengan Mc. Farland 10 sampai tingkat kekeruhan sama. Setelah itu didapat
bakteri target. Menurut yuliaswan (2011), setelah s.aureus diinkubasi dengan suhu 37-37,5C selama
18-24 jam. Selanjutnya pembenihan tersebut di standarisasi menggunakan metode Mc.farland yaitu
dengan cara menyamakan kekeruhannya dengan larutan standar 0,5 Mc. Farland dengan
pengenceran memakai medium nutrient both sehingga didapatkan konsentrasi bakteri 10 CFU/ml.
Keuntungan menggunakan metode cakram adalah larutan zat terserap dapa tdiatur sesuai
dengan kapasitas kertas cakram. Selain itu juga tergantung dari diameter serta ketebalan cakram.
Namun kerugiannya adalah apabila komposisi serat kertasnya heterogen dapat menyebabkan variasi
difusi obat sehingga diameter zona hambatan dapat bervariasi pula.
Kemudian setelah itu kertas cakram ditempelkan pada media TSA. Setiap kuadran diberi 1
kertas cakram. Lalu dibungkus Koran dan diikat dengan tali. Kemudian, diinkubasi selama 24 jam
atau 48 jam pada suhu ruang. Pada saat penempelan kertas cakram pada media TSA, harus tersedia
kondisi aseptis. Menurut Damayanti (2011), pada kultur halus khususnya untuk organ-organ yang
digunakan sebagai sumber jarinagn eksplan harus bebas dari kontaminasi alami karena sumber
eksplan sangat rawan mensintesis metabolit sekunder. Oleh karena itu perlu dilakukan sterilisasi
untuk menjaga kondisi aseptis.
Kemudian setelah 24 jam diamati apakah terbentuk zona bening atau tidak. Jika tidak zona
bening diukur pada 48 jam. Zona bening dapat diukur menggunakan jangka sorong.
Menurut Kusmiyati (2005) metode cakram kertas yaitu meletakkan cakram kertas yang telah
direndam larutan uji diatas media padat yang telah di inkubasi dengan bakteri. Setelah diinkubasi
pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling cakram.
E.coli merupakan flora normal di dalam usus manusia dan akan menimbulkan penyakit bila
masuk

kedalam

organ

atau

jaringan

lain. Eschericia

coli dapat

menimbulkan

pneumonia,endocardilitis, infeksi pada luka-luka dan abses pada berbagai organ. Staphylococcus
aureus menimbulkan infeksi bernanah dan abses. Infeksinya akan lebih berat bila menyerang anakanak, usia lanjut dan orang yang daya tahan tubuhnya menurun, seperti penderita diabetes mellitus,
luka bakar, dan AIDS (Entjang,2003).
4.3

Analisa Hasil

Pada praktikum mikrobiologi pangan dengan materi pengaruh rempah-rempah terhadap


pertumbuhan mikroba diperoleh hasil pada kelompok 1 dengan sampel bawang putih untuk rata-rata
zona hambatannya sebesar 7,67 mm dan 6,3 mm . pada kelompok 2 dengan sampel jahe didapatkan
rata-rata zona hambatnya sebesar 5,1 mm dan 5,56 mm. pada kelompok 3 dengan sampel pala
didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 9,8 mm dan 9,5 mm. pada kelompok 4 dengan
sampel jinten didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 6,96 mm dan 5,15 mm. pada kelompok
5 dengan sampel lengkuas didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 10,9 mm dan 11,6 mm.
pada kelompok 6 dengan sampel kayu manis didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 7,93 mm
dan 5,5 mm.
Pada kelompok 7 dengan sampel kluwek didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 0,57
mm dan 0,6 mm. pada kelompok 8 dengan sampel cengkeh didapatkan rata-rata zona hambatnya
sebesar 8,27 mm dan 9,8 mm. pada kelompok 9 dengan sampel cabai didapatkan rata-rata zona
hambatnya sebesar 4,1 mm dan 6,8 mm. pada kelompok 10 dengan sampel bawang merah
didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 5,44 mm dan 6,23 mm. pada kelompok 11 dengan
sampel kunyit didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 7,1 mm dan 10,09 mm. pada kelompok
12 dengan sampel lada didapatkan rata-rata zona hambatnya sebesar 3,43 mm dan 4,7 mm.
Berdasarkan hasil rata-rata zona hambat, dapat disimpulkan bahwa rata-rata zona hambat
terbesar untuk bakteri E. coli dan S. aureus yakni pada kelompok 5 dengan sampel lengkuas
sebesar 10,9 mm dan 11,6 mm. sedangkan, untuk rata-rata zona hambat terkecil untuk bakteri E.
coli dan S. aureus yakni pada kelompok 7 dengan sampel keluwek sebesar 0,57 mm dan 0,6 mm.
Menurut Handayani dan Purwata (2008), senyawa kimia untuk lengkuas adalah minyak atsiri
yang tersusun atas eugenol, seskuiterpen, piner, metal-sinamat, kaemferida, galangan dan galangol.
Minyak atsiri lengkuas merah mengandung 12 senyawa dan didominasi oleh sienol, kiranol, dan
farnessen.
Efektifitas dari bahan aktif ditentukan oleh perbandingan diameter zona hambat dengan nilai
standar (Anan,2007). Aktivitas tersebut dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu aktivitas lemah (< 5
mm), sedang ( 5-10 mm), kuat (> 10-20 mm) , sangat kuat (>20-30 mm) (Morles et al., 2003 ).
5. PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum Mikrobiologi Pangan Ikani materi Pengaruh

Rempah-Rempah terhadap Pertumbuhan Mikroba antara lain :


Rempah-rempah merupakan bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai senyawa antioksidan dan
antibakteri.
Antibakteri merupakan senyawa kimia alami yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
Kelemahan penggunaan rempah-rempah yakni mutunya sulit distandarisasi serta kontaminasi dan
kerusakan tinggi.
Pada kelompok 1 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 7,63 mm dan 6,3 mm.
Pada kelompok 2 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 5,1 mm dan 5,56 mm.
Pada kelompok 3 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 9,8 mm dan 9,5 mm.
Pada kelompok 4 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 6,96 mm dan 5,15 mm.
Pada kelompok 5 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 10,9 mm dan 11,6 mm.

Pada kelompok 6 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 7,93 mm dan 5,5 mm.
Pada kelompok 7 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 7,63 mm dan 6,3 mm.
Pada kelompok 8 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 8,27 mm dan 9,8 mm.
Pada kelompok 9 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 4,1 mm dan 6,8 mm.
Pada kelompok 10 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 5,4 mm dan 6,23 mm.
Pada kelompok 11 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 7,1 mm dan 10,09 mm.
Pada kelompok 12 didapatkan rata-rata zona hambat yakni 3,43 mm dan 4,7 mm.
Zona hambat tertinggi terdapat pada kelompok 5 dengan sampel lengkuas yakni 10,9 mm dan 11,6 mm.
sedangkan, Zona hambat terkecil terdapat pada kelompok 7 dengan sampel lengkuas yakni 0,57 mm
dan 0,6 mm.
5.2

Saran
Diharapkan alat-alat praktikum lebih diperbanyak lagi sehingga ketika praktikum tidak perlu
bergantian alat sehingga tidak akan mengganggu jalannya praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Adryana, I Ketut ; Elin, Yulinasi ; Joseph, I Sigit ; Neng, Fisheri K ; Muhammad Insanu . 2004. Efek Ekstrak Daun
Jambu Biji Daging Buah Merah sebagai Anti Diare. Vol XXI No. 1. ITB . Bandung.
Ambarawati, Fulina dan Prapto, Yudono. 2003 . Keragaman Satbilitas Hasil Bawang Merah. Jurnal Pertanian
Vol. 10 No. 2 .
Astawan, Made. 2010 . Pengaruh Jenis Larutan Perendaman Serta Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik,
Kimia, dan Fungsional dari Cucut. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol XIV No. 1 .
Astuti, Kadalaman. 2011. Aktivitas Bakteriosida Dalam Ekstrak Berbagai Jenis Cabai.
Ayushveda. 2010. Aktivitas Pala Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophilla. Jurnal
Teknologi hasil Pertanian dan Industri Makanan Vol XX No. 2.
Betrisna, Anar. 2010. Komposisi Rempah Rempah Bumbu Masakan. Jurnal Pangan dan Teknologi Vol. 2 No 4
Th. 2010.

Anda mungkin juga menyukai