Anda di halaman 1dari 13

ACARA III

SUHU FERMENTASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fermentasi adalah proses transformasi bahan yang melibatkan
mikroba. Fermentasi memanfaatkan sistem metabolism mikroba untuk
mengubah substrat menjadi produk tertentu. Beberapa contoh fermentasi yang
seringkali dilibatkan dalam bioindustri yaitu fermentasi bioetanol, asam
laktat, asam asetat, asam amino, dan lain sebagainya. Bahan baku dan
mikroba yang digunakan untuk menghasil produk-produk tersebut juga sangat
bervariasi. Sebagai contoh, fermentasi bioetanol dapat dilakukan
menggunakan pati jagung, pati singkong, nira tebu, molase, glukosa urni,
jerami padi, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan fermentasi asam laktat
dapat dilakukan menggunakan bahan baku susu, whey, keju, selulosa,
glukosa, molase tongkol jagung, bahkan limbah sayuran, dan lain sebagainya
(Yuwono, dkk., 2022).
Mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi juga beragam, baik
dari golongan bakteri, ragi, kapang, ataupun alga. Setiap mikroba memiliki
karakteristik, kebutuhan nutrisi, dan lingkungan yang berbeda. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, proses fermentasi harus dijalankan pada
kondisi optimum pertumbuhan mikroba. Kondisi optimum tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu seperti suhu, pH, kecepatan putar
pengadukan, lama fermentasi, oksigen terlarut untuk fermentasi aerob dan
lain-lain. Salah satu kondisi optimum fermentasi tepung sorgum
menggunakan kombinasi bakteri Lactobacillus plantarum dan dry baker
yeast yaitu 37oC dan selama 48 jam. Alat yang digunakan dalam proses
fermentasi disebut dengan fermentor.
Salah satu produk hasil fermentasi yang cukup terkenal adalah
yoghurt. Yoghurt adalah susu asam yang merupakan hasil fermentasi susu
oleh Bakteri Asam Laktat (BAL). yoghurt biasanya dibuat menggunakan dua
jenis BAL yaitu Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus
sebagai starter. Selain itu ada juga yoghurt yang ditambahkan dengan BAL
yang bersifat probiotik (suplemen makanan dalam bentuk mikroba hidup,
yang bermanfaat bagi kesehatan), misalnya Lactobacillus acidophilus,
Lactobacillus casei, dan Bifidabacterium. Proses pembuatan yoghurt sendiri,
baik secara tradisional maupun modern, secara garis besar terdiri atas empat
langkah dasar, yaitu pemanasan, inokulasi, inkubasi, dan pendinginan.
Umumnya fermentasi yoghurt dilakukan pada suhu 40-45oC selama 2,5-3
jam. Namun, suhu dan waktu fermentasi dapat berubah tergantung pada jenis
bakteri pada kultur starter yang digunakan. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya praktikum ini untuk mempelajari suhu fermentasi terhadap sifat
fisik dan mutu organoleptik yoghurt.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mempelajari
suhu fermentasi terhadap sifat fisik dan mutu organoleptik yoghurt.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Fermentasi (bahasa latin “fervere”) adalah sebuah proses produksi energi


yang terjadi dalam sel dengan keadaan anaerobik (tanpa oksigen) dan ada pula
yang aerob. Secara umum, fermentasi merupakan bentuk dari respirasi anaerobik
dan respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa aseptor elektron eksternal.
Fermentasi merupakan sebuah hasil dari mikroorganisme yang spesifik. Istilah
fermentasi sudah ada sejak zaman dahulu dengan tujuan dapat memperbaharui
lingkungan hidup dan pengembangan sumber daya, sehingga dengan
pengembangan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
kelangsungan hidup. Salah satu produk olahan dari hasil fermentasi adalah
melalui proses pertumbuhan mikroorganisme (Kristiandi, dkk., 2021).
Ketepatan suhu atau temperatur dalam proses fermentasi berperan penting
dalam proses perkembangbiakan dan pertumbuhan bakteri. Bakteri membutuhkan
suhu pertumbuhan dan kondisi lingkungan tertentu agar dapat bertahan hidup dan
berkembang biak. Salah satu contoh produk fermentasi yang sering dijumpai
adalah yoghurt. Ada 2 jenis bakteri yang optimal digunakan untuk proses
pembuatan yoghurt yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Kedua jenis bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu
pertumbuhannya dan pada kondisi lingkungan yang tepat. Kedua jenis bakteri
tersebut tumbuh optimal pada suhu 40-44oC (Puspitarini, dkk., 2021).
Kultur starter bakteri asam laktat untuk produksi fermentasi susu terbagi
menjadi dua tipe yaitu termofilik dengan suhu optimum sekitar 45 oC, dan
mesofilik dengan suhu optimum sekitar 30oC. Fungsi utama dari kultur starter
bakteri asam laktat dalam fermentasi susu adalah untuk produksi asam laktat yang
diperoleh dari laktosa. Laktosa termasuk disakarida yang merupakan karbohidrat
utama dalam susu. Oleh enzim lactase (b-galaktosidase ; b-gal) laktosa dihidrolisis
terbentuk glukosa dan galaktosa. Akibat pemecahan laktosa selama fermentasi,
menyebabkan konsentrasi galaktosa lebih tinggi daripada susu tanpa fermentasi.
Galaktosa teradsorpsi lebih cepat dari saluran pencernaan dan dimetabolisme
menjadi glukosa di dalam jaringan (Krisnaningsih dan Yulianti, 2017).
Bakteri yang terdapat pada yoghurt mulai memanfaatkan nutria pada
bahan dasar pembuatan yoghurt dan menghasilkan asam laktat. Inilah yang
membuat rasa yoghurt menjadi agak asam. Fase lag pada fermentasi yoghrt jam
ke-3 mulai berakhir dan akan memasuki fase eksponesial. Sehingga yoghurt ulai
menimbulkan rasa asam. Bakteri asam laktat merupakan salah satu bakteri yang
menciptakan asam laktat dan memberikan sensasi asam terhadap yoghyurt.
Semakin lama waktu fermentasi pada yoghurt maka semakin asam yoghurt
tersebut (Emmati, dkk., 2020).
Setiap jenis starter yang digunakan menghasilkan keasaman yang berbeda
Streptococcus thermophillus – Lactobacillus bulgaricus akan menghasilkan
suasana asam yang lebih rendah karena pada pembuatan yoghurt kedua bakteri ini
saling bersimbiosis. Hasil degradasi protein oleh Streptococcus thermophilus yang
menghasilkan asam format dan CO2 dapat menstimulir pertumbuhan
Lactobacillus bulgaricus dengan cepat. Kombinasi kedua kultur dalam yoghurt
akan menghasilkan asam laktat lebih cepat jika dibandingkan dengan
menggunakan salah satu kultur. Aktivitas BAL yang semakin rendah diasumsikan
bahwa tingkat keasaman yang semakin rendah. Proses fermentasi yoghurt pada
prinsipnya yaitu menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan
berbagai komponen aroma dan cirarasa. Laktosa yang semakin banyak dimakan
oleh bakteri akan semakin mampu memproduksi asam laktat, maka semakin
tinggi asam yang terbentuk (Suhartatik, dkk., 2019).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 3 November 2022,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri, Universitas Mataram.

3.2 Alat dan Bahan Praktikum


a) Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas
piala 500 mL, gelas ukur, inkubator, kertas label, panci stainless steel,
sendok kayu, thermometer, toples kaca, dan water bath.
b) Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah gula
pasir, starter yoghurt, dan susu full cream.

3.3 Prosedur Kerja


Susu full cream 100 mL

Dituang ke dalam botol

Ditambahkan gula pasir 5%

Dipanaskan T = 70-75oC, t = 15 menit

Didinginkan sampai T = 45oC

Diinokulasi dengan starter yoghurt 5%

Diinkubasi, t = 18-24 jam, T = 45oC


BAB IV
ANALISIS DATA

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Perbedaan Suhu Fermentasi
Klp Perlakua Parameter
n Warna Rasa Aroma Tekstur Cairan
11 0 C
o
4 1 1 1 1
12 4o C 3 1 3 1 1
13 28o C 4 3 4 1 1
14 37o C 2 4 4 3 4
15 50o C 3 2 3 2 3

Keterangan:
 Skor warna
1. Tidak putih
2. Agak putih
3. Putih
4. Sangat putih

 Skor rasa
1. Tidak asam
2. Agak asam
3. Asam
4. Sangat asam

 Skor aroma
1. Tidak beraroma
2. Agak beraroma
3. Beraroma
4. Sangat beraroma

 Skor tekstur
1. Tidak menggumpal
2. Agak menggumpal
3. Menggumpal
4. Sangat menggumpal

 Skor cairan
1. Tidak berair
2. Agak berair
3. Berair
4. Sangat berair
BAB V
PEMBAHASAN

Yoghurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dana tau susu
rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai,
dengan /atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan
yang diizinkan. Syarat mutu yoghurt sesuai Badan Standarisasi Nasional tahun
2009 untuk jumlah bakteri starter yoghurt adalah minimal 107 CFU/mL,
sedangkan keasaman tertitrasi (sebagai asam laktat) (b/b) berkisar 0,5 – 2,0%.
Kultur starter yoghurt atau biasa disebut starter adalah sekumpulan
mikroorganisme yang digunakan dalam produksi biakan atau budidaya dalam
pengolahan susu seperti yoghurt. Kultur starter yoghurt mempunyai peranan
penting dalam proses fermentasi susu. Kualitas hasil akhir yoghurt sangat
dipengaruhi oleh komposisi dan preparasi kultur starter. Secara komersial,
pemanasan susu untuk pembuatan yoghurt umumnya dilakukan pada suhu 85 oC
selama 30 menit atau 90 – 95oC selama 5 – 10 menit.
Yoghurt memiliki karakteristik sensori yang dapat dilihat dari parameter
warna, rasa, aroma, hingga tekstur. Berdasarkan Standarisasi Nasional Indonesia
(SNI) 2981 : 2009 yoghurt yang baik yaitu memiliki warna putih kekuningan.
Selain itu, yoghurt memiliki karakteristik rasa asam dan aroma segar seperti
aroma asam. Aroma ini timbul karena selama proses fermentasi terjadi perubahan
laktosa susu menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Asam laktat inilah yang
menyebabkan yoghurt memiliki aroma khas asam. Yoghurt yang baik memiliki
tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat.
Kekentalan pada yoghurt dipengaruhi oleh penggumpalan yang terjadi.
Penggumpalan atau pengendapan merupakan salah satu sifat susu yang paling
khas.
Pembuatan yoghurt dilakukan dengan proses fermentasi yang
memanfaatkan bakteri asam laktat dari golongan Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus. Golongan Streptococcus thermophilus ini
berkembangbiak lebih cepat sehingga menghasilkan asam dan CO2 kemudian
merangsang pertumbuhan bakteri Lactobacillus bulgaricus. Aktivitas proteolitik
dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dapat memproduksi peptide stimulan dan
asam amino yang dipakai oleh Streptococcus thermophilus. Bakteri asam laktat
ini bertanggungjawab dalam pembentukan tekstur dan juga rasa pada yoghurt.
Proses pembuatan atau fermentasi yoghurt sendiri, baik secara tradisional maupun
modern, secara garis besar terdiri dari empat langkah dasar yaitu pemanasan,
inokulasi, inkubasi, dan pendinginan. Umumnya fermentasi yoghurt dilakukan
pada suhu 40 -45oC selama 2,5 – 3 jam. Namun, suhu dan waktu fermentasi dapat
berubah tergantung pada jenis bakteri pada kultur starter yang digunakan.
Suhu merupakan salah satu faktor terpenting yang perlu diperhatikan
dalam proses pembuatan yoghurt. Kondisi suhu suatu proses fermentasi dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan ketahanan hidup mikroorganisme yang
digunakan. Setiap mikrooganisme memiliki suhu tertentu untuk dapat tumbuh
optimal. Starter yoghurt Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
memiliki suhu optimum pertumbuhan 37oC. Sementara itu, kondisi optimum suhu
fermentasi adalah 43oC. suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, menyebabkan
mikroorganisme tertentu dapat tidak berkembang atau mati. Rentang suhu
minimal dan maksimal dari masing-masing mikroorganisme sangat bervariasi dan
mencerminkan rentang dan rata-rata suhu dari lingkungan hidupnya. Perubahan
suhu lingkungan dapat menyebabkan perubahan laju reaksi enzimatis
mikroorganisme. Oleh karena itu, suhu pada saat proses fermentasi sangat
berperan penting pada kualitas mutu yoghurt yang dihasilkan. Suhu memiliki
pengaruh yang nyata terhadap rasa, warna, aroma, dan juga tekstur pada yoghurt.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan yaitu mengetahui
pengaruh suhu fermentasi terhadap sifat fisik dan mutu organoleptik yoghurt,
perlakuan suhu yang diberikan yaitu 0o, 4o, 28o, 37o, dan 50o. Parameter mutu yang
diamati ialah warna, rasa, aroma, tekstur, dan caiiran. Yoghurt dengan perlakuan
suhu 0o memiliki warna yang sangat putih, rasa yang tidak asam, tidak beraroma,
tidak menggumpal, dan tidak berair. Yoghurt dengan perlakuan suhu 4 oC
memiliki warna yang putih, rasa yang tidak asam, beraroma, tidak menggumpal,
dan tidak berair. Yoghurt dengan perlakuan suhu 28oC memiliki warna yang
sangat putih, berasa asam, sangat beraroma, tidak menggumpal, dan tidak berair.
Yoghurt dengan perlakuan suhu 37oC memiliki warna agak putih, rasa yang
sangat asam, sangat beraroma, tekstur menggumpal, dan berair. Yoghurt dengan
perlakuan suhu 50o memiliki warna putih, rasa agak asam, beraroma, tekstur agak
menggumpal, dan berair.
Menurut Anggorowati dkk (2015), menyatakan bahwa akibat pengaruh
suhu terhadap proses fermentasi ada 2 hal, yaitu secara langsung mempengaruhi
hasil alkohol karena penguapan. Suhu yang baik untuk fermentasi berkisar antara
31oC hingga 33oC karena kecepatan fermentasi akan bertambah sesuai dengan
kenaikan suhu hingga suhu optimum. Berdasarkan hasil pengamatan, penyataan di
atas mendukung dengan hasil perlakuan pada suhu 37oC. Diperoleh warna agak
putih, rasa yang sangat asam, sangat beraroma, tekstur menggumpal, dan sangat
berair. Rasa yang sangat asam dapat dipengaruhi oleh perlakuan pH yang
diberikan. Sementara itu, tekstur yang menggumpal atau pengentalan merupakan
sifat khas dari susu. Suhu memiliki pengaruh yang nyata terhadap warna, rasa,
aroma, dan juga tekstur pada yoghurt, hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
yang telah dilakukan, dimana mutu sensori pada tiao suhu berbeda-beda.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu yoghurt antara lain substrat,
jenis starter, konsentrasi starter, suhu, pH, dan waktu inkubasi. Inkubasi adalah
proses pertumbuhan biakan bakteri atau perbanyakan biakan dengan menyediakan
keadaan lingkungan yang sesuai. Lingkungan yang sesuai dalam hal ini adalah
suhu yang merupakan faktor terpenting pada inkubasi dan akan mempengaruhi
terhadap perkembangbiakan asam laktat dari yoghurt. Suhu dan lama inkubasi
perlu diperhatikan agar dapat dicegah terjadinya dominasi oleh salah satu galur
biakan atau spesies lain. Suhu juga disesuaikan dengan jenis starter yang
digunakan.
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik


beberapa kesimpulan, diantaranya:
1) Fermentasi adalah proses transformasi bahan yang melibatkan mikroba.
Fermentasi memanfaatkan sistem metabolism mikroba untuk mengubah
substrat menjadi produk tertentu.
2) Salah satu contoh produk fermentasi adalah yoghurt. Yoghurt adalah produk
yang diperoleh dari fermentasi susu.
3) Starter mikroba yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus.
4) Faktor yang dapat mempengaruhi mutu yoghurt antaralain substrat, jenis
starter, konsentrasi starter, suhu, pH, dan waktu inkubasi.
5) Suhu memiliki pengaruh yang nyata terhadap warna, rasa, aroma, dan juga
tekstur pada yoghurt, dimana mutu yoghurt yang baik dapa diperoleh pada
suhu 31oC hingga 33oC.
DAFTAR PUSTAKA

Anggorowati, D.A., Purwati, dan Sulis D. D. P. 2015. Pengaruh Suhu dan


Penambahan Nutrisi pada Proses Fermentasi Untuk Pembuatan Bioethanol
dari Sabut Kelapa. Jurnal “MTSU” Media Informasi Teknik Sipil UNIJA.
3(1) : 13-20.

Emmawati, A., Rafly R, dan Anton R. 2020. Perubahan Populasi Bakteri Asam
Laktat, Kapang / Khamir, Keasaman dan Respons Sensoris Yoghurt
Durian. Journal of Tropical Agrifood. 2(2) : 78-89.

Kristiandi, K., Sanya A.L, Nur A. Q. A, Rizki N. R, Ismail M, Sri Rezeki, Ira E,
Andi E. Y, Shanti D. W, Raida A. I, Rosyanne K, Tatty Y, Octavianus R.
P. 2021. Teknologi Fermentasi. Medan : Yayasan Kita Menulis.

Puspitarini, O. R., Oktriza M, Ita A. 2021. Pelatihan Teknologi Fermentasi


Melalui Inkubator Guna Meningkatkan Keberhasilan Produksi Yoghurt.
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri). 5(5) : 2652-2661.

Suhartatik, N., Yannie A. W, Wida N. L, dan Yustina W. W. 2019. Yoghurt Susu


Biji Ketapang (Terminalia catappa L) dengan Variasi Jenis Starter dan
Lama Fermentasi. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 11(2) : 77-84.

Yuwono, S. S., Nur I, dan Ahmad Z. M. 2022. Kinetika Reaksi pada Bahan
Pangan dan Produk Fermentasi. Malang : Universitas Brawijaya Press
UB.

Anda mungkin juga menyukai