Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI DAN
BIOTEKNOLOGI
INDUSTRI
PANGAN FERMENTASI

Kelompok : Q4

Kelas :Q

Asisten : Ayu Nabila Rahma

Departemen Ilmu Pangan dan Bioteknologi


Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya
2023
ANGGOTA KELOMPOK

JOBDISC JOBDISC
NO. NAMA NIM
PRAKTIKUM LAPORAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.
11
12
13
14
15
Tanggal Praktikum
Judul Praktikum PANGAN FERMENTASI

1. Jelaskan prinsip praktikum pangan fermentasi! SITASI OPSIONAL

2. Sebutkan tujuan praktikum pangan fermentasi! SITASI OPSIONAL

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bioproses! SITASI


4. Berdasarkan sumber mikroba, fermentasi dapat dibedakan menjadi berapa kelompok?
Jelaskan! SITASI
5. Yoghurt merupakan minuman probiotik, jelaskan mikroorganisme yang berperan dalam
pembuatan yoghurt, beserta karakteristiknya! SITASI

6. Kefir merupakan minuman probiotik, jelaskan mikroorganisme yang berperan dalam


pembuatan kefir, beserta karakteristiknya!SITASI

7. Jelaskan perbedaan antara yoghurt dan kefir!SITASI


1. Pembuatan Yoghurt
2. Pembuatan Yoghurt Buah
3. Pembuatan Kefir
4. Pembuatan Kefir Air
DISEBUTKAN SEMUA TAHAP DALIR, TIAP TAHAP DISEBUTIN
FUNGSI PERLAKUANNYA, FUNGSI REAGEN JUGA DIJELASIN, CTH SUSU SKIM DLL

1. Pembuatan Yoghurt
2. Pembuatan Yoghurt Buah
3. Pembuatan Kefir
a. Disiapkan alat dan bahan. bahan berupa susu 220 ml, susu skim 6% (b/v), gula pasir 3% (b/v), dan
milk kefir grains 2,5% (b/v), 5% (b/v), 10% (b/v). Volume susu dilebihkan 20 karena ketika
dipanaskan terdapat susu yang menguap. Gula berfungsi sebagai substrat bakteri dan yeast. susu skim
berfungsi sebagai memberikan kepadatan tekstur dan nutrisi
b. Campur seluruh bahan dan dihomogenisasikan agar gula dan susu skim tercampur rata dan tidak
gosong pada bagian bawah.
c. Dipanaskan 85 C selama 15 menit untuk mempasteurisasi susu dan mensterilkan gula pasir dan susu
skim yang ditambahkan. Ketika memanaskan usahakan tetap diaduk untuk menghindari gula pasir dan
susu skim gosong
d. Didinginkan hingga suhu 20-25 C. Suhu ini merupakan suhu mikroorganisme fermentasi kefir bekerja
secara optimal.
e. Setelah ditambahkan milk kefir grains sebagai sumber mikroorganisme, ditutup dengan kain saring.
Kain saring dipilih bukan hanya karena mencegah kontaminan dan melindungi kefir, namun juga
karena mikroorganisme kefir masih tetap mendapatkan sirkulasi udara walaupun tertutup.
f. Diinkubasi pada suhu 20-25 C selama 48 jam untuk memberikan waktu bagi mikroorganisme kefir
mem fermentasi substrat.
g. Pisahkan milk kefir grains dengan penyaring untuk memisahkan granula kefir dengan kefir cair yang
akan dikonsumsi.
h. Kefir cair dianalisa secara organoleptik, viskositas, dan pH pada waktu 24 jam dan 48 untuk
mengetahui karakteristik dari kefir yang dibuat.
4. Pembuatan Kefir Air
a. Disiapkan bahan yang dibutuhkan, yaitu air mineral 220 ml, gula pasir 15% (b/v), dan water kefir
grains 2,5% (b/v), 5% (b/v), 10% (b/v). Volume air dilebihkan 20 ml karena saat dipanaskan terdapat
air yang menguap. Gula disini berfungsi sebagai substrat dari bakteri dan yeast. Siapkan juga alat yang
dibutuhkan, yaitu kain saring, karet gelang, beaker glass.
b. Campur air mineral dan gula pasir lalu homogenisasi sampai semua bahan tercampur rata.
c. Larutan air gula dipanaskan di suhu 85 C selama 15 menit, dimana suhu tersebut optimal untuk
pemanasan dan memastikan homogenisasi semakin sempurna. Ketika dididihkan tetap diaduk untuk
menghindari larutan gula gosong.
d. Dinginkan larutan hingga suhu 20-25 C, dimana suhu ini optimal untuk inkubasi dan fermentasi
substrat.
e. Setelah dingin tambahkan water kefir grains sebagai sumber mikroorganisme. Lalu tutup beaker glass
dengan kain saring yang mampu mencegah kontaminasi dan melindungi kefir, namun tetap bisa
memberikan sirkulasi udara untuk mikroorganisme kefir.
f. Inkubasi di suhu 20-25 C selama 48 jam untuk memberikan waktu bagi mikroorganisme kefir
memfermentasi substrat.
g. Saring water kefir grains untuk memisahkan granula kefir dengan kefir cair yang akan dikonsumsi.
h. Analisa kefir cair secara organoleptik, viskositas, dan pH pada waktu 24 jam dan 48 untuk mengetahui
karakteristik dari kefir yang dibuat.
❖ PEMBUATAN YOGHURT
A. YOGHURT
DATA HASIL PENGAMATAN
1. Tuliskan data-data hasil pengamatan

Kenampakana Baub pH Viskositas


Persentase
Starter
24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 48 jam
2,5 % Encer Kental Normal Normal 4,87 4,34 3730 cP

5% Kental Kental Normal Normal 5,00 4,39 8270 cP

10 % Kental Kental Normal Normal 4,81 4,41 4840 cP

Keterangan:
a : kental, encer
b : normal, busuk

2. Bandingkan hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan, mengapa


demikian? Jelaskan! SITASI
Pada percobaan pembuatan yoghurt susu kali ini dilakukan dengan perbedaan konsentrasi
starter yoghurt yang digunakan yaitu, 2,5%, 5%, dan 10%. Untuk variabel lain seperti suhu
pasteurisasi, lama inkubasi, suhu inkubasi dan variabel lainnya disamakan antara sampel satu
dengan yang lain. Pengamatan yoghurt sendiri dilakukan dengan menganalisis kenampakan, bau,
pH, dan viskositas dari yoghurt. Pengamatan sendiri dilakukan dua kali yaitu pada 24 jam pasca
inkubasi dan 48 jam pasca inkubasi. Pada kali ini dilakukan dua metode analisis, yaitu analisis pH
dan analisis organoleptik (aroma, kenampakan, dan viskositas). Pengukuran viskositas sendiri
dilakukan pada yoghurt setelah 48 jam. Analisis organoleptik dilakukan untuk mengidentifikasi
karakteristik sensori dari yoghurt, sedangkan uji pH dilakukan untuk menentukan keasaman atau
kebasaan suatu produk. Nilai pH sendiri dipengaruhi oleh banyaknya ion H+ atau ion OH- dalam
produk (Jonathan dkk, 2022).
Pada yoghurt dengan persentase starter 2,5% setelah 24 jam didapati kenampakan yoghurt
encer, bau yang normal, dan pH 4,87. Sedangkan pada pengamatan setelah 48 jam didapati
kenampakan yoghurt kental, bau normal, pH 4,34, dan viskositas 3730 cP. Pada yoghurt dengan
persentase starter 5% setelah 24 jam didapati kenampakan yoghurt kental, bau normal, dan pH
5,00. Pada pengamatan setelah 48 jam didapati kenampakan yoghurt kental, bau normal, pH 4,39,
dan viskositas 8270 cP. Pada yoghurt dengan persentase starter 10% setelah 24 jam didapati
kenampakan yoghurt kental, bau normal, pH 4,81. Lalu pada pengamatan setelah 48 jam didapati
kenampakan kental, bau normal, pH 4,41, dan viskositas sebesar 4840 cP. Pada data yang didapat
terdapat perbedaan baik dari organoleptik, maupun pH dari yoghurt. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, namun pada praktikum kali ini perbedaan yang terjadi disebabkan karena
persentase starter dan lama inkubasi (24 jam/48 jam) (Muhafilah dkk, 2019).
Perbedaan kekentalan yang dihasilkan disebabkan oleh banyaknya starter dan lama inkubasi,
menurut (Muhafifah dkk, 2019), penambahan starter menyebabkan pemecahan laktosa dalam susu
semakin cepat, dan proses fermentasi yang terjadi lebih cepat juga. Peningkatan jumlah kultur
mikroba juga meningkatkan intensitas aktivitas enzimatis untuk memecah substrat susu menjadi
laktosa dan glukosa, yang nantinya akan dimanfaatkan starter dan dihasilkan karbohidrat, protein,
dan lemak yang membuat kandungan ketiganya di dalam yoghurt menjadi semakin banyak dan
menjadikan konsistensi yoghurt menjadi semakin kental. Selain itu lama inkubasi juga
berpengaruh, dikarenakan semakin lama inkubasi maka proses fermentasi susu akan semakin lama
pula dan menyebabkan kekentalan meningkat. Karena itu pada starter 2,5 % didapati kenampakan
yang encer pada hari pertama jika dibandingkan dengan starter lain.
Pada bau tidak terdapat perbedaan signifikan, semua sampel menghasilkan bau normal khas
yoghurt baik pada pengamatan hari ke-1 maupun ke-2. Pada pH sendiri terdapat perbedaan dari
sampel yoghurt. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi starter yang digunakan. Dimana semakin
banyak starter maka aktivitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dalam mengonversi galaktosa dan
glukosa menjadi asam laktat akan meningkat dan menyebabkan pH semakin menurun. Jadi
semakin banyak starter maka pH yoghurt akan semakin rendah, namun terdapat penyimpangan
pada persentase starter 10% dimana pH yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan persentase
2,5% dan 5%. Hal ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain kesalahan pengukuran pH
meter, kondisi lingkungan yang kurang optimal sehingga menghambat aktivitas kultur bakteri, dan
lain sebagainya (Chandan and Kilara, 2013).
Selanjutnya parameter terakhir adalah viskositas yoghurt. Viskositas sendiri dipengaruhi oleh
jumlah starter yang digunakan. Semakin banyak starter maka jumlah asam laktat yang dihasilkan
semakin banyak. Peningkatan asam laktat sendiri akan berpengaruh terhadap pH yang semakin
menurun. Semakin rendah pH yoghurt akan menyebabkan kasein yang kehilangan solubilitasnya
yang menyebabkan terjadinya interaksi hidrofobik diantara misel kasein. Hal inilah yang
menyebabkan viskositas meningkat. Namun terdapat penyimpangan pada persentase starter 10%
dimana viskositas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan persentase 5%. Hal ini disebabkan
beberapa faktor antara lain kesalahan pengukuran viskometer, kondisi lingkungan yang kurang
optimal sehingga menghambat aktivitas kultur bakteri, dan lain sebagainya (Jonathan dkk, 2022).
.

3. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur? Jelaskan!SITASI


Pada pembuatan yoghurt susu, digunakan tiga persentase starter yaitu 2,5%, 5%, dan 10%.
Kemudian dilakukan pengamatan hasil 24 jam dan 48 jam setelah pembuatan yoghurt. Parameter yang
diamati adalah organoleptik berupa kenampakan dan bau, nilai pH, dan viskositas. Pada kenampakan
terdapat dua parameter yaitu kental dan encer, sedangkan pada bau berupa normal dan busuk. Nilai pH
diukur dengan menggunakan pH meter pada waktu 24 jam dan 48 jam. Sementara, viskositas hanya
diukur pada waktu 48 jam menggunakan viskometer. Spindel yang digunakan adalah spindel bernomor
Viskositas adalah sifat cair dan bahan yang memberi peningkatan kekuatan untuk menahan pergerakan
relatif dari lapisan yang berdekatan di dalam bahan cair. pengukuran viskositas dilakukan untuk
mengetahui perubahan tekstur kekentalan yoghurt yang dihasilkan (Evadewi dan Tjahjani 2021).
Pada pengamatan 24 jam, didapatkan hasil kenampakan pada yoghurt dengan starter 2,5% berupa
encer dan berbau normal, 5% berupa kental dan berbau normal, dan 10% berupa kental dan berbau
normal. Pada pengamatan 48 jam, didapatkan hasil kenampakan pada yoghurt dengan starter 2,5%
berupa kental dan berbau normal, 5% berupa kental dan berbau normal, dan 10% berupa kental dan
berbau normal. Pada seluruh hasil pengamatan didapatkan hasil bau yang normal. Menurut literatur, bau
pada yoghurt dipengaruhi oleh asam laktat, asam asetat, diasetil, sisa-sisa asetaldehid, dan bahan-bahan
mudah menguap lainnya setelah fermentasi. Lactobacillus bulgaricus akan berperan pada pembentukan
aroma. bakteri asam laktat akan menghasilkan asam laktat pada yoghurt susu, asam laktat ini yang
mempengaruhi bau pada yogurt. Sementara untuk kekentalan dipengaruhi oleh total padat yang terdapat
dalam susu fermentasi. glukosa dan galaktosa yang diurai bakteri asam laktat akan mempengaruhi
kekentalan. Sehingga, kekentalan juga dipengaruhi oleh konsentrasi starter dan lama inkubasi. Di mana,
semakin tinggi konsentrasi starter dan semakin lama waktu inkubasi maka semakin kental tekstur
yogurt. Ketika semakin tinggi jumlah bakteri asam laktat maka semakin banyak laktosa yang dapat
diurai menghasilkan asam laktat. Serta semakin lama waktu inkubasi maka semakin efektif dan merata
laktosa yang diurai. Sehingga, hasil data percobaan sudah sesuai dengan literatur (Timo dan
Purwantiningsih, 2020).
Pada pengamatan 24 jam, didapatkan hasil pH pada yoghurt dengan starter 2,5% sebesar 4.87,
5% sebesar 5,00, dan 10% sebesar 4.81. Menurut literatur, semakin tinggi konsentrasi starter yang
digunakan, maka semakin menurun nilai pH. Namun, pada percobaan didapatkan hasil yang tidak
konsisten, di mana nilai pH pada starter 5% lebih tinggi daripada yoghurt dengan starter 2,5%. Hal ini
dapat disebabkan oleh ketidaktelitian pengukuran bahan-bahan saat proses pembuatan yoghurt.
Sedangkan, pada pengamatan 48 jam, didapatkan hasil pH pada yoghurt dengan starter 2,5% sebesar
4.34, 5% sebesar 4,39, dan 10% sebesar 4.41. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi starter
yang semakin tinggi menghasilkan nilai pH yang semakin tinggi juga seiring dengan peningkatan
konsentrasi starter. Namun, menurut literatur, semakin tinggi konsentrasi starter maka semakin menurun
nilai pH. Hal ini disebabkan oleh adanya reaksi metabolisme bakteri asam laktat. Semakin tinggi
konsentrasi starter maka semakin tinggi produksi asam laktat dan asam organik lainnya sehingga
mempengaruhi penurunan pH. Laktosa yang dihidrolisis oleh enzim B-galaktosidase dari bakteri asam
laktat yang akan menghasilkan glukosa dan galaktosa sehingga terjadi penurunan pH. Kemudian bakteri
proteolitik akan mengonsumsi galaktosa dan glukosa menghasilkan asam laktat serta memecah protein
menjadi asam amino dan terjadi kembali penurunan pH. Ketidaksamaan hasil pengamatan dengan
literatur dapat disebabkan beberapa faktor, seperti ketidaktelitian pengukuran bahan, kesalahan
pengukuran, dan tidak terjadinya proses fermentasi secara optimal (Pratama dkk., 2020).
Pada pengamatan 48 jam, didapatkan hasil viskositas pada yoghurt dengan starter 2,5% sebesar
3730 cP, 5% sebesar 8270 cP, dan 10% sebesar 4840 cP. Viskositas dapat dipengaruhi oleh jumlah starter
dan lama waktu inkubasi. semakin meningkatnya konsentrasi starter maka semakin meningkat pula
viskositasnya. Viskositas yoghurt yang kental dikarenakan penggumpalan protein susu berupa kasein
akibat rendahnya suasana keasaman di bawah titik elektrik sehingga susu menggumpal atau membentuk
curd akibat kerja dari starter. Peningkatan viskositas selama penyimpanan juga disebabkan oleh
perubahan protein susu terutama kasein yang bersifat hidrofilik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
hasil percobaan dengan literatur belum sesuai. Pada hasil percobaan, didapatkan peningkatan pada
konsentrasi 5% kemudian terjadi penurunan pada konsentrasi 10%. Hal ini diakibatkan oleh penggunaan
range yang berbeda pada kedua pengukuran viskositas, di mana pada konsentrasi 2,5% dan 10%
digunakan range pengukuran yang lebih rendah yaitu 6000 cP, sedangkan pada konsentrasi 5%
digunakan range 12000 cP. oleh karena itu, dikarenakan range pengukuran yang lebih tinggi, dihasilkan
hasil viskositas yang lebih tinggi pula dibandingkan pengukuran dengan range yang lebih rendah karena
nilai hasilnya tidak bisa melebihi range tersebut. Maka, perlu dilakukan pengukuran dengan
menggunakan range yang sama agar tidak terjadi ketidaksesuaian hasil (Dibyanti, 2014).
B. YOGHURT BUAH
DATA HASIL PENGAMATAN
1. Tuliskan data-data hasil pengamatan

Kenampakana Baub pH Viskositas


Persentase
Starter
24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 48 jam
2,5 % Encer Encer Normal Normal 4,39 4,10 105 cP

5% Encer Encer Normal Normal 4,35 4,03 61 cP

10 % Encer Encer Normal Normal 4,39 3,96 169 cP

Keterangan:
a : kental, encer
b : normal,
busuk

2. Bandingkan hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan, mengapa


demikian? Jelaskan!SITASI
Dalam pembuatan yoghurt buah dilakukan 4 analisis yang berbeda yaitu kenampakan,
bau, pH, dan viskositas. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu setelah 24 jam dan 48 jam.
Pengukuran viskositas dilakukan hanya pada H+2. Dalam percobaan ini terdapat tiga sampel
dengan persentase starter yang berbeda-beda pada tiap sampelnya. Konsentrasi starter yang
digunakan pada praktikum kali ini, yaitu 2,5%, 5%, dan 10%. Perbedaan konsentrasi starter
digunakan sebagai acuan untuk membedakan karakteristik yoghurt satu dengan yang lain. Variabel
lain seperti lama inkubasi, suhu inkubasi, dan sebagainya disamakan satu sama lain (Syafitri dkk,
2022).

3. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur? Jelaskan!SITASI


Pada praktikum pembuatan yoghurt buah kali ini, konsentrasi starter yang digunakan ada 3 macam yaitu

; 2,5%, 5% dan juga 10%. Berdasarkan data hasil praktikum yang didapatkan ketiga konsentrasi tersebut
memiliki tekstur yang encer baik pada inkubasi yang dilakukan 24 jam maupun 48 jam. Berdasarkan
literatur yang digunakan hasil tersebut tidak sesuai, karena penambahan konsentrasi starter akan
mengakibatkan viskositas pada yoghurt akan semakin tinggi. Peningkatan viskositas terjadi karena
hilangnya solubilitas pada kasein yang terjadi pada pH 4,6, hal tersebut akan menyebabkan interaksi
hidrofobik terjadi antara misel kasein. Saat interaksi hidrofobit tersebut terbantuk akan menyebabkan
tektur yoghurt akan semakin mengental. Pada data hasil praktikum didapatkan besar viskositas pada
yoghurt dengan starter sebesar 2,5% yaitu 105 cP, besar viskositas pada yoghurt dengan starter sebesar
5% yaitu 61 cP, besar viskositas pada yoghurt dengan starter sebesar 10% yaitu 169 cP(Abdul dkk.,
2018).
PERTANYAANSITASI
1. Jelaskan perubahan biokimia apa yang terjadi selama proses pembuatan yoghurt?SITASI

2. Jelaskan jenis-jenis yoghurt yang Anda ketahui!SITASI


❖ PEMBUATAN KEFIR
A. KEFIR
DATA HASIL PENGAMATAN
3. Tuliskan data-data hasil pengamatan

Kenampakana Baub pH Viskositas


Persentase
Starter
24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 48 jam
2,5 % Encer Kental Normal Normal 5,36 4,29 6160 cP

5% Kental Kental Busuk Busuk 5,00 4,15 73490 cP

10% Kental Kental Busuk Busuk 4,17 3,9 80450 cP

Keterangan:
a : kental, encer
b : normal,
busuk

4. Bandingkan hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan, mengapa


demikian? Jelaskan!SITASI
Pada percobaan pembuatan kefir susu terdapat perbedaan konsentrasi starter yang
digunakan yaitu, 2,5%, 5%, dan 10%. Untuk variabel lain seperti suhu pemanasan, lama inkubasi,
suhu inkubasi dan variabel lainnya disamakan sampel satu dengan yang lain. Pengamatan sendiri
dilakukan dengan menganalisis kenampakan, bau, pH, dan viskositas dari kefir. Pengamatan
dilakukan dua kali yaitu pada 24 jam pasca inkubasi dan 48 jam pasca inkubasi. Pada kali ini
dilakukan dua metode analisis, yaitu analisis pH dan analisis organoleptik (aroma, kenampakan,
dan viskositas). Pengukuran viskositas sendiri dilakukan pada kefir setelah 48 jam. Analisis
organoleptik dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik sensori dari yoghurt, sedangkan uji
pH dilakukan untuk menentukan keasaman atau kebasaan suatu produk. Nilai pH sendiri
dipengaruhi oleh banyaknya ion H+ atau ion OH- dalam produk (Jonathan dkk, 2022).
Pada kefir susu dengan persentase starter 2,5% setelah 24 jam didapati kenampakan kefir
encer, bau yang normal, dan pH 5,36. Sedangkan pada pengamatan setelah 48 jam didapati
kenampakan kefir kental, bau busuk, pH 4,29, dan viskositas 6160 cP. Pada kefir dengan
persentase starter 5% setelah 24 jam didapati kenampakan kefir kental, bau busuk, dan pH 5,00.
Pada pengamatan setelah 48 jam didapati kenampakan kefir kental, bau busuk, pH 4,15, dan
viskositas 73490 cP. Pada kefir dengan persentase starter 10% setelah 24 jam didapati kenampakan
kefir kental, bau normal, pH 4,17. Lalu pada pengamatan setelah 48 jam didapati kenampakan
kefir kental, bau busuk, pH 3,9 dan viskositas sebesar 80450 cP. Pada data yang didapat terdapat
perbedaan dari kenampakan, bau, viskositas maupun pH dari kefir susu. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain persentase starter, dan lama inkubasi (24 jam/48 jam) (Muhafilah dkk,
2019).
Kenampakan kefir yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, banyaknya starter
dan lama inkubasi. Kenampakan fisik sendiri dibedakan menjadi encer dan kental. Kenampakan
dan viskositas kefir sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain, lama inkubasi, dan
konsentrasi starter. Viskositas sendiri dipengaruhi oleh proses koagulasi susu yang disebabkan
aktivitas mikroba dikarenakan adanya pemecahan laktosa. Dengan kata lain semakin banyak
laktosa yang dipecah maka viskositas akan semakin meningkat. Penambahan starter sendiri
berpengaruh terhadap pemecahan laktosa, semakin banyak starter maka laktosa yang dipecah
semakin banyak pula. Selain itu lama inkubasi juga berpengaruh, dikarenakan semakin lama
inkubasi maka proses fermentasi susu akan semakin lama pula dan menyebabkan kekentalan
meningkat. Pada data pengamatan didapatkan bahwa semakin banyak persentase starter, maka
semakin kental kefir yang dihasilkan, selain itu semakin lama waktu inkubasi juga semakin kental
pula kefir yang dihasilkan (Nihayah, 2015).
Terdapat perbedaan bau yang cukup signifikan pada kefir dengan persentase starter 2,5%
dengan kefir persentase 5% dan 10%. Menurut Lestari dkk (2018), aroma asam yang terdapat pada
kefir disebabkan adanya asam laktat dan asetaldehid yang terbentuk dalam kefir sehingga
menimbulkan aroma asam yang khas pada kefir. Penambahan starter sendiri menjadi faktor yang
membedakan aroma kefir, dimana semakin banyak starter, maka konversi laktosa menjadi asam
laktat dan senyawa organik lain akan semakin tinggi, sehingga menyebabkan bau yang
ditimbulkan semakin menyengat. Karena itu konsentrasi starter berpengaruh terhadap konsentrasi
asam yang terdapat dalam kefir itu yang nantinya mempengaruhi seberapa tajam aroma kefir yang
dihasilkan.
Pada pH sendiri terdapat perbedaan dari setiap sampel kefir. Dimana dapat dilihat semakin
banyak konsentrasi starter yang digunakan maka akan terjadi penurunan pH yang semakin banyak.
Hal ini juga terjadi secara signifikan baik pada kefir susu 24 jam maupun 48 jam. Penurunan pH
ini disebabkan oleh perubahan laktosa menjadi asam dalam kefir susu. Semakin banyak starter
sendiri maka aktivitas starter dalam merubah laktosa akan semakin banyak dan cepat, sehingga
dihasilkan asam laktat yang semakin banyak sehingga pH kefir akan menurun. Begitu Pula pada
lama inkubasi, semakin lama inkubasi maka konsentrasi laktosa yang diubah menjadi asam laktat
akan semakin banyak sehingga pH akan semakin menurun pula (Prastujati dkk, 2018).

5. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur? Jelaskan!SITASI


B. KEFIR AIR
DATA HASIL PENGAMATAN
1. Tuliskan data-data hasil pengamatan

Kenampakana Baub pH Viskositas


Persentase
Starter
24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 24 jam 48 jam 48 jam
2,5% encer encer normal normal 6,17 4,7 7 cP

5% encer encer normal busuk 5,1 3,88 4 cP

10% encer encer busuk busuk 4,32 3,5 6 cP

Keterangan:
a : kental, encer
b : normal,
busuk

2. Bandingkan hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan, mengapa


demikian? Jelaskan!SITASI
Percobaan pembuatan kefir air menggunakan konsentrasi starter yang berbeda yaitu, 2,5%,
5%, dan 10% dengan variabel lainnya (suhu, waktu inkubasi, suhu inkubasi, dll) tetap sama.
Dilakukan pengamatan H+24 jam dan H+48 jam yang meliputi analisis pH dan analisis
organoleptik (aroma, kenampakan, dan viskositas), dimana viskositas kefir air hanya diukur pada
H+48 jam. Tujuan dari analisis organoleptik yaitu untuk mengidentifikasi karakteristik sensori dari
kefir air, sedangkan analisis pH untuk menentukan keasaman atau kebasaan suatu produk
(Jonathan dkk, 2022).
Kefir air dengan starter 2,5% setelah 24 jam kenampakannya encer, bau normal, dan punya
pH 6,17. Setelah 48 jam kefir air tetap encer, baunya normal, pH 4,7, dan viskositas 7 cP. Untuk
kefir dengan starter 5% setelah 24 jam kenampakannya encer, bau normal, pHnya 5,1. Setelah 48
jam kefir air tetap encer, bau jadi busuk, pH 3,88, dan viskositas 4 cP. Lalu kefir dengan starter
10% setelah 24 jam kenampakannya encer, bau busuk, pH 4,32. Setelah 48 jam didapati kefir air
tetap encer dan baunya busuk, pH 3,5 dengan viskositas 6 cP. Dari data hasil pengamatan bisa
diketahui jika ada perbedaan bau, pH, serta viskositas dari kefir air. Hal di atas bisa terjadi karena
beberapa faktor seperti suhu, waktu, dan lain-lain. Untuk kenampakan dari kefir air tetap encer
setelah diamati pada H+24 jam maupun H+48 jam, karena kefir air merupakan larutan gula yang
meskipun dipanaskan atau didinginkan bentuknya akan tetap cair. Kemudian dapat disimpulkan
jika pH kefir air masing-masing mengalami penurunan dari hasil pengamatan 24 jam ke 48 jam
dan dari konsentrasi starter terendah ke tertinggi. Semakin tinggi konsentrasi starter maka pH kefir
air yang dihasilkan akan semakin rendah, karena mikroba yang akan mempercepat proses
fermentasi air gula semakin banyak pula. Lalu semakin lama waktu inkubasi maka konsentrasi
sukrosa yang diubah menjadi asam laktat akan semakin banyak sehingga pH kefir air akan
semakin asam atau menurun. Untuk perubahan bau terjadi pada kefir air dengan konsentrasi 5%
(normal - busuk) dan 10% (busuk-busuk). Pembentukan asam laktat dan asetaldehid akan
menimbulkan aroma asam yang khas pada kefir air. Selain itu, semakin banyak starter maka
konversi sukrosa menjadi etanol dan senyawa asam lain akan semakin tinggi, sehingga
menyebabkan bau yang dihasilkan semakin tajam dan menyengat. Viskositas kefir air mengalami
penurunan pada konsentrasi 2,5% ke 5% lalu meningkat pada konsentrasi 10%. Jika dibandingkan
dengan literatur maka data hasil pengamatan viskositas tidak sesuai, dimana hal tersebut bisa
disebabkan oleh kontaminan atau takaran bahan yang tidak akurat. Seharusnya makin lama waktu
fermentasi dan makin tinggi konsentrasi starter kefir air maka semakin banyak mikroba yang akan
mempercepat proses fermentasi dan pemecahan sukrosa, sehingga viskositas kefir air akan
mengalami peningkatan (Utomo dan Kurniawidi, 2021).

3. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan literatur? Jelaskan!SITASI


Pada umumnya, karakteristik kefir air yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor
selama fermentasi. Lama fermentasi dalam pembuatan water kefir juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas water kefir yang dihasilkan. Kefir air dengan starter 2,5% setelah 24 jam
kenampakannya encer, setelah 48 jam kefir air tetap encer. Kefir dengan starter 5% setelah 24 jam
kenampakannya encer, setelah 48 jam kefir air tetap encer. Lalu kefir dengan starter 10% setelah
24 jam kenampakannya encer, setelah 48 jam didapati kefir air tetap encer. Aroma yang
dihasilkan pada pengamatan memiliki perbandingan yang signifikan. Kefir air pada umumnya
beraroma menyengat ketika presentase starter yang digunakan lebih banyak. Pada DHP, dengan
presentase starter 2,5%, 5%, dan 10% di inkubasi 24 jam menghasilkan aroma normal, normal,
dan busuk. Sedangkan dengan presentase starter 2,5%, 5%, dan 10% di inkubasi 48 jam
menghasilkan aroma normal, busuk, dan busuk. Fermentasi pada kefir air memiliki aroma yang
khas yang berasal dari hasil metabolisme mikroba yang terdapat pada biji kefir. Aroma
asam yang dikelurkan berasal dari pengubahan gula menjadi alkohol. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anggraini (2015) yang mengatakan bahwa terjadinya proses fermentasi akan mengubah
gula menjadi alkohol yang akan dioksidasi menjadi asam-asam organik. Anggraini (2015) juga
mengatakan bahwa lama fermentasi akan membuat rasa yang asam dan memiliki aroma yang
semakin tajam dan menyengat.
pH dari data hasil pengamatan menunjukkan semakin banyak presentase starter yang
digunakan, pH akan semakin menurun. Sama halnya pada literatur yang mengatakan bahwa
peningkatan jumlah konsentrasi starter yang digunakan dapat menurunkan nilai pH produk karena
jumlah bakteri asam laktat yang akan memecah substrat yang terdapat dalam media fermentasi
juga bertambah banyak sehingga jumlah asam yang terdapat pada produk juga meningkat. Selain
itu, peningkatan konsentrasi substrat juga meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan
dan metabolisme bakteri asam laktat dan khamir sehingga mikroorganisme dapat menghasilkan
metabolit terutama asam organik yang kemudian akan menurunkan nilai pH (Effendi dan
Parhusip, 2021).
Berdasarkan DHP kefir air pada inkubasi 48 jam dengan penambahan konsentrasi starter
2,5%, 5%, dan 10% memiliki viskositas dengan kisaran 7cP, 4cP, dan 6cP. Data hasil pengamatan
tidak sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa semakin tinggi substrat yang ditambahkan,
maka akan semakin besar viskositas yang dihasilkan. Viskositas semakin tinggi jika ditambahkan
gula karena gula memiliki sifat yang dapat mengikat air sehingga air bebas akan mengalami
penurunan yang meningkatkan kekentalan. Sebaliknya, viskositas yang semakin menurun juga
dikarenakan oleh kadar gula yang semakin menurun pula. Semakin turun kadar gula, viskositas
pada cairan semakin menurun. Namun, viskositas yang dihasilkan dari seluruh setiap perlakuan
percobaan cenderung naik turun. Semakin banyak komponen gula yang larut maka zat organik
yang terlarutkan juga semakin banyak sehingga jumlah total padatan terlarut menjadi semakin
tinggi sehingga mempengaruhi peningkatan terhadap viskositasnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kekentalan meliputi konsentrasi dan keadaan protein dalam bahan utama
pembuatan produk, kemampuan grain kefir untuk memproduksi asam selama fermentasi, serta
total padatan (Yoo et al., 2013)
PERTANYAAN
1. Jelaskan perubahan biokimia apa yang terjadi selama proses pembuatan kefir?SITASI
Kefir water dibuat dengan cara fermentasi air gula dengan memanfaatkan bakteri
Lactobacillus hilgardi, Lactobacillus casei, dan khamir saccaromyces cerevisae dimana selama
fermentasi akan mengalami perubahan biokimia. Pada proses fermentasi terjadi proses hidrolisis
yang menghasilkan beberapa komponen seperti etanol, karbon dioksida dan asam lainnya. Pada
proses fermentasi, total padatan terlarut akan mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu
fermentasi yang dilakukan. Penurunan total padatan terlarut pada kefir seiring lama fermentasi ini
membuktikan terjadinya degradasi gula oleh mikroba yang terkandung dalam kefir grain, dimana
bakteri asam laktat mendegradasi gula menjadi asam laktat sedangkan khamir mendegradasi gula
menjadi alkohol serta CO2. alkohol yang dihasilkan merupakan hasil dari khamir, dimana khamir
mendegradasi gula yang ada pada bahan menjadi gas dan juga alkohol dalam kondisi lingkungan
yang mendukung pertumbuhan khamir. Pembentukan alkohol sangat bergantung pada kemampuan
khamir dalam metabolisme asam piruvat, dimana alkohol tebentuk akibat fermentasi yang bersifat
anaerob sehingga asam piruvat dapat dirubah menjadi alkohol peristiwa glikolisis apabila terjadi
proses fermentasi secara aerob maka asam piruvat akan diubah pada tahap dekarboksilasi oksidatif
hingga siklus krab dimana pada akhirnya menghasilkan energi dalam jumlah yang banyak (Ningsih
dkk., 2019).

2. Jelaskan jenis-jenis kefir yang Anda ketahui! Jelaskan perbedaannya!SITASI


3.Pada proses pembuatan kefir susu dan kefir air menggunakan starter yang berbeda.SITASI
a. Jelaskan perbedaan kedua starter tersebut (milk kefir grains dan water kefir grains)!

Terdapat perbedaan pada kefir starter susu dan kefir starter air. Milk kefir grains digunakan dalam
pembuatan kefir susu, sedangkan water kefir grains digunakan dalam pembuatan kefir air. Namun terdapat
perbedaan lain, hal tersebut meliputi bahan dasar, fisik, kimiawi, mikrobiologi, dan manfaatnya. Pada
bahan dasar granula kefir susu digunakan susu (mengandung laktosa), sedangkan kefir granula air
menggunakan air gula (mengandung sukrosa). Secara fisik granula kefir susu akan berwarna putih-krem
dan kental, sedangkan kefir air transparan dan memiliki viskositas lebih rendah. Secara kimiawi kefir susu
mengandung protein dan laktosa, sedangkan granula kefir air mengandung sukrosa dan dextrin. secara
mikrobiologi granula kefir susu dan kefir air difermentasikan oleh yeast yang sama yaitu Saccharomyces
cerevisiae, namun pada granula kefir susu dibantu oleh Lactobacillus kefiri dan Lactobacillus lactis,
sedangkan granula kefir air dibantu oleh Lactobacillus hilgardii dan Lactobacillus casei. Dalam
manfaatnya granula kefir susu dibutuhkan dalam pembuatan kefir susu yang diperuntukan untuk orang
yang membutuhkan protein probiotik dan prebiotik, sedangkan granula kefir air dibutuhkan dalam
pembuatan kefir air yang diperuntukan untuk orang vegan atau laktosa intoleran dalam kebutuhan
probiotik dan prebiotik. (Guzel-Seydim et al. 2021)

b. Apakah kedua starter tersebut dapat saling menggantikan? Jelaskan alasannya!

Pada pembuatan kefir terdapat dua starter milk kefir grains dan water kefir grains. kedua starter ini dapat
saling menggantikan dalam pembuatan kefir susu maupun kefir air karena kedua starter ini mengandung
yeast Saccharomyces cerevisiae yang berperan dalam menghidrolisis glukosa menjadi etanol. Namun,
terdapat mikroorganisme yang berbeda pada granula kefir susu dibantu oleh Lactobacillus kefiri dan
Lactobacillus lactis, sedangkan granula kefir air dibantu oleh Lactobacillus hilgardii dan Lactobacillus
casei. Dikarenakan perbedaan ini starter masih bisa saling menggantikan namun, proses fermentasi akan
berlangsung lebih lama (Guzel-Seydim et al. 2021).
1. Berdasarkan percobaan pembuatan yoghurt dan data hasil pengamatan yang Anda
peroleh, faktor-faktor apa saja yang menentukan keberhasilan dalam pembuatan
yoghurt!SITASI
Berdasarkan percobaan pembuatan yoghurt dan data hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan yoghurt. Faktor pertama adalha
jumlah substrat yang ditambahkan. Jumlah substrat ini akan mempengaruhi total padatan atau kekentalan
dari yoghurt. Ketika jumlah substrat yang ditambahkan semakin banyak, maka yoghurt akan semakin
lebih kental. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan pembuatan yoghurt dimana jumlah substrat yang
ditambahkan ini akan mempengaruhi kenampakan dari yoghurt yang dihasilkan (kental). Menurut
Nofrianti dkk. (2013), semakin besar jumlah substrat yang tersedia bagi mikroba, maka pertumbuhannya
akan seamkin banyak dan juga cepat. Akibatnya, aktivitas mikroba dalam mendegradasi gula dan bahan
organik lainnya menjadi asam laktat lainnya akan semakin tinggi.
faktor kedua adalah jumlah starter yang ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt. Hal ini
dikarenakan jumlahnya starter yang ditambahkan akan mempengaruhi jumlah asam laktat yang dihasilkan
pda proses pembuatan yoghurt. Menurut Zakaria dkk. (2013),Ketika jumlah starter yang ditambahkan
tinggi, maka jumlah mikroba yang memcah laktosa dalam susu akan semakin banyak. AKibat dari
pemecahan laktosa ini akan menghasilkan semakin tingginya kadar asam laktat. Tingginya kadar asam
laktat ini akan berpengaruh terhadap pH yang dihasilkan, dimana pH yang dihasilkan asam semakin asam
atau semakin turun. Dalam praktikum kali ini jumlah starter yang digunakan dalam persentase adalah
2,5%, 5%, dan 10%. Dari data yang didapat tersebut ternyata nilai pH yang dihasilkan adalah semakin
tinggi seiring dengan penambahkan persentase starter.
Faktor selanjutnya adalah waktu dan suhu yang digunakan dalam proses inkubasi. Dalam praktikum
kali ini, suhu dan waktu yang digunakan dalam inkubasi adalah 37C selama 48 jam. Suhu dan waktu
inkubasi memiliki peranan penting dalam pembuatan yoghurt. Hal ini karena suhu dan waktu merupakan
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan aktivitas mikroba dalam proses fermentasi. Proses
inkubasi inipun merupakan proses dimana untuk memberikan waktu kepada mikroba untuk dapat
melakukan aktivitasnya untuk memecah laktosa, sehingga akan sangat memerlukan suhu dan waktu yang
optimal. Ketika waktu dan suhu inkubasi yang digunakan tidak sesuai dengan mikroba, maka mikroba
tersbut akan memiliki aktivitas yang rendah, akibatnya proses fermentasi yang dilakukan tidak sempurna.
Adapun waktu inkubasi ini akan mempengaruhi keasaman atau pH dari yoghurt. Menurut (Sari, 2019)
Waktu dan suhu inkubasi akan mempengaruhi kadar keasaman dari yoghurt. Waktu dan suhu inkubasi
juga akan menurunkan nilai pH akibat adanya aktivitas bakteri asam laktat selama fermentasi.
faktor terakhir adalah kondisi steril. Kondisi steril ini harus diperhatikan dalam proses pembautan
yoghurt. Hal ini karena produk yang kita buat merupakan produk pangan serta menggunakan mikroba
pembantu untuk proses fermentasi. Kondisi steril ini akan menghambat pertumbuhan patogen maupun
mikroba lain yang akan mengganggu proses fermentasi. Menurut Hidayati dkk. (2021), Kebersihan alat,
dan kondisi yang steril akan meminimalisir pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menghambat proses
fermentasi. Tumbuhnya bakteri lain ini akan menyebabkan perebutan substrat sehingga dalam proses
fermntasi ini tidak maksimal.

2. Berdasarkan percobaan pembuatan kefir dan data hasil pengamatan yang Anda peroleh,
faktor-faktor apa saja yang menentukan keberhasilan dalam pembuatan kefir!SITASI

Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan kefir, didapatkan beberapa faktor-faktor yang


mempengaruhi pembuatan kefir. Faktor-faktor tersebut meliputi;
- fAKTOR yang pertama adalah mikroba starter. Mikroba starter yang ditambahkan umumnya berkisar
3-10% dari volume fermentasi. Inokulum yang digunakan harus sehat dan dalam keadaan aktif
sehingga mempersingkat fase adaptasi, harus tersedia dalam jumlah cukup sehingga inokulum
optimum, berada dalam bentuk morfologi yanh sesuai, bebas dari kontaminasi, dan dapat
mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan produk. Konsentrasi starter mempengaruhi
nilai pH, kekentalan, bau, dan viskositas kefir. Di mana semakin tinggi konsentrasi starter maka nilai
pH menurun, viskositas dan kekentalan meningkat. Nilai pH diakibatkan oleh penguraian laktosa
oleh BAL sehingga menghasilkan asam laktat. Kekentalan dan viskositas kefir dipengaruhi oleh
banyaknya asam laktat yang dihasilkan dari penguraian sehingga akan semakin kental kefir. Bau kefir
yang khas dipengaruhi oleh penguraian laktosa menjadi asam laktat dan senyawa organik lain akan
semakin tinggi, sehingga mempengaruhi seberapa tajam aroma kefir yang dihasilkan. (Fitria, 2022).
- faktor selanjutnya adalah Lama waktu fermentasi. Pertumbuhan mikroba dalam kondisi yang
memungkinkan akan berlangsung terus sampai sejumlah populasi sel terbentuk. Waktu pembelahan
sel tergantung dari spesies dan kondisi lingkungannya, namun umumnya berkisar 10-60 menit.
Semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak mikroba yang bekerja sehingga semakin
banyak juga hasil fermentasi. Lama fermentasi mempengaruhi nilai pH, kekentalan, bau, dan
viskositas kefir. (Fitria, 2022).
- selanjutnya adalah Suhu inkubasi. Setiap bakteri memiliki suhu optimal yang berbeda-beda untuk
pertumbuhan dan pembentukan asam. Bakteri dalam kultur laktat umumnya memiliki suhu optimum
pada suhu 30C tetapi beberapa kultur dapat membentuk asam dengan keefektifan yang sama pada
suhu 37C. Pada pembuatan kefir, bakteri asam laktat yang digunakan umumnya optimum pada suhu
ruang yaitu berkisar pada 20-25 C. (Fitria, 2022).
- faktor berikutnya adalah Konsentrasi substrat. Dalam proses fermentasi kefir, substrat seperti susu
(laktosa) dan gula (sukrosa) berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi bakteri dan yeast yang akan diurai
menjadi asam laktat dan komponen lain seperti etanol dan karbondioksida. Konsentrasi substrat juga
berpengaruh pada peningkatan alkohol yang dihasilkan. Semakin tinggi substrat juga mempengaruhi
peningkatan viskositas kefir dan penurunan pH. Peningkatan konsentrasi substrat akan memberikan
ketersediaan nutrisi bagi pertumbuhan dan metabolisme bakteri dan khamir sehingga semakin tinggi
konsentrasinya maka akan semakin banyak mikroorganisme yang menghasilkan asam organik yang
akan menurunkan pH. (Effendi dan Parhusip, 2021).
- faktor yang terakhir adalah kondisi steril. Secara umum, aktivitas mikroba pada kefir dikarenakan
oleh komponen seperti bakteriosin yaitu asam laktat, hidrogen peroksida, CO2, diasetil, asetaldehid
atau bakteriosin yang diproduksi BAL. Namun, dalam proses produksi dan penyimpanan perlu sangat
diperhatikan. Kareena bakteri seperti E. colu dan Streptococcus memiliki resiko kontaminasi yang
tinggi saat proses. sehingga, perlu diperhatikan kondisi steril saat proses pembuatan terutama pada
transfer kultur murni.Selain itu, kontaminasi dari mikroba yang tidak diinginkan juga dapat
menghasilkan hasil fermentasi yang tidak optimum. sehingga, perlu diperhatikan kebersihan dan
kesterilan selama proses pembuatan kefir (AÇIK et al., 2020)

3. Jelaskan manfaat dari fermentasi!

Dalam prosesnya, fermentasi menguraikan senyawa organik sehingga dihasilkan beberapa


senyawa yang sangat penting dan memberi banyak manfaat. Proses fermentasi sendiri dapat
meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan pangan, selain itu bahan pangan yang telah difermentasi
akan lebih mudah dikonsumsi dikarenakan senyawa kompleks nya telah dipecah sehingga
menjadi senyawa sederhana. Selain itu fermentasi juga memiliki pengaruh untuk mengubah rasa
dan aroma suatu bahan produk yang mulanya kurang disukai lebih disukai atau dalam kata lain
meningkatkan daya jual maupun daya tarik suatu produk. Manfaat lain fermentasi ialah bahan
pangan akan lebih tahan lama dalam penyimpanan serta dapat mengurangi ka dungan senyawa
allergen, sehingga nilai ekonomis bahan dasarnya
menjadi jauh lebih baik
1. Salah satu perusahaan perkebunan di Lampung akan emndirikan anak perusahaan yang
diberi nama PT BioFood. Perusahaan tersebut bergerak di bidang bioteknologi, salah
satunya akan memproduksi yoghurt buah. Hasil uji coba produk, terbentuk dua fase
pada yoghurt buah yang dihasilkan. Jika Anda sebagai salah satu staf di PT BioFood,
bagaimana solusi Anda untuk mengatasi permasalahan tersebut? Jelaskan!
2. Selain memproduksi yoghurt buah, PT BioFood juga akan memanfaatkan hasil
komoditas induk perusahaannya untuk memproduksi kefir. Bahan baku dari kefir
tersebut adalah Buah-buahan dan plant based milk yang dihasilkan dari
perkebunannya. Jika Anda sebagai staf R&D di PT BioFood, bagaimana Anda
merancang proses produksi di perusahaan tersebut? Jelaskan!
a. Buah-buahan

b. Plant based milk


3. PT Happy Cheese, salah satu produsen keju mozarella terbesar di Jepang,
menghasilkan limbah whey yang cukup banyak. Sebagai salah satu diversifikasi
produk unggulan, limbah whey tersebut akan dimanfaatkan menjadi produk pangan
fermentasi yang lain, yakni kefir. Jika Anda sebagai salah satu staf R&D di PT Happy
Cheese, bagaimana Anda merancang proses produksi di perusahaan tersebut? Jelaskan!
Daftar Pustaka minimal 7 (4 INDO, 3 INGGRIS)
Abdul, A., Kumaji, S., dan Duengo, F. (2018). Pengaruh Penambahan Susu Sapi Terhadap
Kadar Asam Laktat Pada Pembuatan Yoghurt Jagung Manis Oleh Streptococcus
thermophillus Dan Lactobacillus bulgaricus. Jurnal Biologi Makassar 3(2):1-9.
AÇIK M, ÇAKIROĞLU FP, Altan M, et al. 2020. Alternative source of probiotics for
lactose intolerance and vegan individuals: sugary kefir. Food Science and Technology.
40(3): 523-531
Chandan, R. C. and A. Kilara. 2013. Manufacturing Yogurt and Fermented Milks Second
Edition. Wiley-Blackwell.
Dewi, A.C., Rahardjo, A.H.D., Setyawardani, T., dan Subagja, H. 2019. Study on kefir
grain concentration and the different length of storage on the physicochemical of goat
milk kefir. Journal of Physics: Conference Science
Dibyanti P. 2014. Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Kultur dan Waktu Inkubasi
terhadap pH, Kadar Keasaman, Viskositas dan Sineresis Set Yogurt. Skripsi. Malang:
Universitas Brawijaya
Effendi VP dan Parhusip AJN. 2021. Kajian Literatur Spesifikasi Mutu Fisikokimia dan
Mikrobiologis Water Kefir dengan Variasi Konsentrasi Substrat dan Starter. Jurnal
Teknologi Pangan Kesehatan. 3(2): 66-76
Evadewi FD dan Tjahjani CMP. 2021. Viskositas, Keasaman, Warna, dan Sifat
Organoleptik Yogurt Susu Kambing yang Diperkaya dengan Ekstrak Beras Hitam.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi 21(2): 837-841
Fitria D. 2022. Efek Penambahan Khamis Saccharomyces cerevisiae dalam Pembuatan
Minuman Kefir Susu Kambing Etawa. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung
Futra, R. K., Triana S., dan Triana Y. A. 2020. Pengaruh Penggunaan Pektin Nabati dengan
Persentase yang Berbeda Terhadap Warna dan Tekstur Yoghurt Susu Sapi. Journal of
Animal Science Technology. 2(1) : 20 – 28.
Guzel-Seydim Z., Çaglar Gokırmaklı, and Annel K. Greene. 2021. A comparison of milk
kefir and water kefir: Physical, chemical, microbiological and functional properties.
Trends in Food Science & Technology. 113: 42-53.
Hadiyanto dan Maulana Azim. 2016. Dasar-Dasar Bioproses: Edisi Pertama. Semarang:
EF Press Digimedia.
Hendarto, D. R., Handayani, A. P., Esterelita, E., & Handoko, Y. A. (2019). Mekanisme
biokimiawi dan optimalisasi lactobacillus bulgaricus dan streptococcus thermophilus
dalam pengolahan yoghurt yang berkualitas. J. Sains Dasar, 8(1), 13-19.
Hidayati Hafidzah, Zharifa Afifi, Reinetha Triandini, dan Indah Permata. 2021. Pembuatan
Yoghurt sebagai Minuman Probiotik untuk Menjaga Kesehatan Usus. Prosiding
Seminar Nasional Biologi. pp: 1265-1270.
Honestin, T., Imro’ah I., dan Yunimar. 2021. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Penstabil
Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Nilai Kesukaan Minuman Yogurt Jeruk.
Proceedings Series on Physical & Formal Sciences. 2 : 194 – 201.
Jonathan, H. A., Fitriawati, Arief I. I., dkk. 2022. Fisikokimia, Mikrobiologi, dan
Organoleptik Yogurt Probiotik dengan Penambahan Buah Merah (Pandanus
conoideus L.). Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 10(1): 34-41.
Kaur, R., Kaur G., Rima, Mishra, S. K., Panwar, H., Mishra, K. K., and Brar, G. S. 2017.
“Yogurt: A Nature’s Wonder for Mankind.” International Journal of Fermented Food
6(1): 57-69
Lestari, M. W. Bintoro V. P., dan Rizqiati H. 2019. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap
Tingkat Keasaman, Viskositas, Kadar Alkohol, dan Mutu Hedonik Kefir Air Kelapa.
Jurnal Teknologi Pangan. 2 (1): 8-13.
Muhafilah, M., Hindriana A. F., Satianugraha H. Perbedaan Konsentrasi Starter terhadap
Total Asam Laktat Yoghurt Tersubstitusi Sari Buah Limus (Mangifera foetida). Jurnal
Pendidikan dan Biologi. 11 (1): 12-19.
Nalle, Ryan Pieter, dan Yuliana Tandi Rubak. 2022. Buku Ajar Mikrobiologi Pangan.
Bandung: Media Sains Indonesia.
Nihayah, Irfatun. 2015. “Pengaruh Konsentrasi Starter terhadap Kualitas Kefir Susu Sapi
dan Pemanfaatannya sebagai Penurun Kadar Kolesterol Darah Mencit (Mus
musculus). [Skripsi].” Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.
Ningsih, R., Rizqiati, H., dan Nurwantoro. (2019). Total Padatan Terlarut, Viskositas, Total
Asam, Kadar Alkohol, dan Mutu Hedonik Water Kefir Semangka Dengan Lama
Fermentasi Yang Berbeda. Jurnal Teknologi Pangan 3(2):325-331.
Nofrianti, F. Azima, dan R. Eliyasmi. 2013. Pengaruh Penambahan Madu terhadap Mutu
Yoghurt Jagung. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(2): 60-67.
Nugraha, W. 2022. Pengaruh Penambahan Karagenan Terhadap Sifat Fisikokimia dan
Sensori Yoghurt Rasa Pisang Ambon. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas
Lampung.
Nursiwi, Asri, Rohula Utami, Martina Andriani, dkk. 2015. Fermentasi Whey Limbah Keju
Untuk Produksi Kefiran Oleh Kefir Grains. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 8(1):
37-45.
Pamungkas, W. 2013. Teknologi fermentasi, alternatif solusi dalam upaya pemanfaatan
bahan pakan lokal. Media Akuakultur. 6(1): 43-48.
Putra, G. P. 2018. Studi Penambahan Sari Buah Tomat (Lycopersicum esculentum) dan
Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Yoghurt.
Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah
Prastujati, A. U., Hilmi M., dan Khirzin M. H. 2018. Pengaruh Konsentrasi Starter terhadap
Kadar Alkohol, pH, dan Total Asam Tertitrasi (TAT) Whey Kefir. Jurnal Ilmu
Peternakan Terapan. 1(2): 63-69.
Pratama DR, Melia S, dan Purwati E. 2020. Perbedaan Konsentrasi Kombinasi Starter Tiga
Bakteri terhadap Total Bakteri Asam Laktat, Nilai pH, dan Total Asam Tertitrasi
Yogurt. Jurnal Peternakan Indonesia. 22 (3): 339-345
Randazzo, W., Corona, O., Guarcello, R., et al. 2016. Development of new non dairy
beverages from Mediterranean fruit juices fermented with water kefir
microorganisms. Food Microbiology, 54, pp. 40-51.
Rohmah, F., dan Estiasih T. 2018. PERUBAHAN KARAKTERISTIK KEFIR SELAMA
PENYIMPANAN : KAJIAN PUSTAKA. Jurnal Pangan dan Agroindustri 6(3):
30-36.
Safari, A., Ghina, S. F., Djajasoepena, S., Suprijana, O., Indrawati, I., Rachman, S. D., ... &
Ishmayana, S. Perubahan Komposisi Kimiawi Produk Yogurt dengan Penambahan
Kalsium Karbonat pada Kultur Starter Campuran. Jurnal Natur Indonesia, 17(1), 5-12.
Sari, Dewiarum. 2019. Penambahan Pati Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dan Waktu
Inkubasi terhadap Kualitas Yoghurt Set. [Tesis]. Malang: Universitas Brawijaya.
Shah, N. P. (Ed.). 2017. Yogurt in health and disease prevention. Academic Press.
Surono, I. S. 2016. Probiotik, Mikrobiome, dan Pangan Fungsional. Yogyakarta :
Deepublish.
Syafitri, Yosi, Syahrizal Nasution, dan Dina Fithriyani. 2022. Analisis pH dan Sensori
Yoghurt dan Soyghurt dengan Proses Fermentasi yang Berbeda. Journal of
Communication in Food Science and Technology. 1(1): 18-24.
Talattof, Hafsah A. 2019. Kualitas Water Kefir Buah Sirsak dengan Konsentrasi Starter
Kristal Alga dan Lama Fermentasi yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.
Tamang, Jyoti Prakash. 2015. Health Benefits of Fermented Foods and Beverages. London:
CRC Press
Timo AM dan Purwantiningsih TI. 2020. Kualitas Kimia dan Organoleptik Yoghurt yang
dibuat Menggunakan Kultur Yoghurt dan Jenis Susu yang Berbeda. Journal of Animal
Science . 3(34): 34-30.
Utomo, D. dan Kurniawidi T. 2021. Pengaruh Konsentrasi Starter dan Macam Buah
Terhadap Karakteristik Kefir Air. TEKNOLOGI PANGAN : Media Informasi dan
Komunikasi Ilmiah Teknologi Pertanian. 12(2): 296-304.
Yusriyah, N H., dan Agustini R. 2014. PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN
KONSENTRASI BIBIT KEFIR TERHADAP MUTU KEFIR SUSU SAPI. Jurnal
Kimia 3(2): 53-57.
Zakaria, Yusdar, Yurliasni, Mira Delima, dan Ely Diana. 2013. Analisa Keasaman dan Total
Bakteri Asam Laktat Yoghurt Akibat Bahan Baku dan Persentase Lactobacillus Casei
yang berbeda. Jurnal Agripet. 13(2): 31-35.
Syafitri, Y., Nasution S., dan Fithriyani D. 2022. Analisis Nilai pH dan Sensori Yoghurt dan
Soyghurt dengan Proses Fermentasi yang Berbeda.Communication in Food Science
and Technology. 1(1): 18-24

Tanggal Nilai Paraf


Asisten
LAMPIRAN
1. Foto kegiatan
LAMPIRAN LITERATUR

Anda mungkin juga menyukai