Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN SEMESTER

PRAKTIKUM PRODUKSI  TERNAK PERAH

PEMERIKSAAN PEMALSUAN AIR SUSU, PEMERIKSAAN KESEGARAN


AIR SUSU, PEMERIKSAAN KOMPOSISI AIR SUSU

OLEH :
M.FIRDAUS
E10020078
B.5

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
KATA PENGANTAR

            Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan  laporan Produksi Ternak Perah
ini dengan tepat waktu. Laporan  ini penulis susun sebagai wujud realisasi dari hasil
pengamatan yang telah penulis lakukan sebelumnya dan juga sebagai bahan pelengkap
persyaratan yang menunjang mata kuliah  laporan Produksi Ternak Perah. Laporan ini
penulis susun khususnya untuk lingkup Fakultas Peternakan Unja, akan tetapi tidak
menutup untuk keperluan atau lingkup yang lebih luas.
             Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan  laporan  ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berusaha dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan  baik. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan laporan penulis selanjutnya. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi
kita semua, amin.

Jambi,  April 2022

                                                                                                         Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III MATERI DAN METODA
3.1 Waktu dan tempat
3.2 Materi
3.3 Metoda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 
4.1 Pemeriksaan Pemalsuan Air Susu
4.1.1 Pembuktian Penambahan Air
4.1.2 Pembuktian Penambahan Santan
4.1.3 Pembuktian Penambahan Pati
4.1.4 Pembuktian Penambahan Susu Masak
4.1.5 Pembuktian Penambahan Formalin
4.2 Pemesriksaan Kesegaran Air Susu
4.2.1 Uji Sensorik Atau Uji Organoleptik
4.2.2 Uji Kebersihan Dengan Metode Saring
4.2.3 Pengukuran Ph Dengan Ph Meter
4.2.4 Uji Alkohol
4.2.5 Uji Didih/ Uji Masak
4.2.6 Uji Reduktase Dengan Biru Metilen
4.3 Pemeriksaan Komposisi Susu
4.3.1 Pengukuran Berat Jenis
4.3.2 Pengukuran Kadar Bahan Kering
4.3.3 Pengukuran Kadar Lemak
4.3.4 Pengukuran Kadar Berat Kering Tanpa Lemak (BKTL) Susu
4.3.5 Diagnosa Mastitis
4.3.6 Pengukuran Kadar Protein
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR DAFTAR

Halaman

Gambar 6. Uji kekentalan air susu


Gambar 7. Proses penyaringan susu 
Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen 
Gambar 9. Laktodensimeter
Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
Gambar 11.  Butyrometer
                                                                               
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran air susu kelompok  5


Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan kesegaran air susu
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis
Tabel 4.  Hasil Pengukuran Bahan Kering
Tabel 5.  Hasil praktikum Mikrobiologi susu
Tabel 6. Hasil pengamatan pemeriksaan palsuan air susu 
Tabel 7.  Hasil Pembuktian Penambahan Santan 

            
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran  1 Dokumentasi
Lampiran  2 Perhitungan
                                                   

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu menghasilkan susu
nelebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan lain-lain. Ternak
perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan produksi
susu.            Sapi adalah produsen utama air susudunia yang mampu memproduksi 91%
dari produksi susu dunia. Air susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai
gizi tinggi karena mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh manusia. Air susu
merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak ditambahkan sesuatu
apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Kesegaran susu adalah uji sensorik/uji
organoleptik, Uji kebersihan dengan metode Saring, uji alkohol, dan uji didih/masak
serta uji reduktase dengan biru metilen.
            Pemalsuan pada susu yang sangat mudah dijumpai adalah dengan menambahkan
susu dengan air. Hal ini akan menambah  volum dari susu tersebut dan susu akan
dihargai dengan sedikit lebih mahal. Selain penambahan air, peningkatan volum susu
juga  dapat dilakukan dengan penambahan air tajin, susu kaleng, santan , bahkan soda
kue. Pemalsuan dengan menggunakan susu kaleng emmiliki kelebihan diantaranya bau
yang harum susu serta warna yang relatif tidak jauh berbeda dengan susu asli. Selain
untuk menambahkan volum, pemalsuan juga digunakan untuk mempertahankan sifat
susu. Pemalsuan seperti ini dilakukan dengan penambahan larutan formalin ke dalam
susu.
            Didalam susu mentah banyak sekali terdapat enzim-enzim seperti enzim
periksodase yang bisa terurai dengan dilakukan pemanasan pada suhu diatas 75 0C dapat
membebaskan oksigen dari larutan peroksida yang ditambahkan kedalam susu, oksigen
yang terdapat dalam susu ini akan bersenyawa dengan zat pemulas sehingga
menyebabkan warnanya menjadi berubah.
            Santan seringkali memberikan beberapa masalah khusus bagi para ahli teknologi
pangan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana
dilakukan terhadap produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi
(penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma (flavor) kelapa yang
harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena itu, untuk pengawetan jangka panjang
santan perlu distabilkan dengan penambahan emulsifier dan stabilizer yang sesuai
diikuti dengan homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak. Susu merupakan
media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial
bagi penyebaran bakteri pathogen yang mudah tercemar kapan dan dimana saja
sepanjang penangannya tidak memperhatikan kebersihan.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum produksi ternak perah adalah bahwa mahasiswa lebih
mengerti dan memahami tentang bagaimana keamanan susu yang layak konsumsi
dengan berbagai cara seperti mengetahui warna, bau, rasa dan konsistensi dengan
menggunakan panca indra; untuk melihat kotoran yang terdapat didalam susu yang
tidak terlihat oleh mata, untuk mengetahui ph susu, untuk mengetahui uji daripada
reduktase dengan metilen.
Mampu menjelaskan dan mengetahui bagaimana cara pengukuran zat makanan
yang  terkandung pada susu, untuk mengetahui jumlah pertumbuhan mikroba pada susu
yang sudah dicampur dengan beberapa pelarut, dengan menggunakan metode tuang,
metode sebar, dan metode gores yang dilihat dibawah mikroskop, dan mengetahui
qualitas dari pada susu, serta diharapkan agar praktikan mengetahui susu yang baik/
yang bagus dan yang layak untuk dikonsumsi bagi masyarakat. Mampu
menjelaskan bagaimana cara  memeriksa kualitas susu dan mengetahui kemurnian susu
yang baik serta memahami apa yang yang terjadi apabila susu tersebut mengalami
pemalsuan seperti penambahan air pada susu, penambahan santan pada susu,
penambahan pati pada susu, penambahan susu masak dan penambahan formalin pada
susu serta mengetahui bagaimana cara kerja dari percobaan yang dilakukan  dan
mengetahui hasil akhirnya.     

1.3 manfaat
Manfaat yang dapat kita peroleh dari praktikum ini adalah dengan adanya hasil
dari praktikum yang telah dilaksanakan, maka dapat digunakan sebagi titik acuan dan
bahan perbandingan didalam menjawab segala permasalahan tentang ternak perah
tersebut, dan juga sebagai masukan bagi kita semua di dalam mata kuliah Produksi
Ternak Perah, dan menjadi syarat di dalam memenuhi tugas praktikum dan mata kuliah
Produksi Ternak Perah. Serta dari praktikum ini kita dapat mengetahui bagaimana
anatomi system pencernaan ternak ruminansia dan apa saja fungsi dari setiap bagiannya,
mengetahui cara pemeriksaan kesegaran susu, komposisi susu, moikrobiologi susu, dan
pemalsuan susu. Tentunya banyak sekali hal bermanfaat yang dapat diperoleh selama
melaksanakan praktikum ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

            Menurut Anonim (2000), penambahan air pada susu merupakan cara yang paling


sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air,
cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat
jauh dari 1,028 (SNI 01-3141-1998), maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan
air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru
pada susu.
            Menurut Anonimus (2004), produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk
dikonsumsi apabila dalam susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi
asam, busuk, tidak segar dan susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu cair,
perubahan warna biasanya menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya
pertumbuhan bakteri dan peningkatan asam. Produk seperti ini sebaiknya tidak
dikonsumsi .
            Menurut Arora (2005), lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut.
Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang
akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan
dan peragian.
Menurut Bastianelli dan Bas (2002), keamanan pangan asal ternak juga
berkaitan dengan kualitas pakan yang diberikan pada ternak.
Menurut Bearkley (2000), apabila susu makin encer maka Laktodesimeter akan
lebih dalam masuknya ke dalam susu dengan demikian berat jenis susu menjadi turun
atau lebih rendah dari pada standar.  
            Menurut Biologigonz (2010), retikulum membantu ruminasi dimana bolus
diregurgitasikan ke dalam mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen
untuk dicerna lebih lanjut oleh mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen
adalah bakteri, protozoa dan fungi.
            Menurut Blakely (2001),  proses pencernaan fermentative ini tidak lepas dari
peranan mikroba rumen. Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat, protein, dan lemak
menjadi asam lemak atsiri VFA (Volaltyl Fatty Acid), NH3 (amonia), gas
karbondioksida (CO2) dan gas methan (CH4). Amonia digunakan untuk membangun
sel mikroba, VFA (Volatyl Fatty Acid)  akan diserap langsung dalam rumen dan
retrikulum untuk dimanfaatkan oleh ternak sebagai sumber energy, gas methan dan
oksigen dikeluarkan melalui proses eruktasi  .         
            Menurut Blakely (2001), abomasum merupakan bagian keempat yang disebut
juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan
berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis
tinggi.
            Menurut Blakely (2001), ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia
lainnya karena mempunyai lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang
membesar yang mempunyai tiga ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum.
            Menurut Brody (2002), dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan
pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung
reaksi tersebut dipanaskan.
            Menurut Buckle (2003),   endapan halus pada dinding tabung maka sampel susu
tersebut asam dan hasil uji positif bahwasannya molekul susu sudah pecah. Hal ini
disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang bersifat labil.
            Menurut Dudee (2009), walaupun memiliki caecum yang besar, kambing
ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan
sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam
mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10%.
            Menurut Dudee (2009), hewan memamah biak  (ruminansia) adalah hewan
herbivora murni, contohnya sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak
karena memamah atau mengunyah makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat
makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan tersebut tidak dikunyah hingga halus dan
terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut dikeluarkan kembali ke mulut
untuk dikunyah sampai halus.
            Menurut Fardiaz (2002), waktu reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi
putih dianggap selesai jika empat perlima bagian sampel susu telah bewarna putih .
            Menurut Fardiaz (2003), Prinsip dari metode hitungan cawan adalah
menumbuhkan sel mikrobia yang masih hidup pada metode agar, sehingga sel mikrobia
tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung
dengan mata tanpa menggunakan mikroskop Metode hitungan cawan dapat dibedakan
atas dua cara yaitu : Metode tuang (pour plate), Metode permukaan (surface / spread
plate). 
            Menurut Farmansyah (2003), metode hitungan cawan juga mempunyai
kelemahan, yaitu: Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang
sebenarnya, karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni,
Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan niali yang berbeda, Mikroba
yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk koloni yang
kompak dan jelas, tidak menyebar, Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa
hari sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
            Menurut Fazri (2002), warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai
kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam
susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque).
            Menurut Fendrikus (2004), pada penanaman bakteri dibutuhkan kondisi aseptis
atau steril, baik pada alat maupun proses, untuk menghindari kontaminasi, yaitu
masuknya mikrobia yang tidak diinginkan. 
            Menurut Frandson (2002), pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara
pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi
biru, kemudian bila warna kuning berarti negatif .
            Menurut  Gregorius (2001), susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau
ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan
sekaligus sampai sempurna.
            Menurut Gusriyanti (2006), mutu susu segar juga harus didukung oleh cara
pemerahan yang benar termasuk didalamnya adalah pencegahan kontaminasi fisik dan
mikrobiologis dengan sanitasi alat pemerahan dan sanitasi pekerja. Untuk dapat
mengetahui mikroba yang terdapat didalam susu, dibutuhkan media yang steril.
            Menurut Hadiwiyoto (2005),  peningkatan reduksi susu disebabkan oleh bakteri
tumbuh dalam susu memerlukan oksigen dan menghasilkan subtansi-subtansi pereduksi
yang   memungkinkan penurunan perbedaan kekuatan oksidasi reduksi tersebut sampai
nilainya menjadi negatif. Kecepatan penurunanya tergantung jumlah dan macam bakteri
serta dipengaruhi metabolisme dalam sel bakteri.
            Menurut Judkins dan Keener (2006), penentuan kadar lemak susu menurut
Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer.
Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar
penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak susu dan memiliki kadar lemak
3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
Menurut Kanisius (2001),  susu dalam golongan normal, karena untuk susu sapi
berat jenisnya diatas 1,027.
            Menurut Mazer, R.T (2004), air susu yang dihasilkan melalui suatu proses
sekretarit sejati air susu awal pemerahan mengandung lemak kadar rendah. Kadar lemak
susu tersebut mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari lemak nabati.
            Menurut Melly (2011), ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak
ruminansia dan ternak non ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak,
Pengeluaran kembali makanan yang telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar
dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua kalinya disebut juga cudding. Hewan
ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung
dengan beberapa ruangan.
             Menurut Melly (2011), hewan memamah biak mempunyai makanan berupa
rumput atau tumbuhan. Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan
struktur khusus yang berbeda dengan hewan karnivora dan omnivora.
            Menurut Mozes (2001), metode hitungan cawan yaitu metode tuang dan sebar
merupakan metode paling sensitive dalam menetukan jumlah mikroba karena hanya sel
yang hidup yang di hitung.
            Menurut Muhammad (2001), apabila terjadinya penambahan air pada susu akan
mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi menurun sehingga
mengakibatkan kualitas susu menjadi berkurang.
            Menurut Parrokasi, A.(2003), santan memiliki kandungan lemak nabati yang
tinggi dimana bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi
pencampuran dari kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan
meningkat.
            Menurut Partodihardjo (2003), penambahan air kedalam susu, maka berat jenis,
kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 (
nol ).
            Menurut Rachmawan (2001),   susu segar yang normal berasa agak manis
karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu lenyap
jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu berhubungan
dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa tinggi dan rasa
asin dari kadar klorida
            Menurut Ressang dan Nasution (2000),  kerusakan air susu terjadi apabila telah
menunjukkan penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal
oleh panca indera atau parameter lain yang biasanya digunakan.
Menurut Ressang dan Nasution (2004), kadar lemak air susu normal adalah antara
3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan dikarenakan adanya kerusakan pada lemak susu. H as il
dari  pemeriksaan kadar lemak pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu
segar maupun susu simpan telah mengalami kerusakan pada lemak susu.
Menurut Sarwono (2003), kambing merupakan binatang memamah biak yang
berukuran sedang. Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah
subspesies kambing liar yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah "bulan
sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki
tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih besar.
Menurut Setyohadi, dkk., (2003), angka reduktase adalah waktu yang diperlukan
untuk merubah zat warna biru metilen menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar
berbanding terbalik dengan jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan
tingkat kegiatan bakteri sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai
susu yang dapat dicerna dan tidak untuk kegunaan tertentu.  
Menurut Shiddieqy (2008), secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar
ambing sebagai makanan dan proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi
mamalia. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu
sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi.
            Menurut Siregar (2000), bahwa untuk menghitung jumlah mikroba yang hidup
dalam susu dengan cara ditumbuhkan dalam media agar sehingga dapat langsung
dilihat.
            Menurut Soemarno (2004), bahwa bau/ aroma/ flavour susu segar adalah khas
bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak dalam susu. Selain itu,
kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang rendah diduga
menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu sepeeti bau asam,
bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena penanganan yang
kurang baik.
            Menurut Sudono (2001),  susu sapi merupakan air susu pemerahan yang
berkualitas tinggi, rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran dan obat-obatan serta
warnanya putih kekuning-kuningan.
            Menurut Sudono (2005),   cita rasa makanan lain yang mungkin dimakan oleh
sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak susunya.
            Menurut Suhendar dkk., (2008), kadar laktosa dalam air susu dapat dirusak oleh
beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau susu dapat
menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan
terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam mukosa usus.
            Menurut Wahyudi (2006), air susu merupakan  suspensi alam antara air dan
bahan terlarut didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak didalam
air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai gizi air susu.
Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu
kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
            Menurut Yamamoto (2004) dan Jaser (2000),  uji didih merupakan  suatu uji
yang mana susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih
kemudian dilakukan suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat
keadaan dari susu tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti butir-butiran. Bila
terdapat butir-butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil
uji positif. Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan uji negative.
(Arora, 2005) Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan
(oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan
omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus
besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar,
yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan
makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga
terjadi pembusukan dan peragian.
(Bali, 2011) Mikroba dalam rumen juga mampu mensintesis asam amino dari non protein
nitrogen sumber, seperti urea dan amoniak. Seperti mikroba mereproduksi dalam rumen,
generasi tua mati dan sel-sel mereka melanjutkan melalui saluran pencernaan. Sel-sel ini
kemudian sebagian dicerna oleh ternak, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan
sumber protein berkualitas tinggi. Fitur-fitur ini memungkinkan ternak untuk berkembang
pada rumput dan vegetasi lainnya.
 ( Blakely, 2001) Ternak kambing berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai
lambung sejati yaitu abomasum dan lambung depan yang membesar yang mempunyai tiga
ruangan yaitu reticulum, rumen, dan omasum.
( Blakely, 2001 ) Omasum merupakan bagian ketiga lambung ternak kambing yang
menghubungkan retikulorumen dan abomasums. Abomasum merupakan bagian keempat yang
disebut juga perut sejati. Dengan demikian ternak ruminansia dapat memanfaatkan pakan
berserat kasar tinggi serta mampu mengolahnya menjadi produk dengan nilai biologis tinggi.
( Biologigonz, 2010 ) Rumen dan reticulum sering dipandang sebagai organ tunggal disebut
sebagai retikulorumen yang merupakan tempat terjadinya pencernaan fermentative. Retikulum
ini mendorong pakan padat dan ingesta ke dalam rumen dan mengalirkan ingesta kedalam
omasum. Retikulum membantu ruminasi dimana bolus diregurgitasikan ke dalam
mulut. Ingesta yang telah halus didorong ke dalam rumen untuk dicerna lebih lanjut oleh
mikroba. Mikroorganisme yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi.
(Biologigonz, 2010) Saluran pencernaan hewan memamah biak terdiri atas organ-organ
pencernaan sebagai berikut :
1.      Rongga Mulut (Cavum Oris)
2.      Kerongkongan (Esofagus)
3.      Lambung
4.      Usus Halus
5.      Sekum
6.      Usus Besar
7.      Anus
 (Dudee, 2009) Hewan memamah biak  (Ruminansia) adalah hewan herbivora murni, contohnya
sapi, kerbau dan kambing. Disebut hewan memamah biak karena memamah atau mengunyah
makanannya sebanyak dua fase. Pertama saat makanan tersebut masuk ke mulut,  makanan
tersebut tidak dikunyah hingga halus dan terus ditelan, selang beberapa waktu makanan tersebut
dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sampai halus.
(Dudee. 2009) Walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu
mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh
ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin
hanya 10%. Di alam, kambing liar dapat memenuhi kebutuhannya sendiri dengan jenis pakan
yang di kehendaki. Jumlah pakan minimal dan ragam pakan dapat terpenuhi sehingga terjadi
keseimbangan dalam pertumbuhan, kesehatan dan perkembangbiakannya. Kalau kebutuhan itu
tidak tercapai, dengan sendirinya kambing berangsur-angsur gugur menghadapi seleksi alam.
(Melly, 2011) Hewan memamah biak mempunyai makanan berupa rumput atau tumbuhan.
Hewan memamah biak mempunyai sistem pencernaan dengan struktur khusus yang berbeda
dengan hewan karnivora dan omnivora.
(Melly, 2011) Ternak terdapat beberapa jenis, diantaranya ternak ruminansia dan ternak non
ruminansia. Ruminan terjadi pada hewan pemamah biak, Pengeluaran kembali makanan yang
telah tercerna sebagian yang disebut cad, keluar dari rumen yang mengunyahnya untuk kedua
kalinya disebut juga cudding. Hewan ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora
yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan.
 (Sarwono, 2003) Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Ternak
kambing (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar
di Asia Barat Daya (daerah "bulan sabit yang subur" dan Turki) Eropa. Kambing
liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang, namun tanduk pada kambing jantan lebih
besar.
Aak, (2005) menyatakan bahwa penyaringan perlu dilakukan dengan segera guna menghindari
agar jangan sampai jumlah mikroba yang terdapat didalam air susu bertambah.
 Aak (2005) yang menyatakan bahwa susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau
ditambah apapun, yang diperah oleh ari pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan
sekaligus sampai sempurna. Bahwa pendapat ahli-ahli dahulu susu mempunyai ciri-ciri khas
susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna kolostrum yang
berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu berwarna putih
kekuning-kuningan.
Amanalis (2002), yang menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk
membunuh seluruh mikroorganisme baik pembusuk maupun pathogen dan pemanasan yang
singkat bertujuan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu tersebut.
Buckle, dkk (2007) menyatakana bahwa uji reduksi dapat menunjukan tingkat kegiatan bakteri
sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat diterima atau
tidak untuk kegunaan tertentu.
Devendra (2007), yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau
ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan
sekaligus yang secara sempurna.Pada suhu yang lebih rendah, masa simpan susu akan menjadi
lebih panjang dan bila menunjukkan suhu 25 oC, maka kesegaran susu dapat mencapai 11-12
jam untuk durasi pemanfaatannya.
Ediwigato (2006), menyatakan bahwa tujuan penyaringan untuk memisahkan benda-benda
asing seperti debu, pasir, dan sebagainya dengan kertas saring yang bersih dan selera menjadi
tambeh, selain selera juga tidak ada menghambat yang menimbulkan pencernaan terganggu dari
pada kotoran tersebut.
Gusriyanti. (2006). menyatakan bahwa angkat reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk
merubah zat warna biru metilen menjadi putih yang mana nilainya secara kasar berbanding
terbalik dengan jumlah organisme yang ada.
Karyadi (2009), menyatakan bahwa susu normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak
pengasaman oelh bakteri nilai pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai
tanda adanya mastitis pada sapi karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air
susu.
Robert. L. Diyert (2007), menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikuonsumsi sedikit
ada rasa manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu.
Sudarmadji, dkk. (2004) yang menyatakan bahwa penyaringan bertujuan untuk memisahkan
suatu cairan dari bahan padat yang terdapat pada cairan itu dengan cara menuang cairan pada
bahan penyaringan.
Amiransyah (2008) berpendapat bahwa air susu yang baik atau normal memiliki Bs 1,027 –
1,031 pada temperatur 27,5o perbedaan BJ yang mencolok harus dikurangi.
Bambang (2008), bahwa bahan kering adalah sisa makanan sesudah diuapkan airnya
Devendra, (2007). yang menyatakan bahwa Susu segar adalah susu yang tidak dikurangi atau
ditambahkan apapun yang diperoleh dari pemerahan sapi yang sehat secara kontiniyu dan
sekaligus yang secara sempurna,
Hadiwiyoto ( 2005 ) berpendapat bahwa susu mengandung protein rata-rata 3,5%. Protein
merupakan gabungan dua atau lebih asam-asam amino yang penyusun utamanya adalah atom
karbon, atom hydrogen, dan atom nitrogen.
Judkins dan Keener (2009) berpendapat bahwa pada prinsipnya penentuan kadar lemak susu
menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol yang digunakan disebut Butyrometer.
Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda ini juga menggunakan dasar penambahan asam
sulfat yang akan memisahkan lemak susu.
Mozes, (2008). yang menyatakan bahwa Pengeringan susu pada suhu yang tertentu mengarah
langsung pada suhu pengeringan yang tidak stabil, sehingga akan menyebabkan kadar bahan
kering susu tersebut nilainya tidak konstan,
Poole, (2009). yang menyatakan bahwa Air susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit
sejati pada bagian awal air susu sapi pada suatu pemerahan mengandung kadar lemak yang
sangat renda, sekitar 1 %.
Raguarti (2010) berpendapat bahwa komposisi susu terdiri dari air, bahan kering, lemak dan
protein. Dimana komposisi susu ini mencakup jenis kandungan gizi yang mana bermanfaat bagi
kesehatan bagi tubuh hewan maupun manusia.
Swenson. F. (2004). yang menyatakan bahwa Berat jenis suatu bahan adalah perbandingan
antara berat bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama.  Berat jenis rata-
rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat
yang dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan
yang dipindahkan
Winarto. J. S. (2009) yang menyatakan bahwa.Susu merupakan substrat yang baik untuk
pertumbuhan mikroba, karena kadar airnya tinggi, pH-nya netral dan kaya akan zat makanan
yang diperlukan oleh mikroba. Susu juga merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung
garam-garam mineral, gula, dan protein. Komposisi terbesar terjadi pada kandungan lemak,
karena kadar lemak susu sangat dipengaruhi baik oleh faktor internal maupun eksternal.

Brody (2002), yang menyatakan bahwa dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan


pati maka dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi
tersebut dipanaskan.
Friendhsman. P (2000), menyatakan bahwa dalam bundaran pengamatan mikroskop, butiran
lemak susu akan diprioritaskan lebih berhomogen serta mengandung struktur yang lebih kecil,
dibandingkan dengan spesifikasi lemak nabati lainnya.
Frandson (2002) yang mengatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara
pembuktian penambahan pati bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru,
kemudian bila warna kuning berarti negatif dan bila berwarna hijau reaksi diragukan
Golemen (2003),yang menyatakan bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara
pembuktian penambahan susu masak dengan uji Storch maka susu yang dipanaskan pada suhu
77-80 o C maka warnanya tetap berwarna putih.
Girisanto R. F (2003), yang menyatakan kebanyakan produk susu dengan menambahkan
pemalsu warna susu yang segar dengan alat berupa colouring matherials yang cukup
membahayakan apabila dikonsumsi oleh tubuh terhadap stabilitas kesehatan.
Partodihardjo (2003) yang berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka
berat jenis, kadar lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati
0 ( nol ).
Ressang dan Nasution ( 2002 ) berpendapat bahwa didalam susu mentah terdapat enzim
Peroksida yang akan terurai oleh pemanasan diatas 75 o C. Enzim ini akan membebaskan
oksigen dari larutan Peroksida yang ditambahkan kedalam susu.
            Soesilorini (2007), menyatakan bahwa tehnik termudah dalam pembuktian pemalsuan
pada susu yang berspesifikasi dengan air adalah dengan mencelupkan laktodensimeter pada
larutan susu, sesaat kemudian akan terbaca kadar berat jenisnya yang sangat minimum.
Warmansya (2001), berpendapat bahwa dengan penambahan santan kedalam susu, berat jenis
naik ( tetapi dapat juga turun ), kadar lemak naik dan angka Katalase naik. Dan akan terlihat
adanya ukuran lemak yang heterogen, kadangkala disertai dengan sel tumbuhan yang dapat
dikenali dengan sel yang tidak berdinding.
Wenson. F (2004), yang menyatakan berat jenis suatu bahan adalah perbandingan antara berat
bahan tesebut dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis rata-rata 1,032
atau berkisar antara 1,027-1,035. Prinsip dari pengujian berat jenis yaitu benda padat yang
dicelupkan ke dalam suatu cairan akan mendapatkan tekanan ke atas seberat volume cairan yang
dipindahkan.
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1 Waktu dan tempat

            Kegiatan praktikum ini dilaksanakan setiap hari Kamis mulai tanggal Oktober
sampai 26 November 2015, pada pukul 15.00 WIB s/d selesai di Laboratorium Gedung
C Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3.2 Materi
            Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum Anatomi alat pencernaan,
Pemeriksaan Kesegaran Susu, Pemeriksaan Komposisi Susu, Pemeriksaan Mikrobiologi
Susu, dan Pemeriksaan Pemalsuan Susu ialah Cutter 2 buah, Terpal berukuran 1 x 1 m,
ember, sarung tangan, Tabung Reaksi, Penjepit Tabung Reaksi, Gelas Becker, Pipet 10
ml, Pembakar Bunsen, Botol 100 ml, Kertas Saring, Corong, Tabung Erlemeyer, pH
meter digital, Tabung Reduktase, Penangas Air, dan Pipet ( 1 ml dan 25 ml ), yaitu
Laktodesimeter, Termometer, Gelas Ukur ( 100 ml dan 250 ml ), Labu Erlemeyer ( 250
ml dan 500 ml) Timbangan Analitik skala 0,1 mg, Oven temperatur 102 o C, Eksikator,
Cawan Gelas dengan penutup diameter 5 cm, Butyrometer, Pipet Otomat ( 1 ml ± 0,05
ml dan 10 ml ), Pipet khusus susu 10,75 ml, Sentrifus, Gelas Becker, Buret, Media PCA
( Plate Count Agar ), Botol 150 ml atau tabung Reaksi 20-50 ml steril, Pipet Steril ( 1
ml, 5 ml, 10 ml, dan 11 ml ), Penyedot Pipet, Cawan Petri Steril, dan Inkubator.
3.3 Metoda

 Pemeriksaan Kesegaran Susu


            Adapun cara yang digunakan pada pemeriksaan kesegaran susu ini yaitu
pada Uji Sensorik atau uji Organoleptik yaitu terlebih dahulu masukkan 5-10 ml sample
susu kedalam tabung reaksi. Amatilah warna susu tersebut : bila warna putih susu
berarti susu tersebut normal (baik), bila berwarna biru berarti susu tersebut dicampur
dengan air, bila berwarna kuning berarti susu tersebut banyak mengandung karoten, bila
berwarna merah berarti pada susu tersebut terdapat darah.
            Mengamati bau dari susu dengan cara yaitu terlebih dahulu sample susu diambil
dengan alat pengambil sample dan dimasukkan kedalam botol ukuran 100 ml dan
diisi ¼ – 1/3 penuh. Tutup botol tersebut dengan sumbat yang tidak berbau. Simpan dalam
suhu rendah. Sebelum diuji masukkan botol tersebut dalam penangas air (35-400C) atau
pembakar Bunsen sampai hangat. Sambil mengangkat tutup botol, uji bau dapat
dilakukan. Bedakan bau susu sebelum dipanaskan dengan susu yang sudah dipanaskan.
Pada Uji Kekentalan yaitu terlebih dahulu dilakukan dengan memiringkan tabung
reaksi, kemudian ditegakkan kembali. Perhatikan susu yang membasahi dinding
tabung.  Menguji Rasa dari susu : dengan cara meneteskan susu ketelapak tangan dan
dicicipi. Bila agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Bila pahit berarti sudah
terjadi pembentukan peptone. Bila rasa sabun berarti terkena mastitis. Bila rasa lobak
berarti terkena kuman coli. Bila rasa pahit dan asin berarti kolostrum.
            Pada pengukuran pH dengan pHmeter air susu diberkan dua perlakuan. Pertama,
100 ml susu + 2 tetes alcohol 68%, dan yang kedua 50 ml susu + 50 ml air setelah
dicampur secara omogeny, kemudian Ph susu diukur menggunakan pHmeter digital.
            Pada Uji Kebersihan dengan Metoda Saring  terlebih dahulu homogenkan 500
ml sample susu. Tuangkan sample susu secara perlahan – lahan melalui dinding corong,
pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Susu ditampung dalam tabung
Erlenmeyer. Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas
saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain.
Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau lemariagar kering.
Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan
jenis kotoran yang tampak.
            Pada Uji Alcohol  yaitu terlebih dahulu masing-masing Tabung reaksi diisi 3 ml
air susu, pada tabung 1 ditambahkan 3 ml alcohol 68 %,tabung 2 ditambahkan 70 %,
tabung 3 ditambahkan 3 ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml 96 %. Masing-
masing tabung dikocok dan diamati. Bila susu pecah maka susu tersebut asam dan hasil
uji positif. Sedangkan bila susu tidak pecah dan tetap omogeny, hasil uji dinyatakan
negative dan susu normal (baik).
            Pada Uji Didih / Uji Masak yaitu terlebih dahulu masukkan 5 ml susu kedalam
tabung reaksi dan panaskan sampai mendidih, bila terdapat butiran dan susu tidak
omogeny berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif, bila susu tetap omogeny
berarti susu masih baik dan hasil uji negative.
            Pada Uji Reduktase dengan Biru Metilen yaitu terlebih dahulu masukkan 1 ml
larutan biru metilen kedalam tabung reduktase, tambahkan sample susu sampai batas
lingkaran. Tutup tabung tersebut dengan sumbat, lalu campurkan sehingga warna biru
merata. Masukkan tabung kedalam penangas air selama 4-4,5 jam,penangas air selama 5
menit untuk menghangatkan, kemudian dimasukkan kedalam incubator. Reaksi
ditunggu sampai seluruh warna biru hilang.
 Pemeriksaan Komposisi Susu
            Adapun cara kerja yang dilakukan pada pengukuran Berat Jenis yaitu terlebih
dahulu sample susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari satu erlemeyer ke
erlemeyer yang lain berulang-ulang. Secara hati-hati sample susu dituangkan kedalam
gelas ukur melalui dindingnya agar tidak berbentuk buih. Laktodensimeter dicelupkan
kedalam sample susu secara perlahan-lahan, biarkan timbul dan tunggu sampai
laktodensimeter berhenti bergerak selama 1 menit. Baca skala yang tertera. Setelah
pembacaan selesai, catat suhu temperature laktodensimeter dan ukur suhu sample susu
dengan thermometer. Ulangi sebanyak 2-3 kali. Angka yang diperoleh di rata-ratakan.
Skala yang dibaca pada laktodensimeter menunjukkan decimal 2 dan 3. Decimal ke-4
dikira-kirakan. Contoh : skala 27 berart BJ = 1,0270, skala 2,35 berarti BJ = 1,0235.
Suhu sampel susu harus diantara 20-30˚C, kemudian disesuaikan dengan susu 27,5˚C.

Keterangan :
a  : suhu susu terukur
b : suhu tera laktodensimeter
0.0002  : koefisien muai susu
            Pada pengukuran Kadar Bahan Kering yaitu terlebih dahulu keringkan cawan
dan tutpnya dalam oven selama 10 menit. Setelah itu, masukkan cawan kedalam
eksikator sampai suhunya sama dengan susu kamar. Timbang cawan beserta tutupnya.
Masukkan 3 ml sample susu kedalam cawan. Timbang kembali cawan yang berisi
sample beserta tututpnya. Masukkan cawan kedalam oven dan letakkan tutup cawan
disampimg cawan. Biarkan selama 1 jam, setelah itu keluarkan dari oven dam
masukkan cawan yang telah ditutup kembali eksikator. Setelah cawan
dingin,timbanglah cawan beserta tutupnya. Masukkan kembali cawan kedalam oven,
keringkan selama 1 jam, setelah itu masukkan kembali kedalam eksikator sampai
dingin.timbang kembali cawan tersebut. Lakukan prosedur sampai tercapai berat
konstan. 
Keterangan :
G1 : berat cawan dan tutupnya
G2 : berat cawan, tutup dan sampelnya
G3 : berat cawan, tutupnya, dan bahan kering.
Beda pengukuran ulang susu adalah 0.05%
            Pada pengukuran Kadar Lemak dengan Metode Gerber yaitu terlebih dahulu
masukkan 10 ml H2SO4 pekat kedalam butyrometer. Melalui dinding butryrometer,
masukkan 10,75 ml sample susu secara hati-hati dan 1 ml amil alcohol. Butyrometer
disumbat sampai rapat,kemudian dikocok dengan arah angka delapan selama 3-5 menit
agar bagian-bagian didalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua
sampai kecoklatan, masukkan butyrometer kedalam sentrifus dan pasang sentrifus pada
1200 rpm selama 5 menit. Kemudian masukkan butyrometer didalam penangas air
adalah bagian yang ada sumbatnya dibawah dan bagian yang ada skalanya diatas. Baca
skala yang tertera pada butyrometer.
            Pada pengukuran Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), persentase BKTL
dapat dihitung menggunakan rumus Herz-Henkel, yaitu:

atau
BKTL% = BK -KL
Keterangan:
BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak
KL       = Kadar Lemak
Ld20   = Skala Laktodensimeter pada 20˚C
0,48     = Konstanta jika Berat Jenis diukur pada suhu 20˚C. Jika Berat Jenis diukur
pada sampel yang dipanaskan 40˚C, maka konstanta yang digunakan 0,63.
            Pada pengukuran Kadar Protein Metode Titrasi Formol yaitu terlebih dahulu
masukkan 10 ml susu kedalam erlemeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml aquades serta
0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh dan 1 ml phenolphtalin 2% lalu diamkan selama 2
menit. Kemudian titrasi campuran tersebut dengan NaOH 0,1 N sampai mencapai warna
standar atau warna merah muda. Warna standar: 10 ml susu + 10 ml aquades + 0,4 ml
kalium oksalat jenuh + 1 tetes indicator rosanilin klorida. Setelah warna tercapai
tambahkan 2 ml larutan formalin dan titrasi kembali dengan NaOH sampai warna
standar tercapai lagi. Buatlah titrasi blanko yang terdiri dari 20 ml aquades + 0,4 ml
larutan kalium oksalat jenuh + 1 ml indicator phenolpthalin + 2 ml larutan formalin dan
titrasi dengan larutan NaOH.
 Pemeriksaan Pemalsuan Susu
            Adapun cara kerja pada pembuktian Penambahan air kedalam susu dilakukan
melalui pengukuran berat jenis.berat jenis normal susu berkisar antara 1,0280-1,032,
dengan penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
            Pada pembuktian Penambahan Santan secara Mikroskopik : bersihkan sebuah
gelas objek. Teteskan   1 tetes susu dan tutup dengan gelas penutup, hindari
terbentuknya gelembung udara. Lihat dibawah mikroskop dengan pembesaran obkektif
10x45x, tampak butir-butir lemak susu omogeny, sedangkan butir-butir lemak nabati
lebih besar dari butir lemak susu.
            Pada pembuktian Penambahan Pati : masukkan 10 ml sample susu kedalam
tabung reaksi,tambahkan 0,5 ml asam acetate. Panaskan tabung dan kemudian sample
susu disaring. Kedalam filtrate teteska 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati,
maka warna feltrate menjadi biru. Bila bewrna kuning artinya negative,apabila warna
hijau reaksi diragukan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan  Pemalsuan Air Susu


            Air susu merupakan air susu sapi yang tidak dikurangi ataupun tidak
ditambahkan sesuatu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan. Komposisi air susu
adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya.bahan lain.  
            Pengertian atau batasan mengenai kata ”susu” adalah susu hasil perahan sapi-
sapi atau hewan menyusui lainnya yang susunya dapat diminum atau dapat digunakan
sebagai bahan makanan, yang sehat, secara kontinyudan sekaligus, serta padanya tidak
dikurangi komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain.
Tabel 6. Hasil pengamatan pemeriksaan palsuan air susu
Pemeriksaan Hasil
BJ= 1.0124
Pembuktian penambahan air
BJ =1.0063

Pembuktian Penambahan santan secara Hetrogen (tampak globula/butir dari


mikroskopik lemak nabati atau santan lebih besar)

Pembuktian penambahan pati


Secara Kimia Kuning (negatif)
Secara Mikroskopik Ada butiran (Positif)
4.1.1  Pembuktian Penambahan Air
            Pada Pembuktian Penambahan Air ini cara kerja (metode) adalah sebagai
berikut: terlebih dahulu pembuktian penambahan air kedalam susu di lakukan melalui
pengukuran berat jenis. Berat jenis normal susu bertkisar antara 1,0280-1,0320. dengan
penambahan air atau whey, maka berat jenis akan turun.
            Penambahan air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling
mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat
laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 (SNI 01-
3141-1998), maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang
dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu
(Anonim, 2000).
            Sampel susu yang dicampur air akan menurunkan berat jenis serta titik beku
susu akan mendekati 0 (nol). Selain itu, dengan menambahkan air pada susu maka akan
menurunkan kadar lemak, protein dan kadungan bahan keringnya. Dan hasil yang kami
peroleh yaitu berat jenis air susu murni yaitu 1,063 dan saat penambahan air di lakukan
maka berat jenisnya berubah menjadi 1,010.
            Dan pada praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa susu tersebut
telah terjadi penambahan air. Hal ini dapat diketahui oleh berat jenis susu tersebut
adalah 1,010. Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Partodihardjo (2003) yang
berpendapat bahwa dengan penambahan air kedalam susu, maka berat jenis, kadar
lemak dan bahan kering susu akan turun, sedangkan titik beku akan mendekati 0 ( nol ).
Hal ini dipertegas oleh Muhammad  (2001),  yang mengatakan bahwa apabila terjadinya
penambahan air pada susu akan mengakibatkan berat jenis dan kadar lemaknya menjadi
menurun sehingga mengakibatkan kualitas susu menjadi berkurang.
4.1.2 Pembuktian Penambahan Santan
            Kadar lemak susu mempunyai ukuran yang lebih homogen atau lebih kecil dari
lemak nabati. Santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana bentuk dan
ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari kandungan
lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat. Setelah dilihat pada
mikroskop pada perbesaran 10x dan 45x maka terlihat butir lemak nabati lebih besar
dari buti lemak susu. Jika cairan santan dicampur dengan susu akan megakibatkan
lemak susu yang dicampur santan menjadi heterogen yang berupa terlihatnya lemak
nabati yang berukuran lebih besar jika di lihat dibawah mikroskop.

Tabel 6.  Hasil Pembuktian Penambahan Santan


Campuran Hasil
Susu murni Homogen
Susu murni + Santan Heterogen
            Hasil yang didapat pada saat pembuktian penambahan santan secara
mikroskopik adalah terlihat butir-butir lemak nabati lebih besar dari pada lemak
susu.  Hal ini sesuai dengan pendapat Mazer, R.T (2004),  yang menyatakan bahwa air
susu yang dihasilkan melalui suatu proses sekretarit sejati air susu awal pemerahan
mengandung lemak kadar rendah. Kadar lemak susu tersebut mempunyai ukuran yang
lebih homogen atau lebih kecil dari lemak nabati. Dan dipertegas oleh Parrokasi, A.
(2003),  yang menyatakan santan memiliki kandungan lemak nabati yang tinggi dimana
bentuk dan ukurannya tidak sama dengan lemak hewani jika terjadi pencampuran dari
kandungan lemak tersebut, maka kadar lemak semula akan meningkat.
            Bersihkan gelas objek lalu teteskan satu tetes susu dan tutup dengan gelas
penutup lihat dengan pembesaran objektif 10X dan 45X. Tampak dibawah mikroskop
butir-butir lemak susu homogen, sedangkan butir-butir lemak nabati lebih besar dari
lemak susu.
4.1.3  Pembuktian Penambahan Pati
            Pada Pembuktian Penambahan Pati secara Kimia ini cara kerja (metode) nya
adalah sebagai berikut: terlebih dahulu masukkan 10 ml sample susu kedalam tabung
reaksi, tambahkan 0,5 ml asam asetat. Panaskan tabung dan kemudian sample susu
disaring kedalam filtrate teteskan 4 tetes lugol. Apabila positif mengandung pati, maka
warna filtrate menjadi biru. Bila berwarna kuning artinya negative. Apabila berwarna
hijau reaksi diragukan.
            Pada praktikum yang telah dilakukan didapat hasil pada tabung reaksi 1 dimana
susu ditambahkan pati ,asam asetat dan larutan lugol setelah dipanaskan susu berubah
warna menjadi biru sedangkan pada tabung reksi 2, susu yang tidak ditambahkan pati
tetapi ditambahkan larutan lugol warnanya menjadi kuning. Hal ini terjadi karena tidak
ada penambahan pati. Secara mikroskopik pun tampak butir-butir amilum yang ditandai
dengan inti yang konstan pada tabung ketiga.
            Maka hal tersebut sesuai dengan pendapat Frandson (2002) yang mengatakan
bahwa dalam pemeriksaan pemalsuan susu dengan cara pembuktian penambahan pati
bila positif mengandung pati maka filtrate warna menjadi biru, kemudian bila warna
kuning berarti negatif . Dan juga sesuai dengan pendapat dari Brody (2002), yang
menyatakan bahwa dalam pembuktian pemalsuan susu yang ditambahkan pati maka
dapat duji dengan mencapurkan larutan asam asetat, larutan lugol, dan tabung reaksi
tersebut dipanaskan.
4.1.4 Pembuktian Penambahan Susu Masak
Adapun hasil yang diperoleh berdasarkan praktikum  pembuktian  penambahan susu masak
adalah sebagai berikut :
Gelas I : berwarna putih
Gelas II : berwarna biru
Berdasarkan praktikum diatas diperoleh hasil bahwa gelas II yang berwarna biru yang berarti
susu mentah dan susu yang belum mengalami pemanasan karena perubahan warnanya menjadi
biru.

4.1.5 Pembuktian Penambahan Formalin


Adapun hasil yang diperoleh berdasarkan praktikum  pembuktian  penambahan susu masak
adalah sebagai berikut : Tabung reaksi I menghasilkan warna ungu, hal ini membuktikan tabung
reaksi yang merupakan sampel yang diambil dari gelas ukur I mengalami penambahan formalin
yang dibuktikan dengan dihasilkannya warna ungu.
Dengan penambahan formalin, maka kesegaran susu akan lebih tahan lama dibandingkan
dengan susu yang tidak dicampurkan formalin.
4.2 Pemeriksan Kesegaran Air Susu
Secara umum pemeriksaan susu adalah salah satu diantaranya pemeriksaan
kesegaran dari pada kesegaran susu tersebut seperti uji warna, apakah warna susu
tersebut mempunyai warna yang sesuai dengan susu asli atau tidak, dan juga bau susu
tersebut, kekentalannya dan juga rasa dari pada susu tersebut sehingga susu tersebut
dapat di produksi tubuh dengan cara kontinu.
 Komponen  susu tersebut seharusnya tidak dikurangi komponen-komponennya
atau ditambah bahan-bahan lain sehingga mutu atau kualitas susu tersebut tetap terjaga.
Pada umumnya bentuk susu yang baik yaitu berupa cairan berwarna putih kekuning-
kuningan yang tidak tembus cahaya, mempunyai rasa sedikit manis berasal dari
laktosadan bau yang khasberasal dari lemak susu, bersih, dan kosistensinya homogen
tanpa ada bentuk gumpalan. Sesuai dengan pendapat Gregorius (2001), bahwa susu
segar adalah susu yang tidak dikurangi atau ditambah apapun, yang diperah oleh ari
pemerahan sapi yang sehat secara kontimue dan sekaligus sampai sempurna.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan kesegaran air susu kelompok  5
Uji Hasil
Warna Putih susu
Uji
Organoleptik Bau Susu (sebelum)  susu (sesudah)
atau Kekentalan Normal (kualitas baik)
Sensorik Rasa Sedikit manis (kualitas baik)
Uji kebersihan dengan metode saring Bersih
Uji alcohol Negatif
Uji didih/masak Negatif
Uji reduktasi 1

4.2.1 Uji sensorik atau uji organoleptik


            Uji sensorik atau uji organoleptik cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap keaslian suatu produk.
Prinsip kerjanya adalah untuk mengetahui warna, bau, kekentalan, rasa dan konsistensi
menggunakan panca indera.
a.Uji Warna
Hasil yang didapat pada uji warna yaitu susu tersebut memiliki warna putih dan
ini menandakan susu tersebut normal. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Fazri
(2002), yang menyatakan bahwa warna susu segar berkisar dari putih kebiruan sampai
kuning keemasan bergantung jenis hewan, pakan, dan jumlah lemak/ padatan dalam
susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh (opaque). Dalam bentuk lapisan tipis,
susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak rendah atau susu yang sudah
dipisahkan lemaknya berwarna kebiru – biruan. Warna putih susu lemak, kalsium
kaseinat, dan koloid fosfat.
b.Uji Bau
Dari uji bau yang telah dilaksanakan didapatkan hasil susu tersebut dengan
berbau susu seperti susu kental manis ini berati susu tersebut normal, hal ini juga sesuai
dengan pernyataan Soemarno (2004),  yang  menyatakan bahwa bau/ aroma/ flavour
susu segar adalah khas bau susu, karena adanya kandungan asam volatile dan lemak
dalam susu. Selain itu, kandungan laktosa yang tinggi dan kandungan klorida yang
rendah diduga menyebabkan susu berbaru seperti garam. Penyimpangan bau susu
sepeeti bau asam, bau kotoran, bau pakan, dan bau obat – obatan dapat timbul karena
penanganan yang kurang baik. Oleh karena itu, setelah diperah susu dalam ember harus
segera dibawa ke kamar susu agar tidak terkontaminasi oleh bau – bau disekitar
kandang. Susu mudah menyerap bau – bauan dari sekelilingnya. Hal ini diakibatkan
oleh sifat lemak dalam susu, yaitu oil in water type, terutama flavor yang tajan dan
menyimpang.
c.Uji Kekentalan
Uji kekentalan dilakukan dengan memiringkan teabung reaksi,kemudian
ditegakkan  dengan memiringkan tabung reaksi , lalu ditegakkan kembali dan hasil yang
didapat adalah susu tersebut memiliki keadaan yang normal (tidak encer tidak pekat).
Ini berarti susu tersebut berkualitas baik. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan 
Sudono (2005),  yang menyatakan cita rasa makanan lain yang mungkin dimakan oleh
sapi perah betina akan masuk ke dalam susu dan lemak susunya. Hal lain yang
mempengaruhi konsentrasi susu adalah karena adanya penambahan air,gula,tepung dan
lain-lain.

Gambar 6. Uji kekentalan air susu


d.Uji Rasa
        Adapun hasilnya adalah  susu tersbut memiliki  rasa agak manis berarti susu 
tersebut memiliki rasa agak manis berarti susu tersebut normal. Hasil  ini sesuai dengan
pernyataan  Rachmawan (2001),  yang menyatakan susu segar yang normal berasa agak
manis karena mengandung laktosa dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu
lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Cita rasa susu
berhubungan dengan keseimbangan rasa antara rasa manis akibat kandungan laktosa
tinggi dan rasa asin dari kadar klorida
4.2.2 Uji Kebersihan dengan Metode Saring
        Adapun hasil yang diperoleh setelah dilakukan penyaringan adalah tidak terdapat
sedikit pun kotoran baik  berupa gumpalan maupun butiran. Hasil  ini sesuai dengan
pernyataan  Sudono (2001),  yang menyatakan susu sapi merupakan air susu pemerahan
yang berkualitas tinggi, rasa manis dan tidak dicemaari bau, kotoran dan obat-obatan
serta warnanya putih kekuning-kuningan.
4.2.3 Pengukuran pH dengan pHmeter
Pada puji pengukuran pH air susu diberikan 2 perlakuan, yaitu:
- 100 ml susu + 2 tetes alcohol 68%, menghasilkan pH 6,77
- 50 ml susu + 50 ml air, menghasilkan pH 6,6
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pHmeter digital. Karyadi (2009), menyatakan
bahwa susu normal memiliki pH 6.6-6.7 dan bila terjadi banyak pengasaman oelh bakteri nilai
pH akan menurun secara nyata. Bila hal ini dianggap sebagai tanda adanya mastitis pada sapi
karena penyakit ini menyebabkan perubahan mineral dalam air susu.
Gambar 7.  Proses penyaringan susu
4.2.4 Uji Alkohol
            Adapun hasil yang diperoleh pada uji alkohol adalah susu pecah yang tidak 
ditandai dengan endapan halus yang menempel pada dinding tabung  dan susu tersebut
dinyatakan dalam keadaan baik dan uji dinyatakan negative. Hasil  ini kondisi ini
bertenangan  dengan pernyataan Buckle (2003),  yang menyatakan endapan halus pada
dinding tabung maka sampel susu tersebut asam dan hasil uji positif bahwasannya
molekul susu sudah pecah. Hal ini disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang
bersifat labil.

4.2.5 Uji Didih atau Uji Masak


            Adapun hasil yang diperoleh  pada uji didih adalah susu  tersebut setelah
dipanaskan  tetap homogen yang ditandai dengan tidak adanya butiran-butiran dalam
susu tersebut dan hasil ini sesuai dengan pernyataan  Yamamoto (2004) dan Jaser
(2000) yang menyatakan bahwa uji didih merupakan  suatu uji yang mana susu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sampai susu tersebut mendidih kemudian dilakukan
suatu penilaian yang mana penilaian ini dilakukan dengan melihat keadaan dari susu
tersebut apakah tetap homogen atau pecah seperti butir-butiran. Bila terdapat butir-
butiran dan susu tidak homogen berarti susu pecah (susu rusak) dan hasil uji positif.
Bila susu tetap homogen berarti susu masih baik (normal) dan uji negative.
4.2.6 Uji Reduktase dengan Biru Metilen
Adapun hasil yang diperoleh pada uji reduktase menggunakan biru metilen
adalah belum terjadi  perubahan warna seperti yang diharapkan karena waktu yang
diperlukan pada saat proses reduktase tidak mencukupi seperti yang seharusnya yaitu
minimal 4 jam, hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Setyohadi, dkk., (2003) yang
menyatakan angka reduktase adalah waktu yang diperlukan untuk merubah zat warna
biru metilen menjadi putih, yang mana nilainya secara kasar berbanding terbalik dengan
jumlah organisme yang ada Uji reduksi dapat menunjukkan tingkat kegiatan bakteri
sehingga dapat memungkinkan diklasifikasikan susu sebagai susu yang dapat dicerna
dan tidak untuk kegunaan tertentu (Buckle, 2003).
Peningkatan reduksi susu disebabkan oleh bakteri tumbuh dalam susu
memerlukan oksigen dan menghasilkan subtansi-subtansi pereduksi yang  
memungkinkan penurunan perbedaan kekuatan oksidasi reduksi tersebut sampai
nilainya menjadi negatif. Kecepatan penurunanya tergantung jumlah dan macam bakteri
serta dipengaruhi metabolisme dalam sel bakteri  (Hadiwiyoto, 2005). 

Gambar 8. Uji Reduktase dengan biru metilen


            Salah satu cara untuk menghitung jumlah mikroorganisme di dalam suatu bahan
secara langsung adalah dengan uji biru metilen. Dalam uji ini dapat diamati kemampuan
bakteri di dalam susu untuk tumbuh dan menggunakan oksigen yang terlarut, sehingga
menyebabkan penurunan kekuatan oksidasi reduksi dari campuran tersebut. Waktu
reduksi yaitu perubahan warna biru menjadi putih dianggap selesai jika empat perlima
bagian sampel susu telah bewarna putih (Fardiaz, 2002).
Tabel 2. Perbandingan hasil pemeriksaan kesegaran air susu
Metoda Kel 6 Kel 7 Kel 8
Warna Putih susu Putih susu Putih susu
Uji sensorik Bau Susu Susu Susu
atau Kekentalan Normal Encer Encer
oragnoleptik Agak Agak Manis
Rasa
manis manis
Uji kebersihan dengan metode Bersih Bersih Bersih
saring
Uji alcohol Negative Negative Positif
Uji didih / masak Negative Normal Normal alam
Uji reduktase dengan biru metilen Satu Satu Satu
            Dari hasil pengamatan ini setiap kelompoknya mendapat hasilnya sama dan ada
yang berbeda pula. Dari uji organoleptic susu yang diamati secara keseluruh dapat
disimpulkan keadaan baik hanya saja dari hasil pengamatan kelompok 7 dan 8 pada uji
kekentalan  mendapatkan hasil yang sedikit encer. Secara keseluruhan uji kebersihan
menunjukkan susu tersebut berkualitas baik.
4.3 Pemeriksaan  Komposisi Air Susu
            Komposisi air susu adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air susu
dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya. Komposisi utama susu terdiri dari protein,
lemak, laktosa, dan mineral. Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam
bentuk aslinya sebagai satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya.
            Susu mengandung komposisi zat makanan yang vital dan penting bagi
pertumbuhan tubuh. Komponen penyusun utama air susu adalah air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin. Dalam 1 liter susu dapat
menyediakan kebutuhan manusia perharinya berupa: Ca 100%, P 67%, Vitamin B2
66%, Protein 49%, Vitamin Alan 30%, Vitamin B1 27%, Vitamin C 19%, dan Fe 3%,
sedangkan energinya kira-kira 20% untuk perharinya.
Secara fisiologis, susu merupakan sekresi kelenjar ambing sebagai makanan dan
proteksi imunologis (immunological protection) bagi bayi mamalia. Dalam SK Dirjen
Peternakan No. 17 tahun 1983 dijelaskan, susu adalah susu sapi yang meliputi susu
segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu sterilisasi (Shiddieqy, 2008). Pangan
yang berasal dari ternak harus aman dengan memperhatikan keamanan dari pakan yang
dikonsumsi oleh ternak tersebut, sesuai dengan pendapat Bastianelli dan Bas
(2002),  yang menyatakan bahwa Keamanan pangan asal ternak juga berkaitan dengan
kualitas pakan yang diberikan pada ternak.
4.3.1. Pengukuran Berat Jenis Susu

Gambar 9. Laktodensimeter
Pada pengukuran berat jenis kita menggunakan Bobot jenis ditera dengan suatu
alat yang disebut laktodensimeter. Prinsip kerja alat ini berdasarkan hukum Archimedes
yang menyatakan bahwa tiap benda yang dimasukkan  ke dalam zat cair, maka pada
benda tersebut akan bekerja tekanan ke atas yang sama dengan berat cairan yang
dipindahkan oleh alat tersebut. Setelah sample susu dihomogenkan dengan
memindahkan susu dari erlemeyer yang satu ke erlemeyer yang lain secra berulang-
ulang, kemudian dituangkan pada kedalam gelas ukur secara hati-hati agar tidak timbul
buih lalu dicelupkan laktodensimeter secara perlahan-lahan sampai laktodensimeter itu
berhenti bergerak dan setelah itu catat suhu yang tedapat pada laktodensimeter dan
diukur dengan thermometer.
Tabel 3. Pengukuran Berat jenis
Kelompok °t awal °t akhir Rata2 °t tera Skala BJ
1 24 24 24 15 15 1.032
2 23 24 23.5 15 15 1.0134
3 22 22 22 15 15.2 1.0226
4 22 22 22 15 15 1.0132
5 25 24 24.5 15 15 1.013
6 22 21 215 15 15 1.0137
7 24 24 24 15 15.2 1.0032
8 23 23 25 15 15 1.0134
Hasil perngukuran dari kelompok 5 :
a  : 25° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (25-15) * 0.002         
Berat jenis susu = 1.0150 -0.002
Berat jenis susu =1.013
Berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah  1.013

       
Gambar 10. Pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
Untuk menentukan berat jenis maka perlu diketahui dulu kadar bahan keringnya,
semakin tinggi bahan kering maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya begitu pula
sebaliknya hal ini sesuai dengan pendapat dari Aksi Agraris Kanisius, 2001). Dimana
hasil yang didapat ini adalah termasuk dalam golongan normal, karena untuk susu sapi
berat jenisnya diatas 1,027. Ada factor yang mempengaruhi dari BJ susu menurut
pendapat dari Bearkley,(2000 ) berpendapat bahwa apabila susu makin encer maka
Laktodesimeter akan lebih dalam masuknya ke dalam susu dengan demikian berat jenis
susu menjadi turun atau lebih rendah dari pada standar.  
 4.3.2 Pengukuran Kadar Bahan Kering
Tabel 4.  Hasil Pengukuran Bahan Kering
Kelompok G1 G2 G3.1 G3.2 BK%
1 13.28 15.18 13.35 13.25 11
2 12.12 14.20 12.32 11.42 13.93
3 13.66 14.02 12.82 12.62 13.33
4 13.37 14.32 13.54 13.54 14.78
5 12.12 13.62 11.59 11.28 10.67
6 13.00 14.51 13.17 13.16 10.6
7 11.11 12.56 11.28 11.21 8.94
8 12.43 13.77 11.38 10.57 8.64
Hasil dari pengamatan kelompok 5 :
G1 :  12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59  G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :

                                            = 10.67 % 


Maka kadar bahan kering susu adalah 10.67%

Kadar bahan kering pada susu segar dipengaruhi oleh faktor umur, makanan dan
manajemen sapi perah yang baik Kadar bahan kering yang diperoleh praktikan adalah
10.67 % (perhitungan kadar BK ini dapat dilihat dilampiran) . Bahan kering yang
terkandung dalam susu merupakan bahan pangan yang sangat penting yang dibutuhkan
oleh tubuh dalam jumlah banyak. Dimana, bahan kering tersebut terdiri dari lemak,
protein, laktosa, mineral, enzim, gas, vitamin dan asam (sitrat, format, asetat, laktat dan
oksalat).
Dalam tubuh, bahan kering ini sangat berfungsi untuk melaksanakan dan
membantu seluruh proses fisiologis tubuh. Salah satu yang penting dari susu adalah
laktosa, Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat
air susu yang sedikit manis ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam air susu dapat
dirusak oleh beberapa jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau susu
dapat menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan
terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim lactase dalam mukosa usus
(Suhendar dkk., 2008).
4.3.3 Pengukuran Kadar Lemak
            Pada pengamatan tidak didapatkan hasil, karena keterbatasan alat, yaitu alat
sumbat. Menurut Judkins dan Keener ( 2006 ),  berpendapat bahwa pada prinsipnya
penentuan kadar lemak susu menurut Gerber sama saja dengan metoda Babcock. Botol
yang digunakan disebut Butyrometer. Jadi penentuan kadar lemak susu dengan metoda
ini juga menggunakan dasar penambahan asam sulfat yang akan memisahkan lemak
susu dan memiliki kadar lemak 3,7% menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).
            Produk susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam
susu tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar
dan susu menggumpal atau memisah. Untuk produk susu cair, perubahan warna
biasanya menunjukkan indikasi awal kerusakan produk, yaitu adanya pertumbuhan
bakteri dan peningkatan asam. Produk seperti ini sebaiknya tidak dikonsumsi
(Anonimus, 2004).

Gambar 11.  Butyrometer


          Menurut Wahyudi (2006), menyatakan bahwa  air susu merupakan  suspensi alam
antara air dan bahan terlarut didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar
lemak didalam air susu adalah 3,45%. Kadar lemak sangat berarti dalam penentuan nilai
gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari bahan baku air susu seperti mentega,
keju, krim, susu kental dan susu bubuk banyak mengandung lemak.
Kadar lemak air susu normal adalah antara 3,3 – 3,9%. Ketidaknormalan
dikarenakan adanya kerusakan pada lemak susu. H as il dari  pemeriksaan kadar lemak
pada praktikum bernilai dibawah nilai standar, jadi susu segar maupun susu simpan
telah mengalami kerusakan pada lemak susu (Ressang dan Nasution, 2004).
Persentase lemak susu bervariasi antara 2.4 % - 5.5 %. Lemak susu terdiri dari
atas trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam
lemak (fatty acid) melalui ikatan – ikatan ester ( ester bonds). Asam lemak susu berasal
dari aktivitas mikroba dalam rumen ( lambung ruminansia ) atau dari sintesis sel
sekretori. Asam lemak disusun rantai hidrokarbon dan golongan karboksil ( carboxyl
group ). Sala satu contoh dari asam lemak susu adalah susu butirat ( butirat acid )
berbentuk asam lemak rantai pendek ( short chain fatty acid ) yang akan menyebabkan
aroma tengkik ( rancid flavour ) pada susu . Ketika asam butirat ini dipisahkan dari
gliserol dengan enzim lipase.
Bentuk lemak di dalam air susu merupakan butir yang di sebut globuler. Besar
kecilnya butir lemak ditentukan oleh kadar air yang ada di dalamnya. Makin banyak air,
maka makin besar globuler dan keadaan ini di khawatirkan akan menjadi pecah. Bila
globuler pecah, maka air susu di sebut pecah. Air  susu yang pecah tidak dapat
dipisahkan lagi krimnya, dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan makanan.
Kandungan lemak bervariasi antara 3-6 persen (berat basah) yang dalam susu
berbentuk globula lemak yang bergaris tengah antara 1-20 mikron, biasanya dalam
setiap mililiter susu mengandung kira-kira 3 milyar butiran lemak. Sekitar 98% - 99%
lemak susu berbentuk trigliserida, yaitu tiga molekul asam lemak yang diesterifikasikan
terhadap gliserol sedangkan lemak yang berbentuk digliserida dan monogliserida
masing-masig terdapat sekitar 0,5% dan 0,04 %. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lemak
terdapat dalam 3 tempat, yaitu di dalan globula, pada membran material dan di dalam
serum. Secara kuantitatif lemak tersusun oleh 98% - 99% trigliserida yang terdapat
dalam globula lemak, 0,2% - 1,0% fosfolipida yang terdapat dalam membran material
dan sebagian di dalam serum. Sisanya adalah sterol, yang kandungannya berkisar antara
0,25% - 0,40%.
Butiran lemak cenderung memisah dan timbul pada permukaan yang merupakan
suatu lapisan. Bagian lemak ini disebut krim dan cairan susu yang terdapat di bawahnya
disebut skim. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya
kecil. Karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka reaksi-reaksi kimia
mudah sekali terjadi dipermukaan perbatasan lemak dengan mediumnya.
4.3.4 Pengukuran Kadar Bahan kering Tanpa Lemak
            Bahan kering tanpa lemak adalah bahan kering dalam susu yang telahdikurangi
dengan lemak susu yang disingkat dengan BKTL. BKTL terdiri atas protein, laktosa,
mineral, asam (sitrat, format, asetat, laktat dan oksalat), enzim (peroksidase, katalase,
fosfatase dan lipase), gas (oksigen dan nitrogen), dan vitamin (Vitamin A, C, D,tiamin
dan riboflavin).
            BKTL dapat dicari dengan mengetahui kadar lemak terlebih dahulu, sayangnya
penentuan kadar lemak gagal diketahui karena kekurangan alat dan bahan sehingga
dalam praktikum tentang komposisi susu ini, kadar BKTL tidak diketahui, jika
komponen  makanan yang tersebut diatas tidak ada lagi ataupun dalam jumlah yang
sangat sedikit, maka susu tersebut dapat dikatakan dalam keadaan rusak yang sangat
besar kemungkinannya disebabkan kesalahan pengelolaan susu mulai dari peternak
sampai kepada pengolahnya, hal ini sesuai dengan pendapat Ressang dan Nasution
(2000), yang menyatakan bahwa kerusakan air susu terjadi apabila telah menunjukkan
penyimpangan yang melebihi batas yang dapat diterima secara normal oleh panca
indera atau parameter lain yang biasanya digunakan.
            Kerusakan bahan makanan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
yaitu pertumbuhan dan aktifitas bakteri, aktifitas enzim, pemanasan atau pendinginan,
parasit, serangga, tikus, sinar, udara dan lama penyimpanan. Dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pencemaran bakteri dalam susu meliputi faktor peyakit dan faktor
perlakuan seperti: alat yang digunakan tindakan sanitasi dan pemberian pakan sapi.

BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah melaksanakan praktikum Produksi
Ternak Perah ialah Ternak perah adalah ternak yang secara genetic mampu
menghasilkan susu melebihi kebutuhan anaknya, misalnya sapi, kambing, kerbau dan
lain-lain. Ternak perah mempunyai ciri-ciri khusus yang berhubungan langsung dengan
produksi susu.
            Susu didefenisikan sebagai susu sapi yang tidak dikurangi atau ditambahi
sesratu apapun yang diperoleh dari hasil pemerahan sapi-sapi sehat secara kontinyu dan
sekaligus. Susu ini merupakan bahan pangan yang tersusun oleh zat-zat makanan
dengan proporsi yang seimbang. Penyusun utama susu adalah air, protein, lemak,
karbohidrat, mineral-mineral, dan vitamin-vitamin.
            Sebagai bahan pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai
satu kesatuan maupun dari bagian-bagiannya. Dalam praktikum ini dilakukan
pemeriksaan mulai dari Anatomi Alat Pencernaan Ruminansia kecil, Pemeriksaan
Kesegaran Susu, Komposisi Susu, Mikrobiologi susu dan juga Pemeriksaan Pemalsuan
Susu. Pentingnya dilakukan praktikum tersebut, agar kita mengetahui bagaimana susu
yang baik dan juga ilmu yang diperoleh dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
5.2 Saran
            Pada saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih
meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan
menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat
digunakan lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus
memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang disampaikan.
Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum berlangsung, agar suasana
praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat untuk semua.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset.    Yogyakarta.
Anonimus, 2004.  Penuntun Kesehatan Masyarakat Veteriner (susu, daging dan     
telur). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Arora,  2005. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Bali, 2011. Laporan Mingguan Produksi Ternak Perah. http://jahtera- awesome -   
blogspot.co.id/2013/11/laporan-praktikum-produksi-ternak-perah.html           (Selasa, 1
Desember 2015).
Bastianelli dan Bas, 2002. Pertumbuhan Dan Produksi Susu Sapi  Perah. IPB       
press.   Bogor  
Bearkley (2000 .Sistem Pencernaaan Ternak Ruminansia. Gadjah Mada     University
Press.         Yogyakarta.
Biologigonz, 2010 Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis. Yogyakarta; Gajah   
Mada   university press.
Blakely, 2001. . Ilmu   Peternakan .  Gadjah  Mada  University  Press.  Yogyakarta 
Brody, 2000. Komposisi  Susu.  Gramedia  Pustaka.  Yogyakarta  .
Buckle, 2003. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press.  Yogyakarta.
Dudee , 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press.        
Fardiaz, 2002. Hasil-Hasil Olahan. http://rinaartiwi.blogspot.co.id/2011/10-
            Produksi ternak dan hasil olahan susu.html  (Selasa, 1 Desember 2015)
Fardiaz, 2003. Penghitungan Jumlah Mikroba yang Terdapat pada Susu.   
Yogyakarta : UGM Press
Farmansyah, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Fazri, 2002. Pertumbuhan Dan Sapi Perah: http://rinaartiwi.blogspot.co.id/2011   
-/10- hasil olahan -susu.html. (Selasa, 1 Desember 2015)
Frandson .2002. Processing of milk .  Gadjah  Mada  University  Press. 
            Yogyakarta
Gregorius, 2001. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset.            
Yogyakarta. 
Gusriyanti, 2006. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: UI Press 
Hadiwiyoto, 2005. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Jaser. 2000. Pembudidayaan Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta  
Judkins and Keener.2006.  Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2
            ED. Academic Press.  New  York.
Kanisius, 2001. Macam – Macam Olahan Susu. Penerbit Penebar Swadaya.          
Jakarta.
Mazer, R.T 2004. Pertumbuhan Dan Sapi Perah: http://rinaartiwi.blogspot.co
            .id/2011 -/10- hasil olahan -susu.html. (Selasa, 1 Desember 2015)
Melly, 2011. Ternak Ruminansia. Fakultas peternakan . Universitas Andalas.        
Sumatera Barat.
Mozes, 2001. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Muhammad, 2001.  Composition of milk . Nottingham: Nottingham University      
Press.
Parrokasi, A 2003. Pembudidayaan Ternak Perah . Cv. Yasaguna. Jakarta
Partodihardjo .2003. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan
            Institut Pertanian Bogor.
Rachmawan, 2001. Dairy Handbook. Alfa Laval Dairy and Food. Sweden.
Nasution ., Ressang 
2000. Proteolitik   Enzymes  Food  Processimg  2.        ED.Academic. Press.  New  Yo
rk.
Nasution ., Ressang 
2004. Proteolitik  Enzymes  Food  Processimg  2.ED.             Academic
Press.  Academic Press.  New  York.
Sarwono, 2003. Rumen Mikrobiology. Nottingham: Nottingham University Press.
Setyohadi, dkk., 2003. Penuntun Kesehatan Masyarakat Veteriner (susu, daging    dan
telur). Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Syiah Kuala.           Banda Aceh.
Shiddieqy, 2008. Evaluating the role of animal feed in food safety:  Perspectives
            for action. Proceeding of the International Workshop on      Food  Safety  
Management in Developing Countries. CIRAD-FAO,       Montpellier,  France. p. 11-
13.
Siregar, 2000. . Analisis Nutrisi  Susu.  Gadjah  Mada  University  Press.     Yogyakarta.
Soemarno. 2004. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.  
 Sudono, 2000. Teknik Uji Mutu  Susu  dan   Olahannya .Liberty.  Yogyakarta 
Sudono,  2005. Landasan Ilmu Nutrisi I. Bogor: Fakultas Peternakan Institut
            Pertanian Bogor.
Suhendar. Y., W.I. Dadang, T. Mardi, S. Riyanto, I.R. Palupi dan O. Sucahyo,      2008. 
Pasca Panen Lalai Kualitas Susu Terbengkalai. http://       Nadias-
iswana.blogspot.co.id/2013/12/-produksi-ternak-     perah.html       (Rabu,             2
Desember 2015)
Wahyudi, 2006. Nutrition Of Milk. New York: Academic Press
Yamamoto, 2004. Analisis
Nutrisi Susu.  Gadjah  Mada  University  Press.             Yogyakarta
           

LAMPIRAN
1. Lampiran dokumentasi

                
Anatomi Pencernaan Kambing            Rumen                             Retikulum

             
                Omasum                      Abomasum                 Uji kekentalan air susu

           
          Uji didih                             Uji  Reduktase dengan biru metilen

           


 Laktodensimeter, pengukuran suhu dan skala laktodensimeter
              
    Butyrometer              Cawan porselen         Pengenceran           Mesin Portex

        
Cawan petri              peptone water        coloni counter               incubator

          
pemeriksaan palsuan susu dengan penambahan satan (kanan) dan pati  (kiri)
 2. Lampiran perhitungan
 A. Perhitungan Berat Jenis Susu
Hasil perngukuran dari kelompok 1 :
a  : 24° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (24-15) * 0.002         

Berat jenis susu =1.0132       


Hasil perngukuran dari kelompok 2 :
a  : 23° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
Berat jenis susu = 20/20 (skala laktodensimeter) - (a-b)* 0.002
Berat jenis susu = 20/20 (1.0150)- (25-15) * 0.002         
Berat jenis susu =1.0134
Hasil perngukuran dari kelompok 3 :
a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0152
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :

Hasil perngukuran dari kelompok 4 :


a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :

Hasil perngukuran dari kelompok 5 :


a  : 25° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :

 Hasil perngukuran dari kelompok 6 :


a  : 22° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :

Hasil perngukuran dari kelompok 7 :


a  : 24° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :

Hasil perngukuran dari kelompok 8 :


a  : 23° C
b  : 15° C
Skala laktodensimeter : 1.0150
            Maka berat jenis dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :

B. Perhitungan Kadar Bahan Kering Susu


Hasil dari pengamatan kelompok 1 :
G1 : 13.28
G2 : 15.28
G3.1 : 13.45  G3.2 : 13.25
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 1 adalah :

                                        = 11% 


Hasil dari pengamatan kelompok 2 :
G1 :  12.12
G2 : 14.20
G3.1 : 12.32  G3.2 : 11.42
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 2  adalah :

                                        = 13.93% 


Hasil dari pengamatan kelompok 3 :
G1 :  13.66
G2 : 14.02
G3.1 : 12.82  G3.2 : 11.62
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 3 adalah :

                                        = 13.33 %


Hasil dari pengamatan kelompok 4 :
G1 : 13.37
G2 : 14.32
G3.1 : 13.54  G3.2 : 13.54
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :

                                        = 14.78 % 


Hasil dari pengamatan kelompok 5 :
G1 :  12.12
G2 : 13.62
G3.1 : 11.59  G3.2 : 11.28
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 5 adalah :
                                        = 10.67 % 
Hasil dari pengamatan kelompok 6 :
G1 :  13.00
G2 : 14.51
G3.1 : 13.17  G3.2 : 13.16
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 6 adalah :

                                        = 10.6%


Hasil dari pengamatan kelompok 7 :
G1 :  11.11
G2 : 12.56
G3.1 : 11.28  G3.2 : 11.21
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 7 adalah :

                                        = 8.94 % 


Hasil dari pengamatan kelompok 8 :
G1 :  12.43
G2 : 13.77
G3.1 : 11.38  G3.2 : 10.57
Maka kadar bahan kering  dari susu sesuai hasil pengukuran kelompok 8 adalah :

                                        = 8.64 % 


C. Perhitungan mikrobiologi susu

a. metode tuang

faktor 107
Koloni per  ml  = 128 x 
                          = 128 x 107
                                 
 = 12.8 x 106
faktor 108

Koloni per  ml  = 136 x 


                          = 136 x 108
                                 
 = 13.6  x 107
faktor 109

Koloni per  ml  = 178 x 


                          = 178 x 109
                                 
 = 17.8 x 108

b. metode sebar/ permukaan


  faktor 107

Koloni per  ml  = 122 x 


                          = 122 x 107
                                 
 = 12.2 x 106
faktor 108

Koloni per  ml  = 67x 


                          = 67 x 108
                                 
 = 6.7  x 107
faktor 109

Koloni per  ml  = 62 x 


                          = 62 x 109
                                 
 = 6.2 x 1

Anda mungkin juga menyukai