Anda di halaman 1dari 9

Pembuatan Kefir Bubuk dengan Metode Foam-Mat Drying (Kajian Proporsi Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin)

Aisha1, Dr.Ir.Elok Zubaidah MP.2, Dian Widya Ningtyas, STP, MP.2 1. Alumni Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 2. Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya ABSTRAK Kefir merupakan minuman fermentasi yang terbuat susu pasteurisasi terfermentasi kefir grains yang mengandung bakteri asam laktat dan khamir yang bersimbiosis menghasilkan asam laktat dan alkohol selama fermentasi. Setelah proses fermentasi selesai, kefir harus disimpan dan didistribusikan pada suhu rendah agar kualitasnya tetap terjaga. Alternatif untuk mengurangi kesulitan dalam penyimpanan dan pendistribusian kefir adalah menyediakan kefir dalam bentuk bubuk. Permasalahan dalam pembuatan kefir bubuk yaitu adanya mikroba dan bahan lain yang sensitif terhadap pemanasan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan proporsi penambahan buih putih telur dan konsentrasi dekstrin yang sesuai untuk kefir bubuk. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor yaitu faktor 1 adalah persentase penambahan buih putih telur yang terdiri dari 3 level (0%, 10%, 20% b/b) dan faktor II adalah konsentrasi dekstrin yang terdiri dari 2 level (5 g/100 g bahan dan 100 g/100 g bahan) dengan 3 kali pengulangan. Analisa data dilakukan dengan metode Analysis of Varian (ANOVA) dan dilanjutkan dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) jika interaksinya berbeda nyata. Perlakuan terbaik dipilih dengan metode Indeks Efektifitas. Produk kefir bubuk perlakuan terbaik adalah perlakuan penambahan buih putih telur 10% dengan konsentrasi dekstrin 10%. Perlakuan terbaik memiliki karakteristik total bakteri asam laktat 2,92 x 106 cfu/ml, total khamir 1,93 x 105 cfu/ml, kadar air 7,15%, total asam 1,05%, pH 4,05, kelarutan 75,485%, kecepatan larut 0,561 gram/detik, viskositas 0,766 dPas, tingkat kecerahan bubuk 76,6, tingkat kecerahan kefir 54,267, organoleptik warna 3,9 (netral), aroma 4,95 (agak suka), rasa 4,25 (netral), dan kenampakan 4,2 (netral). Kata kunci: kefir bubuk, foam-mat drying, buih putih telur, dekstrin

Kefir Powder Making Using Foam-mat Drying Method (Study of Egg White Foam Proportion and Dextrine Concentration)

ABSTRACT Kefir is one of dairy product fermented which made from pasteurized milk added kefir grains, that would result in acid and alcoholic fermentation from symbiosis between lactic acid bacteria and yeast. Since the fermentation process had been done, it is a must to save and distribute kefir in refrigeration to keep its quality. Kefir powder is one of alternative processing to make it easy to drink, easy to save, and easy to distribute. Problem on making kefir powder is the material consist of microbes and other components that are sensitive of being heated. This researh aimed at knowing the effect of egg white foam proportion and dextrine concentration added to the physical, chemical, microbiology, and sensory of kefir powder. This research used Factorial Random Block Design with 2 factors, egg foam proportion (0%; 10%; 20% b/b) and dextrine concentration (5 and 10 g/100 g) with 3 replications. The data were analyzed by ANOVA followed by Least Significant Difference Test Method 5%. The best treatment choosed by Index of Effectifity Method. The best result of the combination was 10% egg white foam proportion with 10 g/100 g dextrine, and the characteristic were LAB total 2,92 x 106 cfu/ml, yeast total 1,93 x 105 cfu/ml, water content 7,15%, lactic acid total 1,05%, pH 4,05, solubility 75,485%, time of soluble 0,561 gram/second, viscosity 0,766 dPas, color (L) of kefir powder 76,6, color (L) of kefir powder 54,267, and sensory scor for color (3,9), aroma (4,95), taste (4,25), appearance (4,2). Keyword: Kefir powder, foam-mat drying, egg white foam, dextrine

PENDAHULUAN Kefir adalah susu fermentasi yang memiliki rasa, warna, dan konsistensi yang menyerupai yoghurt serta memiliki aroma khas yeasty, seperti tape (Bahar, 2008). Kefir dibuat dengan cara memanaskan susu pada suhu 850C selama 8 menit. Jika suhu susu sudah mencapai 22-230C, selanjutnya diinokulasikan starter yang bentuknya menyerupai bunga kol yang mengandung khamir dan bakteri. Proses fermentasi dilakukan selama 24 48 jam pada suhu ruang (Fardiaz, 1997). Permasalahan yang timbul yaitu setelah proses fermentasi selesai kefir harus disimpan dan didistribusikan pada kondisi suhu rendah serta terhindar dari goncangan agar konsistensi kefir tetap terjaga. Alternatif pemecahan masalah untuk mengurangi kesulitan dalam penyimpanan dan pendistribusian kefir adalah dengan menyediakan kefir dalam bentuk bubuk/serbuk kering. Keuntungan kefir bubuk yaitu lebih stabil terhadap suhu ruang, volume menjadi lebih kecil, serta siap dikonsumsi tanpa harus difermentasi terlebih dahulu. Permasalahan dalam pembuatan kefir bubuk adalah pengeringan yang lama karena produk berbentuk cair dan juga produk mengandung mikroba yang sensitif terhadap pemanasan. Berdasarkan penelitian Handayani (2002), pengeringan soyghurt dengan metode pengeringan buih (foam-mat drying) membutuhkan waktu lebih singkat yaitu 4 15 jam. Pengeringan metode foam-mat drying diduga dapat mempercepat waktu pengeringan dalam pembuatan kefir bubuk. Foam-mat drying merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan buih terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembuih yang peka terhadap panas. Keuntungan foam-mat drying adalah meningkatkan kecepatan pengeringan karena cairan lebih mudah bergerak melalui struktur buih daripada melalui lapisan padat pada bahan yang sama (Mujumdar, 1995). Beberapa penelitian tentang pembuatan minuman probiotik bubuk dengan metode foam-mat drying yaitu pembuatan soyghurt kering yang dilakukan pada suhu 50 0C dengan proporsi bahan:buih 80 : 20 membutuhkan waktu 13,5 jam (Handayani, 2002) serta pembuatan laru yoghurt dengan konsentrasi buih 25% membutuhkan waktu pengeringan 3 jam dan total bakteri asam laktat setelah pengeringan 5,5 x 104 cfu/g (Andriastuti, 2002). Namun, penelitian tentang pembuatan kefir bubuk dengan metode foam-mat drying belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan proporsi bahan dan buih yang dapat menghasilkan kefir bubuk dengan sifat kimia, fisik, mikrobiologi, dan organoleptik terbaik. Untuk menghasilkan kefir bubuk dengan sifat terbaik, perlu ditambahkan bahan pengisi pada kefir

yang dapat meningkatkan rehidrasi produk dan mencegah kerusakan bahan akibat panas (Masters, 1979 dalam Nurika, 2000). Pada penelitian ini digunakan bahan pengisi dekstrin karena dekstrin bersifat mudah larut dalam air sehingga sesuai sebagai bahan pengisi produk yang memerlukan sifat mudah larut ketika ditambahkan air dan dapat meningkatkan total padatan produk dalam bentuk bubuk (Kumalaningsih, 2004). METODOLOGI PENELITIAN Bahan Starter kefir diperoleh dari Rumah Kefir Bandung, susu sapi segar yang diperoleh dari toko Srikandi malang, putih telur ayam dari toko jamu, serta dekstrin dari toko Panadia Malang. Bahan kimia untuk analisa diperoleh dari Laboratorium Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya dan toko Panadia Malang. Bahan untuk analisa mikrobiologi adalah media MRSA merk Oxoyd, media PDA merk Oxoyd, dan asam tartarat. Bahan kimia dengan kemurnian pro analisa (p.a) yaitu Na-OH 0,1N, indikator pp 1%, asam oksalat, dan buffer 4 dan 7. Bahan analisa dengan kemurnian teknis yaitu, alkohol 70%, aquades, butiran zink, dan kertas saring. Metode Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 2 faktor: Faktor I : Penambahan buih putih telur K1 : Buih putih telur 0% K2 : Buih putih telur 10% K3 : Buih putih telur 20% Faktor II : Konsentrasi dekstrin (gram/100 gram bahan) P1 :5 P2 : 10 Dari kedua faktor di atas, diperoleh 6 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pengamatan pada kefir bubuk meliputi total BAL, total khamir, kadar air, total asam, pH, kelarutan, kecepatan larut, viskositas, warna, serta organoleptik (warna, aroma, rasa, kenampakan). Pelaksanaan Penelitian Pengamatan pada kefir bubuk meliputi total BAL, total khamir, kadar air, total asam, pH, kelarutan, kecepatan larut, viskositas, warna, serta organoleptik (warna, aroma, rasa, kenampakan). A. Pembuatan Kefir Susu Sapi 1. Susu sapi segar dipanaskan selama 8 menit hingga suhu mencapai 800C. 2. Pendinginan susu sapi pasteurisasi hingga mencapai suhu 25020C. 3. Inokulasi kefir grains sebanyak 5% ke dalam susu sapi.

4. Fermentasi pada suhu ruang selama 48 jam. 5. Penyaringan untuk memisahkan kefir grains dan kefir, sehingga diperoleh kefir susu sapi.

literatur. Hal ini diduga karena adanya perbedaan bahan baku yang digunakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usmiati (2007) yaitu komponen dan komposisi kefir bervariasi, bergantung pada jenis mikrobia pada kefir grains, suhu, lama fermentasi, serta bahan baku yang digunakan. 2. Kadar Air Kefir Bubuk Kadar air kefir bubuk Gambar 1.

B. Pengeringan kefir dengan metode Foam-mat Drying. Prosedur pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Pembuatan buih dengan cara mengocok putih telur dengan mixer dengan kecepatan maksimum selama 7 menit sehingga diperoleh buih putih telur dengan densitas 0,5 g/ml. 2. Penimbangan buih putih telur dan kefir dengan proporsi 0 : 100, 10 : 90, dan 20 : 80. 3. Penimbangan dekstrin sebesar 5 gram/100 gram bahan dan 10 gram/100 gram bahan. 4. Pencampuran kefir susu sapi, dekstrin, dan buih putih telur dengan menggunakan alat pengaduk. 5. Penyebaran bahan pada loyang pengering dengan ketebalan 30,05 mm kemudian dikeringkan pada oven vakum dengan suhu 500 20C selama 7 jam hingga diperoleh flake. 6. Penghancuran flake dengan blender kering kemudian dilakukan pengayakan dengan ayakan 50 mesh. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik kefir awal Hasil analisa sifat mikrobiologi, kimia, dan fisik kefir tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Mikrobiologi Kefir Susu Kefir Sapi (Literatur) * Total bakteri asam 6,44 x 108 laktat cfu/ml Minimal 107 7 Total khamir 2,16 x 10 cfu/ml Kimia Kefir susu sapi Total Asam 1,613 % Minimal 0,6 pH 4,04 1,1% 4,6 Fisik Kefir susu sapi Viskositas 0,8 dPas Warna L 70,267 Warna b* 10,8 Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil analisa kefir susu sapi sebelum dikeringkan berbeda dengan

dapat dilihat pada

Gambar 6. Grafik Rerata Kadar Air Kefir Bubuk pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin Kefir bubuk perlakuan penambahan buih putih telur 20% dengan konsentrasi dekstrin 10 gram/100 gram bahan memiliki kadar air terendah diduga karena semakin banyak buih putih telur yang ditambahkan, bahan semakin bersifat porous sehingga air lebih mudah diuapkan. Hal ini sesuai dengan literatur dari Karim dan Wai, 1998 dalam Lesyana (2004) yang menyatakan bahwa adanya buih putih telur dapat meningkatkan luas permukaan bahan yang kontak dengan udara pengering dari vacuum dryer. Akibatnya, semakin besar konsentrasi buih putih telur proses penghilangan air dari bahan akan semakin cepat. Penambahan bahan pengisi yang semakin besar dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan sehingga jumlah air yang diuapkan semakin sedikit. Proses evaporasi bahan yang memiliki total padatan tinggi akan berlangsung lebih cepat sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar air lebih rendah. Dengan demikian, dengan suhu dan waktu pengeringan yang sama penambahan bahan pengisi yang semakin banyak akan menghasilkan produk dengan kadar air yang lebih rendah (Warsiki, dkk., 1995). 3. Total Bakteri Asam Laktat dan Total Khamir Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Total bakteri asam laktat dan total khamir kefir bubuk setelah rehidrasi disajikan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Grafik Rerata Total Bakteri Asam Laktat Total Asam kefir bubuk setelah rehidrasi Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase disajikan pada Gambar 4. Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin

Gambar 4. Grafik Rerata Total Asam Kefir Bubuk Gambar 3. Grafik Rerata Total Khamir Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin Telur dan Konsentrasi Dekstrin Kefir bubuk tanpa penambahan buih putih telur memiliki total asam tertinggi diduga karena keasaman kefir tidak tertutupi oleh buih putih telur Kefir bubuk dengan penambahan buih yang bersifat basa, sehingga semakin besar putih telur 10% memiliki rerata total bakteri asam persentase buih putih telur yang ditambahkan, laktat dan total khamir tertinggi diduga karena akan semakin rendah nilai total asam kefir bubuk. buih putih telur dapat melindungi mikroba. Hal ini Sesuai dengan pendapat Wilde and Clark (1996), sesuai dengan pendapat Stadelman and Cotterill penggunaan buih putih telur akan menurunkan (1997) yang menyatakan bahwa buih putih telur keasaman produk karena putih telur bersifat basa mengandung jenis protein albumin seperti dengan pH 7,6 pada saat segar dan akan naik ovalbumin (54%), ovomusin (11%) dan protein menjadi 9-9,7 selama beberapa hari penyimpanan. lain (17%) yang dapat melindungi bahan sensitif Nilai total asam selain dipengaruhi panas seperti mikroba. Ovalbumin dapat penambahan buih putih telur, juga dipengaruhi membentuk buih yang kuat, melindungi bahan konsentrasi dekstrin karena dekstrin dapat sensitif panas dan kerusakan, ovomusin berfungsi melindungi kerusakan asam. Menurut Guzelmenstabilkan buih, sedangkan protein lain seperti Seydim et al., (2000), proses fermentasi kefir ovoglobulin dapat meningkatkan viskositas, menghasilkan produk akhir berupa asam-asam memperkuat pengikatan gelembung udara dan organik. Jenis asam yang paling dominan terdapat melembutkan tekstur buih yang dihasilkan. dalam kefir adalah asam laktat, sedangkan jenis Selain dipengaruhi oleh penambahan buih asam organik lainnya adalah asam asetat, asam putih telur, total bakteri asam laktat dan total butirat, serta asam piruvat. Asam-asam organik khamir juga dipengaruhi konsentrasi dekstrin. tersebut bersifat volatil atau mudah menguap Menurut Goldberg and Williams (1995), dekstrin akibat suhu tinggi. Bahan pengisi dekstrin dapat dapat digunakan untuk melindungi senyawa volatil mengurangi penguapan asam yang terjadi akibat dan peka terhadap panas karena molekul dekstrin proses pengeringan pada vacuum drying suhu stabil terhadap panas dan oksidasi. Oleh karena 500C karena struktur molekul dekstrin berbentuk itu, semakin tinggi konsentrasi dekstrin, molekul spiral, sehingga molekul-molekul asam akan yang dapat melindungi bahan sensitif panas terperangkap dalam struktur spiral-heliks (bakteri asam laktat dan khamir) akan lebih (Goldberg and Williams, 1995). banyak sehingga viabilitas bakteri asam laktat dan khamir juga masih cukup tinggi. Kefir bubuk dengan penambahan buih 5. Kelarutan Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Kelarutan kefir bubuk disajikan pada Gambar 5. putih telur 20% memiliki rerata total bakteri asam laktat dan total khamir terendah diduga karena penambahan kefir yang digunakan lebih sedikit sehingga kandungan awal bakteri asam laktat dan khamir juga rendah. Selain itu, semakin besar persentase buih putih telur yang ditambahkan bahan akan bersifat semakin porous, akibatnya kontak panas dari alat dengan bahan akan semakin mudah dan cepat. 4. Total Asam Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi

Gambar 5. Grafik Rerata Kelarutan Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin Gambar 5 menunjukkan bahwa rerata kelarutan kefir bubuk tertinggi terdapat pada penambahan buih putih telur 20%. Hal ini diduga karena semakin banyak buih putih telur yang ditambahkan, bahan akan semakin porous atau berongga sehingga lebih mudah menyerap air. Menurut Misra (2001), buih putih telur dapat meningkatkan luas permukaan bahan dan produk akhir yang dihasilkan dari foam-mat drying sangat berporipori dan menyerap air tanpa pembentukan aglomerat yang besar. Muchtadi dan Sugiyono (1992) menambahkan, sifat produk minuman bubuk yang penting adalah kelarutannya, disamping warna, aroma, dan cita rasa. Kelarutan produk sangat dipengaruhi oleh porousitas partikel. Produk akan cepat larut jika bersifat porous (berpori-pori). Konsentrasi dekstrin yang lebih besar akan meningkatkan kelarutan kefir bubuk. Hal ini karena struktur kimiawi dekstrin merupakan hasil pemecahan (hidrolisis) pati secara tidak sempurna sehingga mudah larut dalam air. Menurut Kenyon (1992), pada pembuatan dekstrin, rantai panjang pati yaitu ikatan 1,4 dan -1,6 mengalami pemutusan oleh enzim atau 7. asam menjadi dekstrin dengan molekul yang lebih pendek yaitu 6 sampai 10 unit glukosa dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Berkurangnya rantai panjang menyebabkan terjadinya perubahan sifat dari pati yaitu berat molekul turun dan meningkatkan gugus hidroksil. Jumlah gugus hidroksil yang besar pada dekstrin menyebabkan semakin tinggi sifat hidrofilik pada senyawa tersebut sehingga kelarutannya tinggi.

(2003) yaitu kecepatan larut suatu bubuk berhubungan dengan ukuran granula bubuk tersebut. Bubuk yang akan direkonstitusi, misalnya susu bubuk, sebaiknya memiliki ukuran granula yang cukup besar untuk mencegah terjadinya aglomerasi, tetapi ukuran granula tersebut juga harus cukup kecil agar penyebaran granula ke dalam air juga cepat. Dengan porousitas bahan yang besar dan ukuran granula yang cukup kecil, jumlah bubuk yang melarut tiap satuan waktu akan semakin besar dan kecepatan larut bubuk meningkat. Selain dipengaruhi oleh penambahan buih putih telur, kecepatan larut kefir bubuk juga dipengaruhi oleh konsentrasi dekstrin. Semakin besar konsentrasi dekstrin yang ditambahkan, semakin tinggi pula kecepatan larut kefir bubuk. Hal ini karena struktur kimiawi dekstrin merupakan hasil pemecahan (hidrolisis) pati secara tidak sempurna, sehingga berat molekul dekstrin lebih ringan dan cepat terdispersi dalam air. Sesuai dengan pendapat Hartomo dan Widiatmoko (1994), dekstrin merupakan padatan dengan berat molekul tinggi yang mudah terdispersi dan dapat mempermudah bubuk untuk direkonstitusi dengan air. Viskositas Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Rerata viskositas kefir bubuk setelah rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 7.

6. Kecepatan Larut kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Kecepatan larut kefir bubuk setelah rehidrasi disajikan Gambar 6. Grafik Rerata Viskositas Kefir Bubuk pada Gambar 6. Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin Rerata viskositas kefir bubuk tertinggi terdapat pada penambahan buih putih telur 20%. Hal ini diduga karena putih telur ketika dikocok akan menghasilkan buih padat yang dapat meningkatkan viskositas produk. Sesuai dengan literatur Wilde and Clark (1996), molekul protein yang terkandung dalam putih telur (albumin) dapat berubah bentuk menjadi bentuk semi padat karena adanya pengocokan dan pemanasan. Apabila putih telur dikocok akan menghasilkan buih. Protein albumin dalam putih telur akan mengelilingi gelembung-gelembung udara, dan ketika dipanaskan protein akan terkoagulasi sehingga menghasilkan buih padat dan produk menjadi lebih kental. Setiap protein albumin memiliki kemampuan membentuk buih yang berbeda-beda. Protein albumin yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomusin dan ovoglobulin. Ovalbumin

Gambar 6. Grafik Rerata Kecepatan Larut Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin Kecepatan larut tertinggi terdapat pada kefir bubuk perlakuan penambahan buih putih telur 20% dengan konsentrasi dekstrin 10 gram/100 gram bahan. Hal ini diduga karena semakin banyak buih putih telur yang ditambahkan, porousitas bahan akan meningkat sehingga lebih mudah menyerap air dan lebih cepat larut dalam air. Hal ini sesuai dengan pendapat Walstra

Kefir bubuk tanpa penambahan buih putih telur dengan konsentrasi dekstrin 5 gram/100 gram bahan memiliki tingkat kekuningan tertinggi karena komponen atau bahan penyusun kefir tidak 8. Tingkat Kecerahan (L) Kefir Bubuk Setelah dilindungi oleh putih telur. Akibatnya, saat proses Rehidrasi Tingkat kecerahan kefir bubuk setelah rehidrasi pengeringan dengan vacuum drying pada suhu 500C, panas dari alat akan langsung mengenai disajikan pada Gambar 8. bahan. Misra (2001) menyatakan bahwa produk yang dikeringkan dengan metode foam-mat drying akan memilki kestabilan yang tinggi terhadap kerusakan karena mikroba dan reaksi kimia maupun biokimia. Warna, aroma, dan nutrisi yang lain masih dapat dipertahankan. Konsentrasi dekstrin yang lebih tinggi dapat menurunkan tingkat kekuningan warna kefir bubuk karena dekstrin berwarna putih sehingga dengan konsentrasi dekstrin yang lebih tinggi dapat Gambar 8. Grafik Rerata Tingkat Kecerahan menutupi warna asli kefir yang putih kekuningan. Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi 10. Uji Organoleptik Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Dekstrin a. Aroma Rerata nilai kesukaan panelis terhadap aroma kefir Buih putih telur dapat mempengaruhi bubuk setelah rehidrasi dari hasil uji organoleptik tingkat kecerahan kefir bubuk diduga karena buih (Hedonic Scale) berkisar antara 3,3 (agak tidak putih telur berwarna putih tidak tembus pandang suka) 4,95 (agak suka). Kecenderungan dan mampu menutupi warna asli kefir (putih kesukaan panelis terhadap aroma kefir bubuk kekuningan). Menurut Wilde and Clark (1996), akibat pengaruh perlakuan penambahan buih putih ketika putih telur dikocok, gelembung-gelembung telur dan konsentrasi dekstrin disajikan pada udara akan bergabung dan berangsur-angsur Gambar 10. menjadi lebih kecil dan berubah warna dari kuning kehijauan tembus pandang menjadi tidak tembus pandang. Konsentrasi dekstrin yang lebih tinggi dapat meningkatkan kecerahan warna kefir bubuk karena dekstrin berwarna putih dengan tingkat kecerahan 84,2, sehingga dengan konsentrasi dekstrin yang lebih tinggi dapat menutupi warna kefir dan buih putih telur (Kenyon, 1992). 11. Gambar 10. Rerata Skor Kesukaan Panelis + 9. Tingkat Kekuningan (b ) Kefir Bubuk Setelah Terhadap Aroma Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi Rehidrasi

dapat membentuk buih yang kuat, ovomusin berfungsi menstabilkan buih, sedangkan ovoglobulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat pengikatan gelembung udara, dan melembutkan tekstur buih yang dihasilkan (Stadelman and Cotterill, 1997). Oleh karena itu, semakin besar persentase buih putih telur yang ditambahkan, konsentrasi protein albumin juga semakin besar, sehingga viskositas kefir bubuk akan semakin meningkat. Konsentrasi dekstrin yang lebih besar memiliki rerata viskositas yang lebih besar pula. Hal ini diduga karena bahan pengisi dekstrin dapat meningkatkan volume produk sehingga semakin besar konsentrasi dekstrin yang digunakan, viskositas produk juga akan semakin besar. Menurut Hui (1992), sifat dekstrin sebagai bahan pengisi adalah mampu meningkatkan total padatan, meningkatkan volume produk, dan membentuk body pada produk, sehingga produk memiliki kenampakan dan kekentalan yang lebih baik.

Tingkat kekuningan kefir bubuk setelah rehidrasi disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Rerata Tingkat Kekuningan Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi pada Berbagai Persentase Buih Putih Telur dan Konsentrasi Dekstrin

b. Warna Rerata nilai kesukaan panelis terhadap warna kefir bubuk setelah rehidrasi dari hasil uji organoleptik (Hedonic Scale) berkisar antara 3,4 (agak tidak suka) 4,5 (netral). Kecenderungan kesukaan panelis terhadap warna kefir bubuk akibat pengaruh perlakuan penambahan buih putih telur dan konsentrasi dekstrin disajikan pada Gambar 11.

Gambar 13. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi

Gambar 11. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Warna Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi c. Kenampakan Kenampakan kefir bubuk yang diamati oleh panelis adalah viskositas, tekstur (kehalusan kefir), serta banyak sedikitnya endapan. Rerata nilai kesukaan panelis terhadap kenampakan kefir bubuk dari hasil uji organoleptik (Hedonic Scale) berkisar antara 3,4 (agak tidak suka) 4,2 (netral). Kecenderungan kesukaan panelis terhadap kenampakan kefir bubuk akibat pengaruh perlakuan penambahan buih putih telur dan konsentrasi dekstrin disajikan pada Gambar 12.

11. Perbandingan Kefir Bubuk Perlakuan Terbaik dengan Kefir Murni Kefir bubuk perlakuan terbaik dari parameter mikrobiologi, kimia, fisik, dan organoleptik selanjutnya dibandingkan dengan kefir murni tanpa pengeringan dengan parameter total bakteri asam laktat, total khamir, total asam, pH, viskositas, tingkat kecerahan, dan tingkat kekuningan. Hasil analisa uji t kefir bubuk dengan kefir murni tanpa pengeringan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Uji t Perbandingan Kefir Bubuk dengan Kefir Murni Parameter Kefir Bubuk Perlakuan Terbaik Total Bakteri 2,92 x 106 Asam Laktat cfu/ml Total khamir 1,93 x 105 cfu/ml Total Asam 1,050 % pH 4,05 Viskositas 0,767 dPas Tingkat 54,267 Kecerahan Tingkat 7,467 Kekuningan Kefir Murni Notasi Tanpa (uji t Pengeringan =0,05) 6,44 x 108 cfu/ml 2,16 x 107 cfu/ml 1,613 % 4,04 0,800 dPas 70,267 10,800 tn * * tn tn * *

Gambar 12. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Kenampakan Kefir Bubuk Setelah Rehidrasi d. Rasa Rerata nilai kesukaan panelis terhadap rasa kefir bubuk dari hasil uji organoleptik (Hedonic Scale) berkisar antara 2,95 (agak tidak suka) 4,25 (netral). Kecenderungan kesukaan panelis terhadap rasa kefir bubuk akibat pengaruh perlakuan penambahan buih putih telur dan konsentrasi dekstrin disajikan pada Gambar 13.

Tabel 2 menunjukkan bahwa antara perlakuan terbaik dengan kontrol (kefir murni tanpa pengeringan) terdapat perbedaan nyata pada total khamir, total asam, pH, tingkat kecerahan dan tingkat kekuningan. Sedangkan pada total bakteri asam laktat yang merupakan parameter utama dari minuman fermentasi, serta pada viskositas, tidak terdapat perbedaan yang nyata. Total khamir kefir bubuk perlakuan terbaik berbeda nyata dengan kefir murni tanpa pengeringan. Hal ini karena pengeringan pada suhu 500C dapat menyebabkan kerusakan subletal pada sebagian sel khamir sehingga menyebabkan penurunan total khamir yang terkandung dalam kefir (Canovas, 2007)

Total asam kefir bubuk berbeda nyata dengan kefir murni tanpa pengeringan. Hal ini karena asam-asam yang terkandung dalam kefir dapat menguap dan mengalami kerusakan akibat pengeringan pada suhu 500C (Guzel-Seydim, et al., 2000) Tingkat kecerahan dan tingkat kekuningan kefir bubuk berbeda nyata dengan kefir murni tanpa pengeringan karena pemanasan dapat mempercepat terjadinya reaksi maillard oleh asam amino dari putih telur dan susu dengan gula pereduksi (Winarno, 2002). Selain itu, diduga warna kefir yang kekuningan tertutupi oleh buih putih telur dan dekstrin yangberwarna putih.

Fardiaz, D. 1997. Hidrokoloid dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor Goldberg, I. and R. Williams. 1999. Biotechnology and Food Ingredients. Van Nostrand Reinhold. New York Guzel-Seydim, et.al. 2000. Organis Acids and Volatile Flavor Components Evolved During Refrigerated Storage Of Kefir. http:// znaturforsch.com/ac/v57c/s57c0805.pdf+ voaltile+flavorr+kefir:pdf&cd=11&hl=id &ct=clnk&gl=id&lr=lang_en. Tangal akses 20 Januari 2010 Handayani, W. 2002. Pembuatan Soyghurt Kering dengan Metode Foam-Mat Drying Kajian Pengaruh Proporsi Poyghurt : Busa Putih Telur dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Hartomo, A.J dan M.C. Widiatmoko.1994. Emulsi Pangan Instan Berlesitin. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology Volume 2. John Willey and Sons, Inc. New York Karim, A. A. dan Wai, C. C. 1998, dalam Lesyana, I. 2004. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi pada Pembuatan Bubuk Sari Buah Tomat (Licopersium esculentum mill). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Kenyon, M. 1992. Modified Starch, Maltodekstrin and Corn Syrup Solid as Well Material For Food For Encapsulation dalam Reinccus, G.A.(ed). Ecapsulation and Controlled Released of Food Ingredient. Edward Brother Inc. New York Kumalaningsih, S., Suprayogi, Beni Yudha. 2004. Membuat Makanan Siap Saji. Trubus Agrisarana. Surabaya Masters, K. 1979, dalam Nurika, I. 2000. Pengaruh Konsentrasi Dekstrin dan Suhu Inlet Spray Dryer Terhadap Stabilitas Warna Bubuk Pewarna Ekstrak Angkak. Tesis. Universitas Brawijaya Misra, N. 2001. Process Technology For Tomato Powder. http: //www. iitkgp. Ernet.in/sric/gettech.php?slno=1. Tanggal Akses 7 Oktober 2009

KESIMPULAN Proporsi penambahan buih putih telur dan konsentrasi dekstrin yang sesuai untuk kefir instan yaitu penambahan buih putih telur 10% dengan konsentrasi dekstrin 10 gram/100 gram. Produk kefir instan perlakuan tersebut memiliki karakteristik total bakteri asam laktat 2,92 x 106 cfu/ml, total khamir 1,93 x 105 cfu/ml, kadar air 7,15%, total asam 1,05%, pH 4,05, kelarutan 75,485%, kecepatan larut 0,561 gram/detik, viskositas 0,766 dPas, tingkat kecerahan bubuk 76,600, tingkat kecerahan kefir 54,267, organoleptik warna 3,9 (netral), aroma 4,95 (agak suka), rasa 4,25 (netral), dan kenampakan 4,2 (netral).

SARAN Pengeringan kefir dengan metode foammat drying dapat menyebabkan kerusakan pada komponen yang terkandung dalam kefir, seperti bakteri, khamir, serta komponen asam dan aromatik. Oleh karena itu, perlu dikaji metode pengeringan yang dapat meningkatkan viabilitas bakteri asam laktat dan khamir serta meminimalisir kerusakan komponen asam dan aromatik. DAFTAR PUSTAKA Andriastuti, I. 2002. Pembuatan Laru Yoghurt dengan Foam-mat Drying Kajian Penambahan Busa Putih Telur terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Canovas, Gustavo V. Barbosa. 2007. Handbook of Food Preservation. CRC Press Taylor and Francis Group. New York

Muchtadi. T. R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Mujumdar, A. S. 1995. Hand Book of Industrial Drying Second Edition Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc. New York Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. 1997. Egg Science and Technolgy. The AVI Publishing Co. Inc. Wesport. Connecticut Usmiati, S. 2007. Kefir, Susu Fermentasi dengan Rasa Menyegarkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No. 2 Walstra, Pieter. 2003. Physical Chemistry of Foods. Marcel Dekker, Inc. New York Warsiki, E., E. Hambali, Suharmani, dan M.Z. Nasution. 1995. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Rancanagn Produksi Tepung Instan Sari Buah Nanas. Jurnal. Tip.5 (3) hal 172-178 Wilde, P. J. and Clark, D. C. 1996. Foam Formation and Stability. Methods of Testing Protein Functionality. G. M. Hall, Blackie Academic & Professional: 111 - 152 Winarno, F.G. 2002. Kimia pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai