Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PALMAE

ACARA II
PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Kelompok 5
Rombongan 1
Penanggung Jawab :
Riza Nur Ramadhan A1M014054

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki areal perkebunan kelapa
cukup luas. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (2015), pada
tahun 2014 luas areal perkebunan kelapa sebesar 3,6 juta Ha baik milik
rakyat, negara dan swasta. Kemudian produksi kelapa di tahun yang sama
sebanyak 3 juta ton. Dengan jumlah tersebut Indonesia bahkan mampu untuk
mengekspor kelapa.
Buah kelapa yang jumlahnya cukup banyak tersebut sebaiknya diolah di
dalam negeri sehingga meningkatkan nilai ekonomis. Salah satu olahan buah
kelapa dengan nilai ekonomi yang tinggi adalah Virgin Coconut Oil (VCO).
VCO adalah minyak kelapa yang diproses dari kelapa segar dengan atau
tanpa pemanasan dan tidak melalui pemurnian dengan bahan kimia.
Dibandingkan dengan minyak kelapa yang diolah secara tradisional, VCO
memiliki keunggulan yaitu kadar air dan asam lemak bebas rendah, tidak
berwarna (bening), beraroma harum dan daya simpan lebih lama. Dalam
perkembangannya VCO telah dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi,
kosmetik dan pangan (Elfianus, 2008).
Pembuatan minyak kelapa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
proses basah (wet process) dan proses kering (dry process). Perbedaan dari
kedua proses tersebut adalah kelapa yang digunakan untuk proses basah
adalah kelapa segar sedangkan untuk proses kering adalah kelapa kering.
Pembuatan dengan proses basah dilakukan dalam industri rumah tangga.
Secara garis besar caranya adalah sebagai berikut : daging buah kelapa
diparut, parutan diekstraksi dengan air beberapa kali dan santan yang
diperoleh diuapkan dengan pemanasan. Hasilnya berupa minyak dan endapan
yang disebut blendo.
Pembuatan dengan cara basah ternyata kurang menguntungkan karena
tidak semua minyak yang ada dalam daging kelapa dapat dikeluarkan. Selain
itu, mutu minyak yang diperoleh pada umumnya tidak memenuhi standar
Industri Indonesia karena kadar air dan kandungan asam lemak bebas masih
terlalu tinggi.
Permasaahan utama dalam pembuatan minyak kelapa secara basah yang
tradisional adalah sulitnya memisahkan minyak dari santan. Santan adalah
emulsi yang terdiri dari minyak dan air, sedangkan sebagai emulsifier adalah
protein yang berasal dari daging buah kelapa. Untuk memisahkan minyak
dari emulsi dalam pembuatan minyak kelapa secara tradisional dibutuhkan
pemanasan dalam waktu yang lama sehingga mutu yang dihasilkan rendah.
Selain itu, pemanasan yang lama juga memerlukan bahan bakar minyak.
Cara untuk mengatasi masalah dalam memisahkan minyak dari santan atau
meningkatkan efisiensi pengolahan telah dikembangkan berbagai cara
pengolahan minyak kelapa secara basah dengan bantuan mikroorganisme
yang prosesnya termasuk proses fermentasi selain itu proses pemisahan
santan dapat dilakuakan dengan cara pancingan atau blender.
B. Tujuan
1. Mengetahui proses pembuatan minyak kelapa murni (VCO) dengan
menggunakan 2 metode, yaitu metode fermentasi dan metode pancingan.
2. Mengetahui dan membandingkan karakteristik fisikokimia VCO yang
dihasilkan dari 2 metode tersebut.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kelapa
Tanaman kelapa (Cocos) merupakan tanaman tropis yang banyak dijumpai
di Indonesia, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Tanaman kelapa dikenal
sebagai tanaman serba guna karena seluruh bagian dari tanaman ini bermanfaat
bagi kehidupan manusia. Bagian tersebut antara lain batang, daun, bunga dan
buah. Bagian yang paling banyak digunakan dan bermanfaat bagi manusia
adalah buah kelapa. Buah kelapa mempunyai daging buah yang dapat diolah
menjadi minyak kelapa (Fachry. Serlis dan Fadma, 2007).
Pada dasarnya dikenal dua varietas kelapa, yaitu varietas Nana yang
umum disebut kelapa genjah dan varietas Typica yang umum disebut kelapa
dalam. Kelapa genjah berdasarkan sifatnya dibagi 5 yaitu : kelapa gading,
kelapa raja, kelapa puyuh, kelapa raja malabr, kelapa hias. Kelapa dalam
berdasarkan sifatnya dibagi 6 yaitu : kelapa hijau, kelapa merah, kelapa manis,
kelapa bali, kelapa kopyor, kelapa lilin (Cristianti dan Adi, 2009).
Menurut Cristianti dan Adi, (2009) buah kelapa terdiri dari bagian-bagian
seperti:
a. Epicarp (Kulit Luar)
Yaitu kulit bagian luar yang berwarna hijau, kuning, atau jingga
permukaannya licin, agak keras dan tebalnya 0,14 mm.
b. Mesocarp (Sabut)
Yaitu kulit bagian tengah yang disebut serabut terdiri dari bagian berserat
tebalnya 3 - 5 mm.
c. Endocarp (Tempurung)
Yaitu bagian tempurung yang keras sekali tebalnya 3 - 5 mm, bagian dalam
melekat pada kulit luar biji.
d. Testa ( Kulit Daging Buah )
Yaitu bagian dari warna kuning sampai coklat.
e. Endosperm (Daging Buah )
Yaitu bagian yang berwarna putih dan lunak, sering disebut daging kelapa
yang tebalnya 8 - 10 mm.
f. Air Kelapa
Yaitu bagian yang berasa manis, mengandung mineral 4%, gula 2%, dan air.
g. Lembaga
Yaitu bakal tanaman setelah buah tua.
Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber minyak dan protein
yang penting yang biasanya diolah menjadi kopra, minyak dan santan.
Komposisi kimia 100 g daging buah kelapa bergantung pada tingkat
kematangannya, yaitu kalori sekitar 68-359 kal, protein 1-4 g, lemak 0,9-34,7
g, karbohidrat 10-14 g, kalsium 8-21 mg, fosfor 21-35 mg, besi 1-33 mg,
aktivitas vitamin A 0-0,1 IU, thiamin 0-0,5 mg, asam askorbat 2-4 g dan air 40-
90 mg (Susanto, 2012).
Salah satu produk turunan kelapa adalah minyak kelapa murni yang
memiliki asam lemak jenuh, kuat menahan serangan oksidasi saat
penggorengan sehingga tidak menjadi penyumbang radikal bebas dan bukan
merupakan Trans Fatty Acid (TFA) sehingga aman dikonsumsi karena tidak
meningkatkan Low Density Cholesterol (LDL) (Susanto, 2012).
2. Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni atau bahasa ilmiahnya Virgin Coconut Oil adalah
minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak, hanya
diperoleh dengan perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal. VCO
diperoleh dari daging buah kelapa yang sudah tua tetapi masih segar yang
diproses tanpa pemanasan, tanpa penambahan bahan kimia apapun, diproses
dengan cara sederhana sehingga dipeorleh minyak kelapa murni berkualitas
tinggi. Keunggulan VCO adalah jernih, tidak berwarna, ridak mudah tengik
dan tahan hingga dua tahun (Wardani, 2007).
Menurut Standar Nasional Indonesia (2008), Virgin Coconut Oil adalah
minyak yang diperoleh dari daging buah kelapa tua yang segar dan diproses
dengan diperas dengan atau tanpa penambahan air, tanpa pemanasan atau
pemanasan tidak lebih dari 600 C dan aman dikonsumsi manusia. Syarat mutu
Virgin Coconut Oil dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan :
1.1 Bau Khas kelapa, tidak tengik
1.2 Rasa Normal, khas minyak kelapa
1.3 Warna Tidak berwarna/kuning
pucat
2 Senyawa yang menguap % Maks 0,2
3 Bilangan iod g iod/100g 4,1 11,0
4 Asam lemak bebas % Maks 0,2
5 Bilangan peroksida Mg ek/kg Maks 2,0
6 Asam lemak :
6.1 Asam kaproat (C6 : 0) % ND 0,7
6. 2 Asam kaprilat (C8 : 0) % 4,6 10,0
6.3 Asam kaprat (C10 : 0) % 5,0 8,0
6.4 Asam laurat (C12 : 0) % 45,1 53,2
6.5 Asam mirastat (C14 : 0) % 16,8 21
6.6 Asam palmitat (C16 : 0) % 7,5 10,2
6.7 Asam stearat (C18) % 2,0 4,0
6.8 Asam oleat (C18 : 1) % 5,0 10,0
6.9 Asam linoleat (C18 : 2) % 1,0 - 2,5
6.10 Asam linoleat (C18 : 3) % Nd 0,2
7 Cemaran mikroba
7.1 Angka lempeng total mg/kg Maks 0,1
8 Cemaran Logam mg/kg Maks 0,4
8.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks 5,0
8.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1
8.3 Besi (Fe) mg/kg
8.4 Cadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1

Catatan ND = No detection (tidak terdeteksi)


Vurgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni mengandung asam lemak
rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah
penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu ternyata kandungan antioksidan di
dalam VCO pun sangat tinggi seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini
berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Widiyanti,
2015).
Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain :
1. Penampakan : tidak berwarna, kristas seperti jarum
2. Aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau caramel
3. Kelarutan : tidak larut dalam air, tetepi larut dalam alkohol (1:1)
4. Berat jenis : 0,883 pada suhu 200 C
5. pH : tidak terukur karena tidak larut dalam air. Namun karena termasuk
senyawa asam maka dipastikan memiliki pH di bawah 7
6. Persentase penguapan : tidak menguap pada sushu 210C (0%)
7. Titik cair : 20-250C
8. Titik didih : 2250C
9. Kerapatan udara (udara = 1) : 6,91
10. Tekanan uao (mmHg) : 1 pada suhu 1210C
11. Kecepatan penguapan (asam butirat = 1) : tidak diketahui
(Widiyanti, 2015)
3. Pembuatan VCO
Menurut Soeka, Joko dan Elidar (2008) terdapat beberapa cara untuk
mengekstraksi minyak dari daging buahnya, yaitu secara fisika, kimia dan
fermentasi. Proses tradisional melalui cara fisika (pemanasan) menghasilkan
minyak dengan kualitas rendah karena kandungan airnya tinggi dan
menyebabkan ketengikan. Ekstraksi minyak dengan cara kimia dapat
menyebabkan penurunan kualitas beberapa unsur nutrisi penting, antara lain
asam laurat dan tokoferol serta menyebabkan tingginya bilangan peroksida.
Minyak kelapa fermentasi memiliki banyak kelebihan diantaranya tahan lama
dan tidak mudah tengik.
Menurut Fachry, Serlis dan Fadma (2007) dalam pembuatan minyak
kelapa dikenal 3 metode, yaitu metode kering, metode ekstraksi dengan zat
pelarut dan metode basah. Pada metode kering menggunakan alat hidrolik
press untuk mengepres daging buah kelapa yang telah dikeringkan sehingga
diperoleh minyak kelapa. Pada metode ekstraksi minyak dengan zat pelarut
dilakukan dengan menggiling kopra menjadi tepung, kemudian dicampur
dengan zat pelarut dan diamkan selama 40 menit. Terakhir zat pelarutnya
diuapkan untuk memperoleh minyak kelapa. Sedangkan pada metode basah
yang tradisional tahapan terdiri dari pemisahan daging buah, pemarutan,
pemerasan dan pemanasan untuk menguapkan kandungan airnya sehingga
tersisa minyak dan endapan. Selain metode tersebut, telah dikembangkan cara
pengolahan dengan metode basah secara modern dengan cara memekatkan
santan dalam alat sentrifugal sehingga air didalam santan dapat dikurangi.
Selanjutnya santan pekat tersebut agar emulsi minyak dalam santan pecah.
Salah satu cara untuk meningkatkan rendemen minyak yang terekstrak
dari krim santan dapat dilakukan dengan menambahkan suatu enzim yang
dapat memecah protein yang berperan sebagai pengemulsi pada santan.
Pemecahan emulsi santan dapat terjadi dengan adanya enzim proteolitik.
Enzim papain merupakan salah satu enzim proteolitik. Enzim ini dapat
mengkatalisis reaksi pemecahan protein dengan menghidrolisa ikatan
peptidanya menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana (Winarti, Jariyah
dan Yudi, 2007).
Menurut Suaniti, Manuntun dan Nadya (2014) enzim merupakan senyawa
protein yang dapat mengkatalisis reaksi-reaksi kimia dengan maksud
mempercepat reaksi pada reaktan melalui reaksi enzimatis menggunakan
papain yang merupakan salah satu enzim proteolitik dalam getah pepaya.
Papain mengkatalisis suatu substrat melalui reaksi hidrolisis dengan
pertolongan molekul air. Suhu kerja optimum papain berkisar 500C-650C
dengan pH 5-7. Produksi VCO dengan bantuan papain dipilih untuk
menghindari pemasan, sebab dengan pemanasan kemungkinan akan merusak
struktur komponen senyawa yang terdapat dalam minyak. Dengan teknik
enzimatis ini papain dapat mendegradasi komponen protein dan memecah
dinding sel santan sehingga minyak terpisah dari air.
BAB III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


A. Alat
Baskom
Saringan
Kain saring
Timbangan analitik
Blender
Gelas ukur
Gelas plastik
Pengaduk
Buret
B. Bahan
Kelapa tua yang sudah diparut (ampas kelapa)
Laru tempe indoragi
Enzim papain
Air hangat
Alkohol netral 95%
NaOH 0,1 N
Indikator PP
B. Prosedur

Buah kelapa yang sudah tua di kuliti dan diparut

1 kg kelapa parut ditambahkan 1 liter air panas (700C) kemudian


diamkan selama 10 menit

Kelapa yang telah direndam diambil santannya dengan cara diperas


Santan selanjutnya dimasukkan ke dalam galon dan diamkan selama 30
menit

500 ml krim/kanil diambil

Krim/kanil dilakukan perlakuan sebagai berikut a) fermentasi dengan


ditambahkan laru tempe (3-5%), b) kimia dengan menambahkan enzim
papain (4%), c) fisik dengan diblender selama 30 menit

Sampel diinkubasi selama 24 jam

Sampel akan mebentuk tiga lapisan yaitu minyak, krim dan cairan

Sampel disaring dan minyak disentrifuse

Dihasilkan Virgin Coconut Oil


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Asam Lemak Bebas

Persen ALB = 100%
() 1000

2,4 0,1 200


1. VCO Fermentasi = 100%
30 1000

= 0,16%
12 0,1 200
2. VCO Fisik = 100%
30 1000

= 0,8 %
14 0,1 200
3. VCO Papain = 100%
30 1000

= 0,93%
B. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) ini bertujuan untuk
mengetahui proses pembuatan VCO dengan menggunakan metode fermentasi
dan pancingan. Selain itu membandingkan karakteristik fisikokimia VCO
yang dihasilkan dari dua metode tersebut. Secara garis besar proses
pembuatan VCO diawali dari santan ampas kelapa yang diberikan tiga
perlakuan berbeda yaitu fermentasi laru tempe, enzim papain dan fisik
(blender). Setelah itu diambil bagian krim dan didiamkan hingga
menghasilkan minyak kelapa murni atau disebut VCO.
Selanjutnya minyak kelapa murni yang terbentuk diamati karakteristiknya
meliputi rendemen, asam lemak bebas dan viskositas. Namun pada praktikum
ini terjadi kesalahan pemahaman teori karena bagian minyak yang diambil
adalah bagian yang teratas sehingga minyak kelapa murni yang dihasilkan
tidak sesuai harapan. Meskipun ternyata menurut Cristianti dan Adi (2009),
ketika protein sebagai emulsifier rusak maka ikatan lipoprotein dalam santan
juga akan terputus dengan sendirinya. Kemudian, minyak yang diikat oleh
ikatan tersebut akan keluar dan mengumpul menjadi satu. Karena minyak
memiliki masa (berat) jenis lebih rendah dibandingkan dengan air maka
posisinya kemudian berada di paling atas, disusul dengan protein dan terakhir
(bawah) yaitu air. Dengan tidak terbentuknya VCO pada rombongan I maka
hasil asam lemak bebas menggunakan data rombongan II.
Kadar asam lemak bebas merupakan salah satu parameter kualitas minyak,
dan semakin tinggi maka semakin rendah kualitasnya. Asam lemak bebas
yang terdapat dalam suatu sediaan, umumya berasal dari hidrolisis minyak
(trigliserida) yang terjadi secara kimiawi maupun fermentasi / enzimatis
(Silaban, Rahmadani dan Timotius (2013). Menurut Fuad, (2012) asam lemak
bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat dalam minyak
kelapa murni. Jenis asam lemak yang terbanyak adalah asam laurat maka
pengukuran asam lemak bebas minyak kelapa murni didasarkan pada berat
molekul asam laurat. Berat molekul asam lemak kelapa adalah 200.
Penentuan asam lemak bebas dilakukan dengan metode titrasi yakni
menggunakan dengan menambahkan alkohol netral 95% dan indikator pp 2
tetes. Selanjutnya minyak kelapa murni ditambahkan larutan NaOH sampai
larutan berubah warna menjadi merah muda. Volume larutan NaOH dicatat
untuk menghitung persentase asam lemak bebas.
Asam lemak bebas dapat terbentuk sejak minyak masih berada dalam
jaringan tanaman, karena adanya enzim lipase yang dapat menghidrolisa
lemak netral (trigliserida). Namun dalam organisme hidup enzim umumnya
berada dalam keadaan atau kondisi tidak aktif karena masih ada interaksi
antar sel. Dalam organisme yang telah mati, mekanisme sel sel akan rusak
sehingga enzim lipase mulai bekerja dan merusak molekul lemak. Kecepatan
hidrolisis enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu
rendah dan akan lebih intensif pada kondisi yang cocok (Pontoh, Mariana dan
Mayz, 2008).
Berdasarkan hasil analisis praktikum dengan menggunakan tiga metode,
kadar asam lemak bebas paling rendah dihasilkan dari minyak kelapa murni
yang dibuat dengan cara fermentasi laru tempe sebesar 0,16%. Selanjutnya
minyak kelapa murni terendah kedua adalah perlakuan fisik sebesar 0,8% dan
kadar asam lemak bebas paling tinggi terdapat pada minyak kelapa murni
enzimatis papain sebesar 0,93%.
Dari ketiga minyak kelapa murni tersebut, yang telah memenuhi Standar
Nasional Indonesia adalah minyak kelapa murni perlakuan fermentasi laru
tempe. Karena menurut SNI 7381 (2008) syarat asam lemak bebas pada
minyak kelapa murni yang baik adalah maksimal 0,2%. Adanya kandungan
asam lemak bebas yang tinggi dapat menurunkan kualitas minyak kelapa
murni.
Asam lemak bebas terbentuk karena komponen trigliserida penyusun
minyak telah mengalami hidolisis akibat pengolahan yang tidak benar
sehingga menurunkan kualitas minyak (Suaniti, Manuntun dan Nadya, 2014).
Hal tersebutlah yang menyebabkan adanya asam lemak bebas pada minyak
kelapa murni terutama pada perlakuan enzimatis dan fisik yang jumlahnya
melebihi Standar Nasional Indonesia.
1. Virgin Coconut Oil Perlakuan Fisik
Asam lemak bebas yang diberi perlakuan fisik (blender) memiliki
persentase yang cukup tinggi sebesar 0,8%, melebihi Standar Nasional
Indonesia karena mungkin bahan ampas kelapa sudah mengalami
hidrolisis sebelum digunakan untuk praktikum. Selain itu pada saat
perlakuan fisik terjadi peningkatan suhu sehingga mungkin dapat merusak
minyak kelapa murni yang dihasilkan. Karena perlakuan fisik (blender)
dapat menciptakan kondisi suhu yang panas sehingga berpengaruh
terhadap asam lemak bebas. Selain itu mungkin saat pemberian NaOH,
volume yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas melebihi
batas atau sampai warna merah muda lewat jenuh sehingga perhitungan
persentase asam lemak bebas minyak kelapa murni ini tinggi.
Mekanisme pembuatan minyak kelapa murni menurut Bregas dkk
(2010) yaitu dengan perlakuan fisik (blender), dapat menghilangkan
stabilitas protein dalam santan. Hal ini berarti protein mengalami
denaturasi sehingga kelarutannya berkurang. Lapisan molekul protein
bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangkan bagian
luar yang bersifat hidrofilik terlipat ke dalam. Hal ini menyebabkan
protein mengalami koagulasi dan mengalami pengendapan sehingga
lapisan minyak dan air terpisah.
2. Virgin Coconut Oil Perlakuan Enzimatis
Kemudian untuk kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa murni
dengan perlakuan enzim papain melebihi Standar Nasional Indonesia yaitu
0,93%. Hasil tersebut sangat berbeda jauh dengan hasil penelitian Diyah
dkk (2010) dimana minyak kelapa murni yang dibuat dengan enzim papain
dari kulit buah pepaya menghasilkan asam lemak bebas 0,17%. Hal ini
diduga karena bahan yang digunakan untuk praktikum sudah mengalami
hidrolisis sehingga asam lemak bebas yang terbentuk melebihi stanadar.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Fuad (2012) enzim papain
termasuk enzim protease dimana dalam membuat VCO semakin tinggi
konsentrasi enzim maka semakin tinggi pula persentase asam lemak bebas
yang terbentuk. Hal ini diduga penggunaan enzim papain pada praktikum
ini terlalu banyak sehingga asam lemak bebas yang terbentuk tinggi. Lebih
lanjut dijelaskan sebab terbentuknya asam lemak bebas adalah enzim
lipase yang dapat menghidrolisis trigliserida. Enzim ini dapat dihasilkan
oleh mikroorganisme terutama kapang yang dapat tumbuh dalam minyak
karena air dan bahan-bahan yang ada dalam minyak merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan kapang. Sehingga dapat diduga bahwa bahan
yang digunakan untuk praktikum sudah terkontaminasi mikroorganisme
kapang yang menyebabkan asam lemak bebas tinggi.
Mekanisme reaksi hidrolisis pada pembuatan minyak kelapa murni
dengan enzim papain menurut Raharja dan Maya (2007) yaitu gugus SH
pada bagian aktif enzim papain akan mengkatalisis ikatan peptida sehingga
memisahkan antara minyak dan air yang terdapat pada santan.
3. Virgin Coconut Oil Perlakuan Fermentasi
Terakhir peresentase asam lemak bebas minyak kelapa murni yang
dihasilkan dengan cara fermentasi telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia yaitu di bawah 0,2%. Hal ini menunjukkan bahwa minyak
kelapa murni memiliki kualitas yang baik.
Pembuatan minyak secara fermentasi menurut Cristianti dan Adi
(2009) pada prinsipnya adalah pengrusakan protein yang menyelubungi
globula lemak menggunakan enzim proteolitik. Enzim yang dimaksud
adalah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau tanaman sebagai
inokulum. Pada pembuatan minyak kelapa murni dengan fermentasi, krim
yang didapatkan dicampurkan dengan laru atau ragu tempe yang
mengandung Rhizopus Oligosporus. Mikroba ini mempunyai kemampuan
menghasilkan enzim protease dan lipase yang dapat menghidrolisis
minyak dengan dengan didukung oleh kadar air yang tinggi. Enzim
protease itulah yang akan merusak protein sehingga air dan minyak akan
terpisah.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Proses pembuatan minyak kelapa murni (VCO) dapat dilakukan dengan
menggunakan metode fermentasi dan pancingan. Kedua metode tersebut
pada intinya sama yaitu merusak protein yang merupakan emulsifier
sehingga akan memisahkan antara air dan minyak pada santan. Pada
metode fermentasi protein rusak dikarenakan enzim protease sedangkan
metode fisik protein rusak karena denaturasi secara fisik.
2. Perbandingan karakteristik fisikokimia dapat dilihat dengan persentase
asam lemak bebas. Minyak kelapa murni yang dihasilkan dari metode
fermentasi memiliki persentase asam lemak bebas yang paling rendah
dan di bawah Standar Nasional Indonesia. Sedangkan minyak kelapa
murni yang dihasilkan dengan metode enzim papain dan fisik memiliki
asam lemak bebas yang melebihi standar. Semakin tinggi kadar asam
lemak bebas maka kualitas minyak rendah. Dengan demikian dapat
dikatakan metode fermentasi menghasilkan kualitas minyak lebih baik
dari metode enzimatis dan fisik berdasrakan asam lemak bebas.
B. Saran
Sebelum melaksanakan praktikum, perlu adanya pembelajaran teori secara
benar sehingga praktikum dapat berjalan dan hasil sesuai teori. Kemudian
praktikan harus mengikuti tata tertib laboratorium dan melaksanakan
praktikum dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Bregas., Sembodo., Ardiena Noorlyta dan Nur Erika Laila. 2010. Pengaruh
Kecepatan Putar Pengaduk Proses Pemecahan Emulsi Santan Buah
Kelapa Menjadi Virgin Coconut Oil. Ekuilibrium. 9 (1) : 17-22
Cristianti, Laras dan Adi Hendra Prakoso. 2009. Pembuatan Minyak Kelapa
Murni (Virgin Coconut Oil) Menggunakan Fermentasi Ragi Tempe.
Laporan Tugas Akhir. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Diyah, Nuzul Wahyuning., Purwanto., Yunita Susanti dan Yuliana Kristiani
Dewi. 2010. Pembuatan Minyak Kelapa Secara Enzimatis dengan
Memanfaatkan Kulit Buah dan Biji Pepaya serta Analisis Sifat
Fisikokimianya. Berkala Penelitian Hayati 1 (15) : 181-185
Elfianus, Goniwala. 2008. Teknik Pengolahan Virgin Coconut Oil Menggunakan
Ragi Tape. Buletin Teknik Pertanian. 13 (2) : 69-72
Fachry, H.A., Serlis Arta dan Fadma Dewi. 2007. Pengaruh Pemanasan dan
Derajat Keasaman Emulsi pada Pembuatan Minyak Kelapa. Jurnal
Teknik Kimia. 11 (1) : 9-16
Fuad, M. 2012. Analisis Jenis dan Konsentrasi Enzim terhadap Daya Simpan
VCO (Virgin Coconut Oil). Agrointek. 6 (2) : 112-117
Pontoh., Julius., Mariana Br. Surbakti dan Mayz Papilaya. 2008. Kualitas Virgin
Coconut Oil Beberapa Metode Pembuatan. Chemistry Progress. 1 (1)
: 60-65
Raharja, Sapta dan Maya Dwiyuni. 2007. Kajian Sifat Fisiko Kimia Ekstrak
Minyak Kelapa Murni (Virgin Coconut Oil) yang Dibuat dengan
Metode Pembekuan Krim Santan. Jurnal Teknologi Indonesia
Pertanian. 18 (2) : 71-78
Silaban, R Panggabean., Rahmadani dan Timotius A.S. 2013. Studi
Pemanfaatan Enzim Papain Getah buah Pepaya untuk Melunakkan
daging. Jurnal Pendidikan Kimia. 5 (2) : 55-64
Soeka., Yati Sudaryati., Joko Sulistyo dan Elidar Naiola. 2008. Analisis
Biokimia Minyk Kelapa Hasil Ekstraksi secara Fermentasi.
Biodiversitas. 9 (2) : 91-95
Standar Nasional Indonesia 7381. 2008. Minyak Kelapa Virgin (VCO). Jakarta :
BSN
Suaniti, Ni M., Manuntun Manurung dan Nadya Hartasiwi. 2014. Uji Sifat
Virgin Coconut Oil (VCO) Hasil Ekstraksi Enzimatis terhadap
Berbagai Produk Minyak Kelapa Publikasi. Jurnal Kimia. 8 (2) :
171-177
Susanto, Tri. 2012. Perbandingan Mutu Minyak Kelapa yang di Proses Melalui
Pengasaman dan Pemanasan. Jurnal Hasil Penelitian Industri. 26 (1)
: 1-9
Wardanai, Ika Erna. 2007. Uji Kualitas VCO berdasarkan cara pembuatan dari
proses pengadukan tanpa Pemancingan dan proses pengadukan
dengan pemancingan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Widayanti, Rahma Ayu. 2015. Pemanfaatan Kelapa Menjadi VCO (Virgin
Coconut Oil) sebagai Antibiotik Kesehatan dalam Upaya Mendukung
Visi Indonesia Sehat 2015. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Biologi 2015. Malang
Winarti, Sri., Jariyah dan Yudi Purnomo. 2007. Proses Pembuatan VCO (Virgin
Coconut Oil) secara Enzimatis Menggunakan Papain Kasar. Jurnal
Teknologi Pertanian. 8 (2) : 138-141
LAMPIRAN

Penimbangan ampas kelapa Penambahan air panas

Pengambilan santan Santan dimasukkan dalam galon

Galon didiamkan selama 30 menit Pengambilan krim


Penimbangan laru tempe Pemindahan santan ke dalam toples

Penambahan laru tempe ke dalam toples Pengadukan ragi tempe dengan santan

Hasil minyak VCO


Hasil inkubasi 24 jam
-

Anda mungkin juga menyukai