PENDAHULUAN
Lemak adalah salah satu sumber zat gizi makro yang dibutuhkan oleh
tubuh. Lemak merupakan suatu senyawa biomolekul, mempunyai sifat umum
larut dalam pelarut-pelarut organik seperti eter, kloroform dan benzen, tetapi tidak
larut dalam air. Lemak dan minyak yang kita kenal dalam makanan sehari-hari
sebagian besar terdiri dari senyawa yang disebut trigliserida atau triasilgliserol.
Senyawa ini merupakan ikatan ester antara asam lemak dan gliserol. Asam lemak
disusun oleh rangkaian karbon dan merupakan unit pembangun yang sifatnya
khas untuk setiap lemak. Ikatan antara karbon yang satu dengan yang lainnya
pada asam lemak dapat berupa ikatan jenuh dan dapat pula berupa ikatan tidak
jenuh (rangkap).
Berdasarkan strukturnya lemak mempunyai wujud cair dan padat. Wujud
padat dan cairnya lemak dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemak yang
terdapat di dalamnya. Lemak yang kandungan asam lemaknya terutama asam
lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar dan biasanya disebut
sebagai minyak, sedangkan yang kandungan asam lemaknya terutama asam lemak
jenuh akan berbentuk padat.
Titik cair suatu lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemak
penyusunnya, diantaranya panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk
cis atau trans pada asam lemak tak jenuh. Semakin panjang rantai C-nya maka
titik cair semakin tinggi. Sebaliknya, semakin banyak ikatan rangkap, maka titik
cair semakin rendah. Hal ini disebabkan ikatan rangkap antar molekul asam lemak
tak jenuh tidak lurus sehingga kurang kuat ikatannya. Adapun
bentuk trans menyebabkan titik cair lebih tinggi daripada asam lemak dalam
bentuk cis (Rohman dan Soemantri, 2007)
Asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam lemak atau minyak,
terutama dari sumber nabati, dapat mengalami perubahan atau kerusakan, baik
secara fisik atau kimia.5 Penyebab perubahan atau kerusakan ini antara lain
adalah karena proses oksidasi. Minyak yang mengandung asam lemak yang
banyak ikatan rangkapnya dapat teroksidasi secara spontan oleh udara pada suhu
ruang. Oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat kejenuhan
minyak, menyebabkan minyak menjadi tengik, dan terasa tidak enak. Proses
terjadinya ketengikan (rancidity) akan dipercepat apabila terdapat logam tertentu
seperti tembaga, seng, timah dan timbal dan apabila mendapat panas atau cahaya
penerangan. Asam lemak juga dapat mengalami perubahan karena dimasak pada
temperatur tinggi. Proses pemasakan pada temperatur tinggi ini menyebabkan
minyak mengalami pirolisis, yaitu suatu reaksi dekomposisi karena panas.
Pirolisis menyebabkan terbentuknya akrolein, yaitu senyawa yang bersifat racun,
dan dapat menyebabkan iritasi dengan bau khas lemak terbakar.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak dan minyak adalah senyawa lipida yang paling banyak di alam.
Perbedaan antara keduanya adalah perbedaan konsistensi/sifat fisik pada suhu
kamar, yaitu lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair. Perbedan
titik cair dari lemak disebabkan karena perbedaan jumlah ikatan rangkap, panjang
rantai karbon, bentuk cis atau trans yang terkandung di dalam asam lemak tidak
jenuh (Sartika,2008)
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh
dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada atau
tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap serta letak ikatan rangkap.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh
(saturated fatty acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap.
Sedangkan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut sebagai asam lemak
tidak jenuh (unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi Mono Unsaturated Fatty
Acid (MUFA) memiliki 1 (satu) ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) dengan 1 atau lebih ikatan rangkap (Sartika, 2008).
Tabel beberapa asam lemak yang terdapat di alam
Atom karbon
12
14
16
18
20
24
16
18
18
18
20
Nama umum
Asam lemak jenuh
Asam laurat
Mirastat
Palmitat
Stearat
Arakhidat
Lignoserat
Asam lemak tidak jenuh
Palmitoleat
Oleat
Linoleat
Linolenat
Arakhidonat
Titik lebur oC
44,2
53,9
63,1
69,6
76,5
86,0
-0,5
13,4
-5
-11
-49,5
(Lehninger, 1982)
Selama ini selain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, minyak sawit
diekspor dalam bentuk CPO. Untuk meningkatkan nilai ekonomis ekspor
komoditi ini, CPO perlu diolah menjadi produk lain yang mempunyai nilai
ekonomi lebih tinggi. Peningkatan produksi dan peningkatan nilai ekonomi CPO
melalui konversi menjadi produk yang bernilai ekonomi lebih tinggi, akan
memberikan dampak yang sangat berarti terhadap pendapatan masyarakat
Indonesia pada umumnya dan khususnya petani sawit. Salah satu cara
peningkatan nilai ekonomi minyak kelapa sawit adalah dengan proses hidrolisis
menjadi asam lemak dan gliserol yang bernilai jual lebih tinggi (Setyopratomi,
2012).
Komponen utama CPO adalah trigliserida dengan kandungan sampai 93%.
Kandungan gliserida yang lain dalam CPO adalah digliserida 4,5% dan
monolgliserida 0,9%. Selain itu, CPO juga mengandung pengotor seperti: asam
lemak bebas, dan gum dimana didalamnya terdapat phospolipid dan glikolipid.
Komponen asam lemak bebas utama penyusun CPO adalah palmitat (40-45%)
dan oleat (39-45%) (Herman, S., & Khairat, dalam Setyopratomo 2012).
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengolahan pangan, penelitian
mengenai minyak kelapa dapat meningkatkan nilai tambah serta fungsinya yang
sangat essensial. Hasil dari peneliti-an tersebut kini memunculkan suatu produk
yang mempunyai sifat dwi fungsi yakni sebagai minyak goreng berkualitas tinggi
dan sebagai obat anti-mikroba yang potensial. Produk ini mempunyai nilai tambah
yang tinggi, namanya adalah minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil), yang
merupakan minyak makan yang didapat tanpa mengubah sifat fisiko kimia
minyak dengan hanya perlakuan me-kanis tanpa pemakaian panas (Codex
Alimentarius Commission dalam Raharja dan Maya, 2005). Minyak ini hanya
dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengen-dapan, penyaringan
dan sentrifugasi saja. Bahan kimia dan pemanasan tinggi tidak diperbolehkan pada
saat refining (Raharja dan Maya,2005).
Standar APCC
0,915-0,920
1,4480-1,4492
Maks. 0,1-0,5
Maks 0,5
0,5
3
Jernih
Bebas baud an rasa tengik
(Raharja dan Maya, 2005)
Karakteristik
Titik padat (oC)
Titik cair (oC)
Berat jenis (kh/l)
Viskositas (cp)
Warna kuning
Warna merah
Ukuran
-20 s/d -10
-16 s/d -11
0,92
15,
20-35
2,5-5,0
(Richana dan suarni, 2008)
teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik (Ramdja, Lisa dan
Daniel, 2010).
III.
METODE PRAKTIKUM
IV.
A. Hasil
1. Pengaruh suhu ruang (270C)
Minyak Jagung
Warna
Kuning muda
Hasil Pengamatan
Bau
Agak berbau khas
Minyak sawit
Minyak VCO
Minyak Kedelai
jernih
Kuning jernih
Jernih bening
Agak kuning
Cair
Cair
Cair
Minyak Jelantah
jernih
Kuning keemasan
Berbau tengik
Cair agak
Jenis Minyak
jernih
Bentuk Akhir
Cair
kental
Hasil Pengamatan
Bau
Berbau khas
Minyak Jagung
Warna
Kuning muda
Bentuk Akhir
Cair, agak
Minyak sawit
jernih
Kuning jernih
Berbau khas
kental
Cair, agak
Minyak VCO
Putih sedikit
Berbau kelapa
kental
Padat sebagian
Minyak Kedelai
bening
Agak kuning
Berbau khas
kecil cair
Cair, agak
Minyak Jelantah
jernih
Kuning keemasan
Agak berbau
kental
Cair. Kental
jernih
tengik
B. Pembahasan
Pada praktikum kimia pangan tentang pengaruh suhu terhadap minyak,
bahan yang akan digunakan yaitu minyak VCO, minyak kelapa sawit, minyak
jagung, minyak kedelai dan minyak jelantah. Untuk mengetahui pengaruh
suhu terhadap minyak yang pertama dilakukan yaitu menempatkan kelima
sampel minyak tersebut kedalam tabung reaksi. Kemudian tabung reaksi yang
sudah berisi minyak diletakkan kedalam beaker glass berisi air.
Pada praktikum pengaruh suhu terhadap minyak, dilakukan dua perlakuan
suhu. Perlakuan pertama minyak diletakan pada suhu ruang (27C), dan
perlakuan kedua minyak diletakkan pada suhu dingin yaitu suhu dibawah
Pada suhu ruang (27oC) minyak jagung berfase cair dan begitu pula
ketika berada pada suhu dingin dibawah 5oC minyak jagung berfase cair
walaupun terlihat agak mengental tetapi sebenarnya fase tersebut adalah cair.
Kondisi tersebut sesuai dengan literatur karena kandungan utama minyak
jagung adalah asam lemak tidak jenuh yaitu linoleat dan linolenat. Kedua
asam lemak tersebut memiliki titik leleh yang rendah yaitu linoleat -5oC dan
linolenat -11oC (Lihnenger, 1982). Hal tersebutlah yang menyebabkan
minyak jagung tidak mengalami perubahan fase menjadi padat karena suhu
lingkungannya tidak lebih rendah dari titik leleh kandungan utama minyak
jagung.
Pada suhu ruang (27oC) minyak kedelai berfase cair dan begitu pula
ketika berada pada suhu dingin dibawah 5oC minyak kedelai berfase cair agak
sedikit kental. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Estiasih dkk
(2011), asam lemak yang mendominasi minyak dalam kedelai adalah asam
linoleat. 45,6%, asam palmitat 14,5%, stearat 2,41%, oleat 22,2, linolenat
7,68% dan tidak diketahui 7,48%. Karena kandungan utama minyak kedelai
adalah asam linoleat yang memiliki titik leleh -5o C (Lihnenger,1982) itulah
sebabnya minyak tidak mengalami perubahan fase padat. Kemungkinannya
ketika perendaman suhu rendah dilakukan, suhu lingkungan masih berada
diatas titik leleh minyak jagung sehingga tidak mengalami perubahan fase
menjadi padat.
Pada suhu ruang (27oC) minyak jelantah berfase cair namun ketika
berada pada suhu rendah dibawah 5oC minyak jelantah mengalami perubahan
fase menjadi kental. Karena minyak jelantah ini merupakan sisa dari proses
menggoreng minyak kelapa sawit, sehingga kandungan asam lemak
utamanya adalah asam palmitat. Sesuai dengan literatur bahwa titik leleh dari
asam palmitat 63,1oC sehingga seharusnya minyak jelantah berubah menjadi
padat. Belum berubahnya minyak jelantah menjadi padat diduga karena
waktu perendaman pada suhu dingin terlalu cepat sehingga dari hasil
praktikum baru mengalami proses kekentalan namun belum berubah menjadi
padat. Mungkin ketika perendaman lebih dari 10 menit minyak akan
mengalami perubahan menjadi padat.
Flavor atau bau pada minyak selain dapat terjadi secara alami juga dapat
terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai pendek sebagai hasil
penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Umumnya flavor ini
disebabkan bukan karena komponen minyak seperti pada bau khas minyak
kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari
minyak kelapa ditimbulkan oleh nonil meta keton.
Warna minyak mentah dapat berasal dari warna alamiah, yaitu warna yang
dihasilkan oleh aktivitas biologis tanaman penghasil minyak, maupun warna
yang didapat pada saat diproses untuk mendapatkan minyak dari bahan
bakunya (Ramdja, Lisa dan Daniel, 2010)
Warna minyak dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat yang terkandung
secara alamiah dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak
bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut diantaranya dan
karoten, xanthofil, klorofil dan antosianin. Warna orange atau kuning
disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Sedangkan
warna coklat dapat terbentuk karena aktivitas enzim serta akibat dari adanya
oksidasi yang menandakan penurunan kualitas minyak.
Menurut Ramdja, Lisa dan Daniel (2010) minyak sawit yang bagus tidak
berbau serta berwarna kuning bening dan jernih. Pada praktikum ini warna
dari minyak kelapa sawit baik pada suhu ruang atau suhu dingin sesuai
dengan literatur yaitu kuning jernih. Sedangkan baunya, minyak kelapa sawit
terdapat bau khas. Kondisi tersebut mungkin karena bau dari bahan dasar
minyak tersebut atau mungkin telalu lama dalam menyimpan sebelum
digunakan untuk praktikum sehingga baunya sudah mengalami perubahan.
Menurut Ramdja, Lisa dan Daniel (2010) minyak dari sisa proses
menggoreng berulang-ulang berbau tengik dan berwarna kuning keruh. Pada
praktikum ini warna dari minyak jelantah baik pada suhu ruang maupun suhu
dingin warnanya kuning keemasan jernih, Perbedaan dengan literatur tersebut
diduga karena minyak yang digunakan untuk praktikum ini belum terlalu
sering digunakan untuk menggoreng sehingga warnanya masih tetap seperti
pada awalnya. Untuk baunya sama seperti literatur pada suhu ruang berbau
tengik namun pada suhu dingin baunya sedikit menurun.
Menurut Andi (2005) VCO tidak berwarna atau jernih, tidak mudah tengik
tetapi beraroma khas kelapa dan tahan dua tahun. Pada praktikum ini ketika
direndam pada suhu ruang warna minyak sesuai dengan literatur yaitu jernih
bening begitu juga pada suhu dingin. Untuk baunya pun sesuai dengan
literatur yaitu khas kelapa ketika suhu ruang dan suhu dingin.
Menurut Thoha dan Arfan (2008), warna dari minyak kedelai adalah
kuning keputihan dan aroma yang dihasilkan oleh minyak kacang kedelai
adalah aroma khas dari aroma asam lemak tak jenuh yang terkandung di
dalam minyak kacang kedelai. Pada praktikum ini, warna yang dihasilkan
ketika direndam pada suhu ruang atau suhu dingin sesuai dengan literatur
yaitu kuning putih atau kuning jernih. Begitu pula pada aromanya yang khas
sesuai dengan literatur tersebut.
V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dan pengamatan mengenai pengaruh suhu pada minyak
kelapa sawit, minyak jagung, minyak kedelai, minyak VCO dan minyak jelantah
dapat disimpulkan :
1. Pada suhu ruang (27oC0 seluruh minyak berwujud cair. Pada suhu
dibawah 5oC, hanya minyak VCO saja yang berwujud padat sedangkan
minyak yang lainnya masih cair. Kondisi padat atau cair pada minyak
ditentukan oleh titik lelehnya. Titik leleh minyak ditentukan oleh jenis
asam lemak penyusunnya meliputi panjang rantai karbon, adanya ikatan
rangkap dan adanya bentuk cis atau trans. Semakin panjang rantai karbon
maka titik lelehnya akan semakin tinggi.
2. Warna pada minyak dapat disebabkan karena adanya pigmen dalam
minyak ( karoten, xhantofil, klorofil dan anthosianin). Selain itu
jugadisebabkan karena enzimatis serta oksidasi minyak dan pigmen. Pada
suhu ruang dan suhu dingin minyak VCO memiliki perbedaan dengan
minyak lainnya yaitu jernih bening pada suhu ruang dan putih sedikit
bening pada suhu rendah.
3. Bau dalam minyak bisa teradapat secara alami, juga terjadi akibat adanya
asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Pada
praktikum ini minyak jelantah mengalami penurunan bau tengik dan
minyak sawit mengalami peningkatan bau khas.
B. Saran
Setiap praktikan harus terlebih dahulu mempelajari teori dan prosedur
kerja dari praktikum tentang pengaruh suhu terhadap lemak agar lebih
mudah dalam melaksanakan praktikum.