Anda di halaman 1dari 19

1.

Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber yang dapat diperbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Karet merupakan kormofita
berbiji yakni tumbuhan yang menggunakan biji sebagai pembiakan generatif. Biji karet tertutup, tidak
dapat dilihat dari luar, biji karet tersebut terbungkus oleh buah karet. Tiap buah karet terdapat tiga
biji karet. Biji karet berwarna putih pada waktu muda dan berwarna kecoklatan diselingi putih setelah
tua. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain biji karet, KOH, H2SO4 dan metanol. Alat
yang digunakan labu leher tiga, water bath, kondensor, mixer dan oven. Preparasi minyak biji ka- ret
dengan menggunakan arang aktif granular sebesar 20% berat minyak. Penelitian ini meneliti variabel
berat katalis dan suhu reaksi pada reaksi esterifikasi terhadap yield metil ester akhir. Adapun variabel
yang diteliti: berat katalis H2SO4 0,25%; 0,5%; 1% dan 2% dan suhu reaksi 40oC, 45oC, 50oC, 55oC,
dan 60oC. Analisa %FFA dilakukan dengan menggunakan metode titrimetri. Gambar 2 hingga 5
menunjukkan penurunan %FFA selama reaksi esterifikasi untuk berbagai variabel suhu reaksi dan
jumlah katalis. cangkang kepiting dikeringkan dan ditumbuk sampai halus dengan menggunakan
mortar. Untuk menghilangkan kandungan protein pada cangkang kepiting, bubuk cangkang kepiting
direndam dengan larutan NaOH 1M selama 2 jam. Katalis HCl (perlakuan taraf : 1% dan 2% dari
bobot minyak) dilarutkan dalam metanol (perlakuan taraf rasio mol metanol : minyak = 10:1; 15:1;
dan 20:1). Penentuan taraf pada rasio molar metanol : minyak didasarkan pada pernyataan oleh
(Hevea & Estrans, 2010)

2. Pendahuluan
Kenaikan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberi dampak yang besar pada
perekonomian nasional, terutama dengan adanya kenaikan harga BBM. Kondisi tersebut mendorong
pemerintah membuat kebijakan mengenai energi terbarukan, seperti biodiesel.
Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi.
data yang di dapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan
tersedianya minyak mentah di Indonesia yaitu sekitar 9 milyar barrel dengan laju produksi rata-rata
500 juta barrel pertahun persediaan tersebut akan habis dalam waktu 18 tahun. Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap minyak bumi dan memenuhi persyaratan lingkungan global salah satu cara
adalah dengan mengembangkan bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Biodiesel salah satu bahan
bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak
diesel. Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui.
Biji karet memiliki kandungan minyak 40-50%-berat yang berpotensi sebagai bahan baku
dalam pembuatan biodiesel. Pemanfaatan bahan baku minyak nonedibel berharga murah akan
meminimalkan biaya produksi biodiesel sehingga diharapkan dapat dihasilkan biodiesel dengan yang
harga bersaing terhadap petrodiesel. Biodiesel menurunkan kadar asam lemak hingga  2% melalui
reaksi esterifikasi. Selanjutnya, minyak tersebut dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi.
Penelitian ini meneliti pengaruh katalis asam (H2SO4) dan suhu reaksi pada reaksi esterifikasi minyak
biji karet (Hevea Brasiliensis) menjadi Biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
tinggi suhu reaksi esterifikasi prosentase penurunan asam lemak semakin besar. tasi penurunan paling
cepat (berturut-turut mencapai 1,57 dan 1,33%FFA dalam 120 menit reaksi pada 55 ᵒC dan 60 ᵒC).
Sedangkan untuk berat katalis H2SO4 0,25%, 1% dan 2% prosentase penurunan asam lemak
cenderung berjalan lambat (pada waktu reaksi yang sama dan suhu reaksi 55 o C berturut-turut
mencapai 3,91; 3,16; dan 2,62%FFA (Free Fatty Acid) untuk 0,25%, 1% dan 2%-berat katalis).
Kondisi operasi yang memberikan yield crude FAME (Fatty Acid Methyl Ester) terbesar adalah suhu
reaksi esterifikasi 60 o C dan 0,5%-berat katalis H2SO4 . Kata kunci : biodiesel, esterifikasi berkatalis
asam, Hevea brasiliensis, minyak biji karet, transesterifikasi berkatalis basa.(Yuliani et al., 2008).
Biodiesel diperoleh dari reaksi minyak tanaman (trigliserida) dengan alkohol yang
menggunakan katalis basa pada suhu dan komposisi tertentu, sehingga dihasilkan dua zat yang
disebut alkil ester (umumnya metil ester atau sering disebut biodiesel) dan gliserol. Indonesia sebagai
negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah, banyak menyediakan sumber minyak
nabati. Salah satunya adalah biji karet.(Karya et al., 2015).
Katalis secara bersamaan dapat mengkatalisasi esterifikasi dan transferifikasi, menunjukan
toleransi yang jauh lebih tinggi terhadap FFA dan air di bandingkan katalis homogen dasar.
Teknologi Pemrosesan (NaOH dan KOH).Reaksi yang dikatalisis oleh asam homogen adalah
sekitar 4000 kali lebih lambat dari pada reaksi yang dikatalisis dengan basa homogen. Katalis asam
heterogen memiliki aktivitas yang kurang, tetapi mereka menguntungkan untuk bahan baku minyak
berkualitas rendah dengan FFA tinggi. Sekarang asam padat sintetik telah berjumlah ratusan spesies,
kebanyakan dari mereka dapat digunakan dalam reaksi esterifikasi dan transferifikasi. Asam padat
menjaga aktivitas stabil dan konservasi minyak atau lemak berkualitas rendah menjadi biodiesel.
Katalis asam padat yang dikembangkan saat ini diperkenalkan di bagian berikut: resin penukaran
kation (mis. Amberlyst-15 dan NR50),garam mineral (mis. Besi sulfat, zirkonium sulfat, tawas fosfat
dan zirkonium tungsten), asam padat dan katalis heteropolit asam.(Guo & Fang, 2012)
Kalsium oksida (CaO) merupakan oksida logam alkali tanah yang memiliki sifat basa yang
tinggi. kebasaan CaO yang tinggi menyebabkan oksida ini banyak dipakai sebagai katalis pada proses
transesterifikasi minyak menjadi biodiesel. Salah satu keunggulan dari CaO adalah berbentuk padat
sehingga mudah dipisahkan pada akhir reaksi dalam proses pembuatan biodiesel. CaO dapat
diperoleh secara komersial di pasaran, namun CaO komersial sulit didapat dalam keadaan murni dan
harganya relatif mahal. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut CaO dari sumber alami
merupakan upaya dalam mendayagunakan limbah. Sumber-sumber alami seperti batu kapur, tulang
hewan, dan cangkang banyak mengandung CaCO3 dan selanjutnya dapat didekomposisi menjadi
CaO pada suhu tertentu. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperoleh CaO dari sumber
alami tersebut.(Astuti, Simpen, & Suarsa, 2019)

3. Biji Karet
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet di dunia. Pusat penanaman karet ada di
Pulau Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Lampung, Bengkulu, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan. Dalam skala yang lebih kecil Perkebunan Karet didapatkan pula di Jawa,
Kalimantan dan Daerah Indoneia Timur. Luas areal tanam di Luas areal tanam di Indonesia pada
tahun 2004 mencapai 2,3 juta Ha yang mayoritas dimiliki oleh rakyat.
Sistematika urutan taksa dari karet adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Havea
Spesies : Havea Brasiliensis

Karet merupakan kormofita berbiji yakni tumbuhan yang menggunakan biji sebagai pembiakan
generatif. Biji karet tertutup, tidak dapat dilihat dari luar, biji karet tersebut terbungkus oleh buah
karet. Tiap buah karet terdapat tiga biji karet. Biji karet berwarna putih pada waktu muda dan
berwarna kecoklatan diselingi putih setelah tua. Bagian dalam biji berwarna putih dan berbelah dua.
Biji karet dan kacang tanah mengandung asam – asam lemak yang bermanfaat bagi kesehatan.
Kandungan asam lemak dalam biji karet dan kacang tanah disajikan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Biji Karet dan Kacang Tanah (Swern, 1964)
Jenis asam Komposisi (%)
Biji Karet Kacang
Tanah
Palmitat (CH3(CH2)14COOH) 9-12 6-9
Stearat (CH3(CH2)16COOH) 5-12 3-6
Arachidat (CH3(CH2)18COOH) 1 2-4
Oleat (cis-9-octadecenoid acid) 17-21 23-71
Linoleat (omega 6) 35-38 13-27
Linolenat (omega 3) 21-24 -
Komposisi kimia biji karet (bungkil) disajikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Biji Karet (Bungkil) tiap 100 g bydd (Nio, 1992).
Keterangan Komposisi
Bydd 100 %
Energi 374 kalori/1474
Air 12 g
Protein 29,3
Lemak 3,3 g
Karbohidrat 50 g
Mineral 5,4 mg
Kalsium 102 mg
Fosfor 660 mg
Besi 12 mg
Aktivasi Retinol 0 mg
Thiamine 0,1 mg
Asam Askorbat 0 mg

Keterangan :
Bydd : bagian yang dapat dimakan
Aktivasi Retinol : preformed vitamin A

Tabel Asam Lemak tahun 2018(Ulfah et al., 2018)


Asam lemak komposisi minyak biji karet (RSO)
Asam palmiat Asam stearate Asam oleat C Asam linoleat Asam linoleat ref
C 16:0 C 18:0 18:1 C 18:2 C18:3
10.2 8.7 24.6 39.6 16.3 [8]
0.23 35.85 12.7 52.85 - [9]
10.102 10.704 25.605 37.054 15.099 [10]
13.11 12.66 39.45 33.12 - [11]
19.3 3.9 23.7 37.9 15.1 [12]
9.1 5.6 24.0 46.2 14.2 [13]

4. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari
sumber yang dapat diperbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Proses transesterifikasi lipid
digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak
bebas. Biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan
dapat digunakan sebagai alternatif penganti solar atau sebagai penambah untuk diesel petroleum dan
meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas (Darnoko
& Cheryan, 2000).Dari hasil penelitian ini diperoleh rendemen kernel sebanyak 53% dari biji karet.
Sedangkan minyak dalam kernel yang dapat di pungut maksimum 56% dari berat kernel.
Karakteristik biodiesel sesuai dengan sesuai yang distandarisasikan yaitu densitas 0,865 g/ml, angka
asam 0,49, angka iod 62,88, kadar ester 97,2%, flash point 178ᵒC dan panas pembakaran 16183 j/g

5. Proses Trasnferifikasi dan esterifikasi Minyak Biji karet menjadi Biodiesel

Pembuatan Biodiesel katalis KOH


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain biji karet, KOH, H2SO4 dan metanol.
Alat yang digunakan labu leher tiga, water bath, kondensor, mixer dan oven. Preparasi minyak biji
ka- ret dengan menggunakan arang aktif granular sebesar 20% berat minyak. kemudian dilakukan
proses degumming menggunakann asam fosfat 20% sebesar 0,2% volume minyak. reaksi esterifikasi,
dilaksanakan pada kondisi operasi 50ᵒC selama 1 jam, katalis asam sulfat (98%) sebesar 0,5% volume
minyak, dan metanol sebesar 20% volume minyak. Reaksi transesterifi kasi dilaksanakan pada
kondisi operasi variasi katalis KOH 0,5% - 1,5% dan suhu 30ᵒC – 70ᵒC selama 1 jam, serta
perbandingan volume minyak dan metanol sebesar 4:1. Analisis kadar metil ester yang terbentuk,
jumlah komponen, dan kompo- sisinya yang terdapat pada senyawa hasil dengan menggunakan alat
GC. Transesterifi kasi dengan Variasi Katalis KOH Optimasi reaksi transesterifi –kasi.pembuatan
biodiesel dari minyak biji karet dilakukan dengan mereaksikan antara mi- nyak biji keret dan metanol
dengan bantuan katalis KOH. Dalam operasi reaksi, digunakan variasi optimasi katalis yaitu pada
0,5% - 1,5% KOH sedangkan suhu- nya dibuat tetap pada 600ᵒC. Pemeriksaan konversi metil ester
dilakukan mengguna- kan alat GC. Kondisi kerja alat GC ini di- lakukan menggunakan jenis detektor
FID, jenis kolom yang digunakan adalah HP5, suhu detektor 300ᵒC, suhu injektor 280ᵒC, gas
pembawanya adalah Helium, serta jumlah sampel yang diinjeksikan adalah 0,2 mikro liter.
Penambahan katalis KOH berfungsi untuk mempercepat reaksi, hal ini dapat dilihat dalam Tabel 2.
Secara umum, kenaikan konsentrasi katalis akan
Tabel 2. Hasil Optimasi pada Variasi Katalis
No Volume suhu Jumlah Konsentrasi
metanol:minyak katalis koh metil eter
1 1:4 60ᵒC 0,5% 63,4943
2 1:4 60ᵒC 0,75% 78,4799
3 1:4 60ᵒC 1,00% 81,6982
4 1:4 60ᵒC 1,25% 76,4372
5 1:4 60ᵒC 1,50% 49,9122

Gambar 1. Grafik Hubungan Jumlah Katalis dengan Konsentrasi Metil Ester

menurunkan energi aktifasi untuk reaksi kimia, sehingga meningkatkan jumlah molekul yang
teraktifkan dan bereaksi membentuk metil ester. Pada penelitian yang dilakuan Azis (2005:33-35)
terhadap transesterifikasi minyak jelantah dengan menggunakan katalis KOH dida- patkan hasil
konversi metil ester optimum pada konsentrasi katalis 1% dengan suhu reaksi 60ᵒC. Pada penelitian
yang telah dilaku-
kan dengan variasi katalis dan suhu dibuat tetap 60ᵒC, didapatkan konversi metil
ester optimum pada konsentrasi katalis 1% berat minyak. Pada konsentrasi dari 1% menuju 1,25%
dan 1,5%, terjadi pe- nurunan konsentrasi konversi metil ester. Hal ini disebabkan terjadi reaksi
samping antara katalis KOH dengan minyak yang dikenal dengan saponifikasi yang
menyebabkan hasil penyabunan berupa sur- faktan menghalangi kontak antara minyak dan metanol,
akibatnya kecepatan reaksi dan konversi metil ester yang dihasilkan menurun.

Kesimpulan:
Dari hasil penelitian ini dapat di-ambil kesimpulan sebagai berikut:
Hasil terbaik dalam variasi katalis KOH dan suhu pada reaksi transesterifi-kasi minyak biji karet menjadi metil
ester adalah pada katalis KOH 1% dan suhu 600C.Uji sifat-sifat fisis metil ester mem-berikan hasil belum semua
memenuhi mutu sifat fisis biodiesel yang disyaratkan.

Pembuatan biodiesel dengan katalis H2SO4


pada penelitian ini memiliki kandungan asam lemak cukup tinggi, 16% sehingga perlu
dilakukan reaksi esterifikasi untuk menurunkan kandungan asam lemak sebelum dilakukan reaksi
transesterifikasi. Menyebutkan bahwa minyak berkandungan asam lemak tinggi (>2%-FFA) tidak
sesuai digunakan untuk bahan baku pada reaksi transesterifikasi. Perlu dilakukan reaksi dua tahap
yaitu esterifikasi dan transesetrifikasi guna menurunkan kandungan asam lemak hingga <2%.
Mengingat bahan baku minyak dengan kandungan asam lemak tinggi jika digunakan sebagai bahan
baku pada reaksi transesterifikasi yang berkatalis basa, maka asam lemal akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun melalui reaksi penyabunan, sehingga efektifitas katalis akan menurun karena
sebagian katalis bereaksi dengan asam lemak. Selain itu, kondisi tersebut akan menurunkan yield
ester dan mempersulit proses pemisahan. Penelitian ini memilih metanol sebagai jenis alkohol
pereaktannya mengingat metanol adalah senyawa alkohol berantai karbon terpendek dan bersifat
polar. Sehingga dapat bereaksi lebih cepat dengan asam lemak, dapat melarutkan semua jenis katalis
(baik basa maupun asam) dan lebih ekonomis .

Penelitian ini meneliti variabel berat katalis dan suhu reaksi pada reaksi esterifikasi terhadap
yield metil ester akhir. Adapun variabel yang diteliti: berat katalis H2SO4 0,25%; 0,5%; 1% dan 2%
dan suhu reaksi 40oC, 45oC, 50oC, 55oC, dan 60oC. Analisa %FFA dilakukan dengan menggunakan
metode titrimetri. Gambar 2 hingga 5 menunjukkan penurunan %FFA selama reaksi esterifikasi untuk
berbagai variabel suhu reaksi dan jumlah katalis.
Gambar 2. Penurunan %FFA
pada reaksi esterifikasi (molar
ratio minyak:methanol = 1:6;
katalis H2SO4 0,25%-berat) pada
berbagai suhu reaksi

Gambar 3. Penurunan %FFA


pada reaksi esterifikasi (molar
ratio minyak:metanol = 1:6;
katalis H2SO4 0,5%-berat) pada
berbagai suhu reaksi
Gambar 4. Penurunan %FFA
pada reaksi esterifikasi (molar
ratio minyak:methanol = 1:6;
H2SO4 1% berat) pada berbagai
suhu reaksi
Gambar 5. Penurunan %FFA pada
reaksi esterifikasi (molar ratio
minyak:methanol = 1:6; katalis H2SO4
2%-berat) pada berbagai suhu reaksi
(Yuliani et al., 2008)

Kesimpulan:
1. pada tahap esterifikasi, semakin tinggi suhu reaksi maka penurunan %FFA semakin cepat
prosantase penurunan.FFA paling cepat(<2%) terjadi pada jumlah katalis H2SO4 0,5%
dengan waktu 120 menit (tercapai 1,33% FFA di akhir reaksi)
2. prosentase penurunan pada reaksi esterifikasi mempengaruhi perolehan yield crude FAME.
Semakin cepat penurunan%FFA maka perolehan yield FAME akan semakin besar
meningkat. Kondisi yield crude FAME terbesar (88,839) diperoleh pada suhu 60ᵒC dan
jumlah katalis H2SO4 0,5%

Pembuatan biodiesel menggunakan katalis Cangkang


kepiting,(CaO)
Preparasi dan Modifikasi Cangkang Kepiting
Cangkang kepiting yang diperoleh dari limbah rumah makan Kampoeng Kepiting dibersihkan
terlebih dahulu dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kemudian
cangkang kepiting dikeringkan dan ditumbuk sampai halus dengan menggunakan mortar. Untuk
menghilangkan kandungan protein pada cangkang kepiting, bubuk cangkang kepiting direndam
dengan larutan NaOH 1M selama 2 jam. Setelah direndam, bubuk cangkang kepiting dinetralisasi
menggunakan aquades, serbuk cangkang dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 2 jam
dan disimpan dalam desikator. Kalsinasi dilakukan dalam furnace pada suhu 800oC selama 5 jam.
Kemudian untuk mendapatkan cangkang yang halus, serbuk cangkang diayak dengan ayakan 100
mesh.Ditimbang katalis hasil kalsinasi disuspensikan ke dalam 200 mL akuades dan larutan KOH
25 mL dicampurkan ke dalam suspensi tersebut (%kalium : 5%). Campuran diaduk selama 3 jam
dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 120°C selama ±24 jam. Katalis yang dihasilkan
dikalsinasi pada suhu 600ºC selama 5 jam untuk mengubah bentuk hidroksida menjadi bentuk
oksida (Niju et al., 2014). Katalis hasil impregnasi yang dihasilkan diberi kode CK-5%.
Selanjutnya, katalis dikarakterisasi sifat kebasaan permukaannya dengan titrasi asam basa,
karakterisasi luas permukaan spesifik dengan BET, identifikasi gugus-gugus fungsi dengan FTIR
dan karkterisasi morfologi dan kelimpahan unsur dengan SEM-EDS

Penentuan kadar FFA


Sebelum dipakai sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, minyak biji karet yang
dihasilkan dari hasil ekstraksi dari biji karet, dianalisis untuk mengetahui kandungan asam lemak
bebas yang ada di dalamnya. Sampel minyak biji karet ditambah 2,5 gram dengan etanol 96% dan
indikator fenolftalein, dititrasi dengan larutan KOH hingga berubah warna menjadi merah jambu.
Volume KOH yang dibutuhkan dicatat untuk kemudian dipakai dalam menentukan kandungan
asam lemak bebas pada sampel minyak biji karet.

Analisis metil ester dengan GC-MS


Biodiesel yang dihasilkan pada kondisi optimum diidentifikasi dengan menggunakan kromatgrafi
gas-spektrometri massa (GC-MS).

Uji aktivitas katalis:


Reaksi Esterifikasi
Proses esterifikasi dilakukan dengan metode refluks menggunakan katalis H2SO4. Katalis
H2SO4 dengan persen berat katalis terhadap minyak yaltu 1% terhadap berat minyak dicampurkan
ke dalam metanol dengan rasio molar minyak:metanol 1:6 sambil diaduk selama 2 jam. Reaksi
dilakukan pada rentang suhu 40-60oC. Setelah reaksi selesai, pemanasan dihentikan dan hasil
reaksi dibiarkan mendingin,kemudian ditimbang beratnya sebelum dipindahkan ke dalam corong
pisah. Produk yang dihasilkan, dibiarkan dalam corong pisah sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan
bagian atas adalah produk hasil esterifikasi dan lapisan bawah adalah gliserol dan katalis. Lapisan
atas dipisahkan dari lapisan gliserol dan katalis untuk selanjutnya dilakukan reaksi
transesterifikasi.
Reaksi Transesterifikasi
Hasil terbaik dari reaksi esterifikasi ,kemudian dilanjutkan pada proses transferifikasi,
digunakan katalis basa heterogen CaO termodifikasi K2O. Proses transferifikasi dilakukan dengan
mencampurkan katalis dengan variasi persen berat katalis (1,3 dan 5% terhadap berat minyak) ke
dalam methanol dengan rasio molar minyak metanol 1:6, 1:9, dan 1:12. Reaksi dilakukan pada
suhu 60oC selama 60 menit dengan pengadukan konstan. Setelah reaksi selesai, pemanasan
dihentikan dan hasil reaksi dibiarkan mendingin untuk kemudian ditimbang beratnya sebelum
dipindahkan ke dalam corong pisah.

Produk yang dihasilkan dibiarkan dalam corong pisah selama 12 jam sampai terbentuk 2
lapisan. Lapisan bagian atas merupakan produk (biodiesel) dan lapisan bawah merupakan lapisan
gliserol dan katalis. Lapisan atas dipisahkan dari lapisan bawah kemudian disaring hingga
diperoleh hasil yang jernih. Selanjutnya didestilasi pada temperatur 65oC untuk menghilangkan
sisa metanol. Biodiesel yang dihasilkan kemudian ditimbang dan dihitung yield-nya dengan
rumus:
Yield biodiesel =

Kebasaan Permukaan Katalis


Penentuan kebasaan katalis ditentukan dengan cara titrasi asam-basa. Hasil penentuan
kebasaan permukaan dan jumlah situs aktifnya ditunjukan pada Tabel 1
Tabel 1. Nilai kebasaan permukaan dan jumlah situs aktif katalis
Jenis katalis Kebebasan permukaan Jumlah situs aktif

(mmol g-1) (atom g-1)


CK0 1,0428 ± 0 6,2797 x 1020
CK5 18,8314± 0 1,1340 x 1020

Modifikasi cangkang kepiting dengan KOH mampu meningkatkan nilai kebasaan


permukaan dari cangkang kepiting (Tabel 1). Kenaikan nilai kebasaan permukaan berpengaruh
terhadap nilai situs aktif basa. Cangkang kepiting sebelum modifikasi memiliki kebasaan
permukaan dan situs aktif basa sebesar 1,0428 mmol g-1 dan 6,2797 x 1020 atom g-1.
Sedangkang setelah mengalami modifikasi KOH dengan persentase K 5% mengalami peningkatan
menjadi 18,8314 mmol g-1 dan jumlah situs aktif sebesar 1,1340 x 1020 atom g -1. Peningkatan situs
basa ini didukung oleh Mulyani (2013) yang meneliti bahwa pengembanan KOH ke dalam
Karakterisasi Gugus-gugus Fungsi Katalis dengan FTIR
Analisis FTIR dilakukan pada bilangan gelombang 4000-500 cm-1. Gambar 1. (a) dan
(b). Pada kedua sampel yang dianalisis menunjukkan adanya pita OH di daerah sekitar 3600 cm-1
, pita CH di 2300-2900 cm-1 , pita O-C-O stretching dari karbonat muncul pada kedua sampel di
bilangan gelombang 1543,05 cm-1 dan diperkuat oleh hadirnya puncak pada 1051,2 cm-1, serta
pita Ca-O pada daerah sekitar 400 cm-1 .
CaO akan meningkatkan kebasaan. Sifat basa pada katalis sangat penting dalam pembuatan agar
reaksi dapat berlangsung secara optimal (Udayana & Kim, 2018)

Karakterisasi Luas Permukaan


Karakteristik luas permukaan spesifik ini penting karena aktivitas katalis sangat berkaitan
dengan fenomena adsorpsi, dimana makin besar luas permukaan spesifik, maka makin banyak zat
yang teradsorpsi. Karakteristik luas permukaan ditentukan dengan metode BET. Luas permukaan
spesifik katalis ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas permukaan spesifik katalis cangkang kepiting termodifikasi KOH dan kontrol

Jenis Katalis Luas permuakaan


spesifik (m2 g-1)
CK0 25,594
CKS 25,877

Hasil karakterisasi luas permukaan spesifik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas
permukaan spesifik cangkang kepiting tanpa modifikasi (CK0) sebesar 25,594 m2g-1. Setelah
modifikasi dengan kalium luas permukaan menjadi 25,877 m2g-1. Hal ini menunjukkan bahwa
luas permukaan kedua sampel relatif sama. Hal ini disebabkan pendistribusian logam K pada
permukaan katalis yang tidak merata sehingga tidak semua pori pada katalis tertutupi serta
menyebabkan tidak terjadi kenaikan maupun penurunan luas permukaan spesifik pada katalis.

Serapan gugus OH muncul sangat tajam pada bilangan gelombang 3934,78 cm-1. Gugus
OH dengan puncak yang tajam merupakan karakteristik dari CaO (Astuti et al., 2019)Adanya
gugus OH dari Ca(OH)2 dengan karakteristik puncak yang tajam di daerah 3639,68 cm-1
dimungkinkan berasal dari molekul air yang teradsorb pada permukaan CaO, dimana CaO dikenal
bersifat higroskopis sehingga sangat mudah menyerap uap air dari udara (Talha & Sulaiman, 2016)

Kesimpulan
Modifikasi cangkang kepiting dengan KOH telah mampu meningkatkan sifat kebasaan dan
jumlah situs aktif, sehingga mampu mengkonversi minyak biji karet menjadi biodiesel dengan
yield 91,05% pada konsentrasi katalis 3% dan rasio molar minyak:metanol. adalah 1:9. Kandungan
metil ester pada biodiesel yang dihasilkan, yaitu metil stearat, metil linoleat, metil linolenat, dan
metil palmitat.

Pembuatan biodiesel menggunakan katalis HCl


Penelitian utama meliputi proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak biji karet
untuk membuat biodiesel, analisis biodiesel minyak biji karet hasil proses estrans terpilih,
serta perbandingan hasil analisis biodiesel yang terpilih dengan standar.
Esterifikasi
Reaksi esterifikasi diawali dengan mengisi labu leher tiga dengan 100 gram minyak biji
karet, kemudian dipanaskan di atas hot plate stirrer hingga suhu minyak berkisar 55-60 oC. Katalis
HCl (perlakuan taraf : 1% dan 2% dari bobot minyak) dilarutkan dalam metanol (perlakuan taraf
rasio mol metanol : minyak = 10:1; 15:1; dan 20:1). Penentuan taraf pada rasio molar metanol :
minyak didasarkan pada pernyataan oleh (Hevea & Estrans, 2010),bahwa reaksi esterifikasi
dengan katalis asam terhadap minyak dengan FFA yang tinggi pada suhu 60 oC memerlukan
perbandingan jumlah alkohol : minyak sebesar 20:1. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
digunakan 3 taraf rasio mol metanol : minyak, yakni 10:1; 15:1; dan 20:1, dimana taraf tertinggi
disesuaikan dengan dasar pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya. Penggunaan taraf di bawah
rasio mol metanol : minyak (20:1), yakni 10:1 dan 15:1 dimaksudkan untuk mengetahui apakah
dengan perbandingan tersebut sudah mampu memperoleh kondisi
perlakuan yang terbaik. Setelah metanol dan katalis HCl dicampurkan, kemudian campuran
tersebut dimasukkan ke dalam labu leher tiga berisi minyak biji karet, kemudian proses
esterifikasi dilakukan selama waktu yang telah ditentukan (perlakuan waktu : 60 menit dan
120 menit). Setelah melalui proses esterifikasi, dilakukan penyaringan produk yang didapat
dengan menggunakan kapas untuk menyaring kotoran-kotoran padat yang mungkin
terbentuk selama reaksi. Perlakuan yang menghasilkan bilangan asam yang rendah dan
memenuhi standar dijadikan sebagai kondisi perlakuan terpilih dan akan dilanjutkan pada
reaksi transesterifikasi.

Transesterifikasi
Perlakuan terbaik dari reaksi esterifikasi sebelumnya, kemudian dilanjutkan proses
transesterifikasi selama (perlakuan waktu : 30 menit dan 60 menit) dalam kisaran suhu yang
sama dengan proses esterifikasi, hanya saja dalam proses transesterifikasi digunakan katalis
basa berupa NaOH (0,5 % dari bobot minyak) dan rasio mol metanol dengan minyak (taraf
perlakuan 4:1; 6:1; dan 8:1). Seperti halnya pada reaksi esterifikasi, penentuan taraf rasio
mol metanol : minyak pada penelitian ini, juga ditentukan berdasarkan pernyataan Gerpen
et al, (2004), dimana reaksi transesterifikasi dapat berjalan sempurna dengan penggunaan
perbandingan metanol terhadap minyak, yakni 6:1. Penggunaan taraf rasio mol metanol :
minyak yang lebih kecil (4:1) dan lebih besar (8:1) dari 6:1, dimaksudkan untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap parameter yang diukur. Setelah proses transesterifikasi selesai, maka
selanjutnya dilakukan proses pencucian biodiesel dengan cara mengendapkannya selama
±12 jam, kemudian dilakukan pemisahan antara gliserol dan metil ester. Selanjutnya metil
ester (biodiesel) yang diperoleh dibersihkan dari sisa katalis dengan air yang mengandung
asam lemah (CH3COOH), lalu dibilas dengan air hangat sampai air buangan mencapai pH
netral (6-7). Diagram alir proses pembuatan biodiesel melalui proses estrans dalam
penelitian ini.
Karakterisasi Biodiesel dan Perbandingannya dengan Standar
Biodiesel hasil proses estrans terpilih, selanjutnya dilakukan analisis
(karakterisasi). Analisis yang dilakukan diantaranya adalah bilangan asam, FFA, viskositas
kinematik pada suhu 40 o C, densitas pada suhu 15 o C, bilangan penyabunan, bilangan ester
teoritis, dan titik nyala kemudian hasil analisis yang diperoleh dibandingkan dengan standar
biodiesel.

Kesimpulan
Kondisi perlakuan terpilih pada reaksi esterifikasi pada penelitian ini, yakni pada perlakuan
A1B2C3 (konsentrasi HCl 1 %, waktu reaksi 120 menit, dan rasio mol metanol : minyak = 20 : 1),
dimana bilangan asam yang dihasilkan sebesar 0,32 mg KOH/g sampel. Kondisi perlakukan
terpilih pada reaksi transesterifikasi adalah perlakuan A1B2 (waktu reaksi 30 menit dan rasio mol
metanol : minyak = 6 : 1), dimana nilai viskositas kinematik pada suhu 40 ºC sebesar 4,77 cSt,
rendemen biodiesel sebesar 74,51 %, dan bilangan asam sebesar 0,22 mg KOH/g sampel.
6. Daftar Pustaka

Astuti, N. K. D., Simpen, I. N., & Suarsa, I. W. (2019). TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI
KARET (Hevea brasiliensis) MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG
KEPITING LIMBAH SEAFOOD TERMODIFIKASI K2O. Jurnal Kimia.
https://doi.org/10.24843/jchem.2019.v13.i01.p01
Darnoko, D., & Cheryan, M. (2000). J9574. 1263–1267.
Guo, F., & Fang, Z. (2012). Biodiesel Production with Solid Catalysts. Biodiesel - Feedstocks
and Processing Technologies. https://doi.org/10.5772/25602
Hevea, K., & Estrans, P. (2010). Sintesis dan karakterisasi biodiesel dari minyak biji karet (.
Karya, L., Ilmiah, T., Ningsih, Y., Sari, A. L., Nuriyah, T., Islam, U., … Kasim, S. (2015).
Pemanfaatan biodiesel dari biji karet sebagai energi terbarukan ramah lingkungan karya
tulis ilmiah.
Talha, N. S., & Sulaiman, S. (2016). Overview of Catalysts in Biodiesel Production. 11(1), 439–
448.
Udayana, U., & Kim, J. (2018). p-ISSN 1907-9850 e-ISSN 2599-2740. 12(Fea I), 1–8.
Ulfah, M., Mulyazmi, M., Burmawi, B., Praputri, E., Sundari, E., & Firdaus, F. (2018). Biodiesel
production methods of rubber seed oil: A review. IOP Conference Series: Materials Science
and Engineering, 334(1). https://doi.org/10.1088/1757-899X/334/1/012006
Yuliani, F., Primasari, M., Rachmaniah, O., Rachimoellah, M., Biomassa, L., & Kimia, J. T.
(2008). Pengaruh Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada Reaksi Esterifikasi Minyak
Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia, 3(1), 171–177.

Anda mungkin juga menyukai