Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Buah Alpukat

Gambar 1. Tanaman Buah Alpukat

Klasifikasi tanaman alpukat termasuk ke dalam tata nama

menurut (Permadi, Adi 2012) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnolipilihanda

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea Americana, Mill

5
6

Pohon buah dari Amerika Tengah ini tumbuh liar di hutan-

hutan. Banyak juga ditanam di kebun dan di pekarangan yang

lapisan tanahnya gembur dan subur serta tidak tergenang air. Walau

dapat berbuah di dataran rendah, tapi hasil akan lebih memuaskan

bila ditanam pada ketinggian 200 - 1.000 m dpl, di daerah tropik dan

subtropik yang banyak curah hujannya.

Pohon kecil, tinggi 3 - 10 m, barakar tunggang, batang

berkayu, bulat, warnanya coklat kotor, banyak bercabang, ranting

berambut halus. Daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5 – 5

cm, kotor, letaknya berdesakan diujung ranting, bentuknya jorong

sampai bundar telur memanjang , tebal seperti kulit, ujung dan

pangkal runcing, tepi rata kadang agak menggulung keatas,

bertulang menyirip, panjang 10 - 20 cm, lebar 3 - 10 cm. Daun

mudanya berwarna kemerahan dan berambut rapat, sedangkan daun

tua warnanya hijau dan gundul.

Bunganya majemuk, berkelamin dua, tersusun dalam malai

yang keluar dekat ujung ranting, warnanya kuning kehijauan.

Buahnya buah buni, berbentuk bola atau bulat telur, panjang 5-20

cm, warnanya hijau atau hijau kekuningan, berbintik-bintik, ungu

atau ungu sama sekali berbiji satu, daging buah jika sudah masak

lunak, warnanya hijau, kekuningan, biji bulat, diameter 2,5– 5 cm,

keping biji putih kemerahan. Buah alpukat yang masak daging

buahnya lunak, berlemak biasanya dimakan sebagai es campur atau


7

juice. Minyaknya untuk keperluan kosmetik. Perbanyakan dengan

biji, cara okulasi dan cara enten (Permadi Adi, 2012).

2.1.1 Nama Lain

Latin Persea gratissima Gaertn, Inggris avocado, Jawa

apokat, avokat, plokat, Sunda apuket, alpuket, jambu wolanda,

Sumatra pokat, apokat, alpokat, avokat, advokat (Arisandi, 2008).

2.1.2 Manfaat Buah Alpukat

Alpukat dapat dimanfaatkan untuk melindungi tubuh dari

penyakit yang berhubungan dengan kolesterol, tekanan darah dan

jantung, bermanfaat dalam pencegahan dan pengobatan kanker

prostat dan kanker payudara. Para peneliti telah membuktikan bahwa

racun yang terdapat didalam alpukat mampu membunuh sel

penyebab kanker, alpukat banyak mengandung mineral misalnya

potasium, kalsium, vitamin C, vitamin K, dan serat yang baik untuk

diet, potasium dalam alpukat di dalam alpukat bermanfaat

menurunkan tekanan darah, sodium dalam alpukat dapat mengurangi

resiko tekanan darah tinggi dan stroke, meningkatkan kemampuan

tubuh dalam menyerap karotenoid, dapat mengobati penyakit yang

berhubungan dengan pencernaan dan peredaran darah, mengatasi

tumit kering dan pecah-pecah, mengatasi mata lelah, menghitamkan


8

rambut, mengatasi batu ginjal, mengatasi sakit punggung dan

mengatasi sariawan (Widodo, 2010).

2.1.3 Kandungan Gizi Tanaman

Alpukat memiliki kandungan gizi sebagai berikut :

Zat Gizi Jumlah Zat Gizi


Lemak 6,5 gram
Kalori 85,0 kal
Protein 0,9 gram
Karbohidrat 7,7 mg
Vitamin A 180,0 mg
Vitamin B1 0,05 mg
Vitamin C 13,0 mg
Zat besi 0,9 S.I
Fosfor 20,0 mg
Kalsium 10,0 mg
Air 84,3 gram

Alpukat tidak hanya memiliki kandungan gizi saja, alpukat

juga memiliki berbagai macam kandungan kimia diantaranya buah

dan daunnya yang mengandung saponin, alkaloid dan flavonoid

selain itu daunnya juga mengandung polifenol, quersetin dan gula

alkaloid.

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai

obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan

lain, atau bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan

menjadi 3 yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia

pelikan (mineral). Simplisia nabati yaitu simplisia yang berupa


9

tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang

secara spontan keluar dari tanaman dengan cara tertentu yang masih

belum berupa zat kimia murni). Simplisia hewani yaitu simplisia

yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna

yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Dan

simplisia pelikan (mineral) yaitu simplisia yang berupa mineral yang

belum di olah atau di olah dengan cara sederhana dan belum berupa

zat kimia murni (DepKes RI, 1979).

2.3 Ekstraksi dan Ekstrak

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan

pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang

dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,

protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai

simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid,

flavonoid, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut

terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (DepKes

RI, 2000).
10

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM,

1995).

2.3.1 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan

pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat

berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.

Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Depkes RI, 2000).

Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama

tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut Karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan

yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan

penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan


11

penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan

dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana.

Sedangkan kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk

mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih

banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur

keras.

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Dasar

dari maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang

rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan. Selesai waktu maserasi,

artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel

dengan masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera

berakhir. Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan

berulang-ulang. Upaya ini menjamin keseimbangan konsentrasi bahan

ekstraksi yang lebih cepat didalam cairan (Voight, 1994).

2.4 Masker

Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan pada tahapan

terakhir dalam tindakan perawatan kulit wajah. Ciri-ciri masker wajah yaitu

dapat dioleskan pada kulit wajah, menimbulkan rasa kencang pada kulit dan

terdapat unsur zat yang bermanfaat untuk kulit. Di pasaran terdapat banyak

jenis-jenis masker yang ditawarkan, ditawarkan masker bubuk, masker

krim, dan masker gel (Septiani, 2014).


12

Masker bentuk gel mempunyai beberapa keuntungan diantaranya

penggunaannya yang mudah, serta mudah untuk dibilas dan dibersihkan.

Selain itu, dapat juga diangkat atau di lepaskan seperti membran elastis.

Kelebihan masker gel adalah menjaga keremajaan kulit, melembutkan serta

meningkatkan elastisitas kulit, mengangkat kulit mati secara normal,

menghilangkan kekusaman kulit, memiliki viskositas yang tinggi, lapisan

gel yang lebih fleksibel, tidak lengket, konsentrasi bahan pembentuk gel

hanya sedikit untuk membentuk massa gel yang baik dan mempunyai aliran

tiksotropik dan pseudoplastik yaitu gel berbentuk padat apabila disimpan

dan akan segera mencair bila dikocok. Kelemahan masker gel adalah

sediaan dapat mengalami penurunan mutu tergantung waktu penyimpanan

(Septiani, 2013).

2.5 Gel

Gel atau jelly adalah sistem semi padat yang terdiri dari suspensi

yang dibuat dari partikel organik yang kecil atau molekul organik yang

besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Zat-zat pembentuk gel digunakan

sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi,

pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas

sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan

makanan juga pada beberapa proses industri. Pada kosmetik yaitu sebagai

sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi

(Herdiana, 2007).
13

Keuntungan sediaan gel adalah efek pendinginan pada kulit saat

digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian

dikulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat

tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak

terganggu, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan

penyebarannya pada kulit baik.

Kerugian sediaan gel adalah harus menggunakan zat aktif yang

larut didalam air sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan

seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai temperatur, tetapi gel

tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan

surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

2.5.1 Gelling Agent

Gelling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk

mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat dan sediaan

kosmetik. Gelling agent merupakan komponen polimer dengan bobot

molekul yang tinggi yang merupakan gabungan molekul-molekul dari

lilitan-lilitan molekul primer yang akan memberikan sifat kental dan gel

yang diinginkan. Pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi dan

kosmetik harus inert, aman tidak bereaksi dengan komponen lain.

Contoh bahan pembentuk gel antara lain asam alginat, sodium

alginat, kalium alginat, kalsium alginat, agar, karagen, locust bean gum,

pectin dan gelatin (Ningrum, 2012).


14

2.5.2 Formula Umum dari Masker Gel

Gelling agent

Gelling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk

mengentalkan dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat dan

sediaan kosmetik (Ningrum, 2012).

Pengawet

Merupakan bahan tambahan makanan yang dapat mencegah

atau menghambat peruraian terhadap makanan yang disebabkan oleh

mikroorganisme. Bahan tambahan makanan ini ditambahkan ke

dalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang disukai

sebagai medium tumbuhnya bakteri dan jamur (Winarno, 1994).

Aquades

Aquades atau air suling adalah air hasil destilasi atau

penyulingan sama dengan air murni atau H2O karena H2O hampir

tidak mengandung mineral. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna,

tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Aquades digunakan sebagai

pelarut dalam pembuatan sediaan gel (Depkes RI, 1979).


15

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau

merendam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja

dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat

oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat.

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda,

memperlambat atau menghambat rekasi oksidasi. (Meydani, et al., 1995).

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan,

membersihkan, menahan pembentukan oksigen reaktif dan radikal bebas

dalam tubuh. Fungsi utama antioksidan digunakan untuk memperkecil

terjadinya oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses

kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industry

makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan

(Widya, 2003).

2.6.1 Uji Aktivitas Antioksidan

Salah satu metode yang digunakan untuk uji aktivitas

antioksidan adalah metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).

Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau

radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas

dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada

radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan


16

berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada

panjang gelombang 517 nm akan hilang (Rohman et al., 2010).

Metode DPPH berfungsi untuk mengukur elektron tunggal

seperti transfer hidrogen sekaligus juga untuk mengukur aktivitas

penghambatan radikal bebas dengan reaksi :

DPPH・ + AH → DPPH-H + A・

Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi kemampuan

antiradikal suatu senyawa sebab hasilnya terbukti akurat, reliabel,

relatif cepat dan praktis. Sebagai akibatnya, penambahan senyawa

yang bereaksi sebagai antiradikal akan menurunkan konsentrasi DPPH

ini. Adanya penurunan konsentrasi DPPH akan menyebabkan

penurunan absorbansinya dibandingkan dengan absorbansi kontrol

yang tidak diberi dengan senyawa uji yang diduga mempunyai

aktivitas antiradikal

Gambar 2. Mekanisme Penghambatan Radikal DPPH


17

2.6.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder,

kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses

fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung

flavonoid (Markham, 1988). Senyawa flavonoid adalah senyawa yang

mempunyai struktur C6-C3-C6. Tiap bagian C6 merupakan cincin benzen

yang terdistribusi dan dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan rantai

alifatik (Achmad, 1986).

Dalam tumbuhan flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan

aglikon flavonoid yang mungkin terdapat dalam satu tumbuhan dalam

bentuk kombinasi glikosida (Harbone, 1987). Golongan flavonoid dapat

digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka

karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen) disambungkan oleh

rantai tiga karbon.

Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai

sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan

larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol dan aseton.

Ada gula yang terikat pada flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid

lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut diatas

dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida (Markham,

1988).
18

2.7 Uraian bahan

2.7.1 Na CMC

Adalah garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa,

mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium

(Na) dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Na CMC berbentuk

granul, putih sampai krem, bersifat higroskopik. Na CMC mudah

terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak larut dalam

etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik (DepKes RI, 1995).

Na CMC banyak digunakan pada formulasi farmasi sediaan oral

maupun topical karena sifat bahan ini yang dapat meningkatkan

kekentalan (viscosity increasing properties). Na CMC biasa digunakan

pada emulsi dengan kadar 0,25 - 1% (Rowe, 2009).

2.7.2 HPMC

Hidroksipropil metilselulosa (HPMC) merupakan polimer

hidrofilik nonionik yang dapat berinteraksi dengan air membentuk lapisan

gel. Pembentukan gel tersebut dapat menghalangi pelepasan obat dari

sediaan. HPMC memiliki kelebihan dalam hal mengendalikan pelepasan

obat, yaitu HPMC dapat membentuk lapisan gel bila kontak dengan

cairan sehingga matriks sulit mengalami erosi dan obat berdifusi keluar

dari matriks dengan sangat lambat. Namun HPMC memiliki kekurangan,


19

yaitu sifat alirnya buruk karena sukar membentuk aglomerat (Martin et

al., 1993).

HPMC adalah CH3CH(OH)CH2 digunakan sebagai suatu

eksipien didalam formulasi pada sediaan topical dan oral. HPMC

menghasilkan cairan lebih jernih. HPMC biasanya digunakan pada

sediaan oral dan topical, digunakan sebagai emulgator, suspending agent,

dan polimer dalam fil coating. HPMC membentuk gel pada suhu 50 –

900C dan stabil pada pH 3 – 11 (Sulaiman, 2008).

2.7.3 Gliserin

Gliserin adalah cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak

berbau, manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa

lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak

berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20ᵒC.

kelarutan dapat campur dengan air, dan dengan etanol(95%) P, praktis

tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.

Khasiat dan penggunaan adalah sebagai zat tambahan (DepKes RI, 1979).

2.7.4 Nipasol

Propil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang

dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C10H12O3. Pemerian bahan ini

adalah serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa. Kelarutan sangat
20

sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3

bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan dalam 40 bagian

minyak lemak, mudah larut dalam alkali hidroksida (DepKes RI, 1979).

2.7.5 Nipagin

Nipagin (Methyl parahydroxybenzoate) adalah bahan pengawet

makanan yang dipakai di berbagai jenis makanan. Rumus kimia nipagin

CH3(C6H4(OH)COO). Nipagin mengandung tidak kurang dari 99,0%

dan tidak lebih dari 101,0%. Pemerian serbuk hablur halus, putih,

hamper tidak berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa

tebal. Nipagin mudah larut dalam air, benzene P, serta praktis tidak larut

dalam minyak mineral. Nipagin digunakan sebagai pengawet

antimikroba sediaan kosmetika, makanan, maupun formulasi farmasetik.

Fungsi nipagin hanya menahan laju pertumbuhan mikroba yang

membuat makanan cepet rusak. Penggunaan nipagin berlebih tidak

memperpanjang daya tahan makanan. Nipagin dapat digunakan sendiri

atau dikombinasikan dengan pengawet paraben yang lain. Konsentrasi

nipagin yang biasa digunakan dalam sediaan topikal adalah 0,02% -

0,3% (Johnson, 2006).


21

2.7.6 Aquades

Aquades atau air suling adalah air hasil destilasi atau

penyulingan sama dengan air murni atau H2O karena H2O hampir

tidak mengandung mineral. Pemerian cairan jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, tidak mempunyai rasa. Aquades digunakan sebagai

pelarut dalam pembuatan sediaan gel (Depkes RI, 1979).

2.8 Pengujian Masker

2.8.1 Uji organoleptis

Pemeriksaan dan deskripsi dari simplisia sediaan

merupakan tes yang paling mudah dipraktekan dia yang paling

utama. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan secara makroskopik

dengan mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi,

kekeruhan, dan bentuk sediaan (DepKes RI, 1995).

2.8.2 Uji Pengukuran pH

Uji pengukuran pH diletakkan untuk mengetahui pH

masker gel apakah sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5 – 6,5 (Mappa,

2013).

2.8.3 Uji Homogenitas

Uji homogenitas masker gel dilakukan untuk mengetahui

apakah pencampuran masing-masing komponen dalam pembuatan


22

masker gel tercampur merata. Hal tersebut untuk menjamin bahwa

zat aktif yang terkandung didalamnya telah terdistribusi secara

merata. Homogenitas jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan

transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan homogeny

(Depkes RI, 1979).

2.8.4 Uji daya sebar

Uji daya sebar untuk mengetahui kualitas masker gel yang

dapat menyebar pada kulit, jika daya sebar semakin besar maka

efek terapinya akan semakin cepat. Sediaan masker gel yang

nyaman digunakan memiliki daya sebar 5 - 7 cm (Wijayanti,

2011).

2.8.5 Uji Daya Lekat

Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui daya lekat

masker gel terhadap kulit. Uji daya lekat penting untuk

mengevaluasi masker gel dengan kelengketan dapat diketahui

sejauh mana masker gel dapat menempel pada kulit sehingga efek

terapinya diharapkan bisa tercapai. Daya lekat dari sediaan semi

padat adalah tidak kurang dari 4 detik (Ulaen, 2014).


23

2.8.6 Uji Daya Proteksi

Uji daya proteksi dilakukan untuk mengetahui dan

mengevaluasi sediaan masker gel yang dibuat. Uji ini dapat

diketahui sejauh mana masker gel dapat memberikan efek terhadap

iritasi mekanik dan panas. Hal ini untuk mencapai kriteria masker

gel yang baik sehingga dapat memberikan efek terapi yang

diharapkan (Rahmawati, 2010).

2.8.7 Uji Pengeringan

Uji pengeringan bertujuan untuk mengetahui apakah

masker benar-benar kering atau tidak (Septiani, 2013).

2.9 Hipotesis

Ha : Ada pengaruh konsentrasi kombinasi Na CMC dengan HPMC

sebagai gelling agent terhadap sifat fisik masker gel (Persea

Americana, Mill) sebagai antioksidan.

Ho : Tidak ada pengaruh konsentrasi kombinasi Na CMC dengan HPMC

sebagai gelling agent terhadap sifat fisik masker gel (Persea

Americana, Mill) sebagai antioksidan.

Anda mungkin juga menyukai