Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR

STOIKIOMETRI: PENENTUAN RUMUS KIMIA

DISUSUN OLEH:
NAMA : GIBRAN SYAILLENDRA WISCNU MURTI

NIM : K1A021068
ASISTEN : SITI KHOLIFAH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


LABORATORIUM KIMIA DASAR

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PURWOKERTO
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii
JUDUL…………………………………………………………………………….1

I. TUJUAN………………………………………………………………………...1
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………..1

III. PROSEDUR PERCOBAAN…………………………………………………..2


3.1 Alat…………………………………………………………………………2

3.2 Bahan……………………………………………………………….………2
3.3 Skema Kerja………………………………………………………………..3
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………..6

4.1 Data Pengamatan………………………………………………….………..6


4.2 Data Perhitungan…………………………………………………...………6

4.3 Pembahasan…………………………………………...…………………..14
V. KESIMPULAN…………........................................................................….....23

5.1 Kesimpulan………………..........................................................................23
5.2 Saran………………………………………………………...…………….23

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………24

ii
STOIKIOMETRI: PENENTUAN RUMUS KIMIA
I. TUJUAN
1. Mengembangkan persamaan untuk reaksi kimia.
2. Menentukan perbandingan kation dan anion pada persenyawaan tertentu.
3. Memahami stoikiometri sistem larutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Perubahan materi ada dua bentuk yaitu perubahan fisika dan perubahan
kimia. Secara sederhana, peribahan fisika diartikan sebagai perubahan yang
bersifat sementara dan perubahan kimia bersifat kekal. Pada perubahan ini
berlaku hukum kekekalan massa, yaitu massa zat sebelum dan sesudah reaksi
selalu sama. Melalui logika yang benar dapat disimpulkan, pada reaksi kimia
zat pereaksi berubah semua menjadi zat hasil reaksi. Menurut kenyataan,
dalam banyak reaksi, zat pereakis atau zat hasil reaksi masih tersisa. Hal ini
dapat disebabkan ada zat yang bertindak sebagai pereaksi pembatas atau
terjadi reaksi kesetimbangan (reversible). Perubahan zzat karea suatu
peristiwa kimia dinytaakan dengan persamaan reaksi (kimia). Persamaan
reaksi merupakan gambaran zat-zat yang terlibat sebelum dan sesudah reaksi
berlangsung (Sidauruk, 2005).
Ilmu yang mempelajari stoikiometri mempelajari aspek kuantitatif
reaksi kimia atau rumus kimia yang diperoleh melalui pengukuran massa,
volume, jumlah dan sebagainya, yang terkait dengan jumlah atom, ion,
molekul, atau rumus kimia, serta keterkaitannya dalam suatu reaksi kimia
(Ariyanti, 2017). Stoikiometri merupakan ilmu yang menghitung hubungan
kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (Alfian, 2009). Hal
tersebut juga diperjelas oleh (Winarni dkk, 2013) yang menyatakan bahwa
materi stoikiometri merupakan kajian tentang hubungan-hubungan kuantitatif
dalam reaksi kimia. Pemaknaan lebih luas menjelaskan bahwa stoikiometri
mempelajari aspek kuantitatif rumus dan reaksi kimia, hal tersebut diperoleh
melalui pengukuran massa, volume, jumlah dan sebagainya yang terkait
dengan atom, ion atau rumus kimia serta saling keterkaitannya dalam suatu
mekanisme reaksi kimia (Ernawati, 2015:18).
Stoikiometri juga menyangkut perbandingan atom antar unsur-unsur
dalam suatu rumus kimia, misalnya perbandingan atom H dan atom O dalam
molekul H2O. Kata stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheon
yang artinya unsur dan metron yang berarti mengukur. Seorang ahli Kimia
Perancis, Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) adalah orang yang pertama
kali meletakkan prinsip-prinsip dasar stoikiometri. Menurutnya stoikiometri
adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan kuantitatif atau pengukuran

1
perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan yang lain (Kencanawati,
2012). Sedangkan menurut (Chang, 2004), Stoikiometri adalah ilmu yang
mempelajari tentang kuantitas dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia.
(Rahayu, 2001) menjelaskan bahwa stoikiometri bersumber dari hukum
kekekalan massa yang mempelajari kesetaraan suatu zat dengan zat lain
dalam suatu perubahan kimia. Dalam bentuk yang sederhana, stoikiometri
meliputi kemampuan menentukan koefisien-koefisien dalam suatu reaksi
kimia. Stoikiometri juga menggambarkan hubungan kuantitatif sederhana
dalam kimia yang dijelaskan dengan rumus kimia dan persamaan reaksi.
Sedangkan (Schmidt, 1997) mengemukakan bahwa rumus kimia dan
persamaan reaksi menggambarkan hubungan kuantitatif dua tingkat yaitu
tingkat fenomenologis (level makroskopik) dan tingkat partikel (tingkat
mikroskopik). Pada tingkat makroskopik rumus kimia menyatakan hubungan
massa unsur-unsur yang terkandung dalam senyawa atau menyatakan
perbandingan massa pereaksi dan hasil reaksi dalam suatu persamaan reaksi.
Sedangkan pada tingkat mikroskopik rumus kimia menyatakan perbandingan
atom unsur dalam senyawa atau perbandingan partikel-partikel yang bereaksi
yang dinyatakan dalam suatu persamaan reaksi.
Studi tentang stoikiometri dimulai dengan pemahaman tentang jumlah
dasar yang disebut dimensi. Pengetahuan menyeluruh tentang dimensi dan
berbagai sistem unit diperlukan untuk tujuan itu. Ini akan memudahkan
penggunaan unit yang tepat dan sepi dalam memecahkan masalah
stoikiometri (Adhani, 2018). Manfaat dari stoikiometri terdapat dalam
berbagai bidang, contohnya dalam bidang pertanian untuk menganalisis
komposisi pupuk, dalam bidang kedokteran untuk menentukan unsur atau
senyawa dalam sebuah sampel misalnya sampel darah, urin, rambut dan lain
sebagainya (Kencanawati, 2012).

III. PROSEDUR PERCOBAAN


3.1 ALAT
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi,
pipet tetes, gelas piala 100 mL, batang pengaduk, dan termometer,

3.2 BAHAN
Bahan kimia yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan
1% Pb(NO3)2, 1% KI, aquadest, CuSO4 1 M, NaOH 2 M, NaOH 1 M,
dan HCl 1 M.

2
3.3 SKEMA KERJA BAHAN
Percobaan 1
Penetapan Perbandingan Molar

Larutan (PbNO3)2,
KI 1%, akuades

 Diambil larutan Pb(NO3)2 menggunakan pipet ukur.


 Larutan Pb(NO3)2 dimasukkan ke dalam 5 tabung
reaksi.
 Diambil larutan KI 1% menggunakan pipet ukur.
 Larutan KI 1% ditambahkan ke dalam 5 tabung reaksi.
 Pengambilan larutan KI menggunakan pipet ukur
dilakukan dengan hati-hati.
 Pastikan volume larutan yang diambil sudah sesuai.
 Disiapkan larutan akuades menggunakan gelas ukur.
 Dicampurkan akuades dengan campuran larutan KI
dan Pb(NO3)2.
 Volume larutan ditambahkan sesuai tabel 1.
 Sisa campuran larutan KI dan Pb(NO3)2 pada tabung
reaksi dibilas dengan akuades.
 Diambil menggunakan pipet tetes campuran larutan
pada gelas beaker I.
 Dimasukkan masing-masing sebanyak 3 tetes ke dalam
gelas beaker A dan B.
 Ke dalam gelas A ditambah 2 tetes larutan KI.
 Ke dalam tabung B ditambahkan beberapa tetes larutan
Pb(NO3)2.
 Diamati perbedaan.
 Percobaan diulangi dari gelas beaker II,III,IV,dan V
dengan perlakuan yang sama dan tetes filtrat berbeda.
 Ditentukan jumlah ion yang berlebih.

Hasil

3
4

Percobaan 2

Stoikiometri Larutan

40 mL NaOH 2M,
CuSO4 1M

 Diambil larutan NaOH menggunakan gelas ukur.


 Dimasukkan ke dalam gelas piala.
 Diukur temperature larutan NaOH dengan termometer.
 Diambil larutan CuSO4 menggunakan gelas ukur.
 Diambil larutan menggunakan pipet tetes jika
volumenya berlebih.
 Diukur temperatur larutan CuSO4 menggunakan
termometer.
 Campurkan larutan CuO4 ke dalam larutan NaOH.
 Aduk campuran hingga terbentuk campuran hingga
homogen.
 Kemudian diukur temperatur campuran dengan
termometer.
 Percobaan diulangi dengan volume NaOH 10 mL, 20
mL, dan 30 mL.
 Kemudian larutan CuSO4 digunakan sebanyak 20 mL,
30 mL, dan 40 mL.
 Kemudian larutan dicampurkan dan diaduk lagi.
 Kemudian diukur temperatur campuran dengan
termometer.
 Selisih nilai temperatur yang diperoleh digunakan
untuk menentukan stoikiometri reaksi kedua larutan.

Hasil
5

Percobaan 3

Stoikiometri Asam-Basa

NaOH 1M, HCl 1M

 Diambil berturut-turut 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL,


dan 25 mL larutan NaOH menggunakan pipet ukur.
 Dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi dan
dicatat temperaturnya.
 Diambil larutan HCl berturut-turut sebanyak 5 mL,
10 mL, 15 mL, 20 mL, dan 25 mL menggunakan
pipet ukur.
 Dimasukkan ke dalam 5 buah tabung reaksi dan
dicatat temperaturnya.
 Kedua larutan dicampurkan sedemikian rupa
sehingga volumenya tetap yaitu 30 mL.
 Diaduk campuran tersebut dan dicatat temperatur
yang terukur.
 Dibuat grafik ∆I (sumbu Y) dengan volume asam
(sumbu X).

Hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DATA PENGAMATAN
Tabel 1 Penetapan Perbandingan Molar
Pereaksi I II III IV V
Pb(NO3)2 9 9 9 9 9
KI 3 4,5 9 18 27
Akuades 28 26,5 22 13 4

Tabel 2 Stoikiometri Larutan


NaOH CuSO4 Suhu Awal Suhu Campuran
5 45 30 31
10 40 29 34
20 30 28 32
30 20 30 33

Tabel 3 Stoikiometri Asam-Basa


NaOH HCl Suhu Awal Suhu Campuran
5 25 30 33
10 20 29 33
15 15 31 35
20 10 30 35
25 5 29 33

4.2 DATA PERHITUNGAN


Penetapan Perbandingan Molar

1. Percobaan I (9 mL Pb(NO3)2 + 3 mL KI)


 Mol Pb(NO3)2 =MxV
= 0,01 x 9
= 0,09 mmol
 Mol KI =MxV
= 0,01 x 3
= 0,03 mmol

6
7

Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3


m 0,09 0,03 - -
r -0,015 -0,03 +0,15 +0,03
s 0,075 0 0,15 0,03
 Massa Pb(NO3)2 sisa = n x Mr
= 0,075 x 331,19
= 28,84 mg

2. Percobaan II (9 mL Pb(NO3)2 + 4,5 mL KI)


 Mol Pb(NO3)2 = M xV
= 0,01 x 9
= 0,09 mmol
 Mol KI =MxV
= 0,01 x 4,5
= 0,045 mmol

Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3


m 0,09 0,045 - -
r -0,0225 -0,045 +0,0225 +0,045
s 0,0675 0 0,0225 0,045
 Massa Pb(NO3)2 sisa = n x Mr
= 0,0675 x 331,19
= 22,36 mg

3. Percobaan III (9 mL Pb(NO3)2 + 9 mL KI)


 Mol Pb(NO3)2 =MxV
= 0,01 x 9
= 0,09 mmol
 Mol KI =MxV
= 0,01 x 9
= 0,009 mmol
8

Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3


m 0,09 0,09 - -
r -0,045 -0,09 +0,045 +0,09
s 0,045 0 0,045 0,09
 Massa Pb(NO3)2 sisa = n x Mr
= 0,045 x 331,19
= 14,90 mg

4. Percobaan IV (9 mL Pb(NO3)2 + 18 mL KI)


 Mol Pb(NO3)2 =MxV
= 0,01 x 9
= 0,09 mmol
 Mol KI =MxV
= 0,01 x 18
= 0,18

Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3


m 0,09 0,18 - -
r -0,09 -0,18 +0,09 +0,18
s 0 0 0,09 0,18
 Massa Pb(NO3)2 sisa = n x Mr
= 0 x 331,19
= 0 mg

5. Percobaan V (9 mL Pb(NO3)2 + 27 mL KI)


 Mol Pb(NO3)2 =MxV
= 0,01 x 9
= 0,09 mmol
 Mol KI =MxV
= 0,01 x 27
= 0,27 mmol
9

Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3


m 0,09 0,27 - -
r -0,09 -0,18 +0,09 +0,18
s 0 0,09 0,09 0,18
 Massa Pb(NO3)2 sisa = n x Mr
= 0,09 x 331,19
= 14,94 mg

Stoikiometri Larutan

1. Percobaan I (5 mL NaOH + 45 mL CuSO4)


 Mol NaOH =MxV
=2x5
= 10 mmol
 Mol CuSO4 =MxV
= 1 x 45
= 45 mmol

2NaOH + CuSO4 → Na2SO4 + CuOH2


m 10 45 - -
r -10 -5 +5 +5
s 0 40 5 5
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 31 – 30
= 1°C
 ∆T CuSO4 = (Tcampuran – Tawal)
= 31 – 30
= 1°C

2. Percobaan II (10 mL NaOH + 40 mL CuSO4)


 Mol NaOH =MxV
= 2 x 10
= 20 mmol
 Mol CuSO4 =MxV
= 1 x 40
= 40 mmol
10

2NaOH + CuSO4 → Na2SO4 + CuOH2


m 20 40 - -
r -20 -10 +10 +10
s 0 30 +10 +10
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 34 – 29
= 5°C
 ∆T CuSO4 = (Tcampuran – Tawal)
= 34 – 29
= 5°C

3. Percobaan III (20 mL NaOH + 30 mL CuSO4)


 Mol NaOH =MxV
= 2 x 20
= 40 mmol
 Mol CuSO4 =MxV
= 1 x 30
= 30 mmol

2NaOH + CuSO4 → Na2SO4 + CuOH2


m 40 30 - -
r -40 -20 +20 +20
s 0 10 20 20
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 32 – 28
= 4°C
 ∆T CuSO4 = (Tcampuran – Tawal)
= 32 – 28
= 4°C

4. Percobaan IV (30 mL NaOH + 20 mL CuSO4)


 Mol NaOH =MxV
= 2 x 30
= 60 mmol
 Mol CuSO4 =MxV
= 1 x 20
= 20 mmol
11

2NaOH + CuSO4 → Na2SO4 + CuOH2


m 60 20 - -
r -40 -20 +20 +20
s 20 0 20 20
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 30
= 3°C
 ∆T CuSO4 = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 30
= 3°C

Stoikiometri Asam-Basa
1. Percobaan I (5 mL NaOH + 25 mL HCl)
 Mol NaOH =MxV
=1x5
= 5 mmol
 Mol HCl =MxV
= 1 x 25
= 25 mmol

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 5 25 - -
r -5 -5 +5 +5
s 0 20 5 5
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 30
= 3°C
 ∆T HCl = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 30
= 3°C

2. Percobaan II (10 mL NaOH + 20 mL HCl)


 Mol NaOH =MxV
= 1 x 10
= 10 mmol
 Mol HCl =MxV
= 1 x 20
= 20 mmol
12

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 10 20 - -
r -10 -10 +10 +10
s 0 10 10 10
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 29
= 4°C
 ∆T HCl = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 29
= 4°C

3. Percobaan III (15 mL NaOH + 15 mL HCl)


 Mol NaOH =MxV
= 1 x 15
= 15 mmol
 Mol HCl =MxV
= 1 x 15
= 15 mmol

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 15 15 - -
r -15 -15 +15 +15
s 0 0 15 15
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 35 – 31
= 4°C
 ∆T HCl = (Tcampuran – Tawal)
= 35 – 31
= 4°C

4. Percobaan IV (20 mL NaOH + 10 mL HCl)


 Mol NaOH =MxV
= 1 x 20
= 20 mmol
 Mol HCl =MxV
= 1 x 10
= 10 mmol
13

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 20 10 - -
r -10 -10 +10 +10
s 10 0 10 10
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 35 – 30
= 5°C
 ∆T HCl = (Tcampuran – Tawal)
= 35 – 30
= 5°C

5. Percobaan V (25 mL NaOH + 5 mL HCl)


 Mol NaOH =MxV
= 1 x 25
= 25 mmol
 Mol HCl =MxV
=1x5
= 5 mmol

NaOH + HCl → NaCl + H2O


m 25 5 - -
r -5 -5 +5 +5
s 20 0 5 5
 ∆T NaOH = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 29
= 4°C
 ∆T HCl = (Tcampuran – Tawal)
= 33 – 29
= 4°C
4.3 PEMBAHASAN
Stoikiometri didasarkan pada hukum-hukum dasar kimia.
Hukum-hukum dasar kimia adalah hukum alam yang relevan dalam
bidang kimia. Hukum-hukum dasar kimia yang mendasarinya terdiri
atas hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap, hukum
perbandingan volume, hukum kelipatan berganda, dan hukum
Avogadro. Hukum dasar kimia yang pertama yaitu hukum kekekalan
massa yang dikemukakan oleh Antoine Laurent Lavoisier. Ia
mengemukakan bahwa “Dalam sistem tertutup, massa zat sebelum
dan sesudah reaksi adalah sama”. Dengan kata lain, dalam reaksi
kimia atom-atom tidak dimusnahkan, tidak diciptakan, ataupun
diubah menjadi atom lain, namun hanya mengalami perubahan
susunan menjadi partikel zat yang berbeda (Purba, 2007).
Hukum dasar kimia yang kedua yaitu hukum perbandingan tetap
yang dikemukakan oleh Joseph Louis Proust. Pada tahun 1977, Ia
mengungkapkan bahwa: “Perbandingan massa unsur-unsur dalam
suatu senyawa adalah tertentu dan tetap”. Suatu senyawa yang sama
meskipun dihasilkan dari reaksi kimia yang berbeda juga akan
memiliki komposisi unsur yang sama. Hal itu didasarkan dari hasil
penelitian terhadap berbagai senyawa yang dilakukannya (Purba,
2007).
Hukum dasar kimia yang ketiga yaitu hukum perbandingan
volume yang dikemukakan oleh Joseph Louis Gay-Lussac. Ia
menyimpulkan bahwa “Pada suhu dan tekanan yang sama, volum
gas-gas yang bereaksi dan volum gas-gas hasil reaksi berbanding
sebagai bilangan bulat dan sederhana”. Ia menemukan bahwa jika
diukur pada suhu dan tekanan yang sama, untuk setiap dua satuan
volum gas hidrogen (H2) yang bereaksi dengan satu satuan volum
gas oksigen (O2) akan menghasilkan dua satuan volum uap air
(H2O). Hasil ini menunjukkan bahwa perbandingan volume gas
hidrogen : oksigen : uap air adalah 2 : 1 : 2 yang merupakan bilangan
bulat dan sederhana. Namun, hukum perbandingan volume tersebut
hanya berlaku untuk reaksi-reaksi dalam wujud gas saja (Purba,
2007).
Hukum dasar kimia yang keempat yaitu hukum kelipatan
berganda yang dikemukakan oleh John Dalton. Ia mengungkapkan
bahwa “Bila dua unsur dapat membentuk lebih dari satu senyawa
dan jika massa salah satu unsur tersebut dalam senyawa-senyawa
tersebut adalah sama, maka perbandingan massa unsur yang lain
dalam senyawa-senyawa tersebut merupakan bilangan bulat dan

14
15

sederhana”. Hukum kelipatan berganda berkaitan dengan senyawa-


senyawa yang terbentuk dari pasangan unsur yang sama. Contohnya,
karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) adalah dua
senyawa yang terbentuk dari pasangan unsur yang sama, yaitu
karbon dan oksigen (Purba, 2007).
Hukum dasar kimia yang kelima yaitu hukum Avogadro yang
dikemukakan oleh Amedeo Avogadro. Pada tahun 1811, Ia
menyimpulkan bahwa partikel unsur tidak harus selalu berupa atom
tunggal (monoatomik), tetapi dapat berupa dua atom (diatomik) atau
lebih (poliatomik). Partikel unsur yang terdiri dari dua atom atau
lebih tersebut disebut sebagai molekul unsur. Berdasarkan hal
tersebut, Avogadro mengajukan suatu hipotesis yang dikenal dengan
Hipotesis Avogadro (kadang disebut juga Hukum Avogadro), yang
berbunyi: “Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas yang
volumenya sama akan mengandung jumlah molekul yang sama
pula”. Jadi, perbandingan volume gas-gas akan sama dengan
perbandingan jumlah molekul gas-gas tersebut. Dengan kata lain,
nilai perbandingan volum gas-gas yang terlibat dalam reaksi sama
dengan koefisien reaksi masing-masing gas dalam persamaan reaksi
(Purba, 2007).
Pada percobaan penetapan perbandingan molar suatu larutan
dilakukan dengan cara diambil larutan Pb(NO3)2 menggunakan pipet
ukur. Larutan Pb(NO3)2 dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi.
Diambil larutan KI 1% menggunakan pipet ukur. Lalu larutan KI 1%
ditambahkan ke dalam 5 tabung reaksi. Pengambilan larutan KI
menggunakan pipet ukur harus dilakukan dengan hati-hati. Pastikan
volume larutan yang diambil sudah sesuai (1:3 hingga 3:1). Lalu
siapkan larutan akuades menggunakan gelas ukur. Dicampurkan
akuades dengan campuran larutan KI dan Pb(NO3)2.
Volume larutan ditambahkan sesuai tabel 1. Sisa campuran
larutan KI dan Pb(NO3)2 pada tabung reaksi dibilas dengan akuades.
Diambil menggunakan pipet tetes campuran larutan pada gelas
beaker I. Dimasukkan masing-masing sebanyak 3 tetes ke dalam
gelas beaker A dan B. Ke dalam gelas A ditambah 2 tetes larutan KI.
Ke dalam tabung B ditambahkan beberapa tetes larutan Pb(NO3)2,
kemudian amati perbedaan. Percobaan diulangi dari gelas beaker II,
III, IV, dan V dengan perlakuan yang sama dan tetes filtrat berbeda.
Kemudian ditentukan jumlah ionnya yang berlebih.
Reaksi yang terjadi pada percobaan ini yaitu:
Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3 (Salam, 2013).
16

Percobaan I yaitu 9 mL Pb(NO3)2 dan 3 mL KI. Jumlah mol


Pb(NO3)2 yang direaksikan yaitu 0,09 mmol dan jumlah mol KI
yaitu 0,03 mmol. Warna larutan pada percobaan ini yaitu berwarna
kuning dan terdapat endapan berwarna kuning. Pereaksi pembatas
pada percoban I yaitu KI, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu
Pb(NO3)2 dan massa sisanya yaitu 24,84 mg.
Percobaan II yaitu 9 mL Pb(NO3)2 dan 4,5 mL KI. Jumlah mol
Pb(NO3)2 yang direaksikan yaitu 0,09 mmol dan jumlah mol KI
yaitu 0,045 mmol. Warna larutan pada larutan ini yaitu berwarna
kuning dan terdapat endapan berwarna kuning. Pereaksi pembatas
pada percoban II yaitu KI, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu
Pb(NO3)2 dan massa sisanya yaitu 22,36 mg.
Percobaan III yaitu 9 mL Pb(NO3)2 dan 9 mL KI. Jumlah mol
Pb(NO3)2 yang direaksikan yaitu 0,09 mmol dan jumlah mol KI
yaitu 0,09 mmol. Warna larutan pada percobaan ini yaitu berwarna
kuning dan terdapat endapan berwarna kuning. Pereaksi pembatas
pada percoban III yaitu KI, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu
Pb(NO3)2 dan massa sisanya yaitu 14,90 mg.
Percobaan IV yaitu 9 mL Pb(NO3)2 dan 18 mL KI. Jumlah mol
Pb(NO3)2 yang direaksikan yaitu 0,09 mmol dan jumlah mol KI
yaitu 0,18 mmol. Warna larutan pada percobaan ini yaitu berwarna
kuning dan terdapat endapan berwarna kuning. Pereaksi pembatas
pada percoban IV yaitu KI, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu
Pb(NO3)2 dan massa sisanya yaitu 0 mg.
Percobaan V yaitu 9 mL Pb(NO3)2 dan 27 mL KI. Jumlah mol
Pb(NO3)2 yang direaksikan yaitu 0,09 mmol dan jumlah mol KI
yaitu 0,27 mmol. Warna larutan pada percobaan ini yaitu berwarna
kuning dan tidak endapan berwarna kuning. Pereaksi pembatas pada
percoban V yaitu Pb(NO3)2, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu
KI dan massa sisanya yaitu 14,94 mg.
Percobaan penentuan stoikiometri larutan dilakukan dengan
diambil larutan 5 mL NaOH menggunakan gelas ukur. Dimasukkan
ke dalam gelas piala. Diukur temperatur larutan NaOH dengan
termometer. Diambil larutan 45 mL CuSO4 menggunakan gelas
ukur. Diambil larutan menggunakan pipet tetes jika volumenya
berlebih. Diukur temperatur larutan CuSO4 menggunakan
termometer. Campurkan larutan CuO4 ke dalam larutan NaOH.
Aduk campuran hingga terbentuk campuran hingga homogen.
Kemudian diukur temperatur campuran dengan termometer.
Percobaan diulangi dengan volume NaOH 10 mL, 20 mL, dan 30
17

mL. Kemudian larutan CuSO4 digunakan sebanyak 20 mL, 30 mL,


dan 40 mL. Kemudian larutan dicampurkan dan diaduk lagi. Lalu
diukur temperatur campuran dengan termometer. Selisih nilai
temperatur yang diperoleh digunakan untuk menentukan
stoikiometri reaksi kedua larutan.
Reaksi yang terjadi adalah :
CuSO4 + 2NaOH → Cu(OH)2 + Na2SO4
Percobaan I yaitu 5 mL NaOH 2 M dan 45 mL CuSO4 1 M. Suhu
awal NaOH dan CuSO4 yaitu 30°C, dan suhu campurannya yaitu
31°C. Selisih suhu awal dengan suhu campuran larutan tersebut
yaitu 1°C. Larutannya berwarna biru dan terdapat endapan. Jumlah
mol NaOH yang direaksikan yaitu 10 mmol dan jumlah mol CuSO4
yaitu 45 mmol. Pereaksi pembatas pada percoban I yaitu NaOH,
sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu CuSO4 dan sisanya yaitu 40
mmol.
Percobaan II yaitu 10 mL NaOH 2 M dan 40 mL CuSO4 1 M.
Suhu awal NaOH dan CuSO4 yaitu 29°C, dan suhu campurannya
yaitu 34°C. Selisih suhu awal dengan suhu campuran larutan
tersebut yaitu 5°C. Larutannya berwarna biru dan terdapat endapan.
Jumlah mol NaOH yang direaksikan yaitu 20 mmol dan jumlah mol
CuSO4 yaitu 40 mmol. Pereaksi pembatas pada percoban II yaitu
NaOH, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu CuSO4 dan sisanya
yaitu 30 mmol.
Percobaan III yaitu 20 mL NaOH 2 M dan 30 mL CuSO4 1 M.
Suhu awal NaOH dan CuSO4 yaitu 28°C, dan suhu campurannya
yaitu 32°C. Selisih suhu awal dengan suhu campuran larutan
tersebut yaitu 4°C. Larutannya berwarna biru dan terdapat endapan.
Jumlah mol NaOH yang direaksikan yaitu 40 mmol dan jumlah mol
CuSO4 yaitu 30 mmol. Pereaksi pembatas pada percoban III yaitu
NaOH, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu CuSO4 dan sisanya
yaitu 10 mmol.
Percobaan IV yaitu 30 mL NaOH 2 M dan 20 mL CuSO4 1 M.
Suhu awal NaOH dan CuSO4 yaitu 30°C, dan suhu campurannya
yaitu 33°C. Selisih suhu awal dengan suhu campuran larutan
tersebut yaitu 3°C. Larutannya berwarna biru dan terdapat endapan.
Jumlah mol NaOH yang direaksikan yaitu 60 mmol dan jumlah mol
CuSO4 yaitu 20 mmol. Pereaksi pembatas pada percoban IV yaitu
CuSO4, sedangkan pereaksi yang tersisa yaitu NaOH dan sisanya
yaitu 20 mmol.
18

Suhu Awal NaOH


30

Suhu (°C)
29

28

27
5 10 20 30
Volume (mL)

Gambar 1 Grafik suhu awal NaOH 2 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu awal larutan NaOH 2


M naik pada volume 30 mL dengan suhu 30°C. Hal itu membuktikan
bahwa temperatur awal dipengaruhi oleh volume. Pada volume 5 mL
larutan mempunyai suhu 30°C, dan turun terus hingga suhunya 28°C
pada volume larutan 20 mL. Ketika volume ditambah menjadi 30
mL maka suhu larutan naik menjadi 30°C.

Suhu Campuran NaOH


35
34
Suhu (°C)

33
32
31
30
5 10 20 30
Volume (mL)

Gambar 2 Grafik suhu campuran NaOH 2 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu campuran larutan


NaOH 2 M naik pada volume 10 mL dengan suhu 34°C dan volume
20 mL dengan suhu 33°C. Hal itu membuktikan bahwa temperatur
campuran dipengaruhi oleh volume. Pada volume 5 mL larutan
mempunyai suhu 31°C, dan naik menjadi 34°C pada volume larutan
10 mL. Ketika volume ditambah menjadi 20 mL maka suhu larutan
turun menjadi 32°C dan naik lagi menjadi 33°C pada volume 20 mL.
19

Suhu Awal CuSO4


30

Suhu (°C)
29

28

27
45 40 30 20
Volume (mL)

Gambar 3 Grafik suhu awal CuSO4 1 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu awal larutan CuSO4 1


M naik pada volume 30 mL dengan suhu 30°C. Hal itu membuktikan
bahwa temperatur awal dipengaruhi oleh volume. Pada volume 45
mL larutan mempunyai suhu 30°C, dan turun terus hingga suhunya
28°C pada volume larutan 30 mL. Ketika volume dikurang menjadi
20 mL maka suhu larutan naik menjadi 30°C.

Suhu Campuran CuSO4


35
34
Suhu (°C)

33
32
31
30
45 40 30 20
Volume (mL)

Gambar 4 Grafik suhu campuran CuSO4 1 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu campuran larutan


CuSO4 1 M naik pada volume 40 mL dengan suhu 34°C dan volume
20 mL dengan suhu 33°C. Hal itu membuktikan bahwa temperatur
campuran dipengaruhi oleh volume. Pada volume 45 mL larutan
mempunyai suhu 31°C, dan naik menjadi 34°C pada volume larutan
40 mL. Ketika volume dikurang menjadi 30 mL maka suhu larutan
turun menjadi 32°C dan naik lagi menjadi 33°C pada volume 20 mL.
20

Percobaan penentuan stoikiometri asam-basa dilakukan dengan


pertama-tama diambil berturut-turut 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL,
dan 25 mL larutan NaOH menggunakan pipet ukur. Dimasukkan ke
dalam sebuah tabung reaksi dan dicatat temperaturnya. Diambil
larutan HCl berturut-turut sebanyak 5 mL, 10 mL, 15 mL, 20 mL,
dan 25 mL menggunakan pipet ukur. Dimasukkan ke dalam 5 buah
tabung reaksi dan dicatat temperaturnya. Kedua larutan dicampurkan
sedemikian rupa sehingga volumenya tetap yaitu 30 mL. Lalu diaduk
campuran tersebut dan dicatat temperatur yang terukur. Kemudian
buat grafik ∆I (sumbu Y) dengan volume asam (sumbu X).
Reaksi yang terjadi yaitu:
NaOH + HCl → NaCl + H2O
Percobaan I yaitu 5 mL NaOH 1 M dan 25 HCl 1 M. Suhu awal
NaOH dan HCl yaitu 30°C, dan suhu campurannya yaitu 33°C.
Selisih suhu NaOH dan HCl yaitu 3°C. Jumlah mol NaOH yang
direaksikan yaitu 5 mmol dan jumlah mol HCl yaitu 25 mmol.
Pereaksi pembatas pada percobaan I yaitu NaOH, sedangkan
pereaksi yang tersisa yaitu HCl dan sisanya yaitu 20 mmol. Larutan
yang dihasilkan tidak berwarna.
Percobaan II yaitu 10 mL NaOH 1 M dan 20 HCl 1 M. Suhu
awal NaOH dan HCl yaitu 29°C, dan suhu campurannya yaitu 33°C.
Selisih suhu NaOH dan HCl yaitu 4°C. Jumlah mol NaOH yang
direaksikan yaitu 10 mmol dan jumlah mol HCl yaitu 20 mmol.
Pereaksi pembatas pada percobaan II yaitu NaOH, sedangkan
pereaksi yang tersisa yaitu HCl dan sisanya yaitu 10 mmol. Larutan
yang dihasilkan tidak berwarna.
Percobaan III yaitu 15 mL NaOH 1 M dan 15 HCl 1 M. Suhu
awal NaOH dan HCl yaitu 31°C, dan suhu campurannya yaitu 35°C.
Selisih suhu NaOH dan HCl yaitu 4°C. Jumlah mol NaOH yang
direaksikan yaitu 15 mmol dan jumlah mol HCl yaitu 15 mmol.
Pereaksi pembatas pada percobaan III yaitu NaOH, sedangkan
pereaksi yang tersisa yaitu HCl dan sisanya yaitu 0 mmol. Larutan
yang dihasilkan tidak berwarna.
Percobaan IV yaitu 20 mL NaOH 1 M dan 10 HCl 1 M. Suhu
awal NaOH dan HCl yaitu 30°C, dan suhu campurannya yaitu 35°C.
Selisih suhu NaOH dan HCl yaitu 5°C. Jumlah mol NaOH yang
direaksikan yaitu 20 mmol dan jumlah mol HCl yaitu 10 mmol.
21

Pereaksi pembatas pada percobaan IV yaitu HCl, sedangkan


pereaksi yang tersisa yaitu NaOH dan sisanya yaitu 10 mmol.
Larutan ayng dihasilkan tidak berwarna.
Percobaan V yaitu 25 mL NaOH 1 M dan 5 HCl 1 M. Suhu awal
NaOH dan HCl yaitu 29°C, dan suhu campurannya yaitu 33°C.
Selisih suhu NaOH dan HCl yaitu 4°C. Jumlah mol NaOH yang
direaksikan yaitu 25 mmol dan jumlah mol HCl yaitu 5 mmol.
Pereaksi pembatas pada percobaan V yaitu HCl, sedangkan pereaksi
yang tersisa yaitu NaOH dan sisanya yaitu 20 mmol. Larutan yang
dihasilkan tidak berwarna.

Suhu Awal NaOH


32
31
Suhu (°C)

30
29
28
5 10 15 20 25
Volume (mL)

Gambar 5 Grafik suhu awal NaOH 1 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu awal larutan NaOH 1


M naik pada volume 15 mL dengan suhu 31°C. Hal itu membuktikan
bahwa temperatur awal tidak dipengaruhi oleh volume. Pada volume
5 mL larutan mempunyai suhu 30°C, dan suhunya turun menjadi
29°C pada volume larutan 10 mL. Ketika volume ditambah menjadi
15 mL maka suhu larutan naik menjadi 31°C dan turun terus hingga
29°C pada volume larutan 25 mL.

Suhu Campuran NaOH


36
Suhu (°C)

35
34
33
32
5 10 15 20 25
Volume (mL)

Gambar 6 Grafik suhu campuran NaOH 1 M


22

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu campuran larutan HCl


1 M sama pada volume 5 mL dan 10 mL pada suhu 33°C. Hal itu
membuktikan bahwa temperatur campuran tidak dipengaruhi oleh
volume. Pada volume 5 mL dan 10 mL larutan mempunyai suhu
sama kemudian naik menjadi 35°C pada volume larutan 15 mL.
Suhu juga sama pada volume 15 mL dan 20 mL yaitu pada 35°C dan
turun menjadi 33°C pada volume 25 mL.

Suhu Awal HCl


32
31
Suhu (°C)

30
29
28
25 20 15 10 5
Volume (mL)

Gambar 7 Grafik suhu awal HCl 1 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu awal larutan NaOH 1


M naik pada volume 15 mL dengan suhu 31°C. Hal itu membuktikan
bahwa temperatur awal tidak dipengaruhi oleh volume. Pada volume
25 mL larutan mempunyai suhu 30°C, dan suhunya turun menjadi
29°C pada volume larutan 20 mL. Ketika volume dikurangi menjadi
15 mL maka suhu larutan naik menjadi 31°C dan turun terus hingga
29°C pada volume larutan 5 mL.

Suhu Campuran HCl


36
35
Suhu (°C)

34
33
32
25 20 15 10 5
Volume (mL)

Gambar 8 Grafik suhu campuran HCl 1 M

Grafik di atas menunjukkan bahwa suhu campuran larutan HCl


1 M sama pada volume 25 mL dan 20 mL pada suhu 33°C. Hal itu
membuktikan bahwa temperatur campuran tidak dipengaruhi oleh
volume. Pada volume 25 mL dan 20 mL larutan mempunyai suhu
sama kemudian naik menjadi 35°C pada volume larutan 15 mL.
Suhu juga sama pada volume 15 mL dan 20 mL yaitu pada 35°C dan
turun menjadi 33°C pada volume 5 mL.

V. KESIMPULAN
5.1 KESIMPULAN
a) Reaksi stokiometri adalah reaksi yang pereaksinya habis
bereaksi membentuk hasil reaksi atau biasa disebut produk.
Pb(NO3)2 + 2KI → PbI2 + 2KNO3
2NaOH + CuSO4 → Na2SO4 + Cu(OH)2
NaOH + HCl → NaCl + H2O
b) Persamaan stoikiometri dapat ditentukan dengan perbandingan
mol.
c) Dalam stoikiometri larutan, apabila terdapat 2 zat dicampur
akan terjadi perubahan suhu, warna dan terjadinya endapan.
Perubahan wujud yang terjadi dapat juga dipengaruhi oleh
jumlah volume dan konsentrasi zat.
d) Pada stoikiometri sistem perubahan temperatur dipengaruhi
oleh besarnya volume campuran dan pada stoikiometri asam
basa perubahan suhu tidak dipengaruhi oleh volume.

5.2 SARAN
Dalam menentukan stoikiometri dari persamaan suatu reaksi
diperlukan ketelitian yang tinggi agar mendapat hasil yang lebih
akurat. Perhitungan yang dilakukan juga harus berdasarkan data
pengamatan yang telah dibuat. Kebersihan laboratorium dan alat-
alat yang digunakan juga perlu diperhatikan karena dapat
memengaruhi nilai yang dihasilkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Z. 2009. Kimia Dasar. Medan: USU Press.

Ariyanti, Nova Dwi., Haryono., dan Masykuri, Mohammad. (2017). Penigkatan


kemampuan Berpikir Kritis Dan Prestasi Belajar Siswa Pada Materi
Stoikiometri Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving
Berbantuan Modul Di Kelas X MIA 2 SMA Negeri 1 Banyudono Tahun
Pelajaran 2015/2016. Jurnal Pendidikan Kimia, 6(1): 62-68.

Ernawati, D. (2015). Upaya Peningkatan Prestasi Belajar dan Kemampuan Berpikir


Kritis Siswa Kelas X MIA 7 Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran
Problem Solving pada Materi Stoikiometri di SMA Negeri 1 Sukoharjo
Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan Kimia, 4(4): 17-26.

Kencanawati, Cok Istri Putri Kusuma. (2012). Diktat Mata Kuliah Kimia Dasar.
Universitas Udayana, Badung.
Purba, M. (2007). Kimia untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Rahayu, S.I. (2001). Hakikat Pembelajaran Kimia di Perguruan Tinggi. Proyek


Pengembangan UT, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Depdiknas.
Salam, A. (2013). Ensiklopedia Kimia. Yogyakarta: PT. Lentera Abadi.

Schmidt, H. J. (1997). An Alternate Path to Stoichiometric Problem Solving.


Research in Science Education, 1: 237-249.
Sidaruruk, Suandi. (2005). Miskonsepsi Stoikiometri Pada Siswa SMA. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 7(2): 253-272.

Winarni, S., Ismayani, A., dan Fitriani. (2013). Kesalahan Konsep Materi
Stoikiometri yang Dialami Siswa SMA. Jurnal Ilmiah DIDAKTA, 9(1): 43-
59.

24

Anda mungkin juga menyukai