Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

STOKIOMETRI: PENENTUAN RUMUS KIMIA

OLEH:
NAMA : LUTHFIA ZALFA KAMILINA
NIM : K1A020038
KELOMPOK :4
HARI/ TANGGAL : SELASA/ 20 OKTOBER 2020
ASISTEN : MONITASARI
SHIFT :B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
LABORATORIUM KIMIA DASAR
PURWOKERTO
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

JUDUL PRAKTIKUM............................................................................................1

I. TUJUAN.............................................................................................................1

II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................1

III. PROSEDUR PERCOBAAN..............................................................................5

3.1 Alat....................................................................................................................5

3.2 Bahan................................................................................................................5

3.3 Cara Kerja.........................................................................................................5

3.4 Skema Kerja......................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................9

ii
STOKIOMETRI: PENENTUAN RUMUS KIMIA

I. TUJUAN

1. Mengembangkan persamaan untuk reaksi kimia.

2. Menentukan perbandingan kation dan anion pada persenyawaan


tertentu

3. Memahami stoikiometri sistem larutan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu reaksi kimia adalah proses dimana ikatan atom di dalam


molekul-molekul zat-zat yang bereaksi dipecahkan, diikuti oleh penyusunan
kembali dari atom-atom tersebut dalam kombinasi molekul baru. Dengan
perkataan lain, timbul zat kimia baru dan yang lama hilang, tetapi atom-
atomnya tetap sama (Harijono, 1987:103). Reaksi kimia secara umum dapat
dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu reaksi asam-basa dan reaksi redoks.
Secara garis besar, terdapat perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
reaksi tersebut, yaitu pada reaksi redoks terjadi perubahan bilangan oksidasi
(biloks), sedangkan pada reaksi asam-basa tidak ada perubahan biloks. Kedua
kelompok reaksi kimia ini dapat dikelompokkan ke dalam empat tipe reaksi
yaitu Sintesis, Dekomposisi, Penggantian Tunggal, dan Penggantian Ganda
(Yusuf, 2011).

Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani yaitu stoicheion (unsure) dan


mettrein (mengukur) yang berarti ”mengukur unsure”. Pengertian unsur-unsur
dalam hal ini adalah partikel-partikel atom, ion, molekul atau elektron yang
terdapat dalam unsur atau senyawa yang terlibat dalam reaksi kimia.
Stoikiometri yang menyangkut cara untuk menimbang dan menghitung spesi-
spesi kimia. Dengan kata lain, stoikiometri adalah kajian tentang hubungan-
hubungan kuantitatif dalam reaksi kimia (Achmad, 1996:2).

1
2

Stoikiometri beberapa reaksi dapat dipelajari dengan mudah, salah


satunya dengan metode JOB atau metode Variasi Kontinu, yang
mekanismenya dengan dilakukan pengamatan terhadap kuantitas molar
pereaksi yang berubah-ubah, namun molar totalnya sama. Sifat fisika tertentu
(massa, volume, suhu, daya serap) diperiksa dan perubahannya digunakan
untuk meramal stoikiometri sistem. Dari grafik aluran sifat fisik terhadap
kuantitas pereaksi, akan diperoleh titik maksimal atau minimal yang sesuai
titik stoikiometri sistem, yang menyatakan perbandingan pereaksi-pereaksi
dalam senyawa. Perubahan kalor pada reaksi kimia bergantung jumlah
pereaksinya. Jika mol yang bereaksi diubah dengan volume tetap, stoikiometri
dapat ditentukan dari titik perubahan kalor maksimal dengan mengalurkan
kenaikan temperatur terhadap komposisi campuran (Sutrisno, 1986:247).

Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur


dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia
secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar ilmu kimia
(Brady, 1986). Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan bidang
kimia. Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konservasi
massa. Hukum ini menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi
sewaktu reaksi kimia biasa (Hiskia, 1985).

Menurut (Syabatini, 2008) terdapat 7 hukum-hukum dasar ilmu kimia,


yaitu Hukum Boyle, Hukum Lavoisier, Hukum Proust, Hukum Gay Lussac,
Hukum Dalton, Hukum Avogadro, dan Hukum Gas Ideal. Hukum Boyle
Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapat berkembang
bila dipanaskan. Boyle akhirnya menemukan hukum yang kemudian terkenal
sebagai Hukum Boyle. Hukum ini berbunyi ”bila suhu tetap, volume gas
dalam ruangan tertutup berbanding terbalik dengan tekanannya”. Persamaan
dari hokum ini ditulis dengan P1.V1= P2.V2.

Hukum Lavoisier disebut juga Hukum Kekekalan Massa Hukum


Kekekalan Massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-Lavoisier.
3

Hukum Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu
sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di
dalam sistem tertutup. Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama
(tetap/konstan). Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum
kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu
sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk. Hukum
Lavoisier berbunyi “Massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama”
(Syabatini, 2008).

Hukum Perbandingan Tetap (Proust) diambil dari nama kimiawan


Perancis yaitu Joseph Proust. Hukum Proust adalah hukum yang menyatakan
bahwa suatu senyawa kimia terdiri dari unsur-unsur dengan perbandingan
massa yang selalu tepat sama. Dengan kata lain, setiap sampel suatu senyawa
memiliki komposisi unsur-unsur yang tetap. Hukum ini berbunyi
“Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu persenyawaan kimia selalu
tetap” (Syabatini, 2008).

Hukum Gay Lussac menyatakan bahwa volume gas nyata apapun


sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan
ini benar, volume gas sebanding dengan jumlah molekul gas dalam ruang
tersebut. Dengan demikian, massa relatif yakni massa molekul atau massa
atom gas dengan mudah didapat. Hukum ini berbunyi “Dalam suatu reaksi
kimia gas yang diukur pada P dan T yang sama volumenya berbanding lurus
dengan koefisien reaksi atau mol, dan berbanding lurus sebagai bilangan bulat
dan sederhana” (Syabatini, 2008).

Hukum Dalton disebut juga Hukum Kelipatan Perbandingan berbunyi


“Jika dua unsur dapat membentuk satu atau lebih senyawa, maka
perbandingan massa dari unsur yang satu yang bersenyawa dengan jumlah
unsur lain yang tertentu massanya akan merupakan bilangan mudah dan
tetap”. Hukum Avogadro berbunyi “Gas-gas yang memiliki volum yang sama,
4

pada temperatur dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama
pula.” Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak
tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas. Hukum Gas Ideal
memiliki persamaan P.V = n.R.T, persamaan ini dikenal dengan julukan
hukum gas ideal (Syabatini, 2008).
III. PROSEDUR PERCOBAAN
III.1 Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum percobaan stoikiometri


adalah tabung reaksi, pipet tetes, gelas piala 100 mL, batang pengaduk,
dan termometer.

III.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum percobaan stoikiometri adalah
larutan 1% Pb( NO 3)2, larutan 1% KI, aquades, CuSO 41 M, NaOH 2 M,
NaOH 1 M, dan HCl 1 M.
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Penetapan Perbandingan Molar

1. Sebanyak lima buah tabung reaksi yang telah dibersihkan disiapkan


dan diberi label. Lalu, sejumlah volume tertentu (tetes) dari setiap
larutan dan aquades dimasukkan seperti yang ditunjukkan pada table.
Jumlah volume dipilih sedemikian rupa agar dihasilkan jumlah total
volume yang tetap untuk menjangkau batas perbandingan molar
pereaksi-pereaksi dari 1:3 sampai 3:1.
2. Pengaduk gelas dibilas dan setiap larutan diaduk. Ketelitian
diperlukan untuk membilas dan mengeringkan pengaduk untuk setiap
larutan yang berbeda.
3. Dengan pipet tetes yang bersih sebagian filtrat diambil dari tabung
reaksi I dan masing-masing 5 tetes dimasukkan ke dalam dua tabung
bersih (tabung A dan B)
4. Sebanyak dua tetes larutan KI ditambahkan ke dalam tabung A dan
ke dalam tabung B ditambahkan 2 tetes larutan Pb( NO 3)2.

5. Dari kedua hasil percobaan diatas, ditentukan ion mana yang berada
dalam jumlah berlebih pada tabung I. Jika terbentuk endapan, tabung

5
6

di sentrifuse sehingga banyaknya endapan akan dapat dibandingkan


dengan banyaknya endapan yang terbentuk dari uji lainnya.

6. Percobaan diulang dengan 5 tetes contoh filtrat dari tabung II, III,
IV dan V. Hasil dari 5 pengujian diatas dibandingkan dan ditentukan
rumus kimia dari endapan tersebut.

III.3.2 Stoikiometri Larutan


1. Sebanyak 40 mL NaOH dimasukkan ke dalam beaker gelas dan
dicatat temperaturnya.

2. Sambil diaduk, sebanyak 10 mL larutan CuSO 4ditambahkan yang


diketahui temperatur awalnya (sebelum pencampuran, temperatur
larutan CuSO 4diatur agar sama dengan temperatur NaOH dalam beaker
gelas) dan temperatur campuran tersebut diamati.

3. Percobaan diulang dengan menggunakan 20 mL NaOH dan 30 mL


CuSO 4kemudian 10 mL NaOH dan 40 mL CuSO 4 dan 30 mL NaOH
dan 20 mL CuSO 4

4. Selisih temperatur yang didapat digunakan untuk menentukan


stoikiometri reaksi kedua larutan tersebut.

III.3.3 Stoikiometri Asam-Basa


1. Secara berturut-turut sebanyak 5, 10, 15, 20, dan 25 mL larutan
NaOH dimasukkan ke dalam 5 buah beaker gelas. Temperatur dicatat.

2. Sebanyak 5, 10, 15, 20, dan 25 mL larutan HCl dimasukkan ke


dalam 5 buah beaker gelas yang lainnya. Temperatur di catat.

3. Kedua larutan dicampurkan dengan sedemikian rupa sehingga


volume campuran larutan asam dan basa tetap yaitu 30 mL.

4. Masing-masing campuran tersebut diaduk dan dicatat temperaturnya


7

5. Grafik antara ∆T (sumbu Y) dengan volume asam (sumbu X) dibuat


dan stoikiometri reaksi asam-basa tersebut ditentukan.

III.4 Skema Kerja


III.4.1 Penetapan Perbandingan Molar

Pb( NO 3)2 , KI,


Aquades
- dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi
- dicampur
- diambil filtratnya dari tabung I

Filtrat dari tabung I


- dimasukkan ke dalam tabung A dan tabung B
- ditambahkan 1 tetes KI ke dalam tabung A
- ditambahkan 1 tetes Pb( NO 3)2 ke dalam
tabung B
- ditentukan ion mana yang berada dalam jumlah
berlebih pada tabung I
- di sentrifuse jika terjadi endapan
- diulang percobaan dengan 5 tetes contoh filtrat
dari tabung II, III, IV dan V.

Hasil Pengamatan

III.4.2 Stoikiometri Larutan

NaOH 2 M
- dimasukkan ke dalam beaker glass
8

- dicatat temperaturnya
- ditambahkan 10 mL CuSO 4(sebelumnya diukur
temperaturnya)
- diaduk
- diamati temperature campuran
- percobaan diulang dengan menggunakan:
 20 mL NaOH + 30 mL CuSO 4
 40 mL NaOH + 40 mL CuSO 4
 30 mL NaOH + 20 mL CuSO 4

Hasil Pengamatan
III.4.3 Stoikiometri Asam-Basa

Beaker Glass
- dimasukkan NaOH 1 M masing-masing 5 mL,
10 mL, 15 mL, 20 mL, dan 25 mL
- dicatat temperaturnya
- dimasukkan HCl masing-masing 5 mL , 10 mL,
15 mL, 20 mL, dan 25 mL
- dicatat temperaturnya
- kedua larutan dicampur, sehingga volume tetap
30 mL
- dicatat temperaturnya
- dibuat grafik ∆T dengan volume asam
- ditentukan stoikiometri asam-basa

Hasil Pengamatan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai