Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Minyak sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Minyak terdapat pada
hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Minyak seringkali
ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Minyak kelapa yang
digunakan sebagai minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia
dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di negara kita, yang merupakan suatu
metode memasak bahan pangan. Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan digoreng,
merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan pangan yang
digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur. Pada umumnya
sifat lemak yang diinginkan dalam bahan pangan adalah lemak yang mempunyai titik cair
mendekati suhu tubuh (tubuh manusia), sehingga jika dikonsumsi maka lemak tersebut akan
mencair sewaktu berada di mulut (Ketaren, 1986).
Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Jika digunakan
berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang
terdapat pada asam lemak tak jenuhakan putus membentuk asam lemak jenuh. Minyak yang baik
adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan
kandungan asam lemak jenuhnya. Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang
terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat
dikatakan telah rusak atau dapat disebut minyak jelantah. Penggunaan minyak berkali-kali akan
membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi. Suhu yang semakin tinggi dan semakin lama
pemanasan, kadar asam lemak jenuh akan semakin naik. Minyak nabati dengan kadar asam
lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi
kesehatan
Minyak yang biasa digunakan oleh masyarakat khususnya di Indonesia adalah minyak
kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berasal dari buah kelapa sawit dimana di dalamnya terdapat
banyak minyak. Buah kelapa sawit merupakan buah yang kaya dengan minyak. Dalam tandan
buah sawit yang dipanen, terdiri dari kulit dan tandan (29%), biji atau inti sawit (11%), dan

daging buah (60%). Hal ini merupakan karakteristik unik dan unggul dari buah kelapa sawit jika
dibandingkan dengan jenis tanaman penghasil minyak lainnya, karena kelapa sawit bisa
menghasilkan dua jenis minyak dari buah yang sama.
Proses pengepresan (i) daging buah sawit akan menghasilkan minyak sawit kasar (crude
palm oil, CPO) dan (ii) inti sawit akan menghasilkan minyak inti sawit kasar (crude palm kernel
oil, CPKO).
Kedua jenis minyak ini; CPO dan CPKO bisa diproses dan diolah menjadi aneka jenis
produk turunannya. Lebih lanjut, CPO dan CPKO mempunyai karakteristik kimia, fisik dan gizi
unik yang berbeda. CPO kaya dengan asam palmitat C16) sedangkan CPKO kaya dengan asam
laurat (C12) dan asam miristat (C14). Pada prakteknya, dibandingkan CPKO, CPO lebih banyak
diproses lanjut menjadi minyak goreng, yang sering disebut sebagai minyak sawit.
Penggunaan minyak kelapa sawit pada tahun 2006, misalnya, tercatat minyak sawit
mendominasi produksi minyak nabati dunia; dimana sekitar 52% (atau 26.3 juta ton) dari total
minyak dan lemak yang diperdagangkan secara ekspor, sedangkan kedele, dalam hal ini,
menyumbang sekitar 19% saja. (GAPKI, _)
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% pericarp dan 20% buah yang dilapisi kulit
yang tipis. Kadar minyak dalam pericarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada table. Bahan
yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0.3 persen. (Ketaren, 2008)
Tabel 2. komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit.
Asam Lemak
Asam Kaprilat
Asam kaproat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Laurat
Asam Linoleat
Sumber: Ketaren,2008

Jumlah (%)
1,1 2,5
40 46
3,6 4,7
30 45
7 11

Minyak kelapa sawit memiliki kandungan antioksidan yang cukup, namun antioksidan
yang lebih banyak terdapat pada minyak wijen. Dalam minyak wijen juga mengandung asam
lemak, vitamin dan antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh.
Biji wijen mengandung minyak 35% - 63%, protein 30%, asam amino 7 macam, lemak
jenuh 14%, lemak tak jenuh 85,8%, fosfor, kalium, kalsium, natrium, besi, vitamin B dan E,
antioksidan, dan alanine atau lignin serta tidak mengandung kolesterol. . (Soenardi, 2005)
Minyak wijen yang diproses dari biji wijen hitam atau putih sangat kaya dengan
kandungan protein, vitamin dan mineral. Minyak wijen yang diketahui sangat kaya zat gizi itu,
sekaligus mengandung senyawa asam lemak esensial, omega 6, omega 9, lecithin dan
antioksidan yang berkhasiat baik bagi pencegahan penyakit jantung, kolesterol, kanker dan lain
lain.
Minyak wijen memiliki sifat yang khas, berwarna kuning keemasan yang jernih dan
beraroma lembut. Minyak ini memiliki kesetimbangan yang tinggi dan ketahanan dari kerusakan
dan oksidasi. Keuntungan dari minyak wijen bahwa minyak ini pada temperature tinggi tidak
terbakar secepat minyak lain, dan keuntungan yang lain adalah memiliki antioksidan yang
disebut sesamol.
Pencampuran minyak antara minyak kelapa sawit dan minyak wijen diharapkan dapat
meningkatkan nilai gizi dari bahan yang digoreng. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
Tahu. Tahu merupakan pangan lokal yang sudah sangat familier di masyarakat.
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi
oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam
menghasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium. Bila dibandingkan
dengan kandungan airnya, jumlah protein tahu tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan oleh kadar
airnya yang sangat tinggi. Makanan-makanan yang berkadar air tinggi umumnya kandungan
proteinagak rendah. Selain air, protein juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan mempunyai daya awet rendah (Hamid,
2012).

Antioksidan
Di dalam tahu yang merupakan produk olahan dari kedelai ditemukan suatu zat
antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan
radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti ingin mengkaji tentang seberapa besar antioksidan
yang terdapat dalam campuran antara minyak kelapa sawit dan minyak wijen setelah digunakan
dalam proses penggorengan secara berulang.selain itu juga ingin mengetahui stabilitas oksidatif
yang paling baik dari campuran minyak tersebut dengan perbandingan tertentu serta ingin
mengetahui kerusakan minyak setelah dilakukan penggorengan secara berulang.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kandungan antioksidan
dalam campuran minyak yang digunakan untuk menggoreng sehingga dapat dijadikan referensi
untuk meningkatkan nilai gizi bahan pangan tersebut. Serta memberikan informasi tentang
penggorengan berulang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara
lain bagaimana stabilitas oksidatif yang paling baik dari campuran minyak wijen dan minyak
kelapa sawit? Bagaimanakah kerusakan minyak yang terjadi setelah dilakukan penggorengan
secara berulang?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memberikan informasi kepada industry skala rumah tangga mengenai penggorengan
secara berulang.
2. Mengetahui stabilitas oksidatif yang paling baik dari perbandingan campuran palm oil
dan sesame oil.
3. Mengetahui kerusakan minyak yang terjadi setelah penggorengan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa:
1. Adanya informasi mengenai pengaruh penggorengan tahu terhadap tingkat aktivitas
antioksidan minyak wijen.
2. Adanya informasi mengenai kerusakan minyak setelah digunakan untuk menggoreng
bahan berprotein tinggi secara berulang.
3. Adanya informasi mengenai stabilitas oksidatif yang dihasilkan pada campuran minyak
antara palm oil dan sesame oil.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak
Minyak merupakan triasilgliserol/trigliserida atau ester asam lemak dan gliserol, bersifat
tidak larut air dan larut dalam pelarut organik. Rantainya terdiri atas unsur C, H, dan O. Minyak
memiliki sifat rentan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh air, oksigen, dan panas.
Kerusakan minyak akibat air yaitu terjadinya hidrolisis minyak dimana kemudian akan timbul
asam lemak bebas. Kerusakan minyak akibat oksigen yaitu terjadinya oksidasi yang
menimbulkan adanya peroksida, yang kemudian dapat diikuti dengan pembentukan keton dan
aldehid bebas yang akan menimbulkan bau tengik. (Ketaren, 1987) Kerusakan minyak akibat
panas yaitu terjadinya oksidasi termal sehingga terjadi polimerisasi.
2.2 Tahu
Tahu merupakan produk kedelai non-fermentasi yang disukai dan digemari di Indonesia
seperti halnya tempe, kecap, dan tauco. Tahu adalah salah satu produk olahan kedelai yang
berasal dari daratan Cina. Pembuatan tahu dan susu kedelai ditemukan oleh Liu An pada zaman
pemerintahan Dinasti Han, kira-kira 164 tahun sebelum Masehi. Komposisi zat gizi dalam tahu
cukup baik. Tahu mempunyai kadar protein sebesar 8-12%, sedangkan mutu proteinnya yang
dinyatakan sebagai NPU sebesar 65%. Tahu juga mempunyai daya cerna yang sangat tinggi
karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses
pembuatannya. Dengan daya cerna sekitar 95%, tahu dapat dikonsumsi dengan aman oleh semua
golongan umur dari bayi hingga orang dewasa, termasuk orang yang mengalami gangguan
pencernaan. (Shurtleff dan Aoyagi 2001).

Antioksidan
Di dalam tahu yang

merupakan prodek olahan dari kedelai ditemukan suatu zat

antioksidan dalam bentuk isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga
merupakan antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan
radikal bebas. Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan genistein.
2.3. Wijen
Wijen (Sesamun indicum L.) diperkirakan berasal dari benua Afrika, kemungkinan
Ethiopia. Telah lama tumbuh berkembang di daerah savanna sebagai bahan pangan yang
mengandung protein tinggi dan jenis liar banyak ditemukan di sana. Termasuk famili pedaliceae,
genus Sesamun dan telah diidentifikasi sebanyak 24 spesies. (Soenardi, 2005)

Tanaman wijen ini sudah lama dibudidayakan di Indonesia, sehingga tersebar luas hampir
di semua pulau dan daerah yang sesuai. Sentra pertanaman di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Luas areal pada tahun 1960-an mencapai sekitar
150.000 ha/tahun, kemudian semakin menurun, sehingga dapat mengubah status Indonesia yang
semula sebagai Negara pengekspor beralih menjadi Negara pengimpor. Hal ini dikarenakan
lahan wijen di Jawa terdesak oleh tanaman pangan dan wijen bergeser kea rah kawasan Timur
Indonesia, NTT dan NTB.(Soenardi, 2005)
Biji wijen mengandung minyak 35% - 63%, protein 30%, asam amino 7 macam, lemak
jenuh 14%, lemak tak jenuh 85,8%, fosfor, kalium, kalsium, natrium, besi, vitamin B dan E,
antioksidan, dan alanine atau lignin serta tidak mengandung kolesterol. (Soenardi, 2005)
Dalam

taksonomi

tumbuhan,

tanaman

wijen

diklasifikasikan

(Anonim,2012)
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Traceobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Subkelas

: Asteridae

Ordo

: Scrophulariales

Family

: Pedialiaceae

Genus

: Sesamun

Species

: Sesamun indicum L

sebagai

berikut

Gambar tanaman wijen

Gambar biji wijen

2.3 Minyak Wijen


Minyak wijen (Sesamum indicum L.) merupakan hasil ekstraksi biji wijen melalui proses
penyangraian dan pengempaan. Penyangraian biji wijen (Sesamum indicum L) menghasilkan
minyak wijen dengan kandungan nutrisi dan aktivitas antioksidan yang tinggi. Minyak wijen
yang diproses dari biji wijen hitam atau putih sangat kaya dengan kandungan protein, vitamin
dan mineral. Minyak wijen yang diketahui sangat kaya zat gizi itu, sekaligus mengandung
senyawa asam lemak esensial, omega 6, omega 9, lecithin dan antioksidan yang berkhasiat baik
bagi pencegahan penyakit jantung, kolesterol, kanker dan lain lain.
Minyak wijen memiliki sifat yang khas, berwarna kuning keemasan yang jernih dan
beraroma lembut. Minyak ini memiliki kesetimbangan yang tinggi dan ketahanan dari kerusakan
dan oksidasi. Keuntungan dari minyak wijen bahwa minyak ini pada temperature tinggi tidak
terbakar secepat minyak lain, dan keuntungan yang lain adalah memiliki antioksidan yang
disebut sesamol.
2.4. Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis
JACQ}. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti
(kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang
diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam
disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio.
Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak
sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak.

Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa
yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan
nontrigliserida
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% pericarp dan 20% buah yang dilapisi kulit
yang tipis. Kadar minyak dalam pericarp sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah
lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada table. Bahan
yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0.3 persen. (Ketaren, 2008)
Tabel 2. komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit.
Asam Lemak
Asam Kaprilat
Asam kaproat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Laurat
Asam Linoleat
Sumber: Ketaren,2008

Jumlah (%)
1,1 2,5
40 46
3,6 4,7
30 45
7 11

2.5. Antioksidan
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.
Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah
teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai
senyawa-senyawa yang melindungi seldari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika
berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein lipida
dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi
oksiasi dapat mnenyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit
lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik
dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada

tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang
banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.
(Anonim,2013)
2.5. Sesamol
Sesamol adalah senyawa fenolik yang ditemukan di biji wijen dan minyak wijen dan
dianggap sebagai komponen antioksidan utama dalam minyak. Sementara biji wijen mentah
hanya berisi sejumlah sesamol, sesamol dihasilkan dari dekomposisi sesamolin selama proses
pemanggangan biji wijen (Wanasundara et al., 1998).
Sesamol adalah senyawa organik alami yang merupakan komponen dari minyak wijen.
Ini adalah kristal putih solid yang merupakan turunan fenol. Hal ini sedikit larut dalam air, tetapi
larut dengan kebanyakan minyak. Hal ini dapat diproduksi oleh sintesis organik dari heliotropin.
Sesamol telah ditemukan untuk menjadi antioksidan yang dapat mencegah pembusukan
minyak, Hal ini juga dapat mencegah pembusukan minyak dengan bertindak sebagai antijamur.
Sesamin adalah lignan yang diisolasi dari kulit tanaman Fagara dan dari minyak wijen.
Sesamin dan sesamolin merupakan komponen minor minyak wijen, rata-rata terdiri dari hanya
0,14% dari minyak dengan massa. (Anonim,2014)
Sesamol memiliki banyak aktivitas biologis yang penting dan bermanfaat untuk
kesehatan seperti mendorong pertumbuhan penangkapan dan apoptosis pada kanker dan sel-sel
jantung dan meningkatkan kapasitas fibrinolitik vaskular (Jacklin, et al., 2003).

Gambar

struktur

kimia Sesamolin

kimia

Sesamol

Gambar

struktur

Gambar struktur kimia Sesamin

2.6. Proses Penggorengan


Penggorengan merupakan proses dehidrasi (pengambilan air) dari produk pangan, baik
dari bagian luar maupun keseluruhan bagian produk. Proses penggorengan menggunakan minyak
atau lemak sebagai media pindah panas. Proses pindah panas terjadi dari permukaan
penggorengan menuju minyak atau lemak yang panas menuju permukaan yang digoreng. Selama
penggorengan air mengalami penguapan dan permukaan produk yang digoreng menjadi
mengeras (terbentuk lapisan keras atau crust), sedangkan tekstur bagian dalam produk dapat
mengeras atau tetap lembek atau lunak bergantung pada sifat bahan yang digoreng.
Minyak atau lemak sebagai media pindah panas juga bisa terserap pada produk yang
digoreng atau melapisi permukaan produk melalui proses adsorpsi, penyerapan atau reaksi
kimiawi membentuk lapisan keras bergantung pada sejumlah faktor, seperti jenis produk pangan
yang digoreng, suhu dan waktu penggorengan, serta sifat kimia minyak. (Estiasih,2009)
Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama,
akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Minyak yang telah
rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur dan flavor dari
bahan pangan yang digoreng. (Ketaren, 1996).
2.6.1 Pan Frying
Proses gangsa (Pan Frying) dapat menggunakan lemak atau minyak dengan titik
asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu
pemanasan pada system deep frying. Ciri khas dari proses gangsa ialah, bahan pangan
yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak atau lemak. (Ketaren, 1996)

2.6.2 Deep Frying

Deep frying adalah metode penggorengan dimana bahan dipanaskan dalam


minyak panas dan terjadi imersi. Metode ini sering digunakan pada penggorengan produk
makanan komersial. Suhu pemanasan yang digunakan untuk penggorengan bahan
berkisar antara 1600C-1950C. Dengan suhu pemanasan yang lebih rendah, proses
penggorengan akan lebih lama. Namun dengan suhu pemanasan yang lebih tinggi,
kerusakan pada minyak menjadi faktor pembatas. (deMan, 1999). Absorbsi minyak pada
bahan yang digoreng bervariasi sekitar 10-40%, tergantung kondisi penggorengan, bentuk
dan ukuran bahan yang digoreng. Lemak yang digunakan tidak berbentuk emulsi dan
mempunyai titik asap (smoking point) di atas suhu penggorengan, sehingga asap tidak
terbentuk selama proses penggorengan. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap
(smoke)

maka

ini

berarti

lemak

tersebut

mengalami

dekomposisi

sehingga

mengakibatkan bau dan rasa yang tidak enak. Lemak yang dapat digunakan dalam proses
penggorengan secara deep frying adalah lemak nabati yang mengalami proses
hidrogenasi. (Ketaren, 1996)
2.6 Kerusakan Minyak Selama Penggorengan
Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu, terbentuknya
peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan
karbonil, dan polimerisasi oksidasi sebagian. (Ketaren, 2008)
Pada saat proses penggorengan, udara dari luar masuk ke dalam minyak goreng, hal ini
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak yaitu oksidasi. Oksidasi yang berkelanjutan
akan membentuk hidroperoksida dan diena terkonyugasi kemudian akan terbentuk alkohol,
keton, aldehid, asam dan hidrokarbon (senyawa volatile).
Pada saat proses menggoreng, air dari bahan masuk ke dalam minyak, kemudian
menyebabkan reaksi hidrolisis sehingga membentuk asam lemak bebas, mono- dan di- gliserida.
gliserol.
Kemudian karena adanya panas pada saat menggoreng, maka ada penguapan air yang
akan menyebabkan bahan mengalami dehidrasi dan menghasilkan pemecahan dari minyak yaitu
dimer, trimer, epoksida, alkohol, hidrokarbon.

Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi (sekitar 250 oC) tanpa oksigen, akan terjadi
peristiwa polimerisasi yang berlangsung dalam beberapa tahap. Asam linoleat yang terdapat
dalam minyak terkonjugasi akibat panas dan membentuk senyawa siklis sendiri atau dengan
molekul lain yang mempunyai ikatan rangkap sehingga membentuk persenyawaan siklis. Cincin
sikloheksana mengandung satu ukatan rangkap endosiklis dan satu ikatan rangkap eksolisis yang
berfungsi sebagai dienophile untuk bereaksi dengan molekul linoleat berkonjugasi lainnya
sehingga membentuk suatu persenyawaan trimer. (Ketaren,2008)
2.7. Hipotesis
1. Penggorengan secara berulang akan meningkatkan kerusakan yang terjadi pada
minyak.
2. Nilai antioksidan pada minyak wijen akan menurun setelah mengalami proses
penggorengan.
3. Dalam sampel yang digunakan untuk menggoreng, terdapat kandungan antioksidan di
dalamnya

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Penelitian

3.1.1. Tahu
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tahu. Sampel disimpan pada suhu ruang
3.1.2. Bahan Kimia
Bahan yang digunakan adalah etanol 95%, PP, larutan KOH 0,1 N, asam asetat:kloroform
3:2, KI jenuh, aquades, Na2S2O3 0,1 N, amilum 1%, CHCl3/CCl4, larutan IBr, dan larutan KI
15%, reagen p-Anisidine, isooktan.
3.2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan antara lain, Erlenmeyer, buret, statif, pipet ukur 10 ml, pipet tetes,
pipet ukur 1 ml, corong, propipet, gelas beker, gelas ukur, deep fryer, timbangan digital,
timbangan analit, Lovibond Tintometer, Viskosimeter, refluks.
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2014 di Laboratorium KimiaBiokimia Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, dan Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi,
Universitas Gadjah Mada.
3.4. Tahapan Penelitian
Penelitian ini secara umum terdiri atas :
1. Penyiapan minyak wijen, minyak kelapa sawit dan sampel
2. Pengujian secara fisik dan kimiawi dari minyak wijen.

3.4.1 Penelitian Pendahuluan


Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu perbandingan campuran antara minyak
kelapa sawit dan minyak wijen serta banyaknya penggorengan yang dilakukan secara berulang.

Perbandingan antara minyak kelapa sawit dan minyak wijen yang digunakan dalam percobaan
adalah 70:30. Sedangkan penggorengan yang dilakukan sebanyak tujuh kali ulangan dalam
sehari. Dan akan dilakukan proses penggorengan selama tiga hari berturut-turut dengan
menggunakan minyak yang sama.
1. Pembuatan Minyak Wijen
Minyak wijen dibuat dengan cara pengepresan biji wijen yang telah disangrai. Biji
wijen dilakukan penyangraian terlebih dahulu sebelum di pres. Penyangraian dilakukan
pada suhu 180oC - 190oC. setelah itu dilakukan pengepresan biji wijen sangria.
Pengepresan dilakukan dengan waktu cepat setelah biji wijen disangrai sehingga minyak
yang didapatkan cukup banyak.
2. Pembuatan Sample
Sampel yang akan digunakan adalah tahu. Persiapan sampelnya adalah dengan
memotong tahu dengan ukuran yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama terdiri dari pengujian secara fisik dan kimiawi. Pengujian fisik terdiri
dari pengujian viskositas dan warna dari campuran minyak tersebut. Pengujian kimiawi terdiri
dari uji lipida berupa pengujian asam lemak bebas dengan penentuan angka asam, uji angka
peroksida, angka iodin, angka p- anisidin, penghitungan totox value, uji titik asap, uji total polar
compound, dan uji antioksidan dengan metode DPPH.

1. Uji Asam Lemak Bebas (%FFA) dengan Penentuan Angka Asam


Mula-mula ke dalam labu Erlenmeyer dimasukkan sampel minyak sebanyak 10
gram kemudian ditambahkan 50 ml etanol 95% netral. Kemudian ditutup dengan
pendingin balik (reflux) dan dilakukan pemanasan sampai mendidih lalu digojog kuatkuat. Kemudian dilakukan pendinginan pada suhu kamar. Setelah itu, ditambahkan
indikator PP dan dititrasi dengan 0,1 N KOH standar. Titik akhir titrasi diketahui bila

terbentuk warna merah muda yang tak hilang selama 30 detik. Kemudian dicatat larutan
0,1 N KOH yang dibutuhkan.
2. Angka Peroksida
Sampel minyak sebanyak 5,00 + 0,005 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
bertutup lalu ditambahkan 30mL campuran Asam Asetat : Kloroform (3:2). Kemudian
digoyangkan hingga bahan larut semua. Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh.
Lalu didiamkan selama 1 menit dengan penggojogan sesekali. Kemudian ditambahkan 30
mL aquadest. Lalu dititrasi dengan 0,1 N Na-Thiosulfat standar. Titik akhir titrasi ditandai
dengan warna kuning hampir hilang. Kemudian ditambahkan larutan pati 1% sebanyak
0,5 mL. Titrasi dilanjutkan hingga warna biru hilang. Dilakukan pencatatan mL Nathiosulfat yang dibutuhkan. Dilakukan pula titrasi blanko.
3, Angka Iodine
Sampel minyak sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
ditambahkan 10mL CHCL3 (atau CCl4) dan 25mL reagen Ibr. Lalu dilakukan pendiaman
di tempat gelap selama 30 menit dengan kadang digojog. Kemudian ditambahkan 10 mL
larutan KI 15% dan 80 mL aquadest yang telah dididihkan. Lalu segera dititrasi dengan
larutan Na-thiosulfat 0,1 N hingga larutan berwarna kuning pucat. Lalu ditambahkan 2
mL larutan pati. Kemudian titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang dan dilakukan
pencatatan kebutuhan larutan Na-thiosulfat. Dilakukan titrasi Blanko, dengan cara 25mL
reagen IBr ditambah 10mL KI 15% diencerkan dengan 100mL aquadest yg telah
dididihkan, kemudian dititrasi dengan lart. Na-thiosulfat 0,1N.
4. Uji Kapasitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Sampel minyak sebanyak 0,1 gram diencerkan hingga 10 ml (10.000 ppm)
menggunakan labu ukur 10 ml kemudian sampel tersebut dipindahkan ke dalam tabung
reaksi untuk selanjutnya dilakukan pemvorteksan selama 30 detik. Setelah itu sampel
didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap kemudian dilakukan pengambilan 1 ml
sampel dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dilakukan penambahan 4 ml
methanol dan1 ml DPPH (2000 ppm) setelah itu dilakukan pemvorteksan selama 30

detik dan pendiaman 30 menit dalam ruang gelap setelah itu dilakukan peneraan pada
absorbansi 517 nm.

5. Uji Angka p-Anisidine


p-Anisidine value digunakan untuk mengestimasi jumlah a- dan b- unsaturated
aldehyde (terutama 2-alkemal, dan 2,4-dienal) yang merupakan produk sekunder oksidasi
minyak/ lemak. Aldehid-aldehid itu bereaksi dengan p-Anisidine membentuk kromogen
yang dapat diukur dengan spektrofotometer. Cara pengukuran p-Anisidine value yang
pertama kali dilakukan adalah membuat larutan reagen p-Anisidine yaitu dengan
menimbang 0,25 gram kristal p-anisidine kemudian dilarutkan dengan 100 mL asam
asetat glasial. Setelah itu menyiapkan larutan sampel dengan cara menimbang sampel
minyak setelah dan sebelum digunakan untuk menggoreng masing-masing sebanyak 0.1
gram kemudian ditambahkan 9.5 mL isooctane kemudian dilakukan pemvortexan hingga
larutan tercampur setelah itu larutan sampel tersebut ditambahkan 0.5 mL reagen pAnisidine yang telah dibuat, kemudian dilakukan pemvortexan dan dilakukan peneraan
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 350 nm. Kemudian
dilakukan penghitungan menggunakan rumus:
AV = 100 x Abs.350nm
6. Penghitungan Totox value
Totok value lebih menunjukkan oksidasi total minyak menggunakan angka
peroksida dan angka p-anisidine:
T. Value = p-Anisidine value + (2 PV)
7. Uji Titik Asap
8. Uji Total Polar Compound
9. Viskositas

Viskositas

minyak

wijen

sebelum

dan

sesudah

penggorengan

diukur

menggunakan alat Viskosimeter.


10. Warna
Warna minyak wijen sebelum dan sesudah penggorengan diukur menggunakan
alat Lovibond Tintometer atau chromameter.
11. Uji Angka Penyabunan
Penimbangan 1,5-5,0 gram sampel minyak dalam erlenmeyer 250 ml. Tambahkan
50 ml larutan KOH (yang dibuat dengan cara melarutkan 40 gram KOH dalam 1 liter
ethanol).
Pemanasan sampel dalam erlenmeyer pada pendingin balik hingga mendidih,
biarkan sampel mendidih selama 30 menit. Kemudian pendinginan erlenmeyer,
masukkan 3 tetes indikator penolphtalein. Kelebihan larutan KOH dititrasi dengan
larutan standar 0,5 N HCl. Uji blanko dilakukan dengan tanpa sampel minyak
Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus:
(ml blankoml sampel )
Bilangan penyabunan =
x N HCL x BM KOH
gram sampel

12. Uji Kadar Lemak dan Minyak dengan Soxhlet


Penimbangan bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g (sebaiknya yang kering
dan lewat 40 mesh). Masukan kedalam tabung ekstraksi soxhlet dalam thimble.
Pemasangan tabung ekstraksi pada alat soxhlet dengan menggunakan solven petroleum
ether secukupnya ( 10 nd), distilasi dilakukan selama 4 jam.
Petroleum ether yang telah mengandung ekstrak lemak dan minyak dipindahkan
kedalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya kemudian uapkan diatas
waterbath sampai agak pekat. Teruskan pengeringan dalam oven 100 C sampai berat
konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak.

DAFTAR PUSTAKA

deMan, John M.1999. Principles of Food Chemistry, 3rd Edition. Maryland: Aspen
Publishers.

Jacklin, A., C. Ratledge, K. Welham, D. Bilko and C.J. Newton, The sesame seed oil
constituent, sesamol, induces growth arrest and apoptosis of cancer and
cardiovascular cells, Ann. N.Y. Acad. Sci. 1010:374380 (2003).
Ketaren, S. 1987. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press,
Universitas Indonesia.
Soenardi. 2005. Budi Daya Pascapanen Wijen (Sesamum indicum Linn.). Malang: Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Wanasundara, P.K.J.P.D., and F. Shahidi, Process-induced change in edible oils, ProcessInduced Chemical Changes in Food, edited by F. Shahidi, C.T. Ho, and N.V. Chuyen,
Plenum Publishers, New York, City, USA, 1998, pp. 135160.
Anonim. 2012. Wijen. http://www.plantamor.com/index.php?plant=1136Proposal. Diakses
pada tanggal 3 Juli 2014 pukul 21.00 WIB
Anonim. 2013. Antioksidan. http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan. Diakses pada
tanggal 3 Juli 2014 pukul 22.00 WIB
Anonim. 2014. Sesamol. http://en.wikipedia.org/wiki/Sesamol. Diakses pada tanggal 4 Juli
2014 pukul 09.15 WIB

PROPOSAL PENELITIAN
Studi Mengenai Sifat Fisikokimia dan Stabilitas Oksidatif Campuran Minyak Kelapa Sawit dan
Minyak Wijen pada Penggorengan Berulang Tahu Bandungan

Oleh
Nama
NIM

: Andy Suares Sirait


: 11 / 314051 / TP / 10042

Dosen Pembimbing

: Dr. Ir. Pudji Hastuti, MS

Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian


Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2015

Anda mungkin juga menyukai