Anda di halaman 1dari 12

KIMIA BAHAN PANGAN

PENGARUH PENGGORENGAN TELUR MATA SAPI DENGAN MINYAK


GORENG TERHADAP STRUKTUR LEMAK PADA TELUR MATA SAPI

Kelompok 1
1. M. Rusli Zakaria (14030654044)
2. Rizki Dwi Fanani (14030654048)
3. Sri Wahyuni (14030654054)
4. Farida Arifah (14030654076)
5. Muflichatu Nur Fita (14030654077)
6. Evadiyah Fatmawati (14030654084)

PROGAN STUDI PENDIDIKAN SAINS


JURUSAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lemak adalah salah satu komponen makanan multifungsi yang sangat penting
untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga mempunyai sisi negatif
terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh adalah sebagai sumber energi, bagian dari
membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan
suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh serta pelarut vitamin A, D, E, dan K.
Keberadaan lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Lemak dan minyak sering ditambahkan ke bahan
makanan dengan sengaja untuk berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan,
minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng,
shortening(mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine.
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan. Karena dapat
berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi
dan kalori dalam bahan pangan. Tetapi pemanasan minyak secara berulang-ulang pada
suhu yang tinggi dan dalam waktu yang cukup lama, akan menghasilkan senyawa
polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Kerusakan minyak selama proses
penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng.
Pada minyak yang rusak terjadi proses oksidasi, polimerisasi dan hidrolisis. Proses
tersebut menghasilkan peroksida yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar
dicerna oleh tubuh.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diperoleh rumusan masalah,
yaitu “Bagaimana pengaruh penggorengan telur mata sapi dengan minyak goreng
terhadap struktur minyak pada telur mata sapi ?”
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah “Untuk mengetahui pengaruh penggorengan
telur mata sapi dengan minyak goring terhadap struktur lemak pada telur mata sapi”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lipida
Merupakan golongan senyawa organic yang sangat heterogen yang menyusun
jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organic kedua
yang menjadi sumber makanan. Lipida mempunyai sifat umum sebagai berikut :
 Tidak larut dalam air
 Larut dalam pelarut organic, seperti benzene, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida
 Mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, dan oksigen
 Bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
 Berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan
Lipida bukan merupakan suatu polimer, tidak mempunyai satuan yang
berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya, lipida digolongkan
menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol
1. Lipida sederhana
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan
lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil
komponen selain trigliserida, yaitu : lipida kompleks (lesitin, sephalin, glikolipida),
sterol yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak
bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut
mempengaruhi warna dan rasa dari makanan.
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-
buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayur-sayuran.Dalam
jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat
dalam jaringan adipose dan sumsum tulang.
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan
asam lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya, trigliserida dapat dipandang sebagai
hasil kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan 3 molekul asam lemak,
sehingga senyawa ini sering disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak
penyusun itu sama, maka disebut triasilgliserida sederhana, akan tetapi jika tidak
sama, disebut triasilgliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam mengandung
lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan menghasilkan 3
molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Reaksi hidrolisis
trigliserida dapat digambarkan sebagai berikut :

Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan
berwujud padat pada suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam
lemak jenuh sehingga berupa zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari
gliserida asam lemak tidak jenuh berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah
minyak tumbuhan.
2. Lipida Majemuk
Lipida majemuk jika dihidrolisis akan menghasilkan gliserol, asam lemak dan
zat lain. Secara umum lipida kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu
fosfolipida dan glikolipida. Fosfolipida adalah suatu lipida yang jika dihidrolisis
akan menghasilkan asam lemak, gliserol, asam fosfat, serta senyawa nitrogen.
Contohnya adalah lesitin dan sephalin.
Glikolipida adalah suatu lipida kompleks yang mengandung karbohidrat.
Salah satu contoh senyawa yang termasuk dalam golongan ini adalah serebrosida.
Serebrosida terutama terbentuk dalam jaringan otak, senyawa ini merupakan
penyusun kurang lebih 7% berat kering otak dan pada jaringan saraf.
3. Sterol
Sterol sering ditemukan bersama-sama dengan lemak. Sterol dapat dipisahkan
dari lemak setelah penyabunan. Oleh karena sterol tidak tersabunkan maka
senyawa ini terdapat dalam residu. sterol terdapat dalam jaringan binatang dan
tumbuhan, ragi, jamur, tetapi jarang ditemukan dalam bakteri.
Persenyawaan sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan
fitosterol. Senyawa kolesterol umunya terdapat dalam lemak hewani. Sedangkan
fitosterol terdalam minyak nabati.
Kolesterol merupakan penyusun utama batu empedu. Kolesterol berfungsi
membantu absorbs asam lemak dari usus kecil, juga membantu precursor bagi
pembentukan asam empedu, hormone steroid, dan vitamin D.
B. Telur dan Telur Mata Sapi
Telur merupakan alat reproduksi untuk membentuk embrio dan anakan yang
baru. Telur disini terdiri dari 2 bagian, yaitu kuning telur yang kaya akan lemak dan
kolesterol, sedangkan putih telur kaya akan protein.

Gambar nutrisi yang ada pada telur mentah


Telur sendiri, dapat dijadikan menjadi berbagai macam olahan makanan,
seperti telur mata sapi, telur dadar, dan lainnya. Olahan-olahan telur tersebut sangat
familiar bagi masyarakat dan kerap dijadikan menu masakan setiap harinya.
Gambar nutrisi pada telur mata sapi
Untuk mengetahui nutrisi yang kita makan setiap harinya dengan mengonsumsi
telur sebagai menu makanan, berikut adalah perbandingan antara nutrisi pada telur,
khusunya lemak yang terkandung dalam telur sebelum dan sesudah dimasak.

(a) (b)
Tabel (a) merupakan kandungan lemak pada telur yang belum dimasak dan tabel
(b) merupakan kandungan lemak pada telur mata sapi.
C. Pengertian Minyak Goreng
Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak
yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit,
minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak goreng jenis ini
mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali
minyak kelapa. Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan
lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih
tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak
oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan
dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen
dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak.
Terdapat 2 (dua) cara proses menggoreng, yaitu pan frying dan deep frying.
Menggoreng cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga
bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Proses menggoreng adalah
suatu proses persiapan makanan dengan cara memanaskan bahan makanan di dalam ketel
yang berisi minyak.
D. Minyak dan Penggorengan
 Penggunaan minyak
Minyak atau lemak digunakan sebagai medium memasak baik dalam
penggorengan dan minyak terbatas maupun dalam minyak melimpah yang
mendidih. Penggorengan dengan minyak terbatas dilakukan sewaktu
menggoreng telur dan sebagainya. Penggunaan dengan minyak melimpah
dilakukan sewaktu menggoreng peyek, pisang goreng, ayam empal dan
sebagainya (Winarno, 1999).
Makanan yang menyerap minyak terlalu banyak atau kuyup minyak
tidak disukai karena rasanya tidak enak dan secara ekonomi tidak
menguntungkan. Oleh karena itu, penyerapan minyak yang berlebihan harus
dicegah dan minyak harus dijaga agar tetap pada suhu optimum selama
penggorengan.
Makanan sebaiknya dijaga agar mengalami kontak secepatnya dengan
minyak yang panas untuk mengurangi absorbsi minyak ke dalam makanan,
dalam tempe, tahu dan pisang goreng banyak menyerap minyak hal ini dengan
mudah dapat dibuktikan dengan menekan produk goreng tersebut dengan
kertas tisu (Winarno, 1999).
E. Pengaruh Penggorengan Telur Mata Sapi dengan Minyak Goreng
Ketika minyak dipanaskan dengan suhu tinggi, maka lemak akan teroksidasi,
terpecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Selanjutnya asam lemak bebas
selanjutnya berubah menjadi lemak trans yang jika masuk ke dalam tubuh akan
mengendap di dinding pembuluh darah.
Menurut Puspitasari, pembentukan asam lemak trans dalam makanan
diperoleh pada saat pemanasan selama pengolahan minyak (refinery). Secara umum,
makanan yang digoreng mempunyai struktur yang sama yaitu lapisan permukaan
(outer zone surface), lapisan tengah (outer zone/crust) dan lapisan dalam (inner
zone/core). Lapisan bagian dalam dari makanan (core) masih mengandung air.
Lapisan tengah makanan (crust) adalah bagian luar makanan yang merupakan hasil
dehidrasi pada saat digoreng.
Minyak yang diserap untuk mengempukkan crust makanan, sesuai dengan
jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Jumlahnya yang terserap tergantung
dari perbandingan antara lapisan tengah dan lapisan dalam. Semakin tebal lapisan
tengah maka semakin banyak minyak yang akan terserap. Lapisan permukaan
merupakan hasil reaksi Maillard (browning non enzimatic) yang terdiri dari polimer
yang larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya
senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein dan
atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan.
Umumnya kerusakan oksidasi terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila
minyak dipanaskan suhu 100oC atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi.
Oksidasi pada penggorengan suhu 200oC menimbulkan kerusakan lebih mudah pada
minyak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi, sedangkan hidrolisis mudah terjadi
pada minyak dengan asam lemak jenuh rantai panjang. Dalam kehidupan sehari-hari,
asam lemak trans dijumpai dalam berbagai produk pangan lemak nabati yang
dihidrogenasi seperti margarin, shortening, biskuit atau kue-kue. Proses hidrogenasi
yang terjadi selain menghasilkan jumlah lemak jenuh lebih banyak, juga akan
mengubah bentuk cis menjadi trans.
Proses oksidasi pada lemak sendiri, terdiri dari 3 tahapan, yaitu tahap inisiasi,
propagasi, dan terminasi.
Pada tahap inisiasi, molekul lipida (RH) teraktivasi oleh panas. Kemudian RH
akan terdekomposisi menjadi radikal bebas R* dan H*. Tidak semua ujung lipida
mudah teraktivasi, hanya pada gugus metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap
dari asam lemak yang bersifat labil. Radikal bebas yang terbentuk akan mengalami
resonansi hibrida membentuk radikal bebas turunan. Radikal bebas yang terbentuk
akan cepat hilang melalui proses rekombinasi menjadi RH, RR, H2, H2O, dan lainnya.
Pada tahap propagasi, karena adanya oksigen, maka radikal bebas (R*) tidak
melakukan rekombinasi, tetapi dengan hadirnya molekul oksigen akan terjadi
pertemuan antara radikal bebas dengan oksigen yang akan menghasilkan radikal
bebas peroksida (ROO*). Radikal peroksida ini akan bereaksi dengan molekul lipida
lainnya (RH) menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal bebas R*.

Hidroperoksida yang dihasilkan, sebenarnya bukan senyawa yang volatil,


tidak berbau, dan tidak berasa, tetapi dengan terakumulasinya senyawa tersebut akan
memacu terjadinya autooksidasi. Hidroperoksida relatif tidak stabil. Naiknya
konsentrasi hidroperoksida dalam sistem mengakibatkan terjadinya dekomposisi.
Reaksi dekomposisi monomolekuler dari hidroperoksida akan menghasilkan radikal
alkoksi (RO*) dan hidroksi (OH*).

Pada tahap terminasi, hidroperoksida melalui reaksi berantai berkelanjutan


akan banyak membentuk radikal bebas dan produk akhir yang stabil. Produk akhir ini
termasuk senyawa karbonil rantai pendek yang sangat peka untuk membentuk rasa
tengik dan reaksi sampingan akan menyebabkan kerusakan lipida. Reaksi ini akan
berakhir apabila radikal bebas menangkap radikal bebas lainnya atau dengan radikal
bebas inaktivator (x) akan menghasilkan senyawa stabil.

Efek dari oksidasi lemak ini, dapat menyebabkan perubahan pada segi rasa,
warna, dan juga tekstur. Rasa tengik yang timbul adalah karena adanya dekomposisi
peroksida yang menghasilkan karbonil rantai pendek. Oksidasi juga menyebabkan
rusaknya pigmen karotenoid dan menyebabkan terjadinya reaksi maillard.Selain itu,
juga terjadi perubahan tekstur menjadi lebih keras yang disebabkan karena adanya
ikatan antara radikal bebas yang dilepaskan oleh protein dengan radikal bebas yang
dilepaskan oleh lemak membentuk ikatan silang.
Pada penggorengan telur mata sapi, tidak terjadi bau tengik karena proses
oksidasi tidak terjadi sempurna karena adanya kandungan protein pada telur. Protein
inilah yang menghambat terjadinya oksidasi pada telur karena protein cenderung
untuk membentuk radikal bebas yang kemudian akan berikatan dengan radikal bebas
lemak sehingga terbentuk produk akhir berupa senyawa yang stabil.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa minyak merupakan campuran dari ester asam lemak
dengan gliserol. Apabila proses menggoreng minyak yang dipanaskan secara terus
menerus pada suhu tinggi dapat menimbulkan kontak oksigen dari udara luar yang
dengan mudah terjadinya reaksi oksidasi pada minyak.
Ketika penggorengan telur mata sapi dengan menggunakan suhu panas terjadi
pembentukan asam lemak trans dalam makanan saat pemanasan selama pengolahan
minyak. Sehingga ketika makanan yang digoreng memiliki 3 lapisan struktur yang
sama diantaranya lapisan permukaan (outer zone surface), lapisan tengah (outer
zone/crust) dan lapisan dalam (inner zone/core). Ketika semakin tebal lapisan tengah
maka semakin banyak minyak yang terserap. Hal ini dikarenakan lapisan tengah
mengalami dehidrasi pada saat penggorengan. Sering kita ketahui bahwa saat
penggorengan telur ceplok mata sapi apabila terlalu lama saat pemanasan, hal dapat
menimbulkan warna coklat kekuningan pada lapisan luar telur. Hal ini dikarenakan
senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein dan
atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan.
Selain itu, ketika penggorengan telur mata sapi dengan menggunakan minyak
goreng, menyebabkan timbulnya reaksi oksidasi pada lipida, baik lipida dalam telur
maupun dalam minyak goreng. Akan tetapi reaksi oksidasi yang terjadi terputus
dengan cepat karena adanya donor radikal bebas dari protein telur yang menghambat
proses oksidasi sehingga rasa pada telur tidak berubah menjadi tengik. Pada proses
oksidasi lemak sendiri terjadi 3 tahapan, diantaranya tahap inisiasi, propagasi dan
terminasi.
Pada tahapan inisiasi terdapat molekul lipida (RH) yang teraktivasi panas
sehingga mengalami dekomposisi menjadi radikal bebas. Hal ini dikarenakan gugus
metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap dari asam lemak bersifat labil hal ini
menyebabkan radikal bebas dapat mengalami resonansi hibrida untuk membentuk
radikal bebas turunan. Pada tahapan propagasi terjadi penghambatan radikal bebas
dalam melakukan rekombinasi yang disebabkan adanya oksigen. Sedangkan pada
tahapan terminasi yaitu pada hidroperoksida melalui reaksi berantai berkelanjutan
akan banyak membentuk radikal bebas dan produk akhir yang stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Tanpa tahun. (online: http://eprints.ung.ac.id/7469/5/2013-2-2-13201-


811409086-bab2-20022014070818.pdf) Diakses pada 4 Maret pukul 16.00
WIB.
Ayu, Ratu. Pengaruh Suhu Dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap
Pembentukan Asam Lemak Trans. MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL
2009: 23-28.

Etika, Nimas Mita. Bahaya Memanskan Minyak dengan suhu tinggi. Online
(https://hellosehat.com/bahaya-memanaskan-minyak-dengan-suhu-tinggi/).
Diakses pada 04 April 2017

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press

Sugiyono. 2004. Kimia Pangan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai