yang cukup tinggi, rasa dagingnya khas, enak, lezat, dan gurih. Ikan patin dinilai lebih aman
untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah dibandingkan dengan daging ternak
Protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu 16,58%. Daging ikan patin tebal dan tidak
banyak duri, dari berat ikan rendemennya dapat mencapai sekitar 40-50% (Anonim, 2008).
Ikan patin merupakan salah satu komoditi ikan air tawar yang memiliki potensi
besar untuk dikembangkan serta memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan ikan patin (Pangasius sp) ini mendapat perhatian dan diminati oleh para
pengusaha untuk membudidayakannya. Beberapa keunggulan ikan patin seperti tempat
pemeliharaan tidak memerlukan air yang mengalir dan hanya dalam waktu pemeliharaan 6
bulan dapat mencapai panjang 35 – 40 cm (Rosman, 2008).
melakukan aktivitas pada malam hari seperti halnya catfish lainnya, dan sesekali
muncul ke permukaan air untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan patin sangat
toleran terhadap derajaat keasaam (pH) air, yaitu dari perairan yang agak asam (pH 5)
sampai perairan yang basa (pH 9). Nilai pH (puisanche of the H) yang normal bagi
kehidupan ikan patin adalah 7 (skala pH 1-14), namun karena pH air meningkat pada siang
hari dan menurun pada malam hari akibat berlangsungnya fotosintesa maka derajat
keasaman yang baik untuk ikan patin adalah antara 5-9. Kandungan oksigen terlarut yang
dibutuhkan bagi kehidupan patin adalah berkisar 80-250 ppm. Suhu air media
pemeliharaan yang optimal berada pada kisaran 28-30℃ (Susanto dan Amri, 1999).
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan
punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relative
kecil denga mulut terletak di ujung kepala agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas
golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-
jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan
jari-jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6-7 buah (Kordi, 2005).
Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil dan
sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip duburnya agak panjang dan
mempunyai 30-33 jari-jari lunak, sirip perutnya terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip
dada terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai
patil dan memiliki 12-13 jari-jari lunak (Santoso dan Amri, 1996).
Ikan patin memiliki kandungan lemak yang tinggi dan merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh yang sangar bagus, termasuk asam lemak omega-3 yang memiliki fungsi positif bagi
kesehatan manusia. Asam lemak omega-3 seperti asam eikosa pentaenoat (C20:5) dan
asam dokosa heksaenoat (C22:6) terdapat dalam minyak atau lemak ikan. Keuntungan
mengonsumi asam lemak omega-3 adalah adanya tendensi dapat menurunkan kadar
kolestrol dan lemak dalam darah sehingga tidak terjadi penimbunan pada dinding
pembuluh darah (Hastarini dkk., 2012).
Berbentuk padat pada suhu ruangan dan dikenal sebagai lemak jahat. Umumnya
lemak jenuh terdapat dalam produk hewani. Semakin banyak konsumsi lemak jemuh, maka
semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah. Contoh makanan yang mengandung asam
lemak jenuh serta pengganti makanannya (Winarno, 1980) :
1. Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Minyak ini sangat kaya akan lemak jenuh.
2. Hydrogenated atau partially hydrogenated oils. Hindari junk food yang
menggunakan minyak yang dihidrogenasi atau dihidrogenasi sebagian, atau lemak
trans. Junk food ini termasuk donat dan kentang goreng.
3. Susu whole fat atau produk-produk susu, termasuk keju. Mulailah beralih dari
produk-produk susu yang whole fat ke produk susu dengan 1 atu 2 persen lemak atau
ke susu skim. Keju juga telah tersedia dengan berbagai versi skim-milk. Selain itu,
creamer produk non-susu yang mengandung lemak jenuh juga sebaiknya diganti
dengan susu skim.
4. Pengganti lemak. hati-hati mengunakan makanan lemak dengan kalori yang lebih
rendah. Studi-studi telah menunjukkan, memilih lemak rendah kalori justru memicu
orang-orang mengonsumsi makanan tersebut dalam jumlah yang lebih besar. Karena
itu, jangan jadikan rendah kalori sebagai alasan untuk mengonsumsi lebih banyak.
5. Mentega. Mentega kaya lemak jenuh, kalori dan kolesterol tetapi sama sekali tidak
mengandung nilai gizi.
6. Pizza, popcorn yang kaya lemak serta kudapan lainnya.
Beberapa contoh asam lemak jenuh yang terdapat didalam minyak dan lemak dapat
dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Asam Lemak Jenuh
JENIS ASAM RUMUS SUMBER/ASAL TITIK CAIR
MOLEKUL (OC)
Sedangkan, makanan seperti mentega dan keju mengandung asam lemak trans. Asam
lemak trans juga berpengaruh buruk bagi kadar kolesterol darah, seperti halnya lemak
jenuh. Sifat-sifat asam lemak tak jenuh yaitu (Winarno, 1980) :
1. Bersifat essensial,
2. Tidak dapat diproduksi tubuh,
3. Cair pada suhu kamar,
4. Diperoleh dari sumber zat nabati contoh minyak goreng,
5. Ada ikatan rangkap.
Beberapa contoh asam lemak tak jenuh yang terdapat didalam minyak dan lemak
dapat dilihat pada dan tabel 2.2.
Tabel 2.2. Asam Lemak Tak Jenuh
Asam lemak tak jenuh berwujud cairan pada temperatur kamar dengan derajat
kekentalan yang berbeda sesuai dengan derajat ketidak jenuhan yang dimiliki oleh asam
lemak. Tingkat kekentalan asam lemak menurun dengan meningkatnya ketidak jenuhan.
Tingkat kekentalan akan semakin kecil dengan adanya peningkatan suhu. Asam lemak
jenuh memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh
dengan panjang rantai yang sama. Asam lemak tak jenuh dengan jumlah ikatan rangkap
yang banyak akan memiliki nilai titik didih yang rendah sehingga asam lemak tak jenuh
memiliki kekentalan dan titik didih yang kecil dibandingkan dengan asam lemak jenuh
dengan jumlah rantai yang sama (Bruice, 1995).
Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewan darat.
Lemak yang terkandung dalam ikan umumnya adalah asam lemak poli tak jenuh yang
diantarnya dikenal dengan omega 3. Asam-asam lemak alami yang termasuk asam lemak
omega 3 adalah asam linoleat (C18:3 ω 3), asam eikasopentaenoat (EPA) (C20:5 ω 3),
deoksaheksaenoat (DHA) (C22:6 ω 3). Adapun yang lebih dominan dalam minyak ikan
adalah DHA dan EPA. Asam lemak yang terdapat pada ikan namun dalam jumlah yang
kecil antara lain asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), asam stearat (C18:0) (Almunadi
dkk, 2011).
Asam lemak omega 3 mempunyai ikatan rangkap pertama terletak pada atom karbon
ketiga dari gugus metil seperti yang ditunjukan gambar 2.2. Ikatan rangkap berikutnya
terletak pada atom karbon ketiga dari ikatan rangkap sebelumya. Gugus metil adalah gugus
terakhir dari rantai asam lemak (Bruice, 1995).
Mengkonsumsi asam lemak omega 3 dalam jumlah yang cukup mampu mengurangi
jumlah kolesterol dalam darah dan mampu mengurangi resiko tekanan penyakit jantung,
resiko artherosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah (Elisabeth , 2010).
samapai C-22 dan asam lemak tak jenuh dari satu hingga enam ikatan rangkap.
Minyak ikan merupakan hasil ekstraksi lipid yang dikandung dalam ikan dan
bersifat tidak larut dalam air (Winarno, 1992).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam,
yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent
extraction (Ketaren, 1986).
2.4.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik, yang bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.
Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara, yaitu (Ketaren, 1986):
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering dilakukan jika
diinginkan flavor yang netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi
ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan
dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50°C sambil diaduk. Minyak yang
terekstraksi akan naik keatas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan
menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer sedangkan proses wet rendering
dengan menggunakan temperatur yang tinggi disertai dengan tekanan uap air digunakan
untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar. Peralatan yang
digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukan
kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam.
b. Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan
steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak
atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi dipanaskan sambil
diaduk pemanasan dilakukan pada suhu 220°F sampai 230°F (105°C-110°C). Ampas
bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak
yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak
dilakukan dari bagian atas ketel.
terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi
dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline, karbon disulfida, karbon tetra
klorida, benzene dan n-heksana. Perlu perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau
hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih, maka seluruh sistem solvent extraction perlu
diteliti lagi (Ketaren, 1986).
Jenis-jenis ekstraksi dengan pelarut yaitu :
a. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur
kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia
yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Sudjadi, 1988).
b. Metode Perkolasi
Perlokasi Proses penarikan dengan cara melewatkan pelarut yang sesuai secara
lambat pada simplisi dalam suatu percolator. Perlokasi bertujuan supaya zat berkhasiat
tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan dan tidak tahan
pemanasan (Voigt, 1995).
c. Metode Sokletasi
Merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet. Pada
cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk
simplisia dengan khasiat relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip sokletasi
adalah penarikan zat secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan
menggunakan pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka pelarutnya
diuapkan dan sianya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang digunakan adalah
pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah (Voigt, 1995).
d. Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan,
campuran zat dididihkan sehingga menguap dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke
dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini termasuk sebagai unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses
ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya. Model ideal destilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan
Hukum Dalton (Najib, 2006).
Salah satu penerapan terpenting dari metode destilasi adalah pemisahan minyak
mentah menjadi bagian-bagian untuk penggunaan khusus seperti untuk transportasi,
pembangkit listrik, pemanas dan lain-lain. Udara didestilasi menjadi komponen-komponen
seperti oksigen untuk penggunaan medis dan helium untuk pengisi balon. Destilasi juga
telah digunakan sejak lama untuk pemekatan alkohol dengan penerapan panas terhadap
larutan hasil fermentasi untuk menghasilkan minuman suling. Jenis-jenis destilasi terbagi
dalam 3 jenis, yaitu (Lutony dan Rahmayati, 1994):
1. Destilasi Air
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung
dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna,
tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas metode ini yaitu
adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut
penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan
banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu
minyak yang diperoleh.
2. Destilasi uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada
prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap
tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap
jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
3. Destilasi uap-air
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas
rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai
permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu
dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling
hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.