(TK/1107114247)
BAB I
PENDAHULUAN
bulan Januari 1951, pemerintah Indonesia memberikan izin berdirinya Caltex Pacific
Oil Company (CPOC) untuk melanjutkan kegiatan NPPM di daerah Sumatera.
Pada tahun 1957, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah untuk
menasionalisasi perusahaan minyak milik Belanda. Walaupun CPOC bukan
perusahaan milik Belanda, akan tetapi CPOC juga terkena imbas dari kebijakan
tersebut karena CPOC merupakan perusahaan penghasil minyak yang dulunya berada
di bawah perusahaan minyak Belanda, dan saat itu Caltex merupakan perusahaan
penghasil minyak terbesar di Indonesia. Upaya menasionalisasikan perusahaan
minyak asing di Indonesia diberlakukan dan diatur dalam Undang-Undang No. 44
tahun 1960. Berdasarkan UU tersebut ditetapkan bahwa semua kegiatan
penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia hanya dilakukan oleh perusahaan
minyak negara (Pertamina).
Pada tahun 1963, CPOC berubah menjadi lembaga hukum dengan nama PT.
Caltex Pacific Indonesia (PT. CPI). Namun saham dari PT. CPI sepenuhnya menjadi
milik Chevron (sebelumnya Socal) dan Texaco Inc. meskipun terjadi perubahan
nama. Pada September 1963 diadakan Perjanjian Karya antara Perusahaan Negara
dengan Perusahaan Asing, termasuk Pertamina dengan PT. CPI. Perjanjian antara
Pertamina dengan PT. CPI menyatakan bahwa wilayah operasi PT. CPI adalah
wilayah Kangaroo seluas 9.030 km2. Perjanjian Karya ini berakhir pada tanggal 8
Agustus 2001 dengan wilayah kerja seluas 31.700 km2.
Dalam kontrak bagi hasil tersebut ditetapkan bahwa Pertamina harus
menyetujui program kerja dan anggaran tahunan. Sedangkan PT. CPI sebagai
kontraktor berkewajiban melaksanakan kegiatan operasional dan menyediakan tenaga
ahli, investasi serta biaya operasional.
Sampai saat ini kontrak bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan PT. CPI
masih tetap dilakukan dengan pembagian 88% untuk pemerintah Indonesia yang kini
ditangani oleh BP Migas dan 12% untuk PT. CPI.
Sejak 1983 PT. CPI berstatus sebagai Kontraktor Bagi Hasil (KPS)/Production
Sharing Contract (PSC) yang beberapa wilayah konsesinya akan berakhir pada tahun
2021. Saat ini kegiatan PT. CPI di Provinsi Riau meliputi kawasan seluas sekitar
31.700 km2. Pada tanggal 11 Maret 1995 PT. CPI menerapkan suatu sistem
manajemen yang disebut dengan Strategic Business Unit (SBU). Strategi ini
dimaksudkan untuk melakukan koordinasi manajemen yang bersifat otonomisasi.
Sebelum mempergunakan strategi ini PT. CPI mempergunakan District System, atau
sering di kenal dengan sistem manajemen yang terpusat. Akhirnya pada 9 Oktober
2001 dua perusahaan besar induk PT. CPI yaitu Chevron dan Texaco bergabung
(merger) menjadi Chevron Texaco. Dan sejak saat itu manajemen PT. CPI juga ikut
berubah dari SBU menjadi Indoasia Business Unit (IBU). Pada tahun 2005, nama
Caltex Pacific Indonesia berubah menjadi Chevron Pacific Indonesia sesuai
ditetapkannya surat keputusan No.C-25712 HT.01.04.TH.2005 pada tanggal 16
September 2005. Perubahan ini dilakukan berdasarkan pengarahan dari pemilik
saham mengenai penggunaan nama Chevron pada seluruh bisnis hulu perusahaan ini.
3. Gas
Gas yang dihasilkan tidak untuk dijual, tapi digunakan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik (PLTG) untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
4. Air
Air yang dihasilkan diolah dan digunakan untuk dijadikan steam untuk
diinjeksikan pada sumur injeksi, ataupun sebagai umpan dalam proses
pemisahan, dan juga untuk melalukan proses pencucian peralatan atau tangki-
tangki yang digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Fault Trap
Pergeseran bagian tertentu minyak bumi dimana bagian lainnya tidak bergerak
akan menyebabkan terbentuknya daerah tertutup yang menjadi reservoir
minyak.
3. Stratigraphic Trap
Reservoir yang terbentuk akibat isolasi dari batuan berpori.
4. Outcrop
Jenis reservoir ini terbentuk akibat adanya pergeseran lapisan bumi yang
kontinyu, sehingga formasi dapat terlihat dari permukaan tanah.
kebasaaanya. Oleh karena kandungan nitrogen merupakan racun bagi katalis, nitrogen
dihilangkan melalui proses hydrotreating. Contoh senyawa nitrogen dalam minyak
bumi : piridin, quinolines, acridines, indoles carbazoles dan porhyrin.
c. Senyawa Oksigen
Senyawa oksigen dalam minyak bumi biasanya dalam bentuk asam, seperti
karbosilat, fenol dan kresol. Kandungan oksigen dalam minyak bumi tidak
menyebabkan masalah yang serius dan penanganannya mudah dilakukan.
d. Senyawa Logam
Senyawa logam dalam minyak mentah berupa garam terlarut dalam air yang
tersuspensi dalam minyak, atau dapat juga berbentuk senyawa organometalik dan
sabun logam (metal soap). Sabun logam kalsium dan magnesium berfungsi sebagai
penstabil emulsi karena merupakan zat aktif permukaan (surface active agent).
Vanadium dapat merusak katalis pada proses katalitik dan dapat dimonitor dengan
teknik emission and atomic absorption.
mentah yang sudah mengalir ke dalam sumur produksi. Minyak mentah tersebut
dapat mengalir ke dalam sumur produksi karena pengaruh tekanan yang berasal dari
reservoir. Drive mechanism yang mampu mendorong minyak didalam reservoir.
1. Dissolved gas drive
Minyak bumi yang terbentuk memiliki kandungan gas yang cukup banyak.
Oleh karena overburden pressure pada batuan, gas yang terbentuk akan termampatkan
sehingga mencair. Pada saat sumur produksi dibuka, cairan akan kembali menjadi gas
dan tenaga inilah yang mendorong minyak masuk ke dalam sumur produksi.
2. Gas cap drive
Gas yang bebas mendorong cairan menuju daerah bertekanan lebih rendah. Hal
ini efektif jika cairan yang masuk ke sumur hanya melalui satu jalur yang dekat
dengan bagian bawah reservoir.
3. Water drive
Air didalam tanah apabila berhubungan dengan permukaan akan mendorong
minyak mentah yang berada diatasnya untuk bersama- sama masuk kedalam sumur
produksi. Mekanisme perolehan minyak bumi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
primary recovery, secondary recovery dan tertiary recovery seperti yang ditujukan
pada gambar 3.4.
2.6.1 Emulsi
Emulsi adalah bergabungnya dua senyawa kimia yang tidak saling larut
sehingga membentuk suatu campuran yang sukar untuk dipisahkan. Air dan minyak
dapat membentuk emulsi dengan adanya emulsifying agent. Air dalam reservoir dapat
terikat sebagai emulsi atau berupa free water. Free water dapat dipisahkan dengan
menggunakan proses fisis saja. Air yang membentuk emulsi dengan minyak bumi
akan sulit dipisahkan.
Terbentuknya emulsi ini tergantung kepada pengaruh tegangan permukaan
(interfacial tension) di antara dua fasa. Suatu emulsi dapat menjadi sangat stabil dan
akibatnya produktivitas sumur produksi (producer well) menurun. Pada kasus-kasus
yang sangat hebat, emulsi dapat menutup sumur produksi. Faktor-faktor
terbentuknya emulsi yang stabil antara lain :
1. Terdapat dua macam cairan yang bersifat immiscible (tidak dapat bercampur satu
dengan yang lainnya).
2. Adanya pengadukan (agitasi) yang melarutkan liquid yang satu terhadap liquid
lainnya. Agitasi terjadi saat campuran melewati bottom hole pump, separator,
gas lift, transfer pump, valves, flow chokes dan fitting-fitting pipa sehingga
terbentuk emulsi.
3. Terdapat emulsifying agent dalam campuran tersebut. Pada kondisi normal,
emulsifying agent dapat berupa resin, bahan organik atau berupa padatan-padatan
halus yang membungkus butiran-butiran air dan mencegah agar butiran air yang
tidak berkumpul dengan sesamanya. Butiran halus pada emulsi disebut internal
phase (fase terdispersi). Butiran ini dapat berupa minyak atau air.
Tingkat kesukaran pemecahan emulsi minyak dan air tergantung pada beberapa
faktor, antara lain : sifat minyak dan air, jumlah agitsi atau shear, jumlah air dalam
minyak atau jumlah minyak dalam air dan emulsifying agent.
Bentuk emulsi dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Normal type emulsion (water in oil emulsion), pada emulsi jenis ini yang
bertindak sebagai fase internal adalah air, sedangkan minyak merupakan fase
eksternal.
2. Reverse type emulsion (oil in water emulsion), pada emulsi jenis ini yang
bertindak sebagai fase internal adalah minyak, sedangkan air merupakan fase
eksternal.
3. Dual type emulsion, merupakan kombinasi dari normal type emulsion dan
reverse type emulsion. Fase internal adalah minyak dalam air dan fase eksternal
adalah minyak atau fase internalnya adalah air dalam minyak dan fase
eksternalnya adalah air.
2.6.2.1 Demulsifier
Demulsifier dapat diartikan sebagai surface active agent (surfactant) yang
membantu melawan kegiatan emulsifier atau membantu memecah lapisan permukaan
butiran. Pada dasarnya demulsifier bekerja berlawanan arah dengan emulsifier. Ada
beberapa cara kerja demulsifier, yaitu sebagai berikut [Kokal, 2000]:
1. Floculation
Demulsifier jenis ini bekerja dengan menggabungkan butir-butir fase internal.
Jika lapisan emulsinya lemah, maka butiran-butiran tersebut akan bergabung dan
menyatu dengan fase kontinu.
2. Coalescence
Demulsifier jenis ini bekerja dengan merusak lapisan pada permukaan butir,
sehingga butir-butir emulsi akan bergabung dan menyatu dengan fase kontinu.
3. Solid wetting
Dalam kebanyakan crude oil, solid seperti iron sulfide, clay, drilling mud dan
parafin dapat membuat emulsi lebih rumit. Dengan bantuan wetting agent solid
yang sudah water wet akan tercuci oleh air dan jatuh sehingga akan membentuk
proses demulsifikasi.
Rumus yang digunakan dalam pemberian bahan kimia dalam hal ini
demulsifier adalah sebagai berikut :
jumlah pemakaian chemical
ppm chemical = jumlah minyak yang diproses×1. 000 . 000
ppm adalah bagian dalam satu juta (1/1.000.000) dalam satuan gallonsper day (GPD).
GPD × 1 .000 . 000
ppm chemical = BOPD × 42
1 Bbl = 42 gallons
demulsifier diinjeksikan dekat dengan station pengumpul (GS). Fungsi dari bahan
kimia ini adalah untuk memecah atau memisah minyak dari air atau emulsi minyak
dalam air (oil in water emulsion). Penggunaan reverse demulsifier merupakan proses
akhir untuk menyempurnakan proses pemisahan minyak dan air. Penggunaan bahan
kimia ini bertujuan agar kualitas air buangan mengandung minyak serendah mungkin
(oil content ≤ 25 ppm).
Chemical yang digunakan untuk emulsi dengan tipe oil in water emulsion
berbeda dengan yang digunakan pada emulsi dengan jenis water in oil emulsion.
Apabila water in oil emulsion, chemical yang digunakan bersifat larut minyak (oil
soluble), maka pada oil in water emulsion bersifat water soluble. Hal ini berarti
chemical tersebut akan larut dalam air dan berhubungan dengan permukaan butiran-
butiran minyak.
Selanjutnya reverse demulsifier memecah emulsifying agent yang
mengelilingi butiran-butiran minyak dan mengakibatkan butiran-butiran tersebut akan
melekat satu sama lain atau coagulate. Gabungan ini akan membentuk gelembung-
gelembung besar minyak yang bergerak menuju permukaan air. Dengan
menggunakan reverse demulsifier diharapkan air yang terproduksi akan mengandung
kadar minyak yang rendah sehingga tidak mengganggu lingkungan. Reverse
demulsifier umumnya terbagi atas 2 jenis, yaitu Coagulant dan Flocculant.
Reverse demulsifier jenis coagulant biasanya digunakan untuk jenis air yang
memiliki tipe droplet besar. Jika ukuran droplet besar, penambahan coagulant cukup
untuk membantu menyatukan butiran-butiran minyak tadi.
Untuk beberapa sistem yang memiliki droplet size minyak kecil, coagulant
tidak bisa berfungsi dengan baik karena untuk bisa membentuk droplet yang besar
tidak akan cukup waktu sehingga dibutuhkan flocculant. Flocculant akan
menjembatani antar droplet yang berukuran kecil sehingga suka untuk berdekat-
dekatan dan akhirnya bergabung.
Bahan kimia ini berfungsi untuk memecahkan emulsi minyak di dalam air,
umumnya berkomponen tunggal tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk
mempunyai komponen lebih dari satu. Ada yang bersifat sangat korosif, karena itu
sangat dianjurkan agar peralatan sistem injeksi terdiri dari baja tahan karat (stainless
steel), dan tempat penyimpanannya berupa drum plastik atau drum baja dengan
lapisan plastik dibagian dalam. Komponennya mempunyai ikatan rantai yang panjang
(polimer) dengan berat molekul (BM) 5.000-15.000, dan dapat bermuatan positif
(kationik) atau negatif (anionik), karena itu sangat perlu diketahui sifat muatan bahan
kimia ini jika ada bahan kimia lainnya yang diinjeksikan berdekatan. Jika tidak,
kemungkinan besar bahan-bahan kimia tersebut tidak dapat bekerja dengan efektif
dan efisien.
Seperti halnya demulsifier, bahan kimia ini juga mempunyai sifat yang unik
yaitu, jika sesuai di satu tempat belum tentu bisa sesuai di tempat lain. Hal ini bisa
disebabkan karena unsur-unsur yang ada pada air produksi berbeda, atau bentuk
emulsi minyak dalam air yang berbeda ataupun muatan cairan yang mengelilingi
emulsi itu berbeda.
Rumus yang digunakan dalam pemberian bahan kimia dalam hal ini reverse
demulsifier adalah sebagai berikut:
BAB III
a. Heat Exchanger
Heat exchanger berfungsi untuk mengontrol temperatur fluida produksi
(minyak, air, emulsi, gas dan padatan) sebelum memasuki proses pemisahan. Pada
kondisi ideal, suhu fluida untuk proses pengolahan berada diantara 180 oF sampai
dengan 200 oF. Alat ini bekerja sebagai pemindah panas dari suatu zat (sumber panas)
kedalam zat lain (penerima panas) tanpa terjadi pencampuran. Sesuai dengan
fungsinya, heat exchanger dapat digunakan untuk menaikkan atau menurunkan
temperatur fluida produksi.
Tipe heat exchanger yang terdapat pada CGS (Central Gathering Station) pada
umumnya adalah shell & tube dengan tube U-shaped yang ditampilkan pada Gambar
3.1. Heat exchanger yang digunakan berbentuk seperti pressure vessel horizontal
yang datar pada salah satu sisinya. Pada bagian dalam shell terdiri dari kumpulan
tube yang berbentuk U (U-shaped) dimana ujung – ujungnya bergulir menuju plat
baja tebal yang disebut tube sheet. Tube sheet dipasang bersilang pada shell untuk
setiap ujung yang berbeda. Pada bagian ujung alat terdapat internal baffle yang
membagi ruang menjadi dua sehingga fluida yang masuk melalui ujung tube dan
fluida yang keluar dari ujung tube lainnya tidak bercampur dan keluar melalui celah
(channel) yang berbeda.
Heat exchanger jenis ini didesain untuk melewatkan cairan produksi melewati
shell sedangkan media pendingin atau pemanas melewati tube serta dengan jenis
aliran cross flow. Pada CGS 3, heat exchanger belum digunakan hingga saat ini
dikarenakan temperatur fluida produksi sudah berada pada range temperatur yang
sesuai untuk proses pengolahan minyak.
b. Flow Splitter
Flow Splitter merupakan separator dua fasa yang berfungsi untuk memisahkan
fasa gas atau uap yang terdapat pada fluida produksi dari sumur – sumur minyak yang
masuk ke CGS seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.2. Namun Setelah melalui
proses pemanasan atau pendinginan pada unit heat exchanger dan melewati proses
pemisahan fasa gas dan cair didalam flow splitter. Flow splitter secara otomatis akan
membagi aliran fluida menjadi dua train yang berbeda dimana tiap aliran diatur oleh
masing-masing control valve. Secara gravitasi, partikel yang berat seperti pasir,
lumpur dan lain – lain akan mengendap dibagian bawah, cairan ditengah dan gas
diatasnya. Masing – masing dari ketiga unsur tersebut keluar melalui jalur yang
berbeda. Untuk mengatur tekanan didalam vessel dipasang pressure control valve
sedangkan untuk menjaga ketinggian cairan didalam vessel dipasang level control
valve. Sedangkan fasa gas yang didapatkan kemudian dialir kan menuju FinFan
Cooler untuk diproses lebih lanjut.
c. Gas Boot
Gas boot berfungsi untuk memisahkan gas atau uap yang masih terbawa dalam
aliran fluida setelah melalui unit heat exchanger dan flow splitter serta menstabilkan
tekanan fluida sebelum memasuki FWKO Tank seperti yang ditampilkan pada
Gambar 3.3. Gas atau uap yang mengandung kadar hidrokarbon rendah yang
dihasilkan dari proses pemisahan di Gas Boot dialirkan menuju FinFan Cooler untuk
proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan fluida dari Gas Boot dialirkan menuju
FWKO Tank dengan tekanan pada range 12-16 psi dan temperatur diantara 170-
200oF untuk proses selanjutnya.
Fluida memasuki Gas Boot melalui pipa tegak lurus yang berada dibagian sisi
dekat puncak atas secara tangensial. Artinya, fluida yang datang dari Flow Splitter
tidak langsung menubruk dinding Gas Boot secara tegak lurus tetapi akan membentuk
ulir mengikuti lekukan dinding Gas Boot. Fluida yang masuk akan mengalami
putaran secara sentrifugal yang akan mengurangi guncangan dan melepas sisa gas
yang masih terdapat dalam fluida.
Gas Boot dilengkapi dengan pressure control valve (PCV) yang berfungsi
sebagai pengatur tekanan. Pengaturan tekana pada Gas Boot sangat diperlukan agar
level cairan didalam Gas Boot dapat dikontrol dengan baik. Tekanan operasi normal
dipuncak Gas Boot berkisar antara 2-5psig dan ditambah dengan Liquid Head yang
diperlukan untuk mengalirkan fluida menuju FWKO Tank. Penganturan tekanan yang
melebihi 5 psig akan menyebabkan level fluida didalam Gas Boot tertekan kebawah
sehingga menyebabkan gas atau uap yang ada terkondensasi dan ikut bersama fluida
menuju FWKO Tank. Gas atau uap yang ikut masuk bersama fluida kedalam FWKO
Tank sangat dihindari dikarenakan gas dapat merusak lapisan minyak yang telah
terbentuk sebelumnya. Kondisi ini disebut dengan istilah Gas Blowby. Sebaliknya,
jika tekanan terlalu rendah level cairan dalam Gas Boot akan tinggi sehingga
menyebabkan fluida terbawa bersama gas atau uap menuju ke FinFan Cooler. Oleh
karena itu tekanan operasi pada Gas Boot dijaga pada rentang 2-5 psig.
didalam tangki akan masuk kedalam weir box spill over dan selanjutnya dialirkan
menuju wash tank.
FWKO Tank memiliki beberapa sand pan drain yang tersebar dibagian dasar
tangki. Sand Pain Drain berfungsi untuk mengeluarkan pasir yang menumpuk
didalam tangki. Drainning sangat penting dilakukan karena semakin tinggi tumpukan
padatan dalam tangki semakin mengurangi space dari tangki itu sendiri sehingga
sangat mempengaruhi retention time yang dibutuhkan untuk proses pemisahan.
Pengurangan space pada tangki akan mengurangi retention time, sehingga draining
pada tangki perlu dilakukan secara periodik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.4.
e. Wash Tank
Wash Tank berfungsi sebagai tempat pemisahan lebih lanjut antara air dengan
minyak. Retention time yang cukup dibutuhkan untuk pemisahan minyak dengan air
melalui perbedaan densitas atau spesifik gravity-nya. Air yang telah terpisahkan di
Wash Tank kemudian dialirkan ke unit Water Treating Plant untuk pengolahan lebih
lanjut sebagai sumber air baku steam generator melalui line pipe yang disebut water
leg. Padatan yang terpisahkan dibuang melalui pipa yang disebut Sand Pan Drain dan
dialirkan ke ditch menuju Pit Facilities atau diproses pada Sand Removal Facilities.
Minyak yang dihasilkan dengan spesifikasi BS&W < 1% dialirkan ke Shipping Tank
untuk selanjutnya dipompakan ke Dumai.
Minyak yang masih tinggi kadar airnya keluar dari Spill Over FWKO tank dan
mengalir menuju wash tank. Emulsi minyak dan air memasuki Wash Tank melalui
sebuah kotak penyebar aliran (spreader box) yang ada di dalam Wask Tank. Spreader
Box memastikan emulsi minyak-air tersebar merata didasar tangki sekaligus
memecahkan gumpalan-gumpalan pasir, lumpur dan bahan padat lainnya yang masih
tersisa dari proses pemisahan di FWKO tank. Minyak akan bergerak keatas dan akan
terjadi proses pencucian diantara kolom air panas yang dilewatinya (washing effect).
Jumlah fluida yang masuk ke Wash Tank sudah jauh berkurang dikarenakan
sebagian besar air telah dikeluarkan di Tangki FWKO dan dialirkan ke fasilitas lain.
Disamping itu, air panas yang ada di dalam Wash Tank umumnya lebih bersih,
sehingga proses pencucian minyak relatif lebih sempurna bila dibandingkan dengan
di FWKO. Pada prinsipnya proses pemisahan yang terjadi di Wash Tank sama dengan
proses pemisahan yang terjadi didalam FWKO Tank. Proses pemisahan pada Wash
Tank membutuhkan retention time yang cukup lama dibandingkan dengan proses
pemisahan di FWKO Tank. Konstruksi Wash Tank jauh lebih besar dan lebih lebar
diameternya dibandingkan dengan tangki FWKO. Hal ini bertujuan agar didapatkan
retention time yang lebih lama.
Semakin lama retention time maka semakin baik kualitas minyak yang
dihasilkan. retention time sangat ditentukan oleh jumlah fluida yang masuk dan
ukuran tangki. Umumnya kadar air (water cut) yang dihasilkan oleh Wash Tank
sudah mewakili penampilan sesungguhnya dari minyak yang dikirim. Selanjutnya
minyak yang telah memenuhi standar dialirkan ketangki pengumpul yang dinamakan
Shipping Tank, untuk seterusnya dipompakan ke tangki-tangki pengumpul HCT di
Dumai. Sementara air yang keluar dari Water Leg dialirkan ke API Separator melalui
line yang terpisah untuk diolah lebih lanjut.
Wash tank memiliki ketinggian 23 ft. Ketinggian ini adalah ketinggian dimana
terdapat spill over untuk minyak murni yang meninggalkan Wash Tank. Wash Tank
ditampilkan pada Gambar 3.5.
f. Shipping Tank
Minyak yang datang dari Wash Tank harus memiliki kandungan BS&W kurang
dari 1%. Kandungan BS&W kurang dari 1% adalah batas tertinggi standar water-cut
yang diizinkan. Minyak murni dipompakan melalui unit LACT (Lease Automatic
Custody Transfer) dengan dilewatkan melalui LPS Pump terlebih dahulu. Setelah itu,
melalui LACT minyak dikirim melalui pompa-pompa bertekanan tinggi (HPC Pump)
yang akan menamba tekanan untuk pengiriman minyak ke Dumai Tank Farm.
Shipping tank ditampilkan pada Gambar 3.6.
Shipping pump terdiri dari dua jenis pompa yang berbeda, uaitu
1. Charge Pump atau LPS (Low Pressure Shipping) Pump
Charge Pump adalah unit pompa tipe sentrifugal yang mendapat pasokan
langsung dari Shipping Pump. Unit-unit Charge Pump akan memompakan
minyak bersih ke LACT meter terlebih dahulu sebelum sampai ke unit-unit HPC
Pump.
Untuk mendapatkan data yang valid dari jumlah pengiriman minyak setiap
CGS ke HCT Dumai, pada bagian atas meteran dimasukkan tiket pada jam 24.00
setiap harinya. Tiket ini akan diprint dengan jumlah kumulatif hari kemaren hingga
hari ini. Pengurangan jumlah kumulatif hari ini dengan jumlah kumulatif hari
kemaren adalah produksi hari ini.
Produced Water dari Duri memiliki karakter scale yang mengandung kalsium
karbonat atau CaCO3. Hal ini disebabkan karena di dalamnya terlarut karbondioksida
dan dua annion yaitu karbonat dan bikarbonat, serta ion kalsium. Kondisi temperatur
dan tekanan pada produced water menyebabkan ion kalsium dan karbonat akan
bereaksi dan membentuk scale, yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Untuk mencegah
terbentuknya scale (hardness > 4 ppm) maka air harus melalui proses pelunakan
(softening) di unit water softener, air akan dilewatkan melalui media resin zeolite
untuk menjalani proses penukaran ion (ion exchange) antara ion Ca yang terdapat di
air dengan ion Na yang terdapat di resin. Selanjutnya air dengan tingkat hardness
rendah akan digunakan sebagai air baku steam generator yang disebut GFW
(Generated Feed Water).
Tinjauan terhadap peralatan yang digunakan untuk menunjang proses di WTP
akan dijabarkan sebagai berikut :
a. PIT Separator
Pit adalah kolam yang dirancang khusus untuk menampung air, minyak, dan
solid/padatan yang berasal dari limbah oil treating plant (drain FWKO dan drain
Wash Tank), limbah water treating plant (air backwash ORF, air backwash water
softener, skimming MFU, dan sirkulasi dari cooling pond), limbah proses dari slop oil
plant, dan sumber lainnya. Semua fluida yang mengalir ke dalam pit akan mengalami
proses settle atau pengendapan secara gravitasi karena adanya perbedaan berat jenis.
Sehingga padatan akan mengendap di bagian dasar sedangkan minyak akan
mengapung di permukaan pit dan air akan berada diantaranya. Padatan secara rutin
akan dikeruk menggunakan alat berat ke tempat penampungan, kemudian minyak
akan dipompakan ke slop oil plant dan air akan diproses lebih lanjut di water treating
plant (WTP) menuju Pit D. Pit separator ditampilkan pada Gambar 3.8.
Pit separator terdiri atas Pit A, Pit B, Pit C, Pit D dan Pit E. Beberapa pit
beroperasi secara tunggal (Pit D, Pit E) dan sebagian pit (Pit A, Pit B, Pit C) diberi
sekat-sekat dan dibagi menjadi beberapa bagian cell. Antara cell yang satu dengan
yang lainnya dipasang baffle atau siphon yang dirancang untuk memungkinkan
sebagian besar padatan dan minyak akan tetap tertinggal di cell- cell awal sehingga
akan membantu mengurangi sejumlah minyak atau solid yang terbawa bersama air
yang akan dikirim selanjutnya ke mechanical flotation unit (MFU).
b. API Separator
API separator mempunyai prinsip kerja yang sama dengan Pit separator, hanya
berbeda secara fisik saja. API separator terbuat dari beton persegi panjang. Di
dalamnya terdapat dua buah baffle yang membagi API separator menjadi beberapa
cell. Di Central Gathering Station 3 (CGS 3), API Separator sendiri terbagi menjadi
4 cell. Pada setiap cell dilengkapi oleh skimming box untuk mengalirkan minyak
menuju unit-unit pompa yang kemudian akan dipompa menju slop oil plant.
Sedangkan air akan dikirim selanjutnya menuju Pit separator (Pit E) dan mechanical
flotation unit (MFU) di water treating plant (WTP). Sumber air utama API Separator
berasal dari water leg FWKO Tank dan Wash Tank. API Separator ditampilkan pada
Gambar 3.9.
Air bergerak dari satu cell ke cell lainnya melalui lubang di bawah baffle.
Setiap sel dilengkapi dengan sebuah agitator yang dilengkapi dengan motor listrik.
Agitator berfungsi untuk mengaduk air yang tercampur dengan bahan kimia
(flokulan). Skimmer yang digerakkan oleh motor listrik menyendok minyak yang
terapung di permukaan ke dalam oil box di bagian kanan dan kiri dari MFU.
Campuran minyak dan air yang telah diskim dialirkan menuju waste pit. Dari cell
terakhir air akan dialirkan menuju surge tank melalui pipa keluaran dari MFU. Pada
pipa ini dipasang sebuah sample cock untuk pengujian kualitas air (khususnya oil
content) yang keluar dari masing-masing unit. Dari hasil uji air, takaran bahan kimia
(flokulan) yang- diinjeksikan dapat dikurangi maupun ditambahkan.
Prinsip kerja dari surge tank ini adalah mengalirkan air yang sudah diproses di unit-
unit MFU secara gravitasi (gravity discharge). Secara fisik, tangki ini dilapisi oleh
dua dinding sehingga terdapat ruang di dalamnya. Ruang bagian dalam tangki
berfungsi untuk menampung air dari unit-unit MFU. Air yang keluar dari MFU
langsung masuk ke ruang bagian dalam tangki terlebih dahulu, setelah tangki penuh,
air akan melimpah secara merata ke ruang bagian luar. Artinya, limpahan air tidak
dibuat melalui sebuah pipa seperti tangki konvensional, tetapi melimpah ke sekeliling
ruang bagian luar tangki dengan tujuan agar kandungan minyak yang mengapung di
permukaan akan secara merata keluar dari tangki sewaktu melimpah.
Setelah surge tank penuh, air akan dipompakan ke Oil Removal Filter (ORF)
melalui pipa 20” dengan pompa vertikal yang digerakkan oleh sebuah motor listrik
dengan daya 300 Hp yang disebut Treatment Pump. Jumlah pompa yang digunakan
tergantung dari kebutuhan Generated Feed Water (GFW) yang diperlukan oleh unit-
unit di steam station, proses backwash di Oil Removal Filter (ORF) atau water
softener, atau kebutuhan floatated water yang dibutuhkan oleh CGS lainnya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya pressure drop, filter perlu mengalami
proses backwash/pencucian.
Proses backwash/pencucian pada Oil Removal Filter (ORF) Horizontal adalah
memompakan detergent atau surfactant dengan bantuan hembusan angin, kemudian
mengalirkan air yang telah disaring (filtered water) dengan laju alir yang tinggi dari
bagian bawah ke atas (up flow) vessel. Air kotor akan keluar menuju waste pit dan
media yang sudah bersih akan dipakai kembali untuk proses filtrasi berikutnya.
Langkah-langkah yang dilakukan pada proses backwash/pencucian adalah :
a) Standby
Pada tahap ini semua valve dalam keadaan tertutup dan filter tidak beroperasi,
karena menunggu saat mencapai tahap yang selanjutnya.
b) Drain Down
Pada tahap ini valve ventilasi dan valve drain down akan terbuka sehingga
volume air di dalam unit filter akan berkurang sampai 1/3 bagian.
c) Detergent Feed
Pada tahap ini, valve ventilasi dan valve detergent terbuka. Pompa deterjen akan
hidup dan control valve deterjent line akan terbuka, sehingga dilute line menjadi
aktif. Perbandingan deterjen dan air yang digunakan adalah 1 : 6 untuk satu kali
backwash dengan jumlah air yang digunakan adalah sekitar 3 -5 gallon.
d) Air Scour Blower
Valve air scour blower dan valve ventilasi terbuka dan air scour blower akan
hidup untuk memompakan udara tekan 3 -5 psi dengan flowrate sekitar 1600
scfm. Udara tekan ini akan mengaduk media dan air sabun dalam unit filter. Pada
proses ini diharapkan minyak dan impurities lainnya akan terlepas dari media.
e) Settle Bed
Pada tahap ini valve ventilasi akan terbuka sehingga air di dalam unit filter akan
tenang dan buih sabun yang telah mengikat minyak dan partikel kotoran lainnya
akan naik ke permukaan dan siap untuk di buang.
f) Air Purge
Valve ventilasi dan service inlet terbuka. Udara yang berada di dalam filter akan
dibuang dengan cara mengalirkan air melalui service inlet.
g) Backwash/pencucian
Valve backwash inlet dan outlet akan terbuka dan pompa backwash akan hidup.
Air masuk dipompakan melalui backwash inlet dan mendorong partikel minyak
serta kotoran lainnya. Proses ini berlangsung dengan laju alir air 2800 gpm. Air
buangan akan mengalir menuju waste pit.
h) Rinse/pembilasan
Valve service inlet dan valve drain down akan membuka. Pada tahap ini, sisa
kotoran yang masih ada di dalam filter dibilas. Setelah proses ini selesai, filter
akan kembali ke tahap filtrasi.
2) Vertical Nutshell
Vertical Nutshell merupakan unit filter yang lebih sederhana dibandingkan
dengan horizontal filter. Filter ini digunakan untuk mencapai kualitas air dengan
mengurangi suspended solid dan hidrokarbon sebesar 98 % yang akan diguankan
untuk injeksi. Filter ini mempunyai 114 ft3 (20 %) lapisan dari walnut shell dan 468
ft3 (80%) lapisan yang tersusun dari pechan shell, serta didukung oleh plate screen
sebagai penahan media. Setiap tahunnya media penyusun filter ini harus ditambahkan
sekitar 5-10% untuk mengganti media yang ukurannya semakin kecil atau yang
terbawa keluar bersama air backwash. Pada filter ini terdapat sight glass yang
menunjukkan kondisi dan keadaan media. Apabila sight glass menunjukkan 2/3
bagian, ini menunjukkan bahwa media masih penuh dan masih dalam keadaan
normal.
Air dari surge tank dipompa menggunakan filter charge pump untuk kemudian
masuk ke unit-unit filter yang tersusun paralel. Air akan melewati medium filter,
sedangkan minyak dan padatan akan tertahan kemudian terakumulasi di bagian atas
medium, yang akan menyebabkan coating (pelapisan) pada filter media. Untuk itu
dilakukan pembersihan medium untuk mempertahankan efektivitas filter.
Tahap filtrasi akan berakhir bila salah satu dari ketiga hal dibawah terjadi, yaitu :
1) Rentangan waktu yang telah ditetapkan telah dicapai (maksimal 24 jam).
2) Perbedaan tekanan/pressure drop (maksimal 16 psi).
3) Secara manual, ditentukan dari total volume air yang telah melewati filter.
f. Water Softener
Fungsi dari water softener adalah untuk menurunkan kesadahan air atau
besarnya kandungan hardness yang diasumsikan adalah CaCO3. Hardness atau air
sadah terbentuk karena adanya reaksi ion-ion calcium, magnesium dengan ion-ion
carbonate atau bicarbonate dalam air tersebut. Reaksi antar ion tersebut dapat
membentuk scale atau kerak. Kecenderungan pembentukan scale calcium carbonate
ini juga dipengaruhi oleh penurunan tekanan, kenaikan pH, kenaikan temperatur, atau
adanya turbulensi di dalam sistem.
Aplikasi water softener di Duri menghasilkan air sebagai umpan untuk steam
generator untuk menghasilkan steam dengan kualitas sekitar 70-80 % uap. Proses
pembuatan steam dilakukan dengan memberikan panas pada coil yang di dalamnya
terdapat air umpan. Kenaikan temperatur ini akan mengurangi kemampuan air untuk
melarutkan hardness. Bila kesadahan dalam air tinggi, maka akan terbentuk scale
atau kerak di dalam coil yang akan menyebabkan naiknya tekanan atau pecahnya coil
tersebut.
Proses softening adalah proses pelunakan air dengan pergantian ion (ion
exchange) dimana air yang kesadahannya tinggi (100-200 ppm) dan mengandung ion
calcium (Ca) dan ion magnesium (Mg) masuk kedalam primary softener. Di dalam
primary softener akan terjadi proses pergantian ion dari air dengan media/resin. Ion-
ion Ca dan Mg akan diikat oleh ion Sodium yang terdapat pada resin zeolite.
Pergantian ion ini berlangsung secara terus-menerus di primary softener selama air
tetap melewati media resin sehingga air yang keluar dari primary softener akan
berkurang kesadahannya. Air tersebeut akan dialirkan menuju secondary softener dan
proses pertukaran ion akan berlangsung kembali sehingga air yang keluar dari
secondary softener makin berkurang kesadahannya. Proses softening ini berlanjut
sampai sodium di resin zeolite menjadi jenuh. Pada saat jenuh, sodium di resin zeolite
tidak sanggup lagi mengikat ion calcium (Ca) dan ion magnesium (Mg) sehingga
Sand Removal Facility (SRF) terbagi menjadi dua blok operasi yaitu,
1. Sand Pan Block (upstream) yang meliputi FWKO, wash tank, slurry tank, make
up water, dan beberapa pompa pendukung. Pada proses upstream, pasir yang
bercampur dengan air dan minyak dikeluarkan dari dalam tangki pengolahan
minyak menuju slurry tank.
2. Sand Plant Block (downstream) yang meliputi primary cyclone, secondary
cyclone, tertiary cyclone, classifier, conveyor, dan beberapa pompa pendukung.
Pada proses downstream terjadi proses pembuangan kandungan air (dewatering)
dan minyak (deoiling) yang terkandung di dalam pasir sehingga didapatkan pasir
yang kering.
Proses yang terjadi dalam SRF berlangsung secara otomatis dengan
menggunakan PLC (Programmable Logic Controller).
a. Flushing (Pembersihan)
Pada tahap ini dilakukan pembersihan dengan make up water di jalur-jalur
menuju slurry tank dari sand pan. Tujuannya agar tidak terjadinya penyumbatan
dan mengisi pipa dari kekosongan material.
b. Sand Removing
Yaitu dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi menuju sand jet nozzle di
sekitar sand pan di dalam tangki FWKO dan wash tank agar pasir dan lumpur
mudah untuk dikeluarkan dan kemudian menuju slurry tank.
c. Pengiriman pasir menuju slurry tank
Dari FWKO dan wash tank, pasir menuju slurry tank. Slurry tank berfungsi
untuk memisahkan pasir, air, dan minyak dengan prinsip gravitasi yaitu
memanfaatkan waktu diam sehingga pasir akan mengendap di bawah. Pasir akan
disedot menuju sand plant, air akan dialirkan melalui water leg untuk menjadi
make up water untuk jetting, dan minyak akan dikirim ke slop oil plant.
d. Pengiriman pasir menuju Sand Plant Block
Pasir yang terdapat di slurry tank di kirim ke Sand Plant Block.
e. Make Up Water System
menambahkan panas dan proses pengendapan (settling time) saja, lalu memanfaatkan
hasilnya yang berupa emulsi 20-40% sebagai :
1. Blend stock dari sistem Oil Treatment yang datang dari sumur minyak
2. Campuran dalam pembuatan premix
Proses yang terjadi di Slop Oil Plant hampir sama dengan yang terjadi di OTP,
yang membedakan hanya ukuran unit-unitnya yang lebih kecil. Minyak dari hasil
skimming API separator, MFU, sand plant, waste pit, dan lain-lain, dialirkan ke
FWKO, lalu wash tank, baru kemudian ke shipping tank. Setelah dari shipping tank
barulah minyak dialirkan kembali masuk ke FWKO di unit pengolahan minyak utama
(OTP).
Gambar 3.17 Slop Oil Treating Plant dan Condensate Treating Facility
Liquid dari separator yang mengandung minyak dan air, masuk ke FWKO
untuk dipisahkan, kemudian wash tank sampai BS&W kurang dari 1%, baru
kemudian dimasukkan ke dalam shipping tank dan dipompa menuju Dumai. Air yang
keluar dari FWKO, wash tank, dan juga shipping tank dialirkan menuju waste pit,
sedangkan gas yang terbentuk di ketiga tangki tersebut dikeluarkan melalui cerobong
menuju vent stack.
BAB IV
UTILITAS DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
4.1 Utilitas
Sebagai layaknya sebuah industri, PT. Chevron Pacific Indonesia juga
memiliki beberapa unit utilitas untuk mendukung operasinya. Utilitas yang dimiliki
adalah penyediaan air, penyediaan listrik dan telekomunikasi.
4.1.1 Air
Air merupakan salah satu komponen yang sangat vital bagi suatu industri, tak
terkecuali bagi PT. Chevron Pacific Indonesia. Air ini digunakan untuk berbagai
keperluan injeksi air, sampai keperluan sehari-hari di perkantoran dan di perumahan.
Sumber air di PT. Chevron Pacific Indonesia dibedakan atas:
1. Air yang terbawa dari formasi saat produksi minyak mentah.
Air ini digunakan sebagian besar untuk water injection serta dikirim ke steam
generator untuk dimanfaatkan pada proses steam flood. Tetapi sebelum
dimanfaatkan, air tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut di Water
Treatment Plant (WTP) untuk mengurangi Oil Content, Turbidity, Hardness
dan berbagai syarat lainnya.
2. Air yang berasal dari sumber sungai dan sumber mata air lainnya.
Pengambilan air dari sungai dan dari sumber mata air lainnya (danau buatan)
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada perkantoran dan rumah
tangga serta sebagai sumber cadangan. Air untuk keperluan rumah tangga dan
perkantoran ini akan melalui pengolahan di Water Treatment Plant (WTP).
Saat ini, PT. Chevron Pacific Indonesia sangat memperhatikan pemakaian air di
wilayah kerjanya, sehingga muncul sebuah kebijaksanaan yang dikenal dengan Zero
Water Discharge atau nihil buangan air terproduksi.
4.1.2 Listrik
Untuk mencukupi kebutuhan listrik, baik untuk perumahan ataupun untuk
eksplorasi minyak bumi. PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki suatu departemen
khusus yang menangani masalah penyediaan energi yaitu Power Generation and
Transmission (PG & T).
Sebelum (PG & T) didirikan pada tahun 1969, sebagian besar kebutuhan
listrik di PT. Chevron Pacific Indonesia diperoleh dari enginator (perpaduan motor
dan generator) yang tersebar hampir di setiap lokasi. Enginator tersebut digerakkan
oleh mesin diesel dengan kapasitas dibawah 60 KW.
Meningkatnya jumlah sumur minyak yang ditemukan menyebabkan
penggunaan enginator tidak efisien karena pengaturan dan pemantauan enginator
yang ada semakin sulit. Selain itu harga bahan bakar minyak di pasaran semakin
tinggi. Untuk itulah penggunaan bahan bakar minyak diganti dengan bahan bakar gas
alam.
Tahun 1973 merupakan awal penggunaan gas alam sebagai bahan bakar turbin
gas (PLTG). Minyak dan solar digunakan untuk keperluan cadangan bila gas yang
dikirim ke turbin tidak mencukupi. Sumber gas ini diperoleh dari Sebanga dan Libo.
Sampai saat ini PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki lima buah PLTG yaitu:
1. PLTG Minas, terdiri dari 11 unit pembangkit dengan kapasitas total 232 MW.
2. PLTG Central Duri, terdiri dari 5 unit pembangkit dengan kapasitas total
105 MW.
3. PLTG Duri, terdiri dari 7 unit pembangkit dengan kapasitas total 92 MW.
4. PLTG Kerang, terdiri dari 2 unit pembangkit dengan kapasitas total 42 MW.
5. PLTG North Duri, terdiri dari 3 unit pembangkit dengan kapasitas total
300 MW.
Secara keseluruhan, daya yang dibangkitkan oleh seluruh generator yang ada
saat ini adalah 771 MW. Dari seluruh tenaga listrik yang dihasilkan 85 % digunakan
untuk keperluan produksi minyak mentah yaitu untuk sumber tenaga pompa produksi
dan alat-alat proses lainnya. Sisanya untuk keperluan perumahan, perkantoran dan
sarana lainnya.
4.1.3 Telekomunikasi
PT. Chevron Pacific Indonesia juga dilengkapi dengan jaringan microwave
UHF yang menghubungkan distrik-distrik serta suatu sistem telepon dan komunikasi
radio HF/VHF/UHF untuk seluruh kegiatan lapangan.
Pemanfaatan empat saluran sistem komunikasi satelit domestik PALAPA juga
dilakukan untuk sarana komunikasi di Jakarta dan layanan telex dan e-mail antara
Dumai-Rumbai-Jakarta dengan perusahaan-perusahaan afiliansi seluruh dunia
melalui satelit PALAPA dan Intelsat. Pada akhir 1968 PT. Chevron Pacific Indonesia
memasang unit pengolah data elektronuk yang pertama yang berupa komputer IBM
360 dengan core capacity 64 kBytes sedangkan saat ini digunakan jaringan komputer
yang terdiri dari IBM 9121.490 Super Computer Convex C-220 Masterpiece,
Integraph Vax, Microvax, IBM AS 400.
b. Minyak sisa
Penanggulangan yang dilakukan dengan cara penampungan sementara
kemudian minyak diproses kembali di Slop Oil Plant agar terpisah dari air dan
pasir yang kemudian digabungkan kembali di Oil Treatment Plant utama.
c. Foul Fluid
Adalah fluida yang dihasilkan saat awal pengeboran yang mengandung
berbagai bahan kimia yang tidak bisa ditangani oleh unit pengolahan minyak
utama, untuk kemudian dijadikan satu di sebuah tangki dan terjadi pemisahan
minyak (ke slop oil plant) dan fluida sisanya diinjeksikan ke dalam tanah.
4.2.4. Kebisingan
Kebisingan timbul akibat beroperasinya alat-alat transportasi, unit
pengeboran, Unit Engine, Turbine, Pump dan Compressor di CGS. Penanggulangan
yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (ear plug)
bagi semua karyawan di lokasi-lokasi tertentu.
BAB V
BAB VI
TUGAS KHUSUS
PENGARUH KONSENTRASI GARAM PADA REGENERASI RESIN
TERHADAP PERFORMANCE WATER SOFTENER DI CENTRAL
GATHERING STATION - 3 DURI
Mg2+. Kesadahan air dapat diturunkan dengan menggunakan resin penukar ion (ion
exchanger). Kesadahan air baku umpan di PT. CPI harus lebih kecil dari 1 ppm.
Setiap unit water softener terdiri dari primary softener dan secondary softener.
Setiap softener diisi oleh media resin duoilte (C-20) yang dapat digolongkan pada
strongly acidic kation resin (asam kuat). Prinsip kerja dari water softener adalah
proses pertukaran ion (ion exchange) dimana ion Ca2+ dan Mg2+ dari air akan
teradsorp dan menggantikan ion sodium di resin. Proses softening (pelunakan)
berlangsung terus-menerus sampai resin menjadi jenuh dan tidak mampu lagi untuk
mengikat ion Ca2+ dan Mg2+ dari air sehingga perlu dilakukan regenerasi dengan
penggaraman. Proses regenerasi ini bertujuan agar hardness yang ada di resin dapat
digantikan oleh ion natrium yang dibawa oleh larutan garam sehingga resin dapat
digunakan kembali.
Brine atau garam (NaCL) digunakan sebagai media penukar ion-ion positif atau
hardness yang menempel dipermukaan resin atau zeolit sehingga kemudian resin
tersebut dapat kembali fresh atau menangkap hardness yang terkandung didalam air.
Garam yang datang merupakan padatan sehingga harus dilarutkan dengan
menggunakan air soft water yang berasal dari Generate Feed Water Pump yang
kemudian dipompakan ke softener menggunakan brine pump pada proses
regenerated untuk melepaskan ion Ca dan Mg dari media resin zeolite yang sudah
jenuh di dalam water softener.
Garam (NaCl) yang digunakan untuk penggaraman sekitar 12 ton/hari untuk
setiap Central Gathering Station. Konsentrasi garam yang digunakan pada proses
brine introduction pada CGS 3 adalah 8 – 9% dengan waktu regenerasi 25 jam sekali.
Namun yang terjadi dilapangan, konsentrasi garam terkadang dapat berada diluar
range yang telah ditentukan, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti
kualitas garam dan tidak sempurnanya proses mixing garam. Oleh karena itu perlu di
Scale atau kerak juga merupakan penghantar panas yang buruk karena dapat
menganggu proses transfer panas dan menurunkan efisiensi boiler. Untuk proses
pembersihan scale atau kerak ini juga membutuhkan cost yang sangat besar.
Kesadahan dapat dihilangkan dengan proses pemanasan, penambahan zat-zat
kimia tertentu, distilasi, reverse osmosis, penggunaan asam-asam organik, dan
penggunaan resin penukar ion (ion exchanger).
Kesadahan (hardness) air pada umumnya istilahnya disebut konsentrasi CaCO3
dan dihitung dengan cara titrasi atau metode kromatografi. Pada Central Gathering
Station 3, nilai kesadahan (hardness) air ditetapkan dengan cara titrasi menggunakan
EDTA.
6.4.2 Regeneran
Regeneran adalah zat kimia yang dapat melakukan proses pertukaran ion
dengan ion-ion penyebab kesadahan yang telah memenuhi resin agar resin dapat
kembali berfungsi sebagai penukar ion untuk melunakkan air (softening). Regeneran
harus mengandung ion yang sebelumnya dimiliki oleh resin sebelum jenuh (pada
keadaan normal sebelum operasi).
Regeneran bisa mengandung ion bermuatan positif (kation) atau ion bermuatan
negatif (anion), tergantung jenis resin yang akan diregenerasi. Pada unit water
softener di Central Gathering Station 3 Duri Field, regeneran yang digunakan adalah
brine atau larutan garam (NaCl) dengan konsentrasi NaCl tertentu (% berat).
Garam dilarutkan menggunakan air softwater yang berasal dari Generate Feed
Water Pump yang kemudian dipompakan ke unit softener menggunakan brine pump
pada proses regenerated.
Tabel 6.1 Batasan Operasi Brine pada CGS 3 Duri Field
No Keterangan Besaran Max Min Normal
1. Salt/NaCl % 100 95 98
2. Brine Solution % 12 8 9
Resin penukar ion adalah suatu senyawa polimer organik berstruktur tiga
dimensi dengan ikatan silang dan mempunyai gugus fungsi yang dapat menukar ion
yang dimilikinya dengan ion lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penukar ion
terdiri dari fasa organik padat yang tidak larut dalam air yang terikat ion-ion
bermuatan. (Diyah, dkk. 2011)
Resin mempunyai rongga-rongga pori yang berisi ion-ion, baik ion positif dan
ion negative yang terikat seperti garam-garam. Ion-ion tersebut tetap berada pada
posisinya dalam kisi Kristal dalam keadaan kering. Apabila bahan dimasukkan ke
dalam cairan polar, maka ion-ion tersebut akan bebas bergerak sehingga ion-ion ini
dapat berpindah ke sekelilingnya, misalnya dengan masuknya ion yang sama
menggantikan posisi didalam kristal.
Proses softening yang terjadi pada resin adalah sebagai berikut :
Jika resin telah jenuh, kadar kesadahan (hardness) dalam effluen akan naik
secara signifikan. Resin yang telah jenuh kemudian diregenerasi dengan larutan
regeneran (brine).
Frekuensi pada proses regenerasi tergantung pada :
a. Kecepatan alir proses (flowrate).
b. Kadar ion Ca dan Mg dalam air proses (nilai hardness).
c. Volume resin.
d. Konsentrasi brine yang digunakan pada setiap regenerasi.
6.4.5 Ion Exchange
Ion Exchange atau pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang
terserap oleh suatu permukaan media penukar ion ditukar dengan ion-ion lain yang
berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik-menarik
antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul yang bersifat polar.
Banyaknya ion-ion yang ditukarkan memiliki ekivalen yang sama, sehingga
elektronetralisis fasa cair dan padatannya tetap terjaga. (Diyah, dkk. 2011)
Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki
muatan yang berlawanan maka molekul tersebut akan terikat pada permukaan
tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar dengan molekul lain
yang berada didalam air yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat.
Dengan demikian maka proses pertukaran ion dapat terjadi. Media yang dapat
melakukan pertukaran ion ini diantaranya adalah zeolit dan resin. (Diyah, dkk. 2011)
Proses pertukaran yang berlangsung secara umum mengikuti kaidah-kaidah
tertentu, yaitu :
1. Kation-kation dengan valensi lebih besar akan dipertukarkan terlebih dahulu
sebelum katin-kation dengan valensi lebih kecil. Sebagai contoh apabila di dalam
suatu larutan terdapat besi (bervalensi 3), kalsium (bervalensi 2), dan amonium
(bervalensi 1) dalam jumlah yang sama, maka besi akan terlebih dahulu diserap
oleh zeolit, menyusul kemudian kalsium dan terakhir ammonium.
2. Kation yang konsentrasinya paling tinggi didalam suatu sistem akan diserap
terlebih dahulu walaupun valensi lebih kecil. Sebagai contoh seperti contoh diatas
atas, apabila konsentrasi ammonium jauh lebih banyak dibandingkan dengan besi
dan kalsium, maka ammonium akan cenderung diserap terlebih dahulu.
Kinetika ion exchange dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu contact time,
konsentrasi ion, degree of resin cross linking, dan temperatur. Tetapi yang paling
berpengaruh adalah contact time dan konsentrasi ion. Jika konsentrasi ion besar maka
akan membutuhkan contact time yang lebih besar. Untuk konsentrasi ion several
Proses softening atau pelunakan air merupakan proses pergantian ion (ion
exchange) dimana air yang kesadahannya tinggi (100 - 200 ppm) dan mengandung
ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg) masuk ke dalam Primary Softener. Di
dalam softener inilah akan terjadi pergantian ion antara ion sodium yang terdapat
dipermukaan media (resin) dengan ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg) yang
terdapat pada air terproduksi. Pergantian ion ini terjadi secara terus menerus di
primary softener selama air tetap melewati media resin, sehingga air yang keluar dari
primary softener akan berkurang kesadahannya. Air tersebut dialirkan menuju
secondary softener dan pergantian ion terjadi lagi di dalam secondary softener
sehingga air yang keluar dari secondary softener jumlah kesadahannya akan jauh
berkurang.
Proses softening ini berlanjut sampai ion sodium di resin menjadi jenuh. Pada
saat jenuh, ion sodium zeolite tidak sanggup lagi mengikat ion Ca dan ion Mg
sehingga perlu diadakan proses penggaraman (regeneration). Proses penggaraman
(regeneration) adalah proses meregenerasi kemampuan sodium zeolite (R +Na) yang
telah berubah menjadi R++Ca atau R++Mg dengan meninjeksikan NaCl, sehingga ion Na
pada R aktif kembali.
Di CGS 3 water softener unit terdiri atas 18 unit yang disusun secara paralel,
dan masing-masing unit terdiri atas primary softener dan secondary softener yang
disusun seri. Secara normal, unit softener akan beroperasi dengan 15 unit dan 3 unit
untuk regenerasi stand-by. Siklus operasi untuk tiap softener sekitar 25-40 jam
termasuk 2 jam untuk penggaraman (regeneration).
Batasan operasi water softener adalah parameter yang ditentukan baik oleh
pabrik pembuat peralatan tersebut maupun kebutuhan operasi lapangan Duri, batasan
ini selalu dikontrol untuk memenuhi spesifikasi kerja dari water softener itu sendiri
dari kerusakan maupun menjaga kualitas air yang dihasilkannya. Untuk data batasan
Operasi water softener dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Batasan Operasi Water Softener
No Keterangan Besaran Max Min Normal
f. Brine Filter
g. Control system yang mengatur urutan/sequence water softener dalam
menjalankan regenerasi.
Apabila water softener terus menerus beroperasi maka akan mengakibatkan
media/resin menjadi jenuh, sehingga aktifitas pertukaran ion (ion exchange) akan
menurun. Untuk mengaktifkan kembali media/resin maka dilakukan proses
penggaraman atau proses regenerasi dengan memakai brine solution dengan
konsentrasi 8-9 % yang dipompa menggunakan brine pump. Brine solution di CGS 3
ditampilkan pada Gambar 6.7.
1. Primary Backwash
Proses ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Dalam proses ini air
masuk ke primary softener melalui primary water inlet (1226 N) menuju primary
backwash inlet (1227 N) dan keluar melalui primary backwash outlet (1228 N).
Sehingga aliran di dalam vessel primary softener dari bawah ke atas (upflow) dan 3
way valve (1250 N) membuka ke PIT A dengan jumlah aliran ± 46000 BWPD. Proses
primary backwash di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.8.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
2. Brine Introduction
Proses ini berlangsung selama 2100 sekon atau 35 menit. Air garam yang
berasal dari brine pit dengan konsentrasi 8 % (by weight) dipompakan dengan brine
pump ke incoming brine valve (1238 N) menuju secondary softener, air garam
mengalir dari bawah ke atas (upflow) keluar melalui brine outlet (1234 N) menuju
primary softener dengan flowrate 1000 – 13000 galon. Pada saat yang sama dilution
water yang berasal dari softwater line dengan rate maksimum 130 gpm masuk dari
bagian atas secondary softener melalui blocking inlet dan keluar bersama brine
solution menuju primary softener. Di primary, brine solution yang sudah diencerkan
akan menyebar melalui distribution header mengalir kebawah keluar melalui primary
rinse outlet (1229 N) dan 3 way valve (1250 N) membuka ke brine tank. Proses brine
introduction di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.9.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
3. Brine Displacement
Proses ini berlangsung selama 1500 sekon atau 25 menit. Soft water dengan
flowrate 130 GPM masuk dari bagian atas secondary softener melalui blocking inlet
(1231 N) menuju primary softener (1234 N) dan keluar melalui primary rinse
outlet(1229 N) , 3 way valve (1250 N) tetap membuka menuju brine tank. Diharapkan
dengan adanya proses ini dapat mendorong sisa brine solution yang masih tertinggal
di dalam vessel. Proses brine displacement di CGS 3 duri field ditampilkan pada
Gambar 6.10.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
4. Primary Rinse
Proses pembilasan ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Proses ini
dilakukan dengan masuknya filter water ke primary service inlet (1235 N) dan keluar
melalui primary rinse outlet (1229 N). Pada saat yang sama secondary juga dibilas
dengan memakai soft water dari blocking inlet (1230 N) dan keluar melalui
secondary rinse outlet (1233 N). Air pembilasan ini kemudian menuju ke pit A.
Proses primary rinse di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.11.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
Proses ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Air masuk melalui
incoming valve primary (1235 N) dan kemudian masuk melalui incoming valve
secondary (1230 N) dan keluar melalui secondary rinse outlet (1233 N).Air
pembilasan ini kemudian menuju ke pit A. Proses secondary rinse di CGS 3 duri field
ditampilkan pada Gambar 6.12.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
6. Service
Pada proses ini water softener kembali ke fungsi pertukaran ion kembali. Air
masuk menuju primary softener melalui primary service inlet (1235 N) lalu keluar
melalui primary rinse outlet (1229 N). Kemudian menuju secondary softener melalui
secondary service inlet lalu keluar melalui secondary service outlet (1231 N). Air
proses yang kesadahan (hardness) sudah memenuhi spesifikasi (< 1 ppm) kemudian
dialirkan menuju GFW Tank (1232 N). Proses service akan berlangsung secara
kontinyu hingga resin menjadi jenuh dan proses regenerasi dilakukan kembali. Proses
service di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.13.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N
8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N
SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N
BRINE TANK
Bila hardness tinggi maka akan menyebabkan terbentuknya scale atau kerak di
dalam coil pada boiler, sehingga dapat menyebabkan kenaikan tekanan (over
pressure) atau pecahnya coil tersebut.
Oleh sebab itu nilai hardness sangat berpengaruh terhadap performa unit water
softener. Efisiensi performa water softener (total) dapat dicari dengan cara nilai
hardness inlet dikurangi nilai hardness effluent kemudian dibagi nilai hardness inlet
dan dinyatakan dalam persentase. Untuk melihat efisiensi dari water softener di CGS
3 maka diambil data hardness inlet dan hardness effluent dari 18 unit softener pada
Bulan Januari 2015. Sehingga didapatkan grafik efisiensi water softener per harinya
seperti Gambar 6.14.
99.5
99.45
99.4
99.35
99.3
99.25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Day
Gambar 6.14 Grafik Efisiensi Water Softener pada Bulan Januari 2015
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa efisiensi tertinggi adalah 99,62% yang
tercapai pada hari ke-15 dan efisiensi terendah adalah 99,38% di hari ke-18. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi water softener cenderung konstan karena
efisiensi berada pada range yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan, kinerja water softener pada CGS 3 pada Bulan Januari sudah baik
dikarenakan nilai hardness effluent sudah sesuai dengan batasan operasi yang
diharapkan, yaitu < 1 ppm.
6.5.2 Pengaruh konsentrasi NaCl pada proses regenerasi Resin Water Softener
Pada tahap regenerasi, keberhasilan proses pertukaran ion dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu konsentrasi garam dan waktu kontak antara garam dengan media
resin. Flowrate penggaraman (regeneration) yang tinggi dengan waktu kontak
singkat dapat diterima jika konsentrasi garam relatif rendah. Pada konsentrasi garam
tinggi maka waktu kontak harus lebih lama dikarenakan jika waktu kontak terlalu
singkat, maka gugus fungsional pada permukaan resin cenderung membentuk ikatan
ionik lain lebih cepat daripada ikatan ionik dengan gugus didalam partikel resin. Pada
proses ini kisaran flowrate larutan garam yang biasanya digunakan adalah 4 – 6
BV/h, akan tetapi flowrate larutan garam 2BV/h lebih banyak digunakan dibanyak
kasus (Kirk-Othmer, 1989). Sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP)
konsentrasi garam yang digunakan pada regenerasi unit water softener berkisar antara
10 – 12 %, sedangkan pada prosesnya CGS – 3 Duri Field menggunakan konsentrasi
garam 8 %. Oleh karena itu, hal ini perlu ditinjau lebih lanjut untuk mengetahui
konsentrasi garam optimum yang sebaiknya digunakan dan mengetahui dampak yang
akan ditimbulkan jika konsentrasi garam tidak stabil, baik dampak terhadap
performance softerner maupun dampak terhadap biaya produksi dengan
menggunakan standar – standar pada referensi yang ada.
Pengaruh dari perubahan konsentrasi garam ini dapat dilihat pada perbedaan
running hour water softener, untuk dapat mengetahui hubungan konsentrasi dengan
running hour tersebut, maka dapat digunakan data Tabel 6.5 yang berisikan data dari
3 unit water softener yang beroperasi di CGS 3 Duri Filed mengenai data konsentrasi
larutan garam untuk regenerasi dan running hour pada setiap regenerasi.
Tabel 6.5 Running Hour Water Softener dan Konsentrasi Larutan Garam Untuk
Setiap Regenerasi.
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap running hour dapat dilihat pada gambar
6.15.
72:00:00
60:00:00
Running Hour
48:00:00
36:00:00
24:00:00
12:00:00
0:00:00
7 7.5 8 8.5 9 9.5 10
Concentration (%)
akan kesulitan untuk menukarkan muatannya dengan anion dan kation pengotor hal
ini dapat menyebabkan banyaknya kandungan garam yang tertinggal di dalam vessel
water softener sehingga menyebabkan terjadinya korosi.
BAB VII
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Perubahan konsentrasi larutan garam NaCl memberikan pengaruh
pada performance softener terutama pada lamanya waktu running hour.
2. Pada konsentrasi larutan garam yang rendah pada saat regenerasi resin
di water softener menyebabkan singkatnya waktu running hour, akan tetapi
dengan konsentrasi yang terlalu tinggi running hour yang dihasilkan juga
semakin menurun.
3. Dari data performance softener di CGS 3, konsentrasi 8-9%
memberikan waktu running hour yang terbaik.
5.2 Saran
1. Diperlukan monitoring yang ketat saat proses mixing garam,
agar garam dapat larut dengan sempurna dan diperoleh konsentrasi yang
diinginkan.
2. Perlu dilakukan sirkulasi terus menerus pada larutan garam di
brine pit agar tidak terdapat endapan garam yang menyebabkan terjadinya
perubahan konsentrasi larutan garam.