Anda di halaman 1dari 98

Ari Ridha Amril

(TK/1107114247)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kerja Praktek


Teknik kimia adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tahapan
proses pengolahan suatu barang mentah menjadi barang jadi maupun barang setengah
jadi yang memiliki nilai jual dengan menggunakan prinsip-prinsip proses kimia,
biologis dan fisika. Pada dasarnya ilmu Teknik Kimia merupakan aplikasi dari ilmu
kimia yang kemudian digabungkan dengan kaidah-kaidah engineering serta
memasukkan faktor-faktor ekonomi dan sosial dalam aplikasi industrinya. Ilmu
Teknik Kimia digunakan terutama untuk merancang dan menjamin jalannya proses-
proses kimia baik dalam skala kecil maupun skala besar seperti pabrik.
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kondisi real di lapangan tidak
sesuai dengan teori yang dipelajari didalam dunia perkuliahan. Berkaitan dengan ini
maka Program Studi Teknik Kimia Universitas Riau mewajibkan mahasiswanya
untuk melaksanakan kegiatan Kerja Praktek agar dapat mempelajari langsung tentang
eksplorasi dan proses produksi minyak mentah dari tenaga ahli yang berpengalaman
dibidangnya sehingga dapat membuka pikiran dan memiliki pengetahuan baru.
PT. Chevron Pacific Indonesia merupakan kontraktor perusahaan minyak asing
yang melakukan kegiatan eksplorasi minyak bumi di Indonesia. Central Gathering
Station merupakan tempat dimana terjadinya proses pengolahan minyak yang
diperoleh dari Well dan dipompakan ke tangki-tangki pengumpul HCT di Dumai.
Terdapat dua bagian Treatment yaitu Oil dan Air. Pada pengolahan air terdapat alat
Water Softener yang bertujuan untuk menurunkan kesadahan air atau besarnya
kandungan hardness yang diasumsikan adalah CaCO3. Sebagai Parameter
Performance Water Softener adalah Flowrate Regenisasi, Equiptment, Hardness dari
Oil Removal Filter (ORF) dan Konsentrasi Garam untuk Regenisasi.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
1
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1.2 Latar Belakang Perusahaan


1.2.1 Sejarah Singkat PT. Chevron Pacific Indonesia
PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI) merupakan salah satu unit usaha
perusahaan minyak milik Amerika. Berawal pada bulan Maret 1924, saat
dilakukannya upaya pencarian minyak oleh tim geologi Chevron Corporation, saat
itu bernama Standard Oil Company of California (Socal) yang dipimpin oleh
Emerson M. Butterworth di daerah Sumatera, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan
Wilayah Papua. Pada tahun 1930, pemerintah Hindia-Belanda menyetujui permintaan
Socal untuk memperoleh hak eksplorasi dengan cara menunjuk Socal sebagai
minority partner dari suatu perusahaan minyak yang didirikan oleh pemerintah
Hindia-Belanda yang bernama N.V Nesderlance Pacific Petroleoum Maatschappij
(NPPM) untuk melakukan eksplorasi di daerah Papua.
Pada tahun 1935, NPPM mendapat tawaran untuk melakukan eksplorasi seluas
600.000 hektar di daerah Sumatera Bagian Tengah. Walaupun dipandang sebagai
daerah yang belum layak untuk dilakukan eksplorasi, NPPM menerima tawaran dari
pemerintah Hindia-Belanda. Pada tahun 1936, perusahaan Texaco Inc. yang berlokasi
di Texas USA bersama dengan Socal sepakat untuk bergabung dan membentuk
sebuah perusahaan dengan nama California-Texas Petroleum Cooperation (Caltex).
Berdasarkan penelitian para ahli geofisika pada tahun 1936-1937 diidentifikasi
adanya prospek minyak yang besar di daerah sebelah selatan. Kegiatan pengeboran
pertama kali dilakukan pada tahun 1939 didaerah Kubu I, dari hasil pengeboran
ditemukan adanya indikasi kandungan gas alam didaerah Sebanga (Agustus 1936)
sebagai sumur perdana, Rantaubais (November 1940), dan Duri (1941).
Pengeboran dilakukan dengan ditemukannya minyak didaerah tersebut.
Kegiatan pengeboran sempat terhenti karena adanya Perang Dunia II sekitar tahun
1946. Setelah perang berakhir, kegiatan eksplorasi kembali dilakukan dan dipusatkan
untuk pengembangan lapangan minyak Minas. Pada tahun 1950 pemerintah
Indonesia mulai mempelajari dan menyusun Undang-Undang Pertambangan. Pada

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
2
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

bulan Januari 1951, pemerintah Indonesia memberikan izin berdirinya Caltex Pacific
Oil Company (CPOC) untuk melanjutkan kegiatan NPPM di daerah Sumatera.
Pada tahun 1957, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah untuk
menasionalisasi perusahaan minyak milik Belanda. Walaupun CPOC bukan
perusahaan milik Belanda, akan tetapi CPOC juga terkena imbas dari kebijakan
tersebut karena CPOC merupakan perusahaan penghasil minyak yang dulunya berada
di bawah perusahaan minyak Belanda, dan saat itu Caltex merupakan perusahaan
penghasil minyak terbesar di Indonesia. Upaya menasionalisasikan perusahaan
minyak asing di Indonesia diberlakukan dan diatur dalam Undang-Undang No. 44
tahun 1960. Berdasarkan UU tersebut ditetapkan bahwa semua kegiatan
penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia hanya dilakukan oleh perusahaan
minyak negara (Pertamina).
Pada tahun 1963, CPOC berubah menjadi lembaga hukum dengan nama PT.
Caltex Pacific Indonesia (PT. CPI). Namun saham dari PT. CPI sepenuhnya menjadi
milik Chevron (sebelumnya Socal) dan Texaco Inc. meskipun terjadi perubahan
nama. Pada September 1963 diadakan Perjanjian Karya antara Perusahaan Negara
dengan Perusahaan Asing, termasuk Pertamina dengan PT. CPI. Perjanjian antara
Pertamina dengan PT. CPI menyatakan bahwa wilayah operasi PT. CPI adalah
wilayah Kangaroo seluas 9.030 km2. Perjanjian Karya ini berakhir pada tanggal 8
Agustus 2001 dengan wilayah kerja seluas 31.700 km2.
Dalam kontrak bagi hasil tersebut ditetapkan bahwa Pertamina harus
menyetujui program kerja dan anggaran tahunan. Sedangkan PT. CPI sebagai
kontraktor berkewajiban melaksanakan kegiatan operasional dan menyediakan tenaga
ahli, investasi serta biaya operasional.
Sampai saat ini kontrak bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan PT. CPI
masih tetap dilakukan dengan pembagian 88% untuk pemerintah Indonesia yang kini
ditangani oleh BP Migas dan 12% untuk PT. CPI.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
3
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Sejak 1983 PT. CPI berstatus sebagai Kontraktor Bagi Hasil (KPS)/Production
Sharing Contract (PSC) yang beberapa wilayah konsesinya akan berakhir pada tahun
2021. Saat ini kegiatan PT. CPI di Provinsi Riau meliputi kawasan seluas sekitar
31.700 km2. Pada tanggal 11 Maret 1995 PT. CPI menerapkan suatu sistem
manajemen yang disebut dengan Strategic Business Unit (SBU). Strategi ini
dimaksudkan untuk melakukan koordinasi manajemen yang bersifat otonomisasi.
Sebelum mempergunakan strategi ini PT. CPI mempergunakan District System, atau
sering di kenal dengan sistem manajemen yang terpusat. Akhirnya pada 9 Oktober
2001 dua perusahaan besar induk PT. CPI yaitu Chevron dan Texaco bergabung
(merger) menjadi Chevron Texaco. Dan sejak saat itu manajemen PT. CPI juga ikut
berubah dari SBU menjadi Indoasia Business Unit (IBU). Pada tahun 2005, nama
Caltex Pacific Indonesia berubah menjadi Chevron Pacific Indonesia sesuai
ditetapkannya surat keputusan No.C-25712 HT.01.04.TH.2005 pada tanggal 16
September 2005. Perubahan ini dilakukan berdasarkan pengarahan dari pemilik
saham mengenai penggunaan nama Chevron pada seluruh bisnis hulu perusahaan ini.

1.2.2 Wilayah Operasi PT. Chevron Pacific Indonesia


Wilayah kerja PT. CPI yang pertama seluas hampir 10.000 km 2 dikenal
dengan nama Kangoroo Block yang terletak di Kabupaten Bengkalis. PT. CPI selain
mengerjakan sendiri daerahnya juga bertindak sebagai operator bagi
Caliastik/Chevron dan Topco/Texaco. PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki
beberapa wilayah kerja yang tersebar di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau
Kalimantan.

Wilayah kerja PT. Chevron Pacific Indonesia di wilayah Sumatera dibagi


menjadi 2 unit operasi utama berdasarkan jenis minyak yang diproduksi, yaitu :

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
4
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1. Heavy Oil Operating Unit ( HOOU)


HOOU memproduksi minyak berat dengan wilayah operasi sekitar Duri
Steam Flood (DSF). DSF merupakan wilayah penghasil minyak terbesar PT.CPI
dengan sistem injeksi uap terbesar di Dunia yang memproduksi minyak berat (heavy
oil) sebanyak kurang lebih 200.000 BOPD.
2. Sumatera Light Oil Operating Unit ( SLOOU)
SLOOU memproduksi minyak ringan dengan wilayah operasi selain Duri
Steam Flood (DSF). Wilayah SLOOU yang luas dibagi menjadi dua unit operasi yang
lebih kecil, yaitu :
a. Sumatera Light North (SLN) Operation
Meliputi daerah Bangko, Balam, Bekasap, dan Petani.
b. Sumatera Light South (SLS) Operation
Meliputi daerah Minas, Libo, dan Petapahan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1 Wilayah Operasi PT. Chevron Pacific Indonesia di Riau

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
5
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Wilayah eksplorasi PT. Chevron Pacific Indonesia dibagi menjadi beberapa


distrik, antara lain :
a. Distrik Jakarta, merupakan kantor pusat untuk mempermudah hubungan
dengan pemerintah pusat dan negara-negara lainnya.
b. Distrik Rumbai, merupakan pusat administrasi untuk wilayah Sumatera.
c. Distrik Minas, merupakan daerah operasi produksi minyak jenis Sumatera
Light Crude (SLC).
d. Distrik Duri, merupakan daerah operasi produksi minyak jenis Heavy
Crude atau Duri Crude.
e. Distrik Dumai, merupakan daerah penampung, pelabuhan, serta
pengkapalan Crude Oil.

1.2.3 Visi dan Misi PT. Chevron Pacific Indonesia


PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki sebuah visi, yaitu “To be the
Indonesian Energy Company most admired for its People, Partnership, and
Performance” .Visi inilah yang menjadi gerak langkah PT. Chevron Pacific
Indonesia untuk berkiprah dalam pembangunan nasional di Indonesia. Visi tidak akan
lengkap jika tidak didukung oleh misi.
Misi langkah PT. Chevron Pacific Indonesia adalah sebagai berikut :
1. As a Business Partner with GOI, CPI will add value by Effectively Exploring for
and Developing Hydrocarbons for the Benefit of Indonesia and CPI’s
Shareholders.
2. CPI will Independently Pursue Other Energy Related Business Opportunities by
Leveraging its Resources to Assure Continued Value Addition and Growth.
Misi ini merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan yang diharapkan
akan membangun pemahaman yang sama bagi setiap pihak yang bekerja atau
berinteraksi dengannya.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
6
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1.2.4 Tujuan Strategi PT. Chevron Pacific Indonesia


PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki suatu rencana strategis yang
merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah dibuat. Adapun strategi yang
dimiliki meliputi :
1. Strategi Bisnis Utama
PT. Chevron Pacific Indonesia mempunyai tiga strategi bisnis yang
merupakan penjabaran dari visi dan misi yang telah dibuat, yaitu :
a. Global Upstream (Operasi Hulu Secara Global)
Mempertinggi keuntungan dalam kegiatan bisnis utama dan membangun
posisi prestasi yang baru.
b. Global Gas (Operasi Gas Secara Global)
Mengkomersilkan ekuitas cadangan gas yang ada ke pasar-pasar Amerika
Utara dan Asia.
c. Global Downstream (Operasi Hilir Secara Global)
Meningkatkan pendapatan dengan menggunakan kekuatan pemasaran dan
penyediaan.
2. Strategi Keberhasilan
Tiga Srategi Keberhasilan yang diterapkan di semua bidang kegiatan
perusahaan adalah :
a. Berinvestasi pada orang untuk mencapai tujuan strategis.
b. Meningkatkan teknologi untuk mencapai kinerja yang unggul dan
pertumbuhan yang tinggi.
c. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan kinerja kelas
dunia dalam bidang keunggulan operasi, pengurangan biaya, pengelolaan
asset/capital, dan peningkatan keuntungan.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
7
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1.2.5 Produk PT. Chevron Pacific Indonesia


Minyak mentah yang diproduksi oleh PT. Chevron Pacific Indonesia terdiri atas
2 jenis, yaitu :

1. Sumatera Light Crude Oil


Sumatera Light Crude Oil mempunyai kadar belerang yang rendah dan oAPI
yang lebih tinggi sehingga minyak ini bersifat lebih encer serta proses
pemisahannya lebih mudah.

2. Heavy Crude Oil / Duri Crude Oil


Jenis minyak ini hanya terdapat di lapangan minyak Duri dan memiliki oAPI
yang rendah, yaitu < 20, sehingga minyak bersifat lebih kental serta proses
pemisahaan yang lebih sulit.

3. Gas
Gas yang dihasilkan tidak untuk dijual, tapi digunakan sebagai bahan bakar
pembangkit listrik (PLTG) untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

4. Air
Air yang dihasilkan diolah dan digunakan untuk dijadikan steam untuk
diinjeksikan pada sumur injeksi, ataupun sebagai umpan dalam proses
pemisahan, dan juga untuk melalukan proses pencucian peralatan atau tangki-
tangki yang digunakan.

1.3 Batasan Masalah


Kerja praktek yang dilakukan di PT. Chevron Pacific Indonesia di Duri Field
berupa orientasi pada Health, Environtmental and Safety (HES); Gathering Station;
Chemical Treatment dengan menekankan pada permasalahan yaitu Pengaruh
konsentrasi Garam pada Regenisasi Resin terhadap Performance Water Softener di
Central Gathering Station (CGS 3) PT. Chevron Pacific Indonesia.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
8
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1.4 Tujuan Kerja Praktek


Adapun tujuan dari pelaksanaan kerja praktek ini, antara lain:
1. Memenuhi salah satu mata kuliah yang diwajibkan bagi mahasiswa Teknik
Kimia Universitas Riau untuk mendapatkan gelar sarjana (S1)
2. Memperluas pengetahuan dibidang teknologi dalam proses pengambilan dan
pemisahan minyak bumi yang dilakukan PT.Chevron Pacific Indonesia.
3. Mendapatkan pengalaman langsung mengenai unit-unit proses produksi di PT.
Chevron Pacific Indonesia, serta mengetahui produk yang dihasilkan, meliputi
produk utama, produk samping, energi dan limbah industri.
4. Mendapatkan gambaran nyata mengenai organisasi kerja, manajemen serta
peraturan-peraturan kerja meliputi manajemen kesehatan dan keselamatan kerja
di PT.Chevron Pacific Indonesia.
5. Mengetahui masalah – masalah keteknikan yang sering timbul dilapangan dan
solusinya.
6. Meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan antara pihak
pihak lainnya.

1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kerja Praktek dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2015 – 4 Maret 2015 di
Central gathering station 3 PT. Chevron Pacific Indonesia, Duri. Adapun jadwal
pelaksanaan kegiatan kerja praktek ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
9
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Kerja Praktek

Tanggal Tugas Pembimbing Kantor


4 Feb 2015 Briefing Elwin Nasution HR Rumbai
5 Feb 2015 Mendapatkan Lidya Basyir Patin Office
Peralatan PPE
6 Feb 2015 HES Orientation Ahmad Nurkholis CGS 3 Duri Field
dan Pengenalan Sani
CGS 3
9 Feb2015 Introduction Prinsip Yusuf Harahap CGS 3 Duri Field
Kerja OTP
10 Feb 2015 Introduction prinsip Syafri CGS 3 Duri Field
kerja di OTP dan
WTP
11 Feb 2015 Prinsip Kerja WTP Syafri CGS 3 Duri Field
12 Feb 2015 Diskusi Tugas Riki CGS 3 Duri Field
Khusus
13 Feb 2015 Oil Removal Filter Ferry CGS 3 Duri Field
dan Water Softener
16 Feb 2015 Enclosed Ground Yusuf Harahap CGS 3 Duri Field
Flare
17 feb 2015 Sampling Point Abdul, Taufik CGS 3 Duri Field
Effendi (Clariant)
18 Feb 2015 Uji Bottle Test Abdul Rahman dan CGS 3 Duri Field
(Hardness, Oil Selan (Clariant)
Content, Turbidity)
23 Feb 2015 Water Softener dan Yusuf Harahap dan CGS 3 Duri Field
Uji konsentrasi Syafri
garam pada Brine
24 Feb 2015 Dokumentasi dan Riki Nursamsi CGS 3 Duri Field
Report

25 Feb 2015 Dokumentasi dan Riki Nursamsi CGS 3 Duri Field


Report

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
10
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

26 Feb 2015 Report Riki Nursamsi dan CGS 3 Duri Field


Reymon Silalahi

27 Feb 2015 Report Riki Nursamsi CGS 3 Duri Field


M. Hade

2 Maret 2015 Presentation Musria Enova CGS 3 Duri Field


Sanusi Taslim
Bobby Panjaitan
Zainal Arsyadi
Ahmad Nurkholis
Sani

1.6 Metode Pelaksanaan


Metode yang dilakukan dalam penulisan laporan Kerja Praktek ini antara lain :
a. Studi Literatur yang diperoleh dari perusahaan dan referensi umum.
b. Pengamatan langsung kegiatan di lapangan dan di kantor.
c. Diskusi dengan pembimbing dan pegawai lapangan.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
11
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Bumi


Minyak bumi terbentuk dari bahan organik yang berasal dari mahluk hidup
yang telah mengalami proses sedimentasi selama berjuta – juta tahun. Selama proses
sedimentasi tersebut, bahan – bahan organik (sebagian besar hidrokarbon) tersebut
akan berkumpul bersama batuan – batuan sedimen. Berbagai macam gerak bumi
meyebabkan bahan – bahan organik tersebut (fosil) semakin lama semakin tertimbun
ke dalam bumi. Hal ini disebabkan adanya tekanan yang besar didalam bumi,
temperature, radiasi, serta reaksi kimia yang akan mengubah komposisi fosil tersebut
menjadi minyak mentah.
Minyak bumi terbentuk pada lapisan batuan yang disebut source rock yang
biasanya merupakan lapisan shale yang tidak berpori. Tekanan yang sangat besar
akan menyebabkan minyak mentah yang terbentuk berpindah ke bagian yang berpori,
seperti sand stone. Tempat minyak mentah yang berkumpul dikenal dengan nama
reservoir rock.

2.2 Resevoir Minyak Bumi


Reservoir minyak bumi dapat dibagi menjadi empat macam berdasarkan
strukturnya, yaitu:
1. Anticline Trap
Pergeseran dan dorongan kerak bumi ke atas akan membentuk anticline trap
dimana minyak bumi terdapat dibagian bawah trap.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
12
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

2. Fault Trap
Pergeseran bagian tertentu minyak bumi dimana bagian lainnya tidak bergerak
akan menyebabkan terbentuknya daerah tertutup yang menjadi reservoir
minyak.
3. Stratigraphic Trap
Reservoir yang terbentuk akibat isolasi dari batuan berpori.
4. Outcrop
Jenis reservoir ini terbentuk akibat adanya pergeseran lapisan bumi yang
kontinyu, sehingga formasi dapat terlihat dari permukaan tanah.

2.3 Komposisi Minyak Bumi


Komposisi minyak mentah memiliki komposisi elemental yang pada umumnya
sama. Komposisi minyak mentah antara lain karbon (84-87%), hidrogen (11-14%),
sulfur (0-3%), nitrogen (0-1%) dan Oksigen (0-2%). Namun, secara garis besar
komposisi minyak mentah dibagi menjadi dua bagian yaitu senyawa hidrokarbon dan
non – hidrokarbon.

2.3.1 Senyawa Hidrokarbon


Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang mengandung atom karbon (C) dan
hydrogen (H) dan terbagi atas tiga seri, yaitu:
a. Seri Parafin (CnH2n+2)
Semua minyak bumi mengandung seri parafin ringan, sedangkan minyak bumi
yang bebas lilin kemungkinan tidak mengandung parafin berat. Sifat – sifat senyawa
hidrokarbon seri paraffin adalah memiliki kestabilan tinggi dan bereaksi dengan gas
klor secara perlahan pada sinar matahari, dan dengan klor dan brom jika terdapat
katalis. Selain itu, pada temperatur kamar, seri ini tidak reaktif terhadap asam kromat
yang sangat oksidatif, kecuali mengandung atom karbon tersier. Contoh seri parafinik
adalah metana, heksana, etana dan heksadena.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
13
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

b. Seri Olefin (CnH2n)


Olefin merupakan hidrokarbon rantai lurus yang memiliki ikatan rangkap.
Senyawa olefin reaktif terhadap klor, brom, asam klorida, dan asam sulfat. Olefin
dalam titik didih rendah tidak ditemukan di dalam minyak mentah, tetapi berada
dalam produk perengkahan. Contoh seri olefin antara lain etena (etilen), propena, dan
butena.
c. Seri Aromatik (CnHn6) atau Seri Benzene
Senyawa – senyawa dalam seri ini sangat reaktif , terutama dapat dioksidasi
dengan mudah menggunakan asam organik. Sebagian minyak mentah Sumatra dan
Kalimantan mengandung seri ini dalam jumlah besar. Senyawa aromatik ringan dapat
meningkatkan kualitas knocking pada bensin. Seri aromatik antara lain adalah piren,
benzopiren, metilpiren.

2.3.2 Senyawa Non-Hidrokarbon


Senyawa non-hidrokarbon merupakan senyawa yang terkandung didalam
minyak bumi yang tidak mengandung atom C dan H dan terbagi atas empat bagian
seperti berikut:
a. Senyawa Sulfur (belerang)
Kandungan sulfur dalam minyak mentah bervariasi. Minyak akan bersifat asam
apabila kandungan hydrogen sulfide (H2S) tinggi. Minyak mentah dikategorikan
bersifat asam jika kandungan H2S lebih dari 0,05 cuft/100 gal. Makin tinggi densitas
minyak kandungan belerang dalam minyak akan semakin tinggi. Senyawa belerang
dalam minyak akan menurunkan kemampuan bensin dan menyebabkan korosi pada
peralatan proses.
b. Senyawa Nitrogen
Kandungan nitrogen dalam minyak mentah biasanya berkisar kurang dari
0,1%-b. Minyak digolongkan memiliki kandungan nitrogen tinggi jika lebih dari
0,25%-b. Senyawa nitrogen dalam minyak bumi dapat dibedakan berdasarkan tingkat

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
14
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

kebasaaanya. Oleh karena kandungan nitrogen merupakan racun bagi katalis, nitrogen
dihilangkan melalui proses hydrotreating. Contoh senyawa nitrogen dalam minyak
bumi : piridin, quinolines, acridines, indoles carbazoles dan porhyrin.
c. Senyawa Oksigen
Senyawa oksigen dalam minyak bumi biasanya dalam bentuk asam, seperti
karbosilat, fenol dan kresol. Kandungan oksigen dalam minyak bumi tidak
menyebabkan masalah yang serius dan penanganannya mudah dilakukan.
d. Senyawa Logam
Senyawa logam dalam minyak mentah berupa garam terlarut dalam air yang
tersuspensi dalam minyak, atau dapat juga berbentuk senyawa organometalik dan
sabun logam (metal soap). Sabun logam kalsium dan magnesium berfungsi sebagai
penstabil emulsi karena merupakan zat aktif permukaan (surface active agent).
Vanadium dapat merusak katalis pada proses katalitik dan dapat dimonitor dengan
teknik emission and atomic absorption.

2.4 Karakteristik Kualitas Minyak Bumi


Kualitas minyak bumi dapat ditentukan berdasarkan parameter- parameter
sebagai berikut:
1. Specific Gravity
Specific gravity adalah perbandingan densitas minyak dan densitas air.
Specific gravity digunakan sebagai ukuran kasar untuk menentukan kandungan
minyak mentah. Minyak mentah dengan densitas rendah biasanya adalah seri
parafinik. Dalam bidang perminyakan, specific gravity dinyatakan dalam API
Gravity. Semakin tinggi nilai API Gravity maka semakin bagus kualitas
minyak.
2. Pour Point (Titik tuang)
Titik tuang adalah temperature yang terbaca ketika suatu cairan yang
didinginkan tidak dapat dituangkan (terakhir masih dapat dituangkan) pada

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
15
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

kondisi pengujian, titik tuang dapat mengindikasikan jumlah kandungan lilin


pada minyak.
3. Kandungan belerang
Minyak yang memiliki kualitas yang tinggi adalah minyak yang
mengandung sedikit belerang karena semakin sedikit belerang semakin mudah
minyak untuk diolah.
4. Kandungan nitrogen
Minyak yang memiliki kualitas tinggi adalah minyak yang mengandung
sedikit nitrogen karena nitrogen dapat meracuni katalis pada proses reformasi.
5. Residu Karbon
Semakin rendah residu karbon, maka minyak lebih berharga karena
mengandung stok yang lebih baik untuk pembuatan minyak pelumas.
Umumnya residu karbon berkisar antara 0,1 – 5 % meskipun dapat mencapai 15
%.
6. Kandungan Garam
Minyak dengan kandungan garam tinggi memerlukan proses desalting
sebelum pengolahan. Deposit garam dalam tungku dan alat penukar panas (heat
exchanger) dapat menurunkan kinerja alat, sedangkan senyawa klorida dapat
membebaskan asam klorida yang bersifat korosif.
7. Viskositas
Viskositas menunjukkan derajat kekentalan minyak mentah, biasanya
berkisar antara 40 – 60 SSU (Second Saybolt Universal) pada 100 oF,tetapi
dapat mencapai 6000 SSU pada 100 oF untuk minyak tertentu.

2.5 Produksi Minyak Bumi


Reservoir terdiri dari campuran minyak, gas dan air. Campuran itu akan
membentuk tiga lapisan dimana gas pada posisi atas, minyak ditengah, dan air di
bawah (sesuai densitas). Minyak mentah yang dapat diproduksi adalah minyak

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
16
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

mentah yang sudah mengalir ke dalam sumur produksi. Minyak mentah tersebut
dapat mengalir ke dalam sumur produksi karena pengaruh tekanan yang berasal dari
reservoir. Drive mechanism yang mampu mendorong minyak didalam reservoir.
1. Dissolved gas drive
Minyak bumi yang terbentuk memiliki kandungan gas yang cukup banyak.
Oleh karena overburden pressure pada batuan, gas yang terbentuk akan termampatkan
sehingga mencair. Pada saat sumur produksi dibuka, cairan akan kembali menjadi gas
dan tenaga inilah yang mendorong minyak masuk ke dalam sumur produksi.
2. Gas cap drive
Gas yang bebas mendorong cairan menuju daerah bertekanan lebih rendah. Hal
ini efektif jika cairan yang masuk ke sumur hanya melalui satu jalur yang dekat
dengan bagian bawah reservoir.
3. Water drive
Air didalam tanah apabila berhubungan dengan permukaan akan mendorong
minyak mentah yang berada diatasnya untuk bersama- sama masuk kedalam sumur
produksi. Mekanisme perolehan minyak bumi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
primary recovery, secondary recovery dan tertiary recovery seperti yang ditujukan
pada gambar 3.4.

2.5.1 Primary Recovery


Pada tahap ini, minyak mentah akan masuk ke dalam sumur produksi dengan
mengandalkan tekanan reservoir saja. Primary recovery dibedakan menjadi:
1. Natural flow production
Tekanan reservoir masih mampu mendorong fluida (campuran minyak
mentah dan zat pengotor lain) untuk masuk kesumur produksi dan terus menuju
permukaan.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
17
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

2. Artificial lift production


Tekanan reservoir hanya mampu mendorong minyak mentah sampai ke
sumur produksi. Transportasi minyak ke permukaan membutuhkan alat bantu
(artificial lift), seperti beam pumping unit, electrical submercible pump (ESP),
gas lift dan hydraulic lift.

2.5.2 Secondary Recovery


Apabila tekanan reservoir sudah tidak mampu mendorong minyak dari sumur
produksi ke permukaan sehingga perlu diberikan tekanan tambahan. Tekanan
tambahan yang diberikan bergantung pada kedalaman sumur. Metode yang
digunakan antara lain:
1. Water injection (water flooding)
Air bertekanan diinjeksikan kedalam sumur produksi sehingga minyak mentah
yang kental pecah (menjadi encer) dan terdorong kedalam sumur. Metode ini
digunakan pada sumur dengan kedalaman 2000 – 3000 ft untuk minyak ringan.
2. Pressure Maintenance
Prinsip metode ini sama dengan water injection, hanya saja yang diinjeksikan
adalah gas atau air untuk menjaga tekanan sumur agar minyak tersapu naik
kepermukaan. Aplikasinya pada ladang minyak ringan dan medium.

2.5.3 Tertiary Recovery


Konsep tertiary recovery bertujuan untuk memobilisasi sisa minyak di
reservoir. Konsep ini dilakukan dengan menurunkan viskositas minyak atau
mengurangi gaya kapiler (tegangan permukaan) agar minyak semakin mudah
mengalir dan tersapu ke permukaan. Diperkirakan sekitar 60 – 70 % original oil in
place (OOIP) dapat diangkat kepermukaan dengan metode ini. Teknik ini terbagi ke
dalam empat kategori, yaitu:

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
18
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

1. Thermal (hot water, steamflood, in-situ combustion)


2. Miscible gas (CO2, miscible solvent)
3. Chemical (Surfactant, polymer, caustic)
4. Others (microbial, electrical, mechanical)

2.6 Bahan Kimia untuk Produksi Minyak Bumi


Proses produksi minyak dari formasi mempunyai kandungan air yang sangat
besar bahkan bisa mencapai 90%. Ini biasanya ditemukan di ladang-ladang minyak
yang sudah lama umurnya, hal ini disebabkan karena minyak yang ada di reservoir
sudah sulit diambil, mobilitasnya rendah dan viskositasnya tinggi sehingga perolehan
minyak yang didapat menurun.
Selain itu juga terdapat komponen-komponen lain seperti garam-garam, aspal,
gas CO2 dan H2S. Komponen-komponen yang terbawa bersama dengan minyak ini
menimbulkan permasalahan tersendiri pada proses produksi minyak bumi, air yang
terdapat dalam jumlah besar tersebut dapat menimbulkan emulsi dengan minyak
akibat adanya emulsifying agent dan pengadukan (agitasi) sehingga pemisahan
minyak dan air sulit dilakukan jika hanya dengan proses fisis saja dan tentunya proses
pemisahan yang diperlukan akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Hal ini merupakan permasalahan bagi industri perminyakan terutama bagi
produsen. Crude oil yang dijual dan dibeli harus sesuai dengan standar API
gravitynya, dimana minyak dengan API gravity tinggi akan memiliki harga jual yang
lebih tinggi. Air yang masih terkandung di dalam minyak dapat mengurangi API
gravity dan ini juga akan berakibat pada berkurangnya standar harga penjualan.
Berdasarkan pertimbangan masalah tersebut di atas, maka pihak produsen
dalam hal ini PT. CPI secara kontiniu berusaha memperbaiki metode-metode yang
ada untuk proses pemisahan minyak dan air ini. Ada sejumlah cara yang dilakukan,
diantaranya dengan cara menekan air yang keluar bersama crude oil, menggunakan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
19
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

peralatan-peralatan mekanik seperti heaterstreaters, separator dan menggunakan


bahan kimia/chemical (demulsifier dan reverse demulsifier).

2.6.1 Emulsi
Emulsi adalah bergabungnya dua senyawa kimia yang tidak saling larut
sehingga membentuk suatu campuran yang sukar untuk dipisahkan. Air dan minyak
dapat membentuk emulsi dengan adanya emulsifying agent. Air dalam reservoir dapat
terikat sebagai emulsi atau berupa free water. Free water dapat dipisahkan dengan
menggunakan proses fisis saja. Air yang membentuk emulsi dengan minyak bumi
akan sulit dipisahkan.
Terbentuknya emulsi ini tergantung kepada pengaruh tegangan permukaan
(interfacial tension) di antara dua fasa. Suatu emulsi dapat menjadi sangat stabil dan
akibatnya produktivitas sumur produksi (producer well) menurun. Pada kasus-kasus
yang sangat hebat, emulsi dapat menutup sumur produksi. Faktor-faktor
terbentuknya emulsi yang stabil antara lain :
1. Terdapat dua macam cairan yang bersifat immiscible (tidak dapat bercampur satu
dengan yang lainnya).
2. Adanya pengadukan (agitasi) yang melarutkan liquid yang satu terhadap liquid
lainnya. Agitasi terjadi saat campuran melewati bottom hole pump, separator,
gas lift, transfer pump, valves, flow chokes dan fitting-fitting pipa sehingga
terbentuk emulsi.
3. Terdapat emulsifying agent dalam campuran tersebut. Pada kondisi normal,
emulsifying agent dapat berupa resin, bahan organik atau berupa padatan-padatan
halus yang membungkus butiran-butiran air dan mencegah agar butiran air yang
tidak berkumpul dengan sesamanya. Butiran halus pada emulsi disebut internal
phase (fase terdispersi). Butiran ini dapat berupa minyak atau air.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
20
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Tingkat kesukaran pemecahan emulsi minyak dan air tergantung pada beberapa
faktor, antara lain : sifat minyak dan air, jumlah agitsi atau shear, jumlah air dalam
minyak atau jumlah minyak dalam air dan emulsifying agent.
Bentuk emulsi dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Normal type emulsion (water in oil emulsion), pada emulsi jenis ini yang
bertindak sebagai fase internal adalah air, sedangkan minyak merupakan fase
eksternal.

Gambar 2.1 Normal type emulsion

2. Reverse type emulsion (oil in water emulsion), pada emulsi jenis ini yang
bertindak sebagai fase internal adalah minyak, sedangkan air merupakan fase
eksternal.

Gambar 2.2 Reverse type emulsion

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
21
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

3. Dual type emulsion, merupakan kombinasi dari normal type emulsion dan
reverse type emulsion. Fase internal adalah minyak dalam air dan fase eksternal
adalah minyak atau fase internalnya adalah air dalam minyak dan fase
eksternalnya adalah air.

2.6.2 Jenis-jenis Chemical yang Digunakan


Untuk pemisahan minyak dan air ,digunakan dua jenis chemical yaitu
demulsifier dan reverse demulsifier. Sedangkan untuk menjaga kelangsungan
pemakaian pipa dalam waktu yang lama, digunakan corrosion inhibitor dan scale
inhibitor. Korosi yang berlebihan dapat menyebabkan penipisan yang terlalu cepat
pada pipa sehingga realibility pipa tersebut akan berkurang dan akibatnya pipa akan
cepat patah dan rusak. Sedangkan kandungan scale dan bakteri yang berlebihan dapat
menyebabkan pengendapan pada pipa sehingga akan menghalangi flow atau aliran
yang melalui pipa tersebut. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus, maka akan
menyebabkan pipa menjadi tersumbat.

2.6.2.1 Demulsifier
Demulsifier dapat diartikan sebagai surface active agent (surfactant) yang
membantu melawan kegiatan emulsifier atau membantu memecah lapisan permukaan
butiran. Pada dasarnya demulsifier bekerja berlawanan arah dengan emulsifier. Ada
beberapa cara kerja demulsifier, yaitu sebagai berikut [Kokal, 2000]:
1. Floculation
Demulsifier jenis ini bekerja dengan menggabungkan butir-butir fase internal.
Jika lapisan emulsinya lemah, maka butiran-butiran tersebut akan bergabung dan
menyatu dengan fase kontinu.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
22
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

2. Coalescence
Demulsifier jenis ini bekerja dengan merusak lapisan pada permukaan butir,
sehingga butir-butir emulsi akan bergabung dan menyatu dengan fase kontinu.
3. Solid wetting
Dalam kebanyakan crude oil, solid seperti iron sulfide, clay, drilling mud dan
parafin dapat membuat emulsi lebih rumit. Dengan bantuan wetting agent solid
yang sudah water wet akan tercuci oleh air dan jatuh sehingga akan membentuk
proses demulsifikasi.

Umumnya demulsifier yang digunakan di ladang minyak merupakan


campuran (blending) dari berbagai komponen dengan karakteristik masing-masing
untuk mencapai unjuk kerja chemical yang diinginkan. Demulsifier diinjeksikan ke
dalam pipa aliran masuk fluida yang terproduksi dari sumur minyak, sebelum
memasuki tangki pemisah di gathering station (GS). Secara sederhana fungsi
demulsifier ini adalah untuk memecahkan emulsi, sehingga proses pemisahan minyak
dan air lebih mudah dan lebih cepat. Oleh karena itu bahan kimia ini dikenal dengan
sebutan emulsion breaker.
Demulsifier digunakan untuk sistem emulsi normal dimana air terdispersi
dalam minyak (water in oil). Penginjeksian demulsifier dilakukan di sumur produksi
(producer well) dan diteruskan ke gathering station tempat dilakukannya pemisahan
antara minyak dan air.
Peranan pemakaian bahan kimia demulsifier ini tidak dapat dihindarkan
karena keterbatasan kemampuan fasilitas produksi untuk bisa menghasilkan kualitas
minyak dengan kandungan air sekecil mungkin (BS&W di bawah 0,5 %).
Penginjeksiannya menggunakan tangki yang dilengkapi pompa atau disebut juga
dengan demulsifier chemical tank. Demulsifier chemical tank ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan bahan kimia cair dan juga sebagai tangki umpan (feeder tank)
untuk pompa bahan kimia.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
23
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Umumnya demulsifier larut dalam minyak (oil soluble), maka pengenceran


demulsifier dapat dilakukan dengan menggunakan bensin, minyak tanah atau avtur.
Akan tetapi yang paling baik digunakan sebagai pelarut adalah pelarut aromatik
seperti xylene, toluene atau benzena. Karena itu bahan kimia ini dianjurkan disimpan
di dalam wadah/tempat yang terbuat dari bahan metal, karena pada umumnya bahan
yang mengandung plastik tidak tahan terhadap pelarut aromatik, maka sebaiknya
disimpan pada bahan metal.
Pemakaian demulsifier yang ideal akan memberikan hasil sebagai berikut :
1. Pemisahan air dari emulsi cepat, beberapa bahan kimia menunjukkan suatu
pemisahan air dengan cepat sebelum semua air dilepaskan, sehingga
menghasilkan BS&W yang tinggi. Beberapa bahan kimia lainnya dapat
memisahkan air dengan lambat, tetapi akan menghasilkan minyak yang lebih
(BS&W rendah).
2. Pemisahan sempurna antara air dan emulsi.
3. Treatment yang efektif pada dosis rendah.
4. Tidak ada residu berbahaya yang dapat mempengaruhi produksi minyak mentah
atau refinery proses (pengolahan limbah).
5. Viskositas rendah.

Sering dijumpai demulsifier secara mendadak gagal menunjukkan kinerjanya


di lapangan. Hal ini disebut crude upset. Pada kejadian crude upset, demulsifier yang
biasa digunakan tidak lagi dapat menghasilkan BS & W seperti keadaan normal
sehingga hal ini sangat menganggu.
Beberapa penyebab crude upset yang sering dijumpai adalah:
1. Temperatur drop
Demulsifier bekerja pada temperatur tertentu. Pada temperatur yang jauh di
bawah kondisi normalnya, demulsifier akan berkurang performance-nya.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
24
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Temperatur drop biasanya disebabkan karena banjir, hujan, matinya well


pemanas atau pengaturan level wash tank yang tidak tepat.
2. Retention time kurang
Retention time bisa didefinisikan sebagai waktu tinggal yang diperlukan agar
demulsifier dapat bekerja dengan maksimal.
3. Adanya bahan kimia lain yang mengganggu
Penggunaan asam pada proses acidizing well sering mengganggu kinerja
demulsifier.
4. Sistem
Perubahan pada sistem pengolahan minyak bisa mengganggu kerja demulsifier
jika tidak tepat, seperti pengurangan debit fluida, pemasangan separator baru, dan
sebagainya.

Rumus yang digunakan dalam pemberian bahan kimia dalam hal ini
demulsifier adalah sebagai berikut :
jumlah pemakaian chemical
ppm chemical = jumlah minyak yang diproses×1. 000 . 000
ppm adalah bagian dalam satu juta (1/1.000.000) dalam satuan gallonsper day (GPD).
GPD × 1 .000 . 000
ppm chemical = BOPD × 42
1 Bbl = 42 gallons

2.6.2.2 Reverse Demulsifier


Reverse Demulsifier adalah bahan kimia yang disuntikkan di pipa aliran
masuk dari fluida terproduksi, sebelum memasuki tangki pemisah di GS. Bahan
kimia ini boleh juga disuntikkan langsung ke dalam tangki pemisah, jadi tergantung
kepada daya guna dari bahan kimia. Pada daerah Minas, penggunaan reverse

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
25
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

demulsifier diinjeksikan dekat dengan station pengumpul (GS). Fungsi dari bahan
kimia ini adalah untuk memecah atau memisah minyak dari air atau emulsi minyak
dalam air (oil in water emulsion). Penggunaan reverse demulsifier merupakan proses
akhir untuk menyempurnakan proses pemisahan minyak dan air. Penggunaan bahan
kimia ini bertujuan agar kualitas air buangan mengandung minyak serendah mungkin
(oil content ≤ 25 ppm).
Chemical yang digunakan untuk emulsi dengan tipe oil in water emulsion
berbeda dengan yang digunakan pada emulsi dengan jenis water in oil emulsion.
Apabila water in oil emulsion, chemical yang digunakan bersifat larut minyak (oil
soluble), maka pada oil in water emulsion bersifat water soluble. Hal ini berarti
chemical tersebut akan larut dalam air dan berhubungan dengan permukaan butiran-
butiran minyak.
Selanjutnya reverse demulsifier memecah emulsifying agent yang
mengelilingi butiran-butiran minyak dan mengakibatkan butiran-butiran tersebut akan
melekat satu sama lain atau coagulate. Gabungan ini akan membentuk gelembung-
gelembung besar minyak yang bergerak menuju permukaan air. Dengan
menggunakan reverse demulsifier diharapkan air yang terproduksi akan mengandung
kadar minyak yang rendah sehingga tidak mengganggu lingkungan. Reverse
demulsifier umumnya terbagi atas 2 jenis, yaitu Coagulant dan Flocculant.
Reverse demulsifier jenis coagulant biasanya digunakan untuk jenis air yang
memiliki tipe droplet besar. Jika ukuran droplet besar, penambahan coagulant cukup
untuk membantu menyatukan butiran-butiran minyak tadi.
Untuk beberapa sistem yang memiliki droplet size minyak kecil, coagulant
tidak bisa berfungsi dengan baik karena untuk bisa membentuk droplet yang besar
tidak akan cukup waktu sehingga dibutuhkan flocculant. Flocculant akan
menjembatani antar droplet yang berukuran kecil sehingga suka untuk berdekat-
dekatan dan akhirnya bergabung.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
26
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Penggunaan reverse demulsifier diinjeksikan secara terus menerus pada


sistem dengan dosis ppm seperti halnya demulsifier. Reverse demulsifier juga bersifat
spesifik dimana hanya bisa bekerja pada tempat tertentu sehingga bottle test perlu
dilakukan untuk memilih reverse demulsifier yang tepat. Agar reverse demulsifier
dapat bekerja dengan baik di lapangan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Jenis reverse demulsifier
Reverse demulsifier harus sesuai dengan jenis air yang terproduksi dan harus
kompatibel dengan demulsifier yang digunakan. Penggunaan reverse demulsifier
yang tidak kompatibel dengan demulsifier bisa menyebabkan gangguan pada BS
& W, oil content, maupun keduanya.
2. Dosis yang digunakan
Dosis yang digunakan hendaknya sesuai dengan jenis reverse demulsifier.
Umumnya digunakan 0 - 5 ppm dari produced water. Kelebihan penggunaan
dapat menyebabkan overtreat.
3. Sistem injeksi yang digunakan
Posisi injeksi reverse bisa sangat berpengaruh, terutama jika jenis yang
diinjeksikan adalah tipe flocculant.
4. Proses settling di wash tank (retention time dan turbulensi)
Retention time air yang terlalu singkat atau adanya turbulensi di dalam pipa /
wash tank dapat menyebabkan terganggunya kinerja reverse demulsifier.

Bahan kimia ini berfungsi untuk memecahkan emulsi minyak di dalam air,
umumnya berkomponen tunggal tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk
mempunyai komponen lebih dari satu. Ada yang bersifat sangat korosif, karena itu
sangat dianjurkan agar peralatan sistem injeksi terdiri dari baja tahan karat (stainless
steel), dan tempat penyimpanannya berupa drum plastik atau drum baja dengan
lapisan plastik dibagian dalam. Komponennya mempunyai ikatan rantai yang panjang
(polimer) dengan berat molekul (BM) 5.000-15.000, dan dapat bermuatan positif

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
27
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

(kationik) atau negatif (anionik), karena itu sangat perlu diketahui sifat muatan bahan
kimia ini jika ada bahan kimia lainnya yang diinjeksikan berdekatan. Jika tidak,
kemungkinan besar bahan-bahan kimia tersebut tidak dapat bekerja dengan efektif
dan efisien.
Seperti halnya demulsifier, bahan kimia ini juga mempunyai sifat yang unik
yaitu, jika sesuai di satu tempat belum tentu bisa sesuai di tempat lain. Hal ini bisa
disebabkan karena unsur-unsur yang ada pada air produksi berbeda, atau bentuk
emulsi minyak dalam air yang berbeda ataupun muatan cairan yang mengelilingi
emulsi itu berbeda.
Rumus yang digunakan dalam pemberian bahan kimia dalam hal ini reverse
demulsifier adalah sebagai berikut:

jumlah pemakaian chemical


ppm chemical = jumlah minyak yang diproses×1. 000 . 000
ppm adalah bagian dalam satu juta (1/1.000.000) dalam satuan gallonsper day (GPD).
GPD × 1 .000 . 000
ppm chemical = BOPD × 42
1 Bbl = 42 gallons

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
28
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

BAB III

DESKRIPSI PROSES DI CENTRAL GATHERING STATION 3


(CGS 3)

3.1 Duri Gathering Station Facilities


Fluida yang dihasilkan dari proses drilling pada sumur-sumur produksi
dipompakan melalui wellhead menuju suatu sistem perpipaan yang pada akhirnya
dikumpulkan pada Central Gathering Station (CGS). CGS merupakan stasiun
pengumpul yang berfungsi sebagai tempat separasi seluruh fluida produksi. Proses di
CGS sendiri terbagi menjadi tiga meliputi Oil Treating Plant (OTP), Water Treating
Plant (WTP), Slop Oil & Condensate Treating Facilities dan Sand Removal
Facilities.

3.1.1 Oil Treating Plant (OTP)


OTP merupakan unit pengolahan minyak mentah yang ada pada CGS. Prinsip-
prinsip dasar dari pengolahan minyak mentah adalah cukupnya panas, waktu retensi
(retention time) dan bahan kimia (demulsifier) bagi minyak untuk melepaskan diri
dari ikatannya dengan air dan padatan lainnya. Untuk menunjang prinsip dasar
pengolahan minyak mentah diatas, OTP didukung oleh beberapa fasilitas antara lain:
 Heat Exchanger
 Flow Splitter
 Gas Boot
 Free Water Knockout Tank (FWKO Tank)
 Wash Tank
 Shipping Tank
 Shipping Pump
 Unit-unit LACT

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
29
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Fluida produksi dari berasal dari sumur-sumur produksi kemudian masuk ke


dalam suatu inlet header. Fluida kemudian dialirkan ke unit-unit heat exchanger yang
terdapat di CGS. Heat exchanger berfungsi memanaskan fluida bila temperatur fluida
dibawah 175oF dan mendinginkan fluida bila bersuhu diatas 212oF. Panas berperan
penting dalam proses separasi fluida produksi. Bahan kimia (demulsifier)
diinjeksikan pada titik sebelum memasuki unit-unit heat exchanger ini untuk
membantu minyak dan air berpisah di production train. Sementara itu, bahan kimia
lain seperti pencegah korosi (corossion inhibitor) juga disuntikkan setelah melewati
unit-unit heat exchanger untuk membantu mengurangi korosi pada pipa dan tangki.
Setelah fluida produksi melewati unit-unit heat exchanger, fluida produksi akan
memasuki unit two-phase separator yang biasa disebut Flow Splitter. Flow Splitter
berfungsi untuk memisahkan gas atau uap dari cairan sebelum memasuki Gas Boot.
Gas atau uap yang dipisahkan dialirkan menuju FinFan Cooler untuk diproses lebih
lanjut.
Gas Boot berperan untuk memisahkan gas atau uap yang masih tersisa dari
fluida produksi dan menurunkan tekanannya sebelum masuk ke dalam Free Water
Knock Out Tank (FWKO Tank). Gas atau uap yang dipisahkan pada gas boot juga
dialirkan menuju FinFan Cooler untuk proses pemisahan lebih lanjut.
FWKO berfungsi dalam memisahkan sebagian besar air dan padatan dari
minyak produksi. Air dialirkan melalui line water leg ke fasilitas pengolahan air
(Water Treating Plant) untuk diolah sebagai sumber air baku Steam Generator. Dari
FWKO Tank minyak memasuki Wash Tank yang berfungsi sebagai tempat separasi
lebih lanjut antara minyak dan air. Retention Time yang cukup diperlukan untuk dapat
membedakan densitas fluida antara minyak dan air. Air dari wash tank dialirkan ke
fasilitas pengolahan air, sedangkan minyaknya dialirkan menuju shipping tank.
Sebelum minyak dapat dijual, minyak dianalisa terlebih dahulu kandungan
Basic Sedimen and Water (BS&W)nya. Jika presentase BS&W minyak tersebut telah
memenuhi standar yang ditetapkan (<1%) maka minyak akan langsung dipompakan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
30
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

ke tangki-tangki HCT di Dumai. Tetapi, jika BS&W melebihi standar yang


ditetapkan, biasanya dilakukan proses settling yang lebih lama pada Wash Tank atau
dipompakan kembali ke pangkal proses pemisahan agar minyak yang dijual
memenuhi standar jual yang ditetapkan. Tinjauan terhadap peralatan yang digunakan
untuk menunjang proses di OTP akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Heat Exchanger
Heat exchanger berfungsi untuk mengontrol temperatur fluida produksi
(minyak, air, emulsi, gas dan padatan) sebelum memasuki proses pemisahan. Pada
kondisi ideal, suhu fluida untuk proses pengolahan berada diantara 180 oF sampai
dengan 200 oF. Alat ini bekerja sebagai pemindah panas dari suatu zat (sumber panas)
kedalam zat lain (penerima panas) tanpa terjadi pencampuran. Sesuai dengan
fungsinya, heat exchanger dapat digunakan untuk menaikkan atau menurunkan
temperatur fluida produksi.
Tipe heat exchanger yang terdapat pada CGS (Central Gathering Station) pada
umumnya adalah shell & tube dengan tube U-shaped yang ditampilkan pada Gambar
3.1. Heat exchanger yang digunakan berbentuk seperti pressure vessel horizontal
yang datar pada salah satu sisinya. Pada bagian dalam shell terdiri dari kumpulan
tube yang berbentuk U (U-shaped) dimana ujung – ujungnya bergulir menuju plat
baja tebal yang disebut tube sheet. Tube sheet dipasang bersilang pada shell untuk
setiap ujung yang berbeda. Pada bagian ujung alat terdapat internal baffle yang
membagi ruang menjadi dua sehingga fluida yang masuk melalui ujung tube dan
fluida yang keluar dari ujung tube lainnya tidak bercampur dan keluar melalui celah
(channel) yang berbeda.
Heat exchanger jenis ini didesain untuk melewatkan cairan produksi melewati
shell sedangkan media pendingin atau pemanas melewati tube serta dengan jenis
aliran cross flow. Pada CGS 3, heat exchanger belum digunakan hingga saat ini

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
31
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

dikarenakan temperatur fluida produksi sudah berada pada range temperatur yang
sesuai untuk proses pengolahan minyak.

Gambar 3.1 Shell and Tube Heat Exchanger

b. Flow Splitter
Flow Splitter merupakan separator dua fasa yang berfungsi untuk memisahkan
fasa gas atau uap yang terdapat pada fluida produksi dari sumur – sumur minyak yang
masuk ke CGS seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.2. Namun Setelah melalui
proses pemanasan atau pendinginan pada unit heat exchanger dan melewati proses
pemisahan fasa gas dan cair didalam flow splitter. Flow splitter secara otomatis akan
membagi aliran fluida menjadi dua train yang berbeda dimana tiap aliran diatur oleh
masing-masing control valve. Secara gravitasi, partikel yang berat seperti pasir,
lumpur dan lain – lain akan mengendap dibagian bawah, cairan ditengah dan gas
diatasnya. Masing – masing dari ketiga unsur tersebut keluar melalui jalur yang
berbeda. Untuk mengatur tekanan didalam vessel dipasang pressure control valve
sedangkan untuk menjaga ketinggian cairan didalam vessel dipasang level control
valve. Sedangkan fasa gas yang didapatkan kemudian dialir kan menuju FinFan
Cooler untuk diproses lebih lanjut.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
32
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Gambar 3.2 Flow Splitter

c. Gas Boot
Gas boot berfungsi untuk memisahkan gas atau uap yang masih terbawa dalam
aliran fluida setelah melalui unit heat exchanger dan flow splitter serta menstabilkan
tekanan fluida sebelum memasuki FWKO Tank seperti yang ditampilkan pada
Gambar 3.3. Gas atau uap yang mengandung kadar hidrokarbon rendah yang
dihasilkan dari proses pemisahan di Gas Boot dialirkan menuju FinFan Cooler untuk
proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan fluida dari Gas Boot dialirkan menuju
FWKO Tank dengan tekanan pada range 12-16 psi dan temperatur diantara 170-
200oF untuk proses selanjutnya.
Fluida memasuki Gas Boot melalui pipa tegak lurus yang berada dibagian sisi
dekat puncak atas secara tangensial. Artinya, fluida yang datang dari Flow Splitter
tidak langsung menubruk dinding Gas Boot secara tegak lurus tetapi akan membentuk
ulir mengikuti lekukan dinding Gas Boot. Fluida yang masuk akan mengalami

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
33
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

putaran secara sentrifugal yang akan mengurangi guncangan dan melepas sisa gas
yang masih terdapat dalam fluida.
Gas Boot dilengkapi dengan pressure control valve (PCV) yang berfungsi
sebagai pengatur tekanan. Pengaturan tekana pada Gas Boot sangat diperlukan agar
level cairan didalam Gas Boot dapat dikontrol dengan baik. Tekanan operasi normal
dipuncak Gas Boot berkisar antara 2-5psig dan ditambah dengan Liquid Head yang
diperlukan untuk mengalirkan fluida menuju FWKO Tank. Penganturan tekanan yang
melebihi 5 psig akan menyebabkan level fluida didalam Gas Boot tertekan kebawah
sehingga menyebabkan gas atau uap yang ada terkondensasi dan ikut bersama fluida
menuju FWKO Tank. Gas atau uap yang ikut masuk bersama fluida kedalam FWKO
Tank sangat dihindari dikarenakan gas dapat merusak lapisan minyak yang telah
terbentuk sebelumnya. Kondisi ini disebut dengan istilah Gas Blowby. Sebaliknya,
jika tekanan terlalu rendah level cairan dalam Gas Boot akan tinggi sehingga
menyebabkan fluida terbawa bersama gas atau uap menuju ke FinFan Cooler. Oleh
karena itu tekanan operasi pada Gas Boot dijaga pada rentang 2-5 psig.

Gambar 3.3 Gas Boot

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
34
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

d. Free Water Knock Out Tanks (FWKO Tank)


Pada FWKO Tank terjadi pemisahan tiga fase. Pertama, emulsi minyak dan air
yang relatif ringan (30-40% BS&W) akan terbentuk dipermukaan. Kedua adalah air
yang berada dibawah lapisan emulsi dan yang ketiga adalah padatan yang mengendap
didasar tangki. Pemisahan dari ketiga unsur diatas terjadi karena adanya perbedaan
berat jenis (density).
Fluida yang memasuki FWKO Tank dari bagian bawah tangki. Fluida pertama
kali akan membentur spreader box (kotak penyebar aliran) didalam tangki sehingga
fluida akan menyebar kearah dasar tangki secara merata. Fungsi spreader box tidak
hanya sebagai kotak penyebar aliran tetapi juga sebagai pemecah gumpalan-
gumpalan pasir atau lumpur yang terikut bersama fluida yang datang.
Pergerakan cairan yang terus menerus dan dengan adanya bantuan bahan kimia,
maka fluida yang masih bercampur (kecuali gas/steam) akan terurai sesuai dengan
berat jenisnya masing-masing didalam tangki ini. Lumpur dan pasir akan mengendap
didasar tangki. Air dibagian tengah tangki dan minyak dibagian atasnya. Lapisan
yang berbeda berat jenisnya ini dapat dimonitor posisinya melalui cock valve. Cock
valve pada dinding tangki dibuat sejajar satu dan lainnya dengan masing-masing cock
berjarak satu feet. Sehingga posisi setiap lapisan pada tangki dapat diketahui dari
sample cock.
Waktu yang dibutuhkan fluida yang bercampur untuk memisahkan diri secara
gravitasi disebut dengan settling time. Sedangkan waktu yang diperlukan oleh cairan
untuk proses pemisahan sejak dari cairan masuk tangki dan keluar dari tangki disebut
dengan retention time. Retention time dipengaruhi jumlah fluida yang masuk dan
besarnya kapasitas tangki. Bagian akhir dari proses pemisahan pada FWKO Tank
adalah membuang air terproduksi yang tidak terikat oleh minyak menuju water leg
dan diteruskan ke pit pemisah yang disebut API separator. Sementara minyak yang
masih terikat oleh air (30-50% BS&W) yang membentuk lapisan pada bagian atas

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
35
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

didalam tangki akan masuk kedalam weir box spill over dan selanjutnya dialirkan
menuju wash tank.
FWKO Tank memiliki beberapa sand pan drain yang tersebar dibagian dasar
tangki. Sand Pain Drain berfungsi untuk mengeluarkan pasir yang menumpuk
didalam tangki. Drainning sangat penting dilakukan karena semakin tinggi tumpukan
padatan dalam tangki semakin mengurangi space dari tangki itu sendiri sehingga
sangat mempengaruhi retention time yang dibutuhkan untuk proses pemisahan.
Pengurangan space pada tangki akan mengurangi retention time, sehingga draining
pada tangki perlu dilakukan secara periodik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Gambar 3.4.

Gambar 3.4 FWKO Tank

e. Wash Tank
Wash Tank berfungsi sebagai tempat pemisahan lebih lanjut antara air dengan
minyak. Retention time yang cukup dibutuhkan untuk pemisahan minyak dengan air
melalui perbedaan densitas atau spesifik gravity-nya. Air yang telah terpisahkan di
Wash Tank kemudian dialirkan ke unit Water Treating Plant untuk pengolahan lebih
lanjut sebagai sumber air baku steam generator melalui line pipe yang disebut water

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
36
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

leg. Padatan yang terpisahkan dibuang melalui pipa yang disebut Sand Pan Drain dan
dialirkan ke ditch menuju Pit Facilities atau diproses pada Sand Removal Facilities.
Minyak yang dihasilkan dengan spesifikasi BS&W < 1% dialirkan ke Shipping Tank
untuk selanjutnya dipompakan ke Dumai.
Minyak yang masih tinggi kadar airnya keluar dari Spill Over FWKO tank dan
mengalir menuju wash tank. Emulsi minyak dan air memasuki Wash Tank melalui
sebuah kotak penyebar aliran (spreader box) yang ada di dalam Wask Tank. Spreader
Box memastikan emulsi minyak-air tersebar merata didasar tangki sekaligus
memecahkan gumpalan-gumpalan pasir, lumpur dan bahan padat lainnya yang masih
tersisa dari proses pemisahan di FWKO tank. Minyak akan bergerak keatas dan akan
terjadi proses pencucian diantara kolom air panas yang dilewatinya (washing effect).
Jumlah fluida yang masuk ke Wash Tank sudah jauh berkurang dikarenakan
sebagian besar air telah dikeluarkan di Tangki FWKO dan dialirkan ke fasilitas lain.
Disamping itu, air panas yang ada di dalam Wash Tank umumnya lebih bersih,
sehingga proses pencucian minyak relatif lebih sempurna bila dibandingkan dengan
di FWKO. Pada prinsipnya proses pemisahan yang terjadi di Wash Tank sama dengan
proses pemisahan yang terjadi didalam FWKO Tank. Proses pemisahan pada Wash
Tank membutuhkan retention time yang cukup lama dibandingkan dengan proses
pemisahan di FWKO Tank. Konstruksi Wash Tank jauh lebih besar dan lebih lebar
diameternya dibandingkan dengan tangki FWKO. Hal ini bertujuan agar didapatkan
retention time yang lebih lama.
Semakin lama retention time maka semakin baik kualitas minyak yang
dihasilkan. retention time sangat ditentukan oleh jumlah fluida yang masuk dan
ukuran tangki. Umumnya kadar air (water cut) yang dihasilkan oleh Wash Tank
sudah mewakili penampilan sesungguhnya dari minyak yang dikirim. Selanjutnya
minyak yang telah memenuhi standar dialirkan ketangki pengumpul yang dinamakan
Shipping Tank, untuk seterusnya dipompakan ke tangki-tangki pengumpul HCT di

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
37
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Dumai. Sementara air yang keluar dari Water Leg dialirkan ke API Separator melalui
line yang terpisah untuk diolah lebih lanjut.
Wash tank memiliki ketinggian 23 ft. Ketinggian ini adalah ketinggian dimana
terdapat spill over untuk minyak murni yang meninggalkan Wash Tank. Wash Tank
ditampilkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Wash Tank

f. Shipping Tank
Minyak yang datang dari Wash Tank harus memiliki kandungan BS&W kurang
dari 1%. Kandungan BS&W kurang dari 1% adalah batas tertinggi standar water-cut
yang diizinkan. Minyak murni dipompakan melalui unit LACT (Lease Automatic
Custody Transfer) dengan dilewatkan melalui LPS Pump terlebih dahulu. Setelah itu,
melalui LACT minyak dikirim melalui pompa-pompa bertekanan tinggi (HPC Pump)
yang akan menamba tekanan untuk pengiriman minyak ke Dumai Tank Farm.
Shipping tank ditampilkan pada Gambar 3.6.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
38
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Gambar 3.6 Shipping Tank

Shipping pump terdiri dari dua jenis pompa yang berbeda, uaitu
1. Charge Pump atau LPS (Low Pressure Shipping) Pump
Charge Pump adalah unit pompa tipe sentrifugal yang mendapat pasokan
langsung dari Shipping Pump. Unit-unit Charge Pump akan memompakan
minyak bersih ke LACT meter terlebih dahulu sebelum sampai ke unit-unit HPC
Pump.

2. HPS (High Pressure Shipping ) Pump


High Pressure Shipping Pump adalah pompa yang dirancang khusus untuk
memompakan minyak bersih dari CGS-3 di Duri Field ke HCT Dumai. Jarak dari
Duri dan Dumai cukup jauh sehingga dibutuhkan pompa yang lebih kuat dan
lebih besar kapasitasnya. Sebuah HPS Pump dapat memompakan minyak lebih
kurang 21 Barrel per menit. Sehingga dapat dikatakan bahwa HPS Pump
berfungsi sebagai pompa penguat (Booster Pump).

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
39
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

g. Unit – Unit LACT


Lease Automatic Custody Transfer (LACT) adalah suatu sistem pengukuran
volume cairan terpadu. LACT merupakan unit terpadu yang dilengkapi dengan
peralatan Strainer, Degasser, Meteran, Automatic Temperature Compensator, BS&W
Monitor, System Alarm dan Proving Facilities.
Pada unit LACT terdapat instrument dan peralatan lain seperti ATG (Automatic
Transfer Gear) atau ATC (Automatic Temperature Compensator) yang bisa
menghitung kumulatif minyak dalam temperatur yang diinginkan oleh pembeli
(60oF). Selain itu, alat ini juga dilengkapi dengan alat pemonitor BS&W, suatu
system alarm yang dapat memberikan informasi kepada operator apabila minyak
yang melewatinya memiliki nilai BS&W lebih besar dari 1%. Unit LACT
ditampilkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 LACT Unit

Untuk mendapatkan data yang valid dari jumlah pengiriman minyak setiap
CGS ke HCT Dumai, pada bagian atas meteran dimasukkan tiket pada jam 24.00
setiap harinya. Tiket ini akan diprint dengan jumlah kumulatif hari kemaren hingga
hari ini. Pengurangan jumlah kumulatif hari ini dengan jumlah kumulatif hari
kemaren adalah produksi hari ini.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
40
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

3.1.2 Water Treating Plant (WTP)


Water Treating Plant yang terdapat di Central Gathering Station 3 (CGS 3)
berfungsi untuk membersihkan air yang terproduksi (produced water) dari Oil
Treating Plant (OTP) maupun air yang dikirim dari PPB (Pematang, Petani, Bekasap)
serta air yang berasal dari Sungai Rangau. Air tersebut dibersihkan dari unsur-unsur
minyak (oil content), kesadahan (hardness), kekeruhan (turbidity), dan bahan padat
(solid) lainnya untuk digunakan sebagai air baku steam generator yang disebut GFW
(Generated Feed Water) dan HW (Hot Water).
Pada WTP terdapat 2 tahap utama pengolahan, yaitu :
1. Tahap pembersihan minyak (deoiling)
2. Tahap pelunakan (softening).
Untuk menunjang proses pengolahan air di atas, WTP didukung oleh beberapa
utilitas, antara lain:
a. PIT Separator
b. API Separator
c. Mechanical Flotation Unit (MFU)
d. Surge Tank
e. Oil Removal Filter (ORF)
f. Water Softener
g. Generated Feed Water Tank
Pada tahap deoiling, proses pemisahan minyak dan air sangat dipengaruhi oleh
waktu (retention time), ketenangan (tanpa guncangan), dan bahan kimia yang
ditambahkan. Tahap deoiling dimulai dengan menggunakan media API Separator dan
Pit. Prinsip kerja dari kedua media ini adalah pemisahan secara gravitasi. Waktu yang
cukup membuat minyak dapat terpisah dari campuran dan mengapung ke permukaan.
Oleh karena itu, konstruksi dari API Separator dan Pit sebagai media pertama
penerimaan bahan baku air dirancang sedemikian rupa agar dapat memisahkan
minyak sebesar 75 - 80 %.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
41
Ari Ridha Amril
(TK/1107114247)

Tahap deoiling selanjutnya adalah pemisahan dengan menggunakan bahan


kimia flokulasi (flokulan) dengan teknik floatation. Teknik ini dapat memisahkan sisa
minyak dari API Separator dan Pit mencapai 99%. Dengan menggunakan bahan
kimia berupa polimer rantai panjang, metode ini memaksa air teragitasi dengan bahan
kimia tersebut. Selanjutnya bahan kimia tersebut akan menggumpalkan butiran-
butiran halus minyak di dalam air menjadi gumpalan yang lebih besar. Gumpalan
minyak tersebut akan mengapung ke atas permukaan air dikarenakan adanya
perbedaan density antara minyak dan air. Minyak di permukaan air akan diskimming
menggunakan skimmer yang kemudian akan dialirkan ke Sand Trap. Sedangkan air
akan dialirkan menuju Surge Tank. Unit ini disebut dengan unit MFU (Mechanical
Floatation Unit). Setelah melalui dua proses awal di atas, air produksi memiliki
kandungan oil content < 3 ppm. Selanjutnya air yang masih mengandung sisa minyak
serta padatan yang masih terbawa bersama air ini akan diproses secara penyaringan
ke dalam Oil Removal Filter (ORF). Proses penyaringan dilakukan dengan
menggunakan media. Media yang digunakan di dalam ORF seperti Garnet,
Anthracite, Pecan, dan Walnut. Media ini akan menangkap dan menyaring minyak
dan padatan yang masih terkandung di dalam air, sehingga kandungan minyak dalam
air yang keluar dari proses filter diharapkan mencapai 0 ppm atau zero oil.
Selanjutnya air akan memasuki tahap pelunakan (softening). Pada tahap ini air
akan mengalami proses softening untuk mencapai tingkat kesadahan (hardness) < 1.0
ppm agar air dapat digunakan sebagai air umpan pada Steam Generator (GFW).
Penurunan tingkat kesadahan ini bertujuan agar tidak terbentuk kerak/scale pada coil
steam generator yang dapat mengakibatkan proses perpindahan panas tidak dapat
bekerja secara maksimal.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
42
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Produced Water dari Duri memiliki karakter scale yang mengandung kalsium
karbonat atau CaCO3. Hal ini disebabkan karena di dalamnya terlarut karbondioksida
dan dua annion yaitu karbonat dan bikarbonat, serta ion kalsium. Kondisi temperatur
dan tekanan pada produced water menyebabkan ion kalsium dan karbonat akan
bereaksi dan membentuk scale, yaitu kalsium karbonat (CaCO3). Untuk mencegah
terbentuknya scale (hardness > 4 ppm) maka air harus melalui proses pelunakan
(softening) di unit water softener, air akan dilewatkan melalui media resin zeolite
untuk menjalani proses penukaran ion (ion exchange) antara ion Ca yang terdapat di
air dengan ion Na yang terdapat di resin. Selanjutnya air dengan tingkat hardness
rendah akan digunakan sebagai air baku steam generator yang disebut GFW
(Generated Feed Water).
Tinjauan terhadap peralatan yang digunakan untuk menunjang proses di WTP
akan dijabarkan sebagai berikut :

a. PIT Separator
Pit adalah kolam yang dirancang khusus untuk menampung air, minyak, dan
solid/padatan yang berasal dari limbah oil treating plant (drain FWKO dan drain
Wash Tank), limbah water treating plant (air backwash ORF, air backwash water
softener, skimming MFU, dan sirkulasi dari cooling pond), limbah proses dari slop oil
plant, dan sumber lainnya. Semua fluida yang mengalir ke dalam pit akan mengalami
proses settle atau pengendapan secara gravitasi karena adanya perbedaan berat jenis.
Sehingga padatan akan mengendap di bagian dasar sedangkan minyak akan
mengapung di permukaan pit dan air akan berada diantaranya. Padatan secara rutin
akan dikeruk menggunakan alat berat ke tempat penampungan, kemudian minyak
akan dipompakan ke slop oil plant dan air akan diproses lebih lanjut di water treating
plant (WTP) menuju Pit D. Pit separator ditampilkan pada Gambar 3.8.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 43


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 3.8 Pit Separator

Pit separator terdiri atas Pit A, Pit B, Pit C, Pit D dan Pit E. Beberapa pit
beroperasi secara tunggal (Pit D, Pit E) dan sebagian pit (Pit A, Pit B, Pit C) diberi
sekat-sekat dan dibagi menjadi beberapa bagian cell. Antara cell yang satu dengan
yang lainnya dipasang baffle atau siphon yang dirancang untuk memungkinkan
sebagian besar padatan dan minyak akan tetap tertinggal di cell- cell awal sehingga
akan membantu mengurangi sejumlah minyak atau solid yang terbawa bersama air
yang akan dikirim selanjutnya ke mechanical flotation unit (MFU).

b. API Separator
API separator mempunyai prinsip kerja yang sama dengan Pit separator, hanya
berbeda secara fisik saja. API separator terbuat dari beton persegi panjang. Di
dalamnya terdapat dua buah baffle yang membagi API separator menjadi beberapa
cell. Di Central Gathering Station 3 (CGS 3), API Separator sendiri terbagi menjadi
4 cell. Pada setiap cell dilengkapi oleh skimming box untuk mengalirkan minyak
menuju unit-unit pompa yang kemudian akan dipompa menju slop oil plant.
Sedangkan air akan dikirim selanjutnya menuju Pit separator (Pit E) dan mechanical
flotation unit (MFU) di water treating plant (WTP). Sumber air utama API Separator

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 44


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

berasal dari water leg FWKO Tank dan Wash Tank. API Separator ditampilkan pada
Gambar 3.9.

Gambar 3.9 API Separator

c. Mechanical Flotation Unit (MFU)


Mechanical Flotation Unit (MFU) adalah unit mekanis yang digunakan untuk
memisahkan minyak dan solid dari air kotor yang berasal dari Pit Separator ( Pit D,
Pit E) dan tambahan air dari CGS 4. Pada CGS 3 terdapat 6 buah MFU, yaitu MFU
A, MFU B, MFU C, MFU D, MFU E, MFU F, dan MFU G. Prinsip kerja dari MFU
adalah proses pemisahan dilakukan dengan cara agitasi dan penginjeksian bahan
kimia (flokulan) sehingga minyak akan menggumpal membentuk flok dan terapung
ke permukaan. Selanjutnya minyak tersebut akan diskimming dan dialirkan ke sand
trap. Sedangkan air yang keluar dari MFU dengan spesifikasi oil content < 3 ppm
akan diolah ke proses selanjutnya yaitu oil removal filter (ORF). Air baku yang ada
dalam Pit dipompakan ke MFU dengan menggunakan flotation pit pump. Kemudian
bahan kimia (flokulan) diinjeksikan ke dalam pipa aliran air di upstream dari MFU
tersebut. Mechanical Flotation Unit (MFU) Ditampilkan pada Gambar 3.10.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 45


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 3.10 Mechanical Flotation Unit (MFU)

Air bergerak dari satu cell ke cell lainnya melalui lubang di bawah baffle.
Setiap sel dilengkapi dengan sebuah agitator yang dilengkapi dengan motor listrik.
Agitator berfungsi untuk mengaduk air yang tercampur dengan bahan kimia
(flokulan). Skimmer yang digerakkan oleh motor listrik menyendok minyak yang
terapung di permukaan ke dalam oil box di bagian kanan dan kiri dari MFU.
Campuran minyak dan air yang telah diskim dialirkan menuju waste pit. Dari cell
terakhir air akan dialirkan menuju surge tank melalui pipa keluaran dari MFU. Pada
pipa ini dipasang sebuah sample cock untuk pengujian kualitas air (khususnya oil
content) yang keluar dari masing-masing unit. Dari hasil uji air, takaran bahan kimia
(flokulan) yang- diinjeksikan dapat dikurangi maupun ditambahkan.

d. Surge Tank dan Treatment Pump


Surge Tank adalah sebuah tangki yang berfungsi mengumpulkan air yang telah
melalui proses dari Mechanical Flotation Unit (MFU) Seperti yang ditampilkan pada
Gambar 3.11. Air ini harus memenuhi spesifikasi oil content < 3 ppm. Surge tank
dirancang sebagai tempat penampungan dan sebagai tangki umpan sebelum air
dipompakan menuju Oil Removal Filter (ORF) menggunakan Treatment Pump.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 46


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Prinsip kerja dari surge tank ini adalah mengalirkan air yang sudah diproses di unit-
unit MFU secara gravitasi (gravity discharge). Secara fisik, tangki ini dilapisi oleh
dua dinding sehingga terdapat ruang di dalamnya. Ruang bagian dalam tangki
berfungsi untuk menampung air dari unit-unit MFU. Air yang keluar dari MFU
langsung masuk ke ruang bagian dalam tangki terlebih dahulu, setelah tangki penuh,
air akan melimpah secara merata ke ruang bagian luar. Artinya, limpahan air tidak
dibuat melalui sebuah pipa seperti tangki konvensional, tetapi melimpah ke sekeliling
ruang bagian luar tangki dengan tujuan agar kandungan minyak yang mengapung di
permukaan akan secara merata keluar dari tangki sewaktu melimpah.

Gambar 3.11 Surge Tank

Setelah surge tank penuh, air akan dipompakan ke Oil Removal Filter (ORF)
melalui pipa 20” dengan pompa vertikal yang digerakkan oleh sebuah motor listrik
dengan daya 300 Hp yang disebut Treatment Pump. Jumlah pompa yang digunakan
tergantung dari kebutuhan Generated Feed Water (GFW) yang diperlukan oleh unit-
unit di steam station, proses backwash di Oil Removal Filter (ORF) atau water
softener, atau kebutuhan floatated water yang dibutuhkan oleh CGS lainnya.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 47


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

e. Oil Removal Filter (ORF)


Oil Removal Filter (ORF) berfungsi sebagai penyaringan air terakhir dari air
yang masih membawa minyak dan impurities dari MFU dengan menggunakan media
sebelum air tersebut dikurangi kesadahannya (hardness) pada proses softening di
water softener. Ada dua jenis filter yang digunakan di lapangan Duri, yaitu
Horizontal Multimedia dan Vertical Nutshell.
1) Horizontal Multimedia
Ada dua model filter horizontal yang di operasikan di Duri, yaitu plate base
dan pipe base. Masing-masing unit ini memiliki dua lapisan media. Pada model plate
base, media atasnya tersusun atas grained anthracite dan media bawahnya tersusun
atas grained garnet halus. Sedangkan pada model pipe base tersusun atas anthracite
dan garnet. Garnet memiliki specific gravity yang tinggi, oleh sebab itu garnet akan
mengendap di dasar filter setelah proses backwash (pencucian). Anthracite akan
menangkap partikel-partikel dengan ukuran yang lebih besar, sedangkan garnet akan
menangkap partikel-partikel dengan ukuran yang lebih halus.
Pada proses filtrasi, air akan memasuki filter dari bagian atas ke bawah (down
flow) melalui rongga-rongga dari lapisan media pengisi, kemudian melalui plat
penahan media pada model plate base atau melalui lateral pipe screen pada model
pipe base. Ketika air melewati rongga media ini, sisa minyak serta impurities yang
masih terbawa dari MFU akan tersaring sehingga air menjadi lebih bersih.
Proses filtrasi dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menyebabkan media
penyaring akan terisi oleh kotoran minyak dan padatan lainnya. Kondisi dapat
menyebabkan pressure drop diantara plate di dalam vessel dan mengakibatkan
berkurangnya jumlah aliran. Apabila ini dibiarkan, penahan filter pada model plate
base dapat mengalami kerusakan (keretakan/patah) dan dapat menimbulkan celah
sehingga air dapat mengalir keluar dan tidak mengalami proses filtrasi dengan baik.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 48


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya pressure drop, filter perlu mengalami
proses backwash/pencucian.
Proses backwash/pencucian pada Oil Removal Filter (ORF) Horizontal adalah
memompakan detergent atau surfactant dengan bantuan hembusan angin, kemudian
mengalirkan air yang telah disaring (filtered water) dengan laju alir yang tinggi dari
bagian bawah ke atas (up flow) vessel. Air kotor akan keluar menuju waste pit dan
media yang sudah bersih akan dipakai kembali untuk proses filtrasi berikutnya.
Langkah-langkah yang dilakukan pada proses backwash/pencucian adalah :

a) Standby
Pada tahap ini semua valve dalam keadaan tertutup dan filter tidak beroperasi,
karena menunggu saat mencapai tahap yang selanjutnya.
b) Drain Down
Pada tahap ini valve ventilasi dan valve drain down akan terbuka sehingga
volume air di dalam unit filter akan berkurang sampai 1/3 bagian.
c) Detergent Feed
Pada tahap ini, valve ventilasi dan valve detergent terbuka. Pompa deterjen akan
hidup dan control valve deterjent line akan terbuka, sehingga dilute line menjadi
aktif. Perbandingan deterjen dan air yang digunakan adalah 1 : 6 untuk satu kali
backwash dengan jumlah air yang digunakan adalah sekitar 3 -5 gallon.
d) Air Scour Blower
Valve air scour blower dan valve ventilasi terbuka dan air scour blower akan
hidup untuk memompakan udara tekan 3 -5 psi dengan flowrate sekitar 1600
scfm. Udara tekan ini akan mengaduk media dan air sabun dalam unit filter. Pada
proses ini diharapkan minyak dan impurities lainnya akan terlepas dari media.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 49


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

e) Settle Bed
Pada tahap ini valve ventilasi akan terbuka sehingga air di dalam unit filter akan
tenang dan buih sabun yang telah mengikat minyak dan partikel kotoran lainnya
akan naik ke permukaan dan siap untuk di buang.
f) Air Purge
Valve ventilasi dan service inlet terbuka. Udara yang berada di dalam filter akan
dibuang dengan cara mengalirkan air melalui service inlet.
g) Backwash/pencucian
Valve backwash inlet dan outlet akan terbuka dan pompa backwash akan hidup.
Air masuk dipompakan melalui backwash inlet dan mendorong partikel minyak
serta kotoran lainnya. Proses ini berlangsung dengan laju alir air 2800 gpm. Air
buangan akan mengalir menuju waste pit.
h) Rinse/pembilasan
Valve service inlet dan valve drain down akan membuka. Pada tahap ini, sisa
kotoran yang masih ada di dalam filter dibilas. Setelah proses ini selesai, filter
akan kembali ke tahap filtrasi.

Gambar 3.12 Oil Removal Filter (ORF) Horizontal

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 50


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

2) Vertical Nutshell
Vertical Nutshell merupakan unit filter yang lebih sederhana dibandingkan
dengan horizontal filter. Filter ini digunakan untuk mencapai kualitas air dengan
mengurangi suspended solid dan hidrokarbon sebesar 98 % yang akan diguankan
untuk injeksi. Filter ini mempunyai 114 ft3 (20 %) lapisan dari walnut shell dan 468
ft3 (80%) lapisan yang tersusun dari pechan shell, serta didukung oleh plate screen
sebagai penahan media. Setiap tahunnya media penyusun filter ini harus ditambahkan
sekitar 5-10% untuk mengganti media yang ukurannya semakin kecil atau yang
terbawa keluar bersama air backwash. Pada filter ini terdapat sight glass yang
menunjukkan kondisi dan keadaan media. Apabila sight glass menunjukkan 2/3
bagian, ini menunjukkan bahwa media masih penuh dan masih dalam keadaan
normal.
Air dari surge tank dipompa menggunakan filter charge pump untuk kemudian
masuk ke unit-unit filter yang tersusun paralel. Air akan melewati medium filter,
sedangkan minyak dan padatan akan tertahan kemudian terakumulasi di bagian atas
medium, yang akan menyebabkan coating (pelapisan) pada filter media. Untuk itu
dilakukan pembersihan medium untuk mempertahankan efektivitas filter.
Tahap filtrasi akan berakhir bila salah satu dari ketiga hal dibawah terjadi, yaitu :
1) Rentangan waktu yang telah ditetapkan telah dicapai (maksimal 24 jam).
2) Perbedaan tekanan/pressure drop (maksimal 16 psi).
3) Secara manual, ditentukan dari total volume air yang telah melewati filter.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 51


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 3.13 Oil Removal Filter (ORF) Vertical


Setelah pengoperasian filter selama 24 jam, dilakukan pencucian/backwash
terhadap media filter. Langkah-langkah pencucian filter vertikal adalah sebagai
berikut :
a. Fluidazation
Pompa backwash akan hidup dan menghisap fluida di dalam vessel.Kemudian
mengalirkannya keluar melalui fluidization nozzle yang mengakibatkan semprotan
yang kuat samapai ke bagian bawah filter.Sirkulasi ini diharapkan dapat melepaskan
kotoran dan minyak yang lengket.
b. Discharge
Pompa backwash masih tetap hidup, air (floatated water) akan masuk dari bawah
dan air yang kotor akan keluar melalui fluidization screen kemudian mengalir menuju
waste pit. Pada proses ini diharapkan kotoran akan terbuang sebesar 90 %.
c. Settling
Pompa backwash dimatikan sehingga media akan settle kembali. Waktu yang
dibutuhkan untuk proses settling biasanya sekitar 90 detik.
d. Normalization
Tahap ini adalah untuk membilas atau membuang kotoran yang masih tersisa di
dalam filter terutama yang terdapat di bagian bawah. Setelah tahap ini selesai, filter
akan kembali pada tahap penyaringan (filtration).

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 52


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

f. Water Softener
Fungsi dari water softener adalah untuk menurunkan kesadahan air atau
besarnya kandungan hardness yang diasumsikan adalah CaCO3. Hardness atau air
sadah terbentuk karena adanya reaksi ion-ion calcium, magnesium dengan ion-ion
carbonate atau bicarbonate dalam air tersebut. Reaksi antar ion tersebut dapat
membentuk scale atau kerak. Kecenderungan pembentukan scale calcium carbonate
ini juga dipengaruhi oleh penurunan tekanan, kenaikan pH, kenaikan temperatur, atau
adanya turbulensi di dalam sistem.
Aplikasi water softener di Duri menghasilkan air sebagai umpan untuk steam
generator untuk menghasilkan steam dengan kualitas sekitar 70-80 % uap. Proses
pembuatan steam dilakukan dengan memberikan panas pada coil yang di dalamnya
terdapat air umpan. Kenaikan temperatur ini akan mengurangi kemampuan air untuk
melarutkan hardness. Bila kesadahan dalam air tinggi, maka akan terbentuk scale
atau kerak di dalam coil yang akan menyebabkan naiknya tekanan atau pecahnya coil
tersebut.
Proses softening adalah proses pelunakan air dengan pergantian ion (ion
exchange) dimana air yang kesadahannya tinggi (100-200 ppm) dan mengandung ion
calcium (Ca) dan ion magnesium (Mg) masuk kedalam primary softener. Di dalam
primary softener akan terjadi proses pergantian ion dari air dengan media/resin. Ion-
ion Ca dan Mg akan diikat oleh ion Sodium yang terdapat pada resin zeolite.
Pergantian ion ini berlangsung secara terus-menerus di primary softener selama air
tetap melewati media resin sehingga air yang keluar dari primary softener akan
berkurang kesadahannya. Air tersebeut akan dialirkan menuju secondary softener dan
proses pertukaran ion akan berlangsung kembali sehingga air yang keluar dari
secondary softener makin berkurang kesadahannya. Proses softening ini berlanjut
sampai sodium di resin zeolite menjadi jenuh. Pada saat jenuh, sodium di resin zeolite
tidak sanggup lagi mengikat ion calcium (Ca) dan ion magnesium (Mg) sehingga

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 53


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

resin tersebut perlu diadakan proses penggaraman atau proses regenerasi


(regeneration). Proses penggaraman adalah proses meregenerasi kembali sodium
zeolite ( R+Na) yang telah berubah menjadi R+Na dan R+Mg dengan menginjeksikan
NaCl, sehingga ion Na dan R akan aktif kembali. Unit Water Softener ditampilkan
pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Water Softener

g. Generated Feed Water Tank (GFW) Storage Tank


Air yang sudah melalui proses deoiling yaitu floatating di MFU, filtering di Oil
Removal Filter serta softening di Water Softener yang telah memenuhi spesifikasi air
untuk keperluan ketel uap (Steam Generator) atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Generated Feed Water (GFW) akan ditampung dalam sebuah tangki (GFW Tank)
sebelum didistribusikan ke Central Gathering Section (CGS) lainnya. Unit
Generated Feed Water Tank (GFW) ditampilkan pada Gambar 3.15.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 54


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 3.15 Generated Feed Water Tank (GFW) Storage Tank


Berikut batasan operasional Generated Feed Water agar dapat menghindari
kerusakan atau kualitas air yang akan dijadikan steam (uap), yaitu:

Tabel 3.1 Batasan Operasional Generated Feed Water

Besaran Max Normal

Temperature (oF) 200 175

Turbidity (NTU) 3,0 2,0

Oil Content (ppm) 0,0 0,0

Hardness (ppm) 1,0 < 1,0

3.1.3 Hot Water (HW) Storage Tank


Hot water merupakan air yang berasal dari sumber yang sama seperti di GFW
Tank. Jadi prinsip yang digunakan antara hot water dan GFW adalah bejana
berhubungan yang dihubungkan oleh pipa dari GFW dan HW, jadi air antara hot
water dan GFW ini mempunyai level yang relatif sama.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 55


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

3.1.4 Sand Removal Facility (SRF)


Sand Removal Facility (SRF) adalah fasilitas yang dibangun di dalam area CGS
yang berfungsi untuk mengolah dan memindahkan pasir-pasir yang terbawa bersama
minyak terproduksi. Pasir-pasir yang terbawa dari sumur produksi ini akan
mengendap di tangki FWKO dan wash tank. Pasir lebih banyak mengendap di wash
tank karena memiliki ukuran yang lebih besar dan retention time yang lebih lama.
Dengan semakin banyaknya pasir yang mengendap di FWKO dan wash tank, ini
menunjukkan bahwa semakin baik kapasitas dan retention time dari tangki-tangki
tersebut.
Sistem lama yang dimiliki oleh Sand Removal Facility (SRF) adalah dengan
mendrain tangki secara manual melalui valve yang terdapat di bagian bawah tangki
dan selanjutnya menuju sand trap. Kelemahan dari sistem ini adalah pasir sering
menyumbat tangki-tangki tempat mengendapnya pasir dan mengakibatkan timbulnya
endapan di parit.

Gambar 3.16 Slurry Tank

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 56


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Sand Removal Facility (SRF) terbagi menjadi dua blok operasi yaitu,
1. Sand Pan Block (upstream) yang meliputi FWKO, wash tank, slurry tank, make
up water, dan beberapa pompa pendukung. Pada proses upstream, pasir yang
bercampur dengan air dan minyak dikeluarkan dari dalam tangki pengolahan
minyak menuju slurry tank.
2. Sand Plant Block (downstream) yang meliputi primary cyclone, secondary
cyclone, tertiary cyclone, classifier, conveyor, dan beberapa pompa pendukung.
Pada proses downstream terjadi proses pembuangan kandungan air (dewatering)
dan minyak (deoiling) yang terkandung di dalam pasir sehingga didapatkan pasir
yang kering.
Proses yang terjadi dalam SRF berlangsung secara otomatis dengan
menggunakan PLC (Programmable Logic Controller).

Adapun tahapan proses yang terjadi, yaitu :

a. Flushing (Pembersihan)
Pada tahap ini dilakukan pembersihan dengan make up water di jalur-jalur
menuju slurry tank dari sand pan. Tujuannya agar tidak terjadinya penyumbatan
dan mengisi pipa dari kekosongan material.
b. Sand Removing
Yaitu dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi menuju sand jet nozzle di
sekitar sand pan di dalam tangki FWKO dan wash tank agar pasir dan lumpur
mudah untuk dikeluarkan dan kemudian menuju slurry tank.
c. Pengiriman pasir menuju slurry tank
Dari FWKO dan wash tank, pasir menuju slurry tank. Slurry tank berfungsi
untuk memisahkan pasir, air, dan minyak dengan prinsip gravitasi yaitu
memanfaatkan waktu diam sehingga pasir akan mengendap di bawah. Pasir akan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 57


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

disedot menuju sand plant, air akan dialirkan melalui water leg untuk menjadi
make up water untuk jetting, dan minyak akan dikirim ke slop oil plant.
d. Pengiriman pasir menuju Sand Plant Block
Pasir yang terdapat di slurry tank di kirim ke Sand Plant Block.
e. Make Up Water System

3.1.5 Slop Oil Treating Plant (SOTP)


Fasilitas pengolahan slop oil (Slop Oil Treating Plant) adalah sebuah fasilitas
khusus yang mengolah berbagai aliran minyak ter-recover dari beberapa sumber yang
secara keseluruhan disebut slop oil. Slop oil datang dari berbagai sumber seperti
sample cocks, waste pit, MFU skimmings, filter backwash, sand treatment, field
canals, field pits, fouled oil system, dan oil box dalam API separator. Slop oil secara
umum sangat sulit diolah karena secara kimiawi sangat berbeda dari minyak mentah
Duri yang biasa.
Slop oil mengandung banyak pengotor yang sangat sulit untuk dipisahkan. Jika
volume produksi slop oil sangat besar maka tidaklah efisien jika tidak dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Slop oil terdiri atas minyak, air, dan padatan, seperti lumpur,
pasir, dan bahan kimia lainnya yang terikat kuat dan stabil sehingga sangat sulit untuk
dipisahkan. Kandungan minyak dalam slop oil sangatlah kecil dengan volume minyak
yang terproduksi sekitar 2%. Keberadaan slop oil tidak dapat diabaikan karena
volume slop oil yang dihasilkan di CGS relatif tinggi sehingga tidak ekonomis jika
dibuang begitu saja, serta akan mempengaruhi kualitas tempat pembuangan slop oil
tersebut.
Secara teoritis, slop oil bisa diolah sampai memenuhi spesifikasi yang
diinginkan, akan tetapi biaya, waktu, bahan kimia yang dipakai, peralatan, dan tenaga
kerja terlalu besar bila dibandingkan dengan nilai jual minyak mentahnya. Lebih baik
mengurangi kandungan air (dewatering) slop oil serendah mungkin dengan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 58


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

menambahkan panas dan proses pengendapan (settling time) saja, lalu memanfaatkan
hasilnya yang berupa emulsi 20-40% sebagai :
1. Blend stock dari sistem Oil Treatment yang datang dari sumur minyak
2. Campuran dalam pembuatan premix
Proses yang terjadi di Slop Oil Plant hampir sama dengan yang terjadi di OTP,
yang membedakan hanya ukuran unit-unitnya yang lebih kecil. Minyak dari hasil
skimming API separator, MFU, sand plant, waste pit, dan lain-lain, dialirkan ke
FWKO, lalu wash tank, baru kemudian ke shipping tank. Setelah dari shipping tank
barulah minyak dialirkan kembali masuk ke FWKO di unit pengolahan minyak utama
(OTP).

3.1.6 Condensate Treating Facility (CTF)


Condensate Treating Facility merupakan suatu fasilitas yang termasuk bagian
dari OTP yaitu unit tempat terjadinya proses yang mengkondensasi gas-gas yang
berasal dari flow splitter dan gas boot pada OTP, dan juga liquid dari CVC separator
dari stasiun CVC menjadi minyak berat untuk ikut bersama-sama dikirimkan ke
Dumai.
Proses yang terjadi yaitu gas-gas tersebut akan dikondensasi di fin fan cooler,
untuk kemudian liquid masuk ke separator untuk dipisahkan lebih lanjut (gas dengan
liquid) agar lebih sempurna dan menghindari masuknya gas ke dalam proses
selanjutnya, sedangkan gas dari fin fan cooler dan separator masuk ke vent stack
untuk selanjutnya dibuang ke udara.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 59


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 3.17 Slop Oil Treating Plant dan Condensate Treating Facility

Liquid dari separator yang mengandung minyak dan air, masuk ke FWKO
untuk dipisahkan, kemudian wash tank sampai BS&W kurang dari 1%, baru
kemudian dimasukkan ke dalam shipping tank dan dipompa menuju Dumai. Air yang
keluar dari FWKO, wash tank, dan juga shipping tank dialirkan menuju waste pit,
sedangkan gas yang terbentuk di ketiga tangki tersebut dikeluarkan melalui cerobong
menuju vent stack.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 60


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

BAB IV
UTILITAS DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

4.1 Utilitas
Sebagai layaknya sebuah industri, PT. Chevron Pacific Indonesia juga
memiliki beberapa unit utilitas untuk mendukung operasinya. Utilitas yang dimiliki
adalah penyediaan air, penyediaan listrik dan telekomunikasi.

4.1.1 Air
Air merupakan salah satu komponen yang sangat vital bagi suatu industri, tak
terkecuali bagi PT. Chevron Pacific Indonesia. Air ini digunakan untuk berbagai
keperluan injeksi air, sampai keperluan sehari-hari di perkantoran dan di perumahan.
Sumber air di PT. Chevron Pacific Indonesia dibedakan atas:
1. Air yang terbawa dari formasi saat produksi minyak mentah.
Air ini digunakan sebagian besar untuk water injection serta dikirim ke steam
generator untuk dimanfaatkan pada proses steam flood. Tetapi sebelum
dimanfaatkan, air tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut di Water
Treatment Plant (WTP) untuk mengurangi Oil Content, Turbidity, Hardness
dan berbagai syarat lainnya.
2. Air yang berasal dari sumber sungai dan sumber mata air lainnya.
Pengambilan air dari sungai dan dari sumber mata air lainnya (danau buatan)
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada perkantoran dan rumah
tangga serta sebagai sumber cadangan. Air untuk keperluan rumah tangga dan
perkantoran ini akan melalui pengolahan di Water Treatment Plant (WTP).
Saat ini, PT. Chevron Pacific Indonesia sangat memperhatikan pemakaian air di
wilayah kerjanya, sehingga muncul sebuah kebijaksanaan yang dikenal dengan Zero
Water Discharge atau nihil buangan air terproduksi.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 61


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

4.1.2 Listrik
Untuk mencukupi kebutuhan listrik, baik untuk perumahan ataupun untuk
eksplorasi minyak bumi. PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki suatu departemen
khusus yang menangani masalah penyediaan energi yaitu Power Generation and
Transmission (PG & T).
Sebelum (PG & T) didirikan pada tahun 1969, sebagian besar kebutuhan
listrik di PT. Chevron Pacific Indonesia diperoleh dari enginator (perpaduan motor
dan generator) yang tersebar hampir di setiap lokasi. Enginator tersebut digerakkan
oleh mesin diesel dengan kapasitas dibawah 60 KW.
Meningkatnya jumlah sumur minyak yang ditemukan menyebabkan
penggunaan enginator tidak efisien karena pengaturan dan pemantauan enginator
yang ada semakin sulit. Selain itu harga bahan bakar minyak di pasaran semakin
tinggi. Untuk itulah penggunaan bahan bakar minyak diganti dengan bahan bakar gas
alam.
Tahun 1973 merupakan awal penggunaan gas alam sebagai bahan bakar turbin
gas (PLTG). Minyak dan solar digunakan untuk keperluan cadangan bila gas yang
dikirim ke turbin tidak mencukupi. Sumber gas ini diperoleh dari Sebanga dan Libo.
Sampai saat ini PT. Chevron Pacific Indonesia memiliki lima buah PLTG yaitu:
1. PLTG Minas, terdiri dari 11 unit pembangkit dengan kapasitas total 232 MW.
2. PLTG Central Duri, terdiri dari 5 unit pembangkit dengan kapasitas total
105 MW.
3. PLTG Duri, terdiri dari 7 unit pembangkit dengan kapasitas total 92 MW.
4. PLTG Kerang, terdiri dari 2 unit pembangkit dengan kapasitas total 42 MW.
5. PLTG North Duri, terdiri dari 3 unit pembangkit dengan kapasitas total
300 MW.
Secara keseluruhan, daya yang dibangkitkan oleh seluruh generator yang ada
saat ini adalah 771 MW. Dari seluruh tenaga listrik yang dihasilkan 85 % digunakan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 62


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

untuk keperluan produksi minyak mentah yaitu untuk sumber tenaga pompa produksi
dan alat-alat proses lainnya. Sisanya untuk keperluan perumahan, perkantoran dan
sarana lainnya.

4.1.3 Telekomunikasi
PT. Chevron Pacific Indonesia juga dilengkapi dengan jaringan microwave
UHF yang menghubungkan distrik-distrik serta suatu sistem telepon dan komunikasi
radio HF/VHF/UHF untuk seluruh kegiatan lapangan.
Pemanfaatan empat saluran sistem komunikasi satelit domestik PALAPA juga
dilakukan untuk sarana komunikasi di Jakarta dan layanan telex dan e-mail antara
Dumai-Rumbai-Jakarta dengan perusahaan-perusahaan afiliansi seluruh dunia
melalui satelit PALAPA dan Intelsat. Pada akhir 1968 PT. Chevron Pacific Indonesia
memasang unit pengolah data elektronuk yang pertama yang berupa komputer IBM
360 dengan core capacity 64 kBytes sedangkan saat ini digunakan jaringan komputer
yang terdiri dari IBM 9121.490 Super Computer Convex C-220 Masterpiece,
Integraph Vax, Microvax, IBM AS 400.

4.1.4 Air Instrument System


Untuk member suplai udara tekan (compressed air) yang dihasilkan dari satu
unit air compressor yang beroperasi dengan pengaturan terendah 70 psi dan
pengaturan tertinggi 120 psi untuk peralata-peralatan seperti :
- ON/OFF Valve pada sand pan dan sand jet di FWKO dan wash tank
- Controlled Valve yaitu PCV, LCV dan FCV

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 63


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

4.1.5 UPS (Uninterruptible Power Supply)


Berfungsi memberikan tenaga listrik untuk kebutuhan operasi SRF pada saat
sumber listrik utama sedang mengalami masalah atau gangguan oleh beberapa unit
battery dalam operasinya.

4.2 Pengelolaan Lingkungan Hidup


4.2.1 Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh PT. CPI berbentuk :
a. Lumpur
Penanggulangan terhadap limbah ini dengan cara membuat tempat
penampungan yang besar dan tidak berdekatan dengan sungai dan tidak
melaksanakan kegiatan pada saat hujan
b. Pasir
Berasal dari sisa produksi minyak yang mengendap di tangki yang dapat
ditanggulangi dengan fasilitas pengolahan pasir (Sand Removal Facility) untuk
diinjeksikan ke dalam tanah.

4.2.2 Limbah Cair


Limbah cair yang dihasilkan PT. CPI berbentuk :
a. Air hasil proses produksi
Air terproduksi yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu dapat
menimbulkan bahaya karena belum memenuhi syarat yang ditetapkan. Untuk
itu, air hasil proses produksi diolah di Water Treatment Plant untuk digunakan
sebagai injeksi untuk meningkatkan produksi minyak. Jumlah air keseluruhan
yang dihasilkan disalurkan ke steam station untuk diubah menjadi steam untuk
diinjeksikan (Enhanced Oil Recovery (EOR)).

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 64


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

b. Minyak sisa
Penanggulangan yang dilakukan dengan cara penampungan sementara
kemudian minyak diproses kembali di Slop Oil Plant agar terpisah dari air dan
pasir yang kemudian digabungkan kembali di Oil Treatment Plant utama.
c. Foul Fluid
Adalah fluida yang dihasilkan saat awal pengeboran yang mengandung
berbagai bahan kimia yang tidak bisa ditangani oleh unit pengolahan minyak
utama, untuk kemudian dijadikan satu di sebuah tangki dan terjadi pemisahan
minyak (ke slop oil plant) dan fluida sisanya diinjeksikan ke dalam tanah.

4.2.3 Limbah Gas


Limbah gas ini berasal dari gas alam yang ikut dalam fluida yang kemudian
terpisah dalam Gas Boot. Gas ini terdiri dari hidrokarbon yang ringan, asam sulfida
dan beberapa gas yang lainnya. Gas ini akan dibuang melalui Vent Stack. Sehingga
gas yag keluar dari Vent Stack ini sudah sesuai dengan standar yang di pebolehkan
untuk di buang ke lingkungan.

4.2.4. Kebisingan
Kebisingan timbul akibat beroperasinya alat-alat transportasi, unit
pengeboran, Unit Engine, Turbine, Pump dan Compressor di CGS. Penanggulangan
yang dilakukan adalah dengan menggunakan alat pelindung pendengaran (ear plug)
bagi semua karyawan di lokasi-lokasi tertentu.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 65


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

BAB V

ORGANISASI DAN EKONOMI PERUSAHAAN

5.1 Struktur Organisasi PT. Chevron Pacific Indonesia


PT. Chevron Pacific Indonesia mengalami beberapa fase system organnisasi.
Sejak 11 Maret 1995 PT. CPI mengggunakan system “line and staff” (sistem yang
bersifat fungsional) yang dikenal dengan SBU (Strategic Business Unit). Pada saat itu
wilayah operasi PT. CPI disebut dengan Rumbai SBU, Minas SBU, Bekasap SBU,
Duri SBU, dan Support Operation.
Pada Maret 2004, SBU diganti dengan sistem baru yang disebut dengan IBUC
(Indonesian Business Unit Challenge) yang mengatur wilayah operasionalnya dengan
OU (Operating Unit). OU lebih bersifat kerja tim dan sesuai dengan proses
pekerjaannya yang terdiri dari Heavy Oil OU dan Sumatera Light Oil OU. OU adalah
suatu struktur organisasi yang berdasarkan proses kerja bisnis dan mempunyai
otoritas tersendiri atas proses produksi dari awal hingga akhir dalam satu unit,
sehingga ada pelimpahan wewenang (desentralisasi) yang besar pada suatu unit.
Sejak Agustus 2005, Chevron mangakuisisi Unocal dan seluruh industri hulu
yang memakai nama Chevron menjadi PT. Chevron Pacific Indonesia dengan visi
yaitu “ To be the Indonesian Energy Company most admired for its People,
Partnership, and Performance”. Struktur organisasi PT. Chevron Pacific Indonesia
secara garis besar dapat dilihat pada skema berikut.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 66


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 5.1 Skema Struktur Organisasi PT. Chevron Pacific Indonesia

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 67


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 5.2 Struktur Organisasi Departemen Facility Operation HOOU

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 68


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 5.3 Struktur Organisasi Treat & Ship

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 69


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 5.4 Struktur Organisasi Central Gathering Station-3

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 70


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

BAB VI
TUGAS KHUSUS
PENGARUH KONSENTRASI GARAM PADA REGENERASI RESIN
TERHADAP PERFORMANCE WATER SOFTENER DI CENTRAL
GATHERING STATION - 3 DURI

6.1 Latar Belakang


Wilayah Operasi di Duri merupakan penghasil minyak terbesar PT.CPI yang
memiliki injeksi uap terbesar di dunia. Wilayah operasinya meliputi wilayah Duri dan
Kulim. Minyak mentah dari Duri (Duri Crude Oil) dikenal sebagai minyak berat
(heavy oil) di pasaran dunia. Teknologi injeksi uap digunakan untuk menurunkan
viskositas dari minyak dan mempercepat gerak fluida serta membantu mendorong
minyak keluar dari reservoir, sehingga hasil produksi akan semakin tinggi.
Uap yang digunakan berasal dari steam generator. Steam generator adalah unit
pembangkit uap yang berfungsi memanaskan air bersih dari water treating plant
(WTP) menjadi steam. Steam inilah yang akan diinjeksikan ke perut bumi melalui
sumur-sumur injeksi agar minyak di dalamnya dapat dipompa ke atas.
Untuk menjaga kualitas dari steam yang akan digunakan sebagai media injeksi
tersebut, air umpan untuk steam generator harus memiliki karakteristik tertentu
sesuai dengan parameter operasi. Air umpan yang digunakan oleh steam generator
berasal dari proses pemisahan antara air dan minyak ini dilakukan di Central
Gathering Section (CGS).
Proses pengolahan air di Central Gathering Section (CGS) terjadi pada water
treating plant (WTP). Salah satu proses paling penting di WTP yaitu water softening
(pelunakan air) yang bertujuan untuk menurunkan kesadahan air (hardness) untuk
mencegah timbulnya scale (kerak) dalam steam generator. Kesadahan dapat diartikan
sebagai karakteristik total dari air yang menunjukkan konsentrasi total dari Ca 2+ dan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 71


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Mg2+. Kesadahan air dapat diturunkan dengan menggunakan resin penukar ion (ion
exchanger). Kesadahan air baku umpan di PT. CPI harus lebih kecil dari 1 ppm.
Setiap unit water softener terdiri dari primary softener dan secondary softener.
Setiap softener diisi oleh media resin duoilte (C-20) yang dapat digolongkan pada
strongly acidic kation resin (asam kuat). Prinsip kerja dari water softener adalah
proses pertukaran ion (ion exchange) dimana ion Ca2+ dan Mg2+ dari air akan
teradsorp dan menggantikan ion sodium di resin. Proses softening (pelunakan)
berlangsung terus-menerus sampai resin menjadi jenuh dan tidak mampu lagi untuk
mengikat ion Ca2+ dan Mg2+ dari air sehingga perlu dilakukan regenerasi dengan
penggaraman. Proses regenerasi ini bertujuan agar hardness yang ada di resin dapat
digantikan oleh ion natrium yang dibawa oleh larutan garam sehingga resin dapat
digunakan kembali.
Brine atau garam (NaCL) digunakan sebagai media penukar ion-ion positif atau
hardness yang menempel dipermukaan resin atau zeolit sehingga kemudian resin
tersebut dapat kembali fresh atau menangkap hardness yang terkandung didalam air.
Garam yang datang merupakan padatan sehingga harus dilarutkan dengan
menggunakan air soft water yang berasal dari Generate Feed Water Pump yang
kemudian dipompakan ke softener menggunakan brine pump pada proses
regenerated untuk melepaskan ion Ca dan Mg dari media resin zeolite yang sudah
jenuh di dalam water softener.
Garam (NaCl) yang digunakan untuk penggaraman sekitar 12 ton/hari untuk
setiap Central Gathering Station. Konsentrasi garam yang digunakan pada proses
brine introduction pada CGS 3 adalah 8 – 9% dengan waktu regenerasi 25 jam sekali.
Namun yang terjadi dilapangan, konsentrasi garam terkadang dapat berada diluar
range yang telah ditentukan, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor seperti
kualitas garam dan tidak sempurnanya proses mixing garam. Oleh karena itu perlu di

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 72


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

pelajari penyebab dan pengaruh perubahan konsentrasi garam terhadap performance


softener.

6.2 Tujuan Tugas Khusus


Tujuan tugas khusus ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi NaCl pada
proses regenerasi resin terhadap performance water softener.

6.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penulisan tugas khusus ini adalah :
1. Mengevaluasi efisiensi Water Softener pada Water Treating Plant Central
Gathering Station 3 berdasarkan hardness inlet dan effluent.
2. Menghitung konsentrasi NaCl optimum yang digunakan untuk proses
regenerasi resin di Water Softener Water Treating Plant Central Gathering
Station

6.4 Tinjauan Pustaka


6.4.1 Kesadahan (Hardness)
Kesadahan (hardness) adalah salah satu sifat kimia yang dimiliki oleh air.
Penyebab air menjadi sadah adalah karena adanya ion kalsium (Ca2+) dan magnesium
(Mg2+) dalam bentuk garam karbonat yang terlarut di dalam air. Karena penyebab
dominan/utama kesadahan adalah Ca2+ dan Mg2+ khususnya Ca2+, maka
kesadahan dibatasi sebagai sifat / karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi
jumlah dari ion Ca2+ dan Mg2+, yang dinyatakan sebagai CaCO3. Kesadahan air total
dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3. (Diyah, dkk. 2011)

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 73


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Berdasarkan garam penyebab kesadahan (hardness), kesadahan dapat dibagi


dua yaitu :
1. Kesadahan karbonat, yaitu kesadahan yang disebabkan oleh garam
karbonat/bikarbonat seperti HCO3- dan CO32-.
2. Kesadahan non karbonat, yaitu kesadahan yang disebabkan oleh garam non
karbonat seperti Cl2- dan SO4-.

Berdasarkan pengaruh pemanasan, kesadahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu :


1. Kesadahan sementara, yaitu air sadah yang mengandung ion bikarbonat (HCO3),
kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2), atau magnesium bikarbonat (Mg(HCO 3)2).
Kesadahannya dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, sehingga air tersebut
terbebas dari ion Ca2+ dan atau Mg2+.
2. Kesadahan tetap, yaitu air sadah yang mengadung anion selain ion bikarbonat,
seperti ion Cl-, NO3- dan SO42- atau senyawa yang terlarut seperti kalsium klorida
(CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4), magnesium klorida
(MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat (MgSO4). Cara
yang paling baik untuk menghilangkan kesadahan (hardness) ini dengan
menggunakan resin penukar ion (ion exchanger resin).

Menurut (Gabriel, 2001 dalam Banurea, 2008), berdasarkan kadar kalsium di


dalam air maka tingkat kesadahan air digolongkan dalam 4 kelompok yaitu:
1. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak (soft water)
2. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut moderately hard water
3. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut hard water
4. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 300 mg/l ke atas disebut very hard water

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 74


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Mineral-mineral yang menyebabkan kesadahan (hardness) tersebut dapat


menimbulkan permasalahan. Salah satunya adalah dapat menyebabkan pengendapan
mineral seperti kerak pada pipa dan boiler. Jika air yang mengandung Ca2+
dipanaskan, ion HCO3- akan membentuk scale atau kerak berupa endapan CaCO3
yang akan menyebabkan penyumbatan.
Reaksi :

Ca2+ + 2 HCO3-  CaCO3 + CO2 + H2O

Scale atau kerak juga merupakan penghantar panas yang buruk karena dapat
menganggu proses transfer panas dan menurunkan efisiensi boiler. Untuk proses
pembersihan scale atau kerak ini juga membutuhkan cost yang sangat besar.
Kesadahan dapat dihilangkan dengan proses pemanasan, penambahan zat-zat
kimia tertentu, distilasi, reverse osmosis, penggunaan asam-asam organik, dan
penggunaan resin penukar ion (ion exchanger).
Kesadahan (hardness) air pada umumnya istilahnya disebut konsentrasi CaCO3
dan dihitung dengan cara titrasi atau metode kromatografi. Pada Central Gathering
Station 3, nilai kesadahan (hardness) air ditetapkan dengan cara titrasi menggunakan
EDTA.

6.4.2 Regeneran
Regeneran adalah zat kimia yang dapat melakukan proses pertukaran ion
dengan ion-ion penyebab kesadahan yang telah memenuhi resin agar resin dapat
kembali berfungsi sebagai penukar ion untuk melunakkan air (softening). Regeneran
harus mengandung ion yang sebelumnya dimiliki oleh resin sebelum jenuh (pada
keadaan normal sebelum operasi).
Regeneran bisa mengandung ion bermuatan positif (kation) atau ion bermuatan
negatif (anion), tergantung jenis resin yang akan diregenerasi. Pada unit water

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 75


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

softener di Central Gathering Station 3 Duri Field, regeneran yang digunakan adalah
brine atau larutan garam (NaCl) dengan konsentrasi NaCl tertentu (% berat).
Garam dilarutkan menggunakan air softwater yang berasal dari Generate Feed
Water Pump yang kemudian dipompakan ke unit softener menggunakan brine pump
pada proses regenerated.
Tabel 6.1 Batasan Operasi Brine pada CGS 3 Duri Field
No Keterangan Besaran Max Min Normal
1. Salt/NaCl % 100 95 98
2. Brine Solution % 12 8 9

Gambar 6.1 Garam (NaCl) sebagai Regeneran Resin Duolite C-20

Gambar 6.2 Proses loading garam (NaCl)


6.4.3 Resin Penukar Ion

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 76


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Resin penukar ion adalah suatu senyawa polimer organik berstruktur tiga
dimensi dengan ikatan silang dan mempunyai gugus fungsi yang dapat menukar ion
yang dimilikinya dengan ion lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa penukar ion
terdiri dari fasa organik padat yang tidak larut dalam air yang terikat ion-ion
bermuatan. (Diyah, dkk. 2011)
Resin mempunyai rongga-rongga pori yang berisi ion-ion, baik ion positif dan
ion negative yang terikat seperti garam-garam. Ion-ion tersebut tetap berada pada
posisinya dalam kisi Kristal dalam keadaan kering. Apabila bahan dimasukkan ke
dalam cairan polar, maka ion-ion tersebut akan bebas bergerak sehingga ion-ion ini
dapat berpindah ke sekelilingnya, misalnya dengan masuknya ion yang sama
menggantikan posisi didalam kristal.
Proses softening yang terjadi pada resin adalah sebagai berikut :

6.4.4 Resin Duolite C-20


Diantara berbagai jenis zeolit sintesis (resin), jenis Duolite C-20 merupakan
salah satu yang banyak digunakan dalam proses pengolahan air (water treatment).
Zeolit sinesis (resin) ini termasuk ke dalam kelompok strongly acid cation dan
merupakan zeolit aktif. Duolite C-20 adalah produk dari Rohm and Haas Company,
Philadelpia.
Adapun sifat fisika dan kimia dari resin duolite C-20 adalah :
Komposisi : Sulfonated divinylbenzene/styrene copolyme = 44 – 49%
Air = 51 – 56 %
Warna : Kuning kecoklatan
Ph : 8 -10

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 77


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Specific Gravity : 1,26 – 1,30


Tekanan uap : 17 mmHg ( 20oC/58oF) air
Titik leleh : 0 oC/32oF air
Titik didih : 100 oC/212oF air
Kelarutan dalam air : Tidak dapat larut
Kapasitas volume : 2,05 eq/L

Gambar 6.3 Resin Duolite C-20

Jika resin telah jenuh, kadar kesadahan (hardness) dalam effluen akan naik
secara signifikan. Resin yang telah jenuh kemudian diregenerasi dengan larutan
regeneran (brine).
Frekuensi pada proses regenerasi tergantung pada :
a. Kecepatan alir proses (flowrate).
b. Kadar ion Ca dan Mg dalam air proses (nilai hardness).
c. Volume resin.
d. Konsentrasi brine yang digunakan pada setiap regenerasi.
6.4.5 Ion Exchange

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 78


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Ion Exchange atau pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang
terserap oleh suatu permukaan media penukar ion ditukar dengan ion-ion lain yang
berada dalam air. Proses ini dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik-menarik
antara permukaan media bermuatan dengan molekul-molekul yang bersifat polar.
Banyaknya ion-ion yang ditukarkan memiliki ekivalen yang sama, sehingga
elektronetralisis fasa cair dan padatannya tetap terjaga. (Diyah, dkk. 2011)
Apabila suatu molekul bermuatan menyentuh suatu permukaan yang memiliki
muatan yang berlawanan maka molekul tersebut akan terikat pada permukaan
tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-molekul ini dapat ditukar dengan molekul lain
yang berada didalam air yang memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat.
Dengan demikian maka proses pertukaran ion dapat terjadi. Media yang dapat
melakukan pertukaran ion ini diantaranya adalah zeolit dan resin. (Diyah, dkk. 2011)
Proses pertukaran yang berlangsung secara umum mengikuti kaidah-kaidah
tertentu, yaitu :
1. Kation-kation dengan valensi lebih besar akan dipertukarkan terlebih dahulu
sebelum katin-kation dengan valensi lebih kecil. Sebagai contoh apabila di dalam
suatu larutan terdapat besi (bervalensi 3), kalsium (bervalensi 2), dan amonium
(bervalensi 1) dalam jumlah yang sama, maka besi akan terlebih dahulu diserap
oleh zeolit, menyusul kemudian kalsium dan terakhir ammonium.
2. Kation yang konsentrasinya paling tinggi didalam suatu sistem akan diserap
terlebih dahulu walaupun valensi lebih kecil. Sebagai contoh seperti contoh diatas
atas, apabila konsentrasi ammonium jauh lebih banyak dibandingkan dengan besi
dan kalsium, maka ammonium akan cenderung diserap terlebih dahulu.
Kinetika ion exchange dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu contact time,
konsentrasi ion, degree of resin cross linking, dan temperatur. Tetapi yang paling
berpengaruh adalah contact time dan konsentrasi ion. Jika konsentrasi ion besar maka
akan membutuhkan contact time yang lebih besar. Untuk konsentrasi ion several

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 79


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

hundreds mg/L membutuhkan flowrate 8 – 40 BV/hour atau 1 – 5 gal/ft3/minute.


Sedangkan untuk >500 mg/L membutuhkan flowrate lebih kecil.
Berikut reaksi regenerasi untuk strong acid cation resin :
(R-SO3)2Ca + 2 NaCl  2R-SO3-Na + CaCl2
Maka pertukaran ion dapat diberlakukan untuk proses penjernihan air dari
partikel-partikel berukuran molekuler.

Gambar 6.4 Proses Ion Exchange pada Water Softener

6.4.6 Water Softener in Duri Field

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 80


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Water softener berfungsi untuk menurunkan kesadahan air atau besarnya


kandungan hardness pada air yang diasumsikan sebagai CaCO 3. Hardness atau air
sadah terbentuk karena adanya reaksi antara ion-ion kalsium, magnesium dengan ion-
ion karbonat atau bikaronat dalam air yang mempunyai kemampuan untuk
membentuk kerak atau scale. Pembentukan kerak atau scale dipengaruhi oleh
penurunan tekanan, kenaikan ph, kenaikan temperature, dan adanya turbulensi dalam
sistem.
Aplikasi water softener di Duri menghasilkan air sebagai umpan steam
generator untuk menghasilkan steam atau uap panas dengan kualitas 70-80 % uap.
Proses pembuatan steam adalah dengan memberikan panas pada coil yang di
dalamnya terdapat air umpan, kenaikan temperature ini akan mengurangi kemampuan
air untuk melarutkan hardness. Bila hardness tinggi maka akan menyebabkan
terbentuknya scale atau kerak di dalam coil tersebut, sehingga dapat menyebabkan
kenaikan tekanan (over pressure) atau pecahnya coil tersebut. Water softener primary
and secondary ditampilkan pada Gambar 6.5.

Gambar 6.5 Water Softener Primary and Secondary Vessel

Proses softening atau pelunakan air merupakan proses pergantian ion (ion
exchange) dimana air yang kesadahannya tinggi (100 - 200 ppm) dan mengandung

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 81


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg) masuk ke dalam Primary Softener. Di
dalam softener inilah akan terjadi pergantian ion antara ion sodium yang terdapat
dipermukaan media (resin) dengan ion kalsium (Ca) dan ion magnesium (Mg) yang
terdapat pada air terproduksi. Pergantian ion ini terjadi secara terus menerus di
primary softener selama air tetap melewati media resin, sehingga air yang keluar dari
primary softener akan berkurang kesadahannya. Air tersebut dialirkan menuju
secondary softener dan pergantian ion terjadi lagi di dalam secondary softener
sehingga air yang keluar dari secondary softener jumlah kesadahannya akan jauh
berkurang.
Proses softening ini berlanjut sampai ion sodium di resin menjadi jenuh. Pada
saat jenuh, ion sodium zeolite tidak sanggup lagi mengikat ion Ca dan ion Mg
sehingga perlu diadakan proses penggaraman (regeneration). Proses penggaraman
(regeneration) adalah proses meregenerasi kemampuan sodium zeolite (R +Na) yang
telah berubah menjadi R++Ca atau R++Mg dengan meninjeksikan NaCl, sehingga ion Na
pada R aktif kembali.
Di CGS 3 water softener unit terdiri atas 18 unit yang disusun secara paralel,
dan masing-masing unit terdiri atas primary softener dan secondary softener yang
disusun seri. Secara normal, unit softener akan beroperasi dengan 15 unit dan 3 unit
untuk regenerasi stand-by. Siklus operasi untuk tiap softener sekitar 25-40 jam
termasuk 2 jam untuk penggaraman (regeneration).
Batasan operasi water softener adalah parameter yang ditentukan baik oleh
pabrik pembuat peralatan tersebut maupun kebutuhan operasi lapangan Duri, batasan
ini selalu dikontrol untuk memenuhi spesifikasi kerja dari water softener itu sendiri
dari kerusakan maupun menjaga kualitas air yang dihasilkannya. Untuk data batasan
Operasi water softener dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2 Batasan Operasi Water Softener
No Keterangan Besaran Max Min Normal

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 82


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

1. Water inlet Tekanan (psig) 75 38 45


Temperatur (oF) 200 160
Turbidity (NTU) 3 2
Oil content (ppm) 1 < 1.0
2. Water Outlet Oil content (ppm) 0.0 0.0
Turbidity (NTU) 2 1.8
Hardness (ppm) 1 < 1.0
3. Serck & Baker BWPD (bbls) 40000 32000
Cap. 41500 32000
US. Filter Cap. 45000 34000
Gaco System Cap.
4. Serck & Baker DP (psi) 30 24 -38
US. Filter 30 24 -38
Gaco 30 24 -38
5. Brine Flow Rate (gpm) 300 200
6. Blocking Flow Rate (gpm) 130
Tekanan (psi) 50

Apabila selama berlangsungnya proses softening terjadi penyimpangan dalam


parameter dari batasan operasi maka akan dapat menimbulkan berbagai masalah.
Salah satu masalah yang paling penting adalah tingginya kandungan minyak (oil
content) pada air umpan karena tidak optimalnya sistem di MFU atau ORF. Hal ini
akan menyebabkan terbungkusnya resin oleh minyak sehingga kapasitas resin akan
berkurang dan umur resin menjadi lebih singkat. Sehingga water softener akan lebih
sering dibackwash jika hardness masih dalam batasan operasi (< 1 ppm). Sedangkan
jika hardness sudah melebihi batasan operasi (>1 ppm), maka pada water softener
akan dilakukan proses regenerasi. Semakin tinggi konsentrasi regeneran (brine) yang
digunakan maka membutuhkan contact time yang lebih besar pula. Flowrate brine
untuk proses penggaraman (regeneration) adalah 4-6 BV/hour, tetapi 2 BV/hour
lebih sering digunakan pada berbagai kasus.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 83


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Gambar 6.6 Resin bekas yang Telah Terbungkus Minyak

Dalam pengoperasiaanya, water softener dilengkapi oleh fasilitas sebagai


berikut :
1. Media pengisi (resin), yaitu duolite C-20
a. Primary softener sebanyak 675 ft3
b. Secondary softener sebanyak 280 ft3
2. Differential Pressure Transmitter
3. Flow Transmitter
4. Safety device berupa PSV (Pressure Safety Valve) yang akan membuka bila
terjadi overpressure.
5. Fasilitas pendukung untuk menjalankan proses regenerasi, yaitu :
a. Primary brine pit atau Brine Mixing Pit
b. Brine Pump
c. Brine Filter Pit
d. Secondary Brine Pit
e. Brine Circulating Pump

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 84


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

f. Brine Filter
g. Control system yang mengatur urutan/sequence water softener dalam
menjalankan regenerasi.
Apabila water softener terus menerus beroperasi maka akan mengakibatkan
media/resin menjadi jenuh, sehingga aktifitas pertukaran ion (ion exchange) akan
menurun. Untuk mengaktifkan kembali media/resin maka dilakukan proses
penggaraman atau proses regenerasi dengan memakai brine solution dengan
konsentrasi 8-9 % yang dipompa menggunakan brine pump. Brine solution di CGS 3
ditampilkan pada Gambar 6.7.

Gambar 6.7 Brine Solution di CGS 3 Duri Field


Selain proses penggaraman atau regenerasi, dalam pengoperasiannya water
softener juga perlu dilakukan backwash meskipun kualitas air yang keluar water
softener masih memenuhi spesifikasi dimana kesadahan air (hardness) < 1 ppm, hal
ini didapati karena adanya perbedaan tekanan dalam vessel melebihi dari yang
ditentukan. Backwash atau pencucian balik karena adanya perbedaan tekanan ini
dilakukan tanpa menggunakan brine solution. Proses backwash atau pencucian balik
dapat dilakukan dengan parameter sebagai berikut.

Tabel 6.3 Batasan Operasi Dilakukannya Backwash

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 85


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

No Keterangan Besaran Max


1. Water Outlet
Secondary Hardness (ppm) 1
Primary Hardness (ppm) 40-60
2. Differential Pressure
Primary Psi 16
Secondary Psi 14

Sistem softener dan regenerasi/backwash dikontrol melalui PLC. Waktu siklus


unit softener akan memperhatikan kondisi-kondisi berikut ini, seperti waktu siklus
yang sudah diset sebelumnya, total aliran yang telah diset sebelumnya, beda tekanan
yang tinggi, dan kesadahan air di primary dan secondary yang terlalu tinggi.
Langkah-langkah yang dilakukan pada proses penggaraman atau regenerasi
adalah sebagai berikut :

1. Primary Backwash
Proses ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Dalam proses ini air
masuk ke primary softener melalui primary water inlet (1226 N) menuju primary
backwash inlet (1227 N) dan keluar melalui primary backwash outlet (1228 N).
Sehingga aliran di dalam vessel primary softener dari bawah ke atas (upflow) dan 3
way valve (1250 N) membuka ke PIT A dengan jumlah aliran ± 46000 BWPD. Proses
primary backwash di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.8.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 86


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N

8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN

8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.8 Proses Primary Backwash di CGS 3 Duri Field

2. Brine Introduction
Proses ini berlangsung selama 2100 sekon atau 35 menit. Air garam yang
berasal dari brine pit dengan konsentrasi 8 % (by weight) dipompakan dengan brine
pump ke incoming brine valve (1238 N) menuju secondary softener, air garam
mengalir dari bawah ke atas (upflow) keluar melalui brine outlet (1234 N) menuju
primary softener dengan flowrate 1000 – 13000 galon. Pada saat yang sama dilution
water yang berasal dari softwater line dengan rate maksimum 130 gpm masuk dari
bagian atas secondary softener melalui blocking inlet dan keluar bersama brine
solution menuju primary softener. Di primary, brine solution yang sudah diencerkan
akan menyebar melalui distribution header mengalir kebawah keluar melalui primary
rinse outlet (1229 N) dan 3 way valve (1250 N) membuka ke brine tank. Proses brine
introduction di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.9.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 87


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N

8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN

8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.9 Proses Brine Introduction di CGS 3 Duri Field

3. Brine Displacement
Proses ini berlangsung selama 1500 sekon atau 25 menit. Soft water dengan
flowrate 130 GPM masuk dari bagian atas secondary softener melalui blocking inlet
(1231 N) menuju primary softener (1234 N) dan keluar melalui primary rinse
outlet(1229 N) , 3 way valve (1250 N) tetap membuka menuju brine tank. Diharapkan
dengan adanya proses ini dapat mendorong sisa brine solution yang masih tertinggal
di dalam vessel. Proses brine displacement di CGS 3 duri field ditampilkan pada
Gambar 6.10.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 88


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N

8037 KV 8037 KV
1227 N 1238 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN

8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.10 Proses Brine Displacement di CGS 3 Duri Field

4. Primary Rinse
Proses pembilasan ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Proses ini
dilakukan dengan masuknya filter water ke primary service inlet (1235 N) dan keluar
melalui primary rinse outlet (1229 N). Pada saat yang sama secondary juga dibilas
dengan memakai soft water dari blocking inlet (1230 N) dan keluar melalui
secondary rinse outlet (1233 N). Air pembilasan ini kemudian menuju ke pit A.
Proses primary rinse di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.11.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.11 Proses Primary Rinse di CGS 3 Duri Field


5. Secondary Rinse

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 89


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Proses ini berlangsung selama 1200 sekon atau 20 menit. Air masuk melalui
incoming valve primary (1235 N) dan kemudian masuk melalui incoming valve
secondary (1230 N) dan keluar melalui secondary rinse outlet (1233 N).Air
pembilasan ini kemudian menuju ke pit A. Proses secondary rinse di CGS 3 duri field
ditampilkan pada Gambar 6.12.
8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N

8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.12 Proses Secondary Rinse di CGS 3 Duri Field

6. Service
Pada proses ini water softener kembali ke fungsi pertukaran ion kembali. Air
masuk menuju primary softener melalui primary service inlet (1235 N) lalu keluar
melalui primary rinse outlet (1229 N). Kemudian menuju secondary softener melalui
secondary service inlet lalu keluar melalui secondary service outlet (1231 N). Air
proses yang kesadahan (hardness) sudah memenuhi spesifikasi (< 1 ppm) kemudian
dialirkan menuju GFW Tank (1232 N). Proses service akan berlangsung secara
kontinyu hingga resin menjadi jenuh dan proses regenerasi dilakukan kembali. Proses
service di CGS 3 duri field ditampilkan pada Gambar 6.13.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 90


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

8037 KV 8037 KV
1228 N 1237 N
8037 KV
1231 N
8037 KV
1235 N

PRIMARY 8037 KV SECONDARY


SOFTENER 1234 N SOFTENER

8037 KV E-2
1236 N
8037 KV
8037 KV 1238 N
1227 N
PIT A
8037 KV
1229 N

SOFT WATER IN
8037 KV 8037 KV
1230 N
FILTER WATER 1233 N
8037 FIC
1226 N
BRINE IN
GFW TANK
8037 KV
1232 N

BRINE TANK

Gambar 6.13 Proses Service di CGS 3 Duri Field

6.5 Hasil dan Pembahasan


6.5.1 Evaluasi Kinerja Water Softener
Water softener memiliki peran yang sangat penting pada Water Treating Plant
Central Gathering Station Duri Field. Water softener menghasilkan air sebagai
umpan steam generator untuk menghasilkan steam atau uap panas dengan kualitas
70-80 % uap.
Beberapa hal yang mempengaruhi performa dari water softener antara lain
karakteristik air umpan (oil content income dan hardness inlet), kapasitas
resin/media, dan kondisi operasi seperti flowrate, differential pressure, dan running
hours.
Pada data air produksi yang masuk softener dari hasil pengetesan sampel
laboratorium bulan Januari memiliki hardness rata – rata sebesar 119,55 mg/L.
Sampel air selama sebulan menunjukkan nilai hardness tertinggi sebesar 123 mg/L
dan yang terendah sebesar 100 mg/L. Adapun data kondisi operasi softener di
lapangan yang digunakan sebagai referensi dapat dilihat pada Tabel 6.4.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 91


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Tabel 6.4 Data Kondisi Operasi Water Softener CGS – 3


Kondisi Operasi Softener di CGS – 3 Duri
Water flowrate, BPD 24023,29
Kapasitas softener operasi normal, BPD 25000
Hardness , mg/L 137 – 117
Volume resin (cuft)
1. Primary Softener 675
2. Secondary Softener 280
Waktu operasi teoritis, jam 86
Waktu operasi aktual, jam 35

Bila hardness tinggi maka akan menyebabkan terbentuknya scale atau kerak di
dalam coil pada boiler, sehingga dapat menyebabkan kenaikan tekanan (over
pressure) atau pecahnya coil tersebut.
Oleh sebab itu nilai hardness sangat berpengaruh terhadap performa unit water
softener. Efisiensi performa water softener (total) dapat dicari dengan cara nilai
hardness inlet dikurangi nilai hardness effluent kemudian dibagi nilai hardness inlet
dan dinyatakan dalam persentase. Untuk melihat efisiensi dari water softener di CGS
3 maka diambil data hardness inlet dan hardness effluent dari 18 unit softener pada
Bulan Januari 2015. Sehingga didapatkan grafik efisiensi water softener per harinya
seperti Gambar 6.14.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 92


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Softener Eficiency Per Day


99.65
99.6
99.55
Eficiency (%)

99.5
99.45
99.4
99.35
99.3
99.25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Day

Gambar 6.14 Grafik Efisiensi Water Softener pada Bulan Januari 2015

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa efisiensi tertinggi adalah 99,62% yang
tercapai pada hari ke-15 dan efisiensi terendah adalah 99,38% di hari ke-18. Dari
grafik tersebut dapat dilihat bahwa efisiensi water softener cenderung konstan karena
efisiensi berada pada range yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan, kinerja water softener pada CGS 3 pada Bulan Januari sudah baik
dikarenakan nilai hardness effluent sudah sesuai dengan batasan operasi yang
diharapkan, yaitu < 1 ppm.

6.5.2 Pengaruh konsentrasi NaCl pada proses regenerasi Resin Water Softener
Pada tahap regenerasi, keberhasilan proses pertukaran ion dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu konsentrasi garam dan waktu kontak antara garam dengan media
resin. Flowrate penggaraman (regeneration) yang tinggi dengan waktu kontak
singkat dapat diterima jika konsentrasi garam relatif rendah. Pada konsentrasi garam
tinggi maka waktu kontak harus lebih lama dikarenakan jika waktu kontak terlalu
singkat, maka gugus fungsional pada permukaan resin cenderung membentuk ikatan

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 93


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

ionik lain lebih cepat daripada ikatan ionik dengan gugus didalam partikel resin. Pada
proses ini kisaran flowrate larutan garam yang biasanya digunakan adalah 4 – 6
BV/h, akan tetapi flowrate larutan garam 2BV/h lebih banyak digunakan dibanyak
kasus (Kirk-Othmer, 1989). Sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP)
konsentrasi garam yang digunakan pada regenerasi unit water softener berkisar antara
10 – 12 %, sedangkan pada prosesnya CGS – 3 Duri Field menggunakan konsentrasi
garam 8 %. Oleh karena itu, hal ini perlu ditinjau lebih lanjut untuk mengetahui
konsentrasi garam optimum yang sebaiknya digunakan dan mengetahui dampak yang
akan ditimbulkan jika konsentrasi garam tidak stabil, baik dampak terhadap
performance softerner maupun dampak terhadap biaya produksi dengan
menggunakan standar – standar pada referensi yang ada.
Pengaruh dari perubahan konsentrasi garam ini dapat dilihat pada perbedaan
running hour water softener, untuk dapat mengetahui hubungan konsentrasi dengan
running hour tersebut, maka dapat digunakan data Tabel 6.5 yang berisikan data dari
3 unit water softener yang beroperasi di CGS 3 Duri Filed mengenai data konsentrasi
larutan garam untuk regenerasi dan running hour pada setiap regenerasi.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 94


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

Tabel 6.5 Running Hour Water Softener dan Konsentrasi Larutan Garam Untuk
Setiap Regenerasi.

SOFTENER A SOFTENER D SOFTENER H


Regeneras
i
C (%) RH C (%) RH C (%) RH
1 7,5 31:33:00 8,3 49:45:00 8 49:31:00
2 9 36:34:00 9,5 48:41:00 8,5 55:05:00
3 9,5 47:23:00 7,5 50:18:00 8,5 51:27:00
4 7,5 57:33:00 9 39:30:00 9,2 52:22:00
5 8,5 35:59:00 9,5 38:48:00 9,4 44:59:00
6 9,4 45:30:00 8,5 51:22:00 9,5 44:39:00
7 9 44:46:00 9 52:33:00 8,9 42:34:00
8 8,9 49:56:00 8 48:07:00 8,3 61:46:00
9 7,5 32:48:00 8,4 46:20:00 8 48:04:00
10 8,5 37:05:00 8,5 55:58:00 9 39:29:00
11 8 50:29:00 8,8 43:58:00 8,8 56:34:00
12 7,8 38:49:00 8,5 36:35:00 8,5 47:31:00
13 9,5 38:45:00 9 58:30:00 8,5 56:58:00
14 9,5 48:27:00 8,5 33:56:00 9 41:05:00
15 9 66:51:00 9,8 35:50:00 - -
Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa konsentrasi garam setiap
melakukan proses regenerasi selalu berbeda, hal ini dapat terjadi karena tidak
sempurnanya proses mixing garam, kualitas garam yang tidak stabil dan terjadinya
pengendapan garam sehingga konsentrasi garam dipermukaan dan didasar kolam
penampungan garam tidak sama. Dengan perbedaan konsentrasi garam ini, maka
akan mempengaruhi lamanya running hour water softener, karena dengan konsentrasi
garam yang lebih kecil, maka pertukaran ion yang terjadi antara resin dan brine tidak
sempurna dan ini akan mengakibatkan singkatnya waktu running hour, namun data
running hour ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan karena adanya kondisi
redundant yaitu pada operasi water softener terjadi proses standby ready, sehingga
lamanya waktu standby dihitung sebagai waktu running hour pada sistem. Untuk

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 95


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap running hour dapat dilihat pada gambar
6.15.

72:00:00

60:00:00
Running Hour

48:00:00

36:00:00

24:00:00

12:00:00

0:00:00
7 7.5 8 8.5 9 9.5 10
Concentration (%)

Gambar 6.15 Grafik Pengaruh Konsentrasi Terhadap Running Hour

Gambar diatas menunjukkan grafik pengaruh konsentrasi terhadap running


hour water softener dimana data yang digunakan pada grafik tersebut merupakan data
pada tabel 6.5 dengan asumsi bahwa tidak terjadi redundant dan dipilih data dari ke
tiga water softener yang dapat mewakili masing-masing konsentrasi. Dari grafik
tersebut terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka running hour yang diperoleh
akan semakin lama, namun pada konsentrasi 9% running hour kembali menurun, hal
ini karena pada proses regenerasi akan mengeluarkan anion dan kation pengotor air
yang terikat pada resin dan tempatnya akan diisi oleh ion dari regeneran dalam
jumlah yang ekivalen. Jika konsentrasi regeneran terlalu rendah dari deskripsi resin
yang telah ditentukan, maka ketersediaan ion pada regeneran tidak mencukupi untuk
dipertukarkan dengan pengotor-pengotor kation dan anion. Sehingga resin yang
dihasilkan masih akan mengandung pengotor dan hal ini akan mengakibatkan
singkatnya waktu running hour. Dan jika konsentrasi regeneran terlalu tinggi maka
akan menghasilkan ikatan resin dengan ion regeneran yang sangat kuat sehingga resin

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 96


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

akan kesulitan untuk menukarkan muatannya dengan anion dan kation pengotor hal
ini dapat menyebabkan banyaknya kandungan garam yang tertinggal di dalam vessel
water softener sehingga menyebabkan terjadinya korosi.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 97


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau
Ari Ridha
Ari RidhaAmril
Amril
(TK/1107114247)
(TK/1107114247)

BAB VII
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Perubahan konsentrasi larutan garam NaCl memberikan pengaruh
pada performance softener terutama pada lamanya waktu running hour.
2. Pada konsentrasi larutan garam yang rendah pada saat regenerasi resin
di water softener menyebabkan singkatnya waktu running hour, akan tetapi
dengan konsentrasi yang terlalu tinggi running hour yang dihasilkan juga
semakin menurun.
3. Dari data performance softener di CGS 3, konsentrasi 8-9%
memberikan waktu running hour yang terbaik.

5.2 Saran
1. Diperlukan monitoring yang ketat saat proses mixing garam,
agar garam dapat larut dengan sempurna dan diperoleh konsentrasi yang
diinginkan.
2. Perlu dilakukan sirkulasi terus menerus pada larutan garam di
brine pit agar tidak terdapat endapan garam yang menyebabkan terjadinya
perubahan konsentrasi larutan garam.

Laporan Kerja Praktek PT. Chevron Pacific Indonesia 98


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau

Anda mungkin juga menyukai