Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan Fungsional

Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang

secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa

yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap memunyai fungsi-fungsi

fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Bahan pangan fungsional

dapat dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai

karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat

diterima oleh konsumen. Selain itu, bahan tersebut tidak memberikan kontradiksi

dan tidak menimbulkan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan

terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Astawan, 2003). International Life Science

Institute of North America mendefinisikan pangan fungsional sebagai makanan

yang berdasarkan kandungan senyawa atau komponen aktifnya secara fisiologi

dapat memberikan manfaat kesehatan di luar zat gizi dasarnya (Keservani et al.,

2010).

Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan dan

minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur

dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Pangan fungsional juga tidak

memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah

penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Persyaratan

yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan

fungsional adalah:

6
7

1) Harus produk pangan bukan bentuk kapsul, tablet, atau puyer yang berasal dari

bahan alami.

2) Layak dikonsumsi sebagai diet atau menu sehari-hari.

3) Mempunyai fungsi tertentu saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam

proses tubuh tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit

tertentu, menjaga kondisi dan mental, serta memperlambat penuaan.

4) Kandungan fisik dan kimianya jelas serta mutu dan jumlahnya, aman untuk

dikonsumsi, dan Kandungannya tidak boleh menurunkan nilai gizinya.

(Hariyani, 2013)

2.2 Snack Bar Sinbiotik

2.2.1 Definisi Snack Bar Sinbiotik

Snack bar merupakan salah satu produk makanan yang mulai

dikembangkan sebagai makanan selingan yang berbentuk batangan berbahan

dasar sereal atau kacang - kacangan. Snack bar biasanya digunakan untuk sarapan

atau sebagai makanan ringan (camilan). Snack bars lebih disukai oleh orang -

orang yang sibuk karena mempunyai nilai gizi yang tinggi dan tidak memerlukan

waktu lama dalam penyajiannya. Snack bar mengandung antioksidan, kalsium dan

protein. Kebanyakan dari snack bars tidak mengandung glutein (Pradipta, 2011).

Bahan baku utama snack bar adalah tepung-tepungan (prebiotik yang

tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan) dari biji-bijian, sayuran dan

buah-buahan yang mengandung karbohidrat yang berpotensi baik dari segi fisik

yaitu penyerapan airnya maupun dari segi kandungan gizinya. Bahan-bahan ini

dapat dicampur dengan menggunakan bahan pengikat seperti sirup gula dan
8

dibentuk menjadi bar yang dapat dipotong menjadi ukuran yang diinginkan.

Bergantung pada bahan yang digunakan, maka pengolahan snack bars ini dapat

dicampur, dibentuk dan dipanggang. (Cook et al., 1984).

Snack bar sinbiotik ini ditambahkan bakteri probiotik dalam bentuk

mikroenkapsulasi dan sumber prebiotik agar dapat meningkatkan nilai fungsional

dari produk tersebut. Snack bar sinbiotik menggunakan bahan baku tepung

komposit yaitu tepung ubi jalar kuning dan tepung kedelai hitam sebagai substrat

prebiotik (bahan yang tidak dapat dicerna). Syarat mutu snack bar mengacu pada

SNI 01-4216-1996 mengenai Syarat Mutu Makanan Diet Kontrol Berat Badan,

USDA 25048 mengenai Nutri-Grain Fruit and Nut Bar, snack bar komersial dan

snack bar sinbiotik yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Snack Bar Menurut SNI 01-4216-1996, USDA 25048
Komersial dan Sinbiotik
Snack Bar Snack Bar
SNI 01- USDA
No. Kriteria Uji Komersial Sinbiotik****
4216-1996 * 25048 **
***
1. Protein 25-50% 9.38 g 16,7 g 11,60%
2. Lemak 1,4-14% 10.91 g 20 g 5,44%
3. Energi 120 kkal 120,93 kkal 140 kkal 141,39 kkal
5. Air - 11,26 % 11,4 % 6,64%
6 Kekerasan - - 5466,53 gF 6557,34 gF
Sumber : * Badan Standarisasi Nasional (1996)
**USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2015)
*** PT. Otsuka Amerta Indah (2014)
**** Sumanti dkk. (2016)

2.2.2 Bahan Pembuatan Snack Bar

Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan snack bar sinbiotik

adalah tepung komposit, kismis, madu, minyak goreng, telur, garam, air, kultur

freeze dried L.acidophilus 10% (b/b) (Sumanti dkk, 2016). Fungsi bahan – bahan

tersebut adalah sebagai berikut:


9

1) Tepung komposit

Tepung komposit yaitu suatu bentuk campuran antara tepung dengan

beberapa jenis tepung dari bahan lain. Tepung komposit terbuat dari bahan yang

merupakan sumber karbohidrat seperti serealia dan umbi-umbian (Hidayat, 2000).

Tujuan pembuatan tepung komposit antara lain untuk mendapatkan karakteristik

bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapatkan

sifat fungsional tertentu (Widowati, 2009). Tepung komposit yang menjadi bahan

baku pembuatan snack bar adalah tepung kedelai hitam dan tepung ubi jalar

kuning.

2) Tepung Kedelai

Menurut Adisarwanto (2005), tanaman kedelai termasuk dalam Kingdom

Plantae, divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae,

ordo Rosales famili Leguminosaeae, sub famili Papillionaceae, genus Glycine,

dan species Glicine max (L.) Merril. Bentuk, ukuran, warna biji, sifat fisik dan

sifat kimia kacang kedelai bervariasi tergantung varietasnya. Kedelai pada

umumnya memiliki biji berbentuk bulat atau lonjong agak memanjang dengan

warna kuning, cokelat, cokelat kehijauan, atau kehitaman (Liu, 1997).

Menurut Liu (1997), protein kedelai mengandung asam amino esensial

yang lengkap dengan asam amino pembatas methionin. Asam amino tertinggi

dimiliki oleh leusin, kemudian isoleusin, lisin, dan valin. Selain kadarnya yang

tinggi protein kedelai adalah protein yang lengkap, kualitasnya hampir menyamai

kualitas protein hewani. Nilai gizi protein kedelai dibatasi oleh faktor antitripsin

serta kompaknya struktur kuarterner dan tersier protein kedelai.


10

Kedelai merupakan sumber protein nabati dengan kandungan protein 35-40%,

rendah lemak jenuh, dan tidak mengandung kolesterol (USDA, 2012). Lemak

kedelai mengandung 86% linoleat dan oleat, 10% palmitat, dan 2% masing-

masing untuk stearat dan arachidat. Kedelai hitam juga mengandung isoflavon

dan antosianin yang merupakan antioksidan sebagai penetral radikal bebas akibat

hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2. Kedelai merupakan substrat prebiotik

karena karbohidrat kedelai sebagian besar terdiri dari disakarida dan

oligosakarida, yaitu 2,5-8,2% sukrosa, 0,1-0,9% rafinosa, dan 1,4-4,1% stakiosa

(Silvia, 2002). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Gizi Kedelai Kering per 100 gram


Kandungan Gizi Proporsi Nutrisi dalam Biji
Kalori (kal) 268,00
Protein (g) 30,90
Lemak (g) 15,10
Karbohidrat (g) 30,10
Air (g) 20,00
Kalsium (mg) 196,00
Fosfor (mg) 506,00
Zat Besi (mg) 6,90
Vitamin A (SI) 95,00
Vitamin B1 (mg) 0,93
Sumber: Rukmana (1997)

3) Tepung Ubi Jalar Kuning

Tepung yang digunakan selain tepung kedelai hitam pada snack bar

sinbiotik ini menggunakan tepung ubi jalar kuning karena mengandung tinggi

serat. Ubi jalar memiliki berbagai varietas dimana secara umum dibedakan

menurut warna umbinya yaitu ubi jalar merah, kuning, dan ungu. Ubi jalar yang

digunakan pada snack bar sinbiotik adalah ubi jalar kuning dengan varietas Ase.

Kandungan karbohidrat utama ubi jalar adalah pati, yang terdiri dari 30-40%

amilosa (Nintami dan Rustanti, 2012). Kandungan protein dan lemak pada ubi
11

jalar relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 3-7% dan 0,29-2,7% dari berat

kering, sehingga diperlukan bahan makanan lain yang dapat mencukupi protein

dan lemak, seperti kedelai hitam (Avianty, 2013). Spesifikasi komponen gizi ubi

jalar kuning dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen Gizi Ubi Jalar Kuning per 100 gram


No. Unsur Gizi Kadar
1 Kalori (Kal) 136
2 Protein (g) 1,1
3 Lemak (g) 0,4
4 Karbohidrat (g) 32,3
5 Kalsium (mg) 57
6 Fosfor (mg) 52
7 Besi (mg) 0,7
8 Natrium (mg) 5
9 Kalium (mg) 393
10 Niasin (mg) 0,6
11 Vitamin A (SI) 900
12 Vitamin B1 (mg) 900
13 Vitamin B2 (mg) 0,4
14 Vitamin C (mg) 35
Sumber: Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)

Ubi jalar kuning memilki kandungan oliosakarida yang tidak dapat dicerna

manusia tetapi dapat dicerna oleh bakteri probiotik, oligosakarida ini disebut

dengan prebiotik. Kandungan prebiotik pada ubi jalar adalah Fruktooligosakarida,

rafinosa, dan verbakosa (Lestari et al., 2011). Prebiotik ini nantinya akan menjadi

nutrisi bagi bakteri probiotik untuk melakukan perbanyakan.

4) Minyak

Minyak goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin karena

menurut Ketaren (2005), pada pembuatan kue sifat lemak yang dipentingkan

adalah lemak yang mempunyai nilai shortening serta stabilitas yang tinggi dan

bukan lemak yang dapat membentuk krim atau emulsi.


12

5) Madu

Madu biasanya digunakan sebagai pengganti gula. Kandungan gula dalam

madu adalah gula alami, yakni gula invert. Selain kandungan frukstosa dan

glukosa, madu juga mengandung banyak mineral yang diperlukan tubuh manusia

(Sholihah, 2015). Pembuatan snack bar sinbiotik menggunakan madu sebagai

bahan penambah cita rasa manis.

6) Air

Air merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat menghasilkan

produk yang baik dan seragam. Air digunakan terutama sebagai media katalis

reaksi yang terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi

tekstur produk. Air akan menghidrasi protein dan pati dalam tepung. Beberapa

molekul air akan terikat kuat pada protein tepung selama pencampuran adonan

(De Man,1997).

7) Garam

Garam yang digunakan adalah garam yang mengandung iodium. Menurut

Matz (1992), efek penambahan garam dalam adonan secara umum adalah

meningkatkan warna remahan dan butiran kue. Selain itu, penambahan garam

dalam pembuatan adonan snack bar sinbiotik biasanya berfungsi untuk

menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, memperkuat kekompakan adonan

dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Penambahan garam

pada adonan juga ditentukan sesuai dengan takaran (formula) yang ada untuk

pembuatan satu kali adonan.


13

8) Telur

Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan snack bar sinbiotik adalah

telur segar. Bagian kuning telur mengandung lesitin yang mempunyai daya

pengemulsi dan dapat memberikan cita rasa, sedangkan bagian putih telur

digunakan sebagai bahan dalam pembuatan krim untuk biskuit jenis bunga gem

(Winarno,2004).

9) Kismis

Penambahan buah kering (kismis) dalam pembuatan snack bar sinbiotik

dapat menambah variasi warna, rasa dan tekstur. Umumnya produk snack bar

komersial menggunakan berbagai buah kering untuk menambah cita rasa.

10) Kultur Freeze Dried

Kultur freeze dried berfungsi sebagai sumber probiotik dalam pembuatan

snack bar sinbiotik. Kultur freeze dried yang ditambahkan mengandung bakteri

Lactobacillus acidophilus (Sumanti dkk, 2013).

2.2.3 Pembuatan Snack Bar

Menurut Sumanti dkk (2016), prosedur pembuatan snack bar sinbiotik

terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan bahan, pencampuran bahan,

pencetakan, pemanggangan dan pendinginan. Berikut adalah penjelasan pada

setiap tahap pembuatan snack bar sinbiotik:

a) Persiapan Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar sinbiotik terdiri dari

bahan kering dan bahan basah. Bahan kering yang dimaksud adalah tepung ubi

jalar kuning, tepung kedelai hitam kupas kulit, garam dan bakteri probiotik. Bahan
14

kering berfungsi sebagai pembentuk struktur snack bar, sedangkan bahan basah

berupa telur, madu, minyak goreng, dan air berfungsi sebagai pengikat atau binder

bahan kering.

b) Pencampuran Bahan

Pencampuran bahan kering dipisahkan dengan bahan basah, dimana

masing-masing bahan diaduk hingga tercampur rata. Pencampuran bahan cair

harus sampai homogen kemudian dicampurkan dengan adonan bahan kering dan

diaduk kembali hingga rata. Tujuan pencampuran bahan ini untuk membentuk

adonan sebelum dipanggang.

c) Pencetakan

Adonan snack bar sinbiotik dibentuk persegi panjang. Adonan yang telah

dicetak diletakkan ke dalam loyang yang telah diolesi minyak atau margarin. Hal

ini bertujuan agar snack bar yang dihasilkan nantinya tidak menempel pada

loyang setelah pemanggangan.

d) Pemanggangan

Adonan yang telah dicetak kemudian dipanggang dalam oven vakum

dengan suhu 40°C ± 2°C selama 2,5 jam dengan tekanan 25 inHg. Sebelum

pemanggangan, oven vakum sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu karena oven

vakum membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menaikan suhu. Tujuan

pemanggangan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara menguapkan air

dalam bahan menggunakan suhu dan tekanan yang rendah sehingga viabilitas sel

bakteri dapat dipertahankan.


15

e) Pendinginan

Snack bar kemudian didinginkan selama ± 30 menit agar uap panas hasil

pemanggangan keluar dari dalam snack bar. Berikut diagram alir proses

pembuatan snack bar sinbiotik ini dapat dilihat pada Gambar 1.

11 g Madu
5 g tepung ubi jalar kuning 15% Telur (b/b)
25 g tepung kedelai hitam kupas kulit 10 g Minyak Goreng
0,5 g garam 10 g Air
10% (b/k) bakteri probiotik

Pencampuran kering Pencampuran basah

Pencampuran dan Pengadonan sampai kalis

Pencetakan pada loyang

Pemanggangan dengan oven vakum


T=40oC, t=3,5 jam P=25 inHg

Penurunan suhu sampai T=±25oC t=30'

Snack Bar
Sinbiotik

Gambar 1. Pembuatan Snack Bar Sinbiotik


(Sumanti dkk, 2016)
16

2.3 Bakteri Probiotik

Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization

(FAO/WHO, 2002) menyebutkan bahwa probiotik merupakan mikroba hidup

yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang memadai akan bermanfaat terhadap

kesehatan yang mengonsumsinya. Probiotik yang sering digunakan adalah

golongan BAL khususnya Lactobacillus dan Bifidobacterium (Collins dan

Gibson, 1999).

Probiotik secara umum didefinisikan sebagai tempat makan suplemen

yang memberikan manfaat bagi induk hewan yang meningkatkan hubungan

keseimbangan mikrobia dalam usus. Bakteri probiotik dapat mempengaruhi

sistem kekebalan tubuh melalui beberapa mekanisme molekular (Antarini, 2011).

Menurut Antoine (2007), beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu bakteri

probiotik adalah sebagai berikut :

1) Bersifat non-patogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang

tertentu, serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam

empedu yang tinggi dalam usus halus.

2) Mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat serta terdapat

dalam jumlah yang tinggi (mencapai 106 – 107 sel) dalam usus halus.

3) Dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara.

4) Dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat

antimikrobia terhadap bakteri merugikan.

5) Mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar, dan

mampu hidup selama kondisi penyimpanan.


17

Bakteri probiotik yang digunakan untuk pembuatan snack bar sinbiotik

adalah bakteri L.acidophilus. L. acidophilus merupakan bakteri gram positif, non

motil, berbentuk batang dengan ukuran 0,6-0,9 hingga 1,5-6,0 μm, dalam keadaan

sel tunggal, berpasangan, ataupun membentuk rantai pendek (Breed et al, 1957).

L. acidophilus tumbuh optimum pada suhu 37oC, tidak tumbuh pada suhu antara

20oC dan 22oC serta suhu pertumbuhan maksimum antara 43o dan 48oC.

L.acidophilus tumbuh secara mikroaerofilik dan bersifat katalase negatif (Sumanti

dkk, 2016). L.acidophilus yang digunakan dalam bentuk kultur freeze dried.

Kultur freeze dried dibuat dengan penambahan susu skim dan maltodekstrin

sebagai penyalutnya (Sumanti dkk, 2016).

Kultur dalam bentuk bekuan (kultur freeze dried) mengandung 1010

sampai 1011 koloni bakteri per gram. Kultur freeze dried ini tahan disimpan dalam

lemari es (4˚C) selama satu tahun tanpa kehilangan aktivitasnya. Penggunaan

kultur freeze dried ini memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama, yaitu sekitar

30 sampai 60 menit dalam memfermentasi susu, meskipun demikian kultur freeze

dried lebih mudah dan sederhana penggunaannya sebagai starter susu fermentasi

(Surono, 2004).

2.4 Prebiotik

Prebiotik merupakan komposisi pangan yang tidak dapat dicerna, yakni

meliputi inulin, fructooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida dan laktosa. FOS

secara alami terjadi pada karbohidrat yang tidakdapat dicerna oleh manusia. FOS

ini juga mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacteria. Secara umum proses


18

pencernaan prebiotik memiliki karakteristik dengan adanya perubahan dari

kepadatan populasi mikrobia (Antarini, 2011).

Prebiotik didefinisikan sebagai ingredien yang tidak dapat dicerna yang

menghasilkan terhadap inang dengan cara menstimulir secara selektif

pertumbuhan satu atau lebih sejumlah mikroba terbatas pada saluran pencernaan

sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Beberapa prebiotik seperti inulin

dan oligosakarida dapat diisolasi dari sumber alami, seperti umbi - umbian.

Umumnya umbi - umbian mengandung oligosakarida dalam bentuk rafinosa

dalam jumlah tinggi (Antarini, 2011).

Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek

fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat menunda

pengosongan lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan,

meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan

kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan

memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak

rantai pendek menurunkan pH dan produksi ammonia. Kombinasi dan efek

fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan inang dengan

menurunnya gangguan pada usus, penyakit kardiovaskular dan kanker usus

(Dwiari, 2008). Menurut Muchtadi (2010), keuntungan lain yang diperoleh dari

konsumsi prebiotik adalah perbaikan komposisi mikroflora usus besar, perbaikan

fungsi lambung (bowel), peningkatan penyerapan kalsium, serta mungkin

perbaikan metabolisme lipida.


19

2.5 Kemasan

Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang

peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk

(Buckle et al, 1987). Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan

sekitarnya sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan

bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas,

sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung

produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).

Kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus

memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk

supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari

kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas

dan uap air. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan

dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas

uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering

awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan

slope kurva isoterm sorpsi air (Buckle et al, 1987).

Kemasan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: a) kemasan

yang kedap uap air seperti aluminum foil b) kemasan yang resisten terhadap

kelembaban seperti plastik polietilen dan c) kemasan yang porous (memiliki

rongga) seperti kertas (Justine dan Bass, 2002).

Snack bar sinbiotik memiliki karakteristik yang hampir menyerupai biskuit

untuk itu diperlukan kemasan yang sesuai agar produk tidak mudah rusak.
20

Menurut penelitian Astari dkk (2015) kemasan yang dapat mempertahankan mutu

biskuit adalah kemasan alumunium foil (metalized plastic) bila disimpan pada

suhu 35oC dapat bertahan selama 52 hari 4 jam 49 menit. Menurut Brown (1992),

plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan penampilan

dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya.

Metalized plastic memiliki permeabilitas yang cukup rendah yaitu 0,3205

g/m2.24h.

2.6 Umur Simpan

Menurut Syarief dkk. (1989), secara garis besar umur simpan dapat

ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies,

ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Data yang

diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di

laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan

fisik, serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara, 2004).

Metode konvensional adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara

menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan

pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai

tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal

penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang

dan analisis parameter mutu yang relatif banyak serta mahal (Herawati, 2008).

Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan

produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap
21

penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan

dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta

tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah

dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap

parameter titik kritis dan atau kadar air (Herawati, 2008).

Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat

dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut

pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk.

Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik

garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk disajikan pada

Gambar. 2. Kadar air


A
B
C

Kadar air kritis

a b c Umur simpan (hari)


Gambar 2. Penentuan Umur Simpan Produk Pangan Berdasarkan Kadar
Air dan Kadar Air Kritis
( Syarief dkk., 1989)
Keterangan:

A, B dan C = RH pengujian produk yang berbeda – beda.

a, b dan c = Lama penyimpanan produk pada RH yang berbeda – beda (hari).

Keuntungan metode ASLT adalah memerlukan waktu yang relatif singkat,

tetapi tetap memiliki ketetapan dan akurasi yang tinggi (Floros dan

Gnanasekharan, 1993). Pemikiran dasar dari ASLT adalah penyimpanan pada


22

suhu yang lebih tinggi atau ekstrim untuk produk sehingga mempercepat

penurunan suhu. Saat reaksi kimia dan biokimia berlangsung cepat dengan

demikian penurunan mutu atau kerusakan dari produk lebih mudah diraih dan data

yang diperoleh bisa diekstrapolasikan untuk menduga umur simpan pada kondisi

penyimpanan normal yang biasanya menggunakan model Arrhenius (Diani,

2011).

Penentuan umur simpan produk dengan metode ASLT dilakukan dengan

menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses

penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu keuntungan metode

ASLT yaitu waktu pengujian relatif singkat (3-4 bulan), namun ketepatan dan

akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan

hasil yang diperoleh (dari metode ASLT) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan

dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi

antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi

akibat ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas

produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001).

Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan

dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi

dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria

kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan

Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo

nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada
23

pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional (Herawati,

2008).

Tahapan penentuan umur simpan dengan metode akselerasi atau ASLT

meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe

pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi

pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu

penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan

mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi

perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk

yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab.

Sebelum pengujian dilakukan maka harus mengetahui penggunaan suhu inkubasi

untuk mengetahui penentuan umur simpan produk disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk


Jenis Produk Suhu Pengujian (oC) Suhu Kontrol (oC)
Makanan dalam kaleng 20, 30, 35, 40 4
Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18
Pangan dingin 5, 10, 15, 20 0
Pangan beku -5, -10, -15 <-40
Sumber: Labuza dan Schmidl (1985)

Model Arrhenius diterapkan untuk produk – produk pangan yang mudah

rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi maillard, denaturasi

protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih

tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi (Hariyadi dan

Andarwulan, 2006). Menurut Kusnandar (2006), produk pangan yang dapat

ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng

steril komersial, susu Ultra High Temperature (UHT), susu bubuk/formula,


24

produk chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang

mengandung lemak tinggi atau yang mengandung gula pereduksi dan protein.

Akibat reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model

Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi

penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal.

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan

kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan

metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada

beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk

menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan

dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Melalui persamaan tersebut dapat

ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur

simpan. Nilai k yang diperoleh dari persamaan regresi diterapkan pada persamaan

Arrhenius. Menurut Arpah (2001) persamaan Arrhenius menunjukkan

ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu yang dirumuskan sebagai

berikut:

Keterangan:

K = konstanta penurunan mutu

Ao = konstanta laju kinetik pre-eksponensial

Ea = energi aktivasi

T = suhu mutlak (oK)

R = konstanta gas 1,986 kal/mol


25

Cara untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap parameter tersebut, maka

dibuat persmaan regresi linier antara ln k dengan 1/T sehingga diperoleh

persamaan ln k = ln ko – (Ea/R)(1/T). Data yang diperoleh dilakukan analisis

regresi linier sederhana untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diukur

dengan lama penyimpanan, persamaannya yaitu:

y = a + bx

Keterangan:

y = variabel yang diukur

x = umur simpan

a = nilai variabel yang diukur pada saat mulai disimpan

b = laju kerusakan (k)

Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai

besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik

garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Energi aktivasi yang besar mempunyai

arti bahwa nilai ln K berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa

derajat dari temperatur, dengan demikian nilai slope akan besar (Arpah, 2001).

Besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1) Kecil (Ea 2 – 15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan

karetenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak.

2) Sedang (Ea 15 – 30 kkal/ mol), kerusakan produk diakibatkan karena

kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan reaksi Mailard.

3) Besar (Ea 50 – 100 kkal/mol), kerusakan produk diakibatan karena denaturasi

enzim, inaktivasi mikroba dan sporanya (Sadler, 1987).


26

Menurut Labuza (1982) dan Hariyadi dan Andarwulan (2006), tipe

kerusakan pangan mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air,

degradasi enzimatis, reaksi non- enzimatis dan reaksi oksidasi lemak. Jika pada

ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada

raksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu,

laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut:

Dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut:

Dimana:

C0 = Nilai mutu yang tersisa setelah waktu t

Ct = Nilai mutu pada akhir masa shelf life

K = Konstanta laju reaksi ordo-1

Tipe kerusakan bahan pangan ordo satu diantaranya (1) ketengikan; (2)

pertumbuhan mikroorganisme; (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) mutu

protein pada makanan kering (Labuza, 1982 dan Hariyadi dan Andarwulan,

2006). Snack bar sinbiotik ini mudah rusak oleh reaksi kimia karena mengandung

gula dan protein yang cukup tinggi serta belum dalam tahap diedarkan maka

metode yang cocok untuk pendugaan umur simpannya adalah metode ASLT

dengan pendekatan semiempiris menggunakan persamaan Arrhenius. Metode

penelitian yang digunakan dengan metode eksperimen yaitu melakukan

pembuatan snack bar yang dikemas dengan aluminium foil untuk selanjutnya

dilakukan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode Arrhenius.


27

Perkiraan umur simpan dilakukan dengan menggunakan kurva linier

dengan persamaannya Ct = Co – kt sebagai orde nol dan orde satu ln Ct = ln Co –

kt.

Keterangan:

Co = Jumlah komponen awal

Ct = Jumlah komponen akhir

k = Konstanta kecepatan reaksi

t = Waktu

Anda mungkin juga menyukai